Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215281 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sharfina Milla Atsari
"Keluarga sebagai miniatur masyarakat juga dikenal sebagai lahan utama terjadinya konflik.Kakak-adik yang idealnyaakrab justru dapat mengalami persaingan dan konflik berupa sibling rivalry yang berkepanjangan.Penelitian ini melihat pola relasi dan konflik sosial pada kakak-adik dalam keluarga lewat teori keluarga dalam perspektif konflik milik Klein & White. Penelitian ini fokus pada keluarga dengan dyad berjenis kelamin sama dan berjarak usia relatif dekat (3 tahun).
Metode penelitian ini adalah metode kualitatif jenis studi kasus dengan pengumpulan data lewat wawancara mendalam.Temuan utama penelitian ini adalah sibling rivalry pada kasus sudah mengarah pada relasi disosiatif, bukan asosiatif. persaingan yang ada tidak sekedar menimbulkan perkelahian sesaat, namun terbawa pada berbagai aspek sehingga menimbulkan relasi yang disosiatif pada kakak-adik. Relasi tersebut dibangun dari relasi orangtua-anak yang intens dengan adanya preferensi dan kekerasan pada keluarga.Penelitian ini menyarankan kakak-adik dan orangtua untuk melakukan kontrol terhadap konflik yang terjadi serta melakukan manajemen konflik untuk menyelesaikan konflik secara menyeluruh.

Family as a miniature of the society is also known as the main field of conflict to occur. The idea of siblings who were supposed to be close apparently also prone to rivalry and conflict in the form of continuous sibling rivalry. This research describes social conflict which occurs in siblings in the family by mainly using Klein & White’s family theories in conflict perspective. This research focuses on family with same-sex dyads with relatively close age range.
This research uses qualitative methods for case study and uses in-depth interview for data collecting. The main findings of this research are sibling rivalry between dyads are mainly dissociative. Such relations were based on the occurance of social preference in parent-child relation and violence in the family. This research suggest siblings and parents to perform social control and conflict management to resolve conflicts.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52889
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sapta Dwi Putri
"Studi ini menggambarkan makna perkawinan oleh informan remaja perempuan yang sudah menikah dan yang belum menikah. Menggunakan pendekatan interaksionisme simbolik, untuk melihat konstruksi nilai dan norma melalui proses sosialisasi dari significant others kepada remaja perempuan. Makna perkawinan bagi informan sudah menikah yakni membuat hidup menjadi bahagia, telah dapat memiliki anak, dan membuat hidup lebih mandiri. Sedangkan makna perkawinan bagi informan belum menikah yakni dapat memiliki keturunan, perkawinan dianggap sakral dan merupakan ibadah, pelegalan hubungan seks, tempat penyaluran kasih sayang, dan dapat membangun keluarga harmonis. Makna perkawinan yang dikonstruksikan pada informan belum menikah dan sudah menikah berbeda. Makna perkawinan pada informan sudah menikah merupakan penggabungan makna normatif dan hasil pengalaman subjektif. Sedangkan Informan belum menikah, dihasilkan melalui proses internalisasi dari significant others melalui interaksi dan sosialisasi.

This study describes the meaning of marriage by informants adolescent women are married and unmarried. Using symbolic interactionism approach, to see the construction of values and norms through the socialization process of women's significant others to adolescents. The meaning of marriage from married informant that make life happier, have been able to have children, and make life more independently. While, the meaning of marriage for unmarried informants that can have children, marriage is considered sacred and was worship, legalized sex, the distribution affection, and can build a harmonious family. The meaning of marriage which is constructed on the married and married informant is different. Meaning of marriage on married informant which is combination of normative meaning and subjective experience. While, for unmarried informants, the meaning is produced through a process of internalization of significant others through interaction and socialization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S45790
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pebriansyah
"Penelitian ini membahas tentang faktor yang mempengaruhi generasi muda untuk memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan lansia. Penelitian ini menjelaskan pengaruh sikap, norma subjektif, perceived behavioral control dan interaksi terhadap perilaku memberikan dukungan sosial. Menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik survei terhadap 100 responden dan menggunakan teknik Cluster Random Sampling.
Hasil penelitian menemukan bahwa dukungan sosial generasi muda rendah, namun pada generasi muda usia kerja dukungan sosial tinggi dibandingkan generasi muda usia sekolah. Selain itu sikap menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku memberikan dukungan sosial. Saran berupa perlu adanya perubahan paradigma berpikir pemerintah dan masyarakat bahwa lansia bukan beban tapi mereka punya peran dalam masyarakat.

This study discusses the factors that influence young people to provide needed social support elderly. This study describes the influence of attitude, subjective norm, perceived behavioral control and interaction on the behavior of social support. Using a quantitative approach by conducting a survey of 100 respondents and also using cluster random sampling technique.
The study found that low social support younger generation, but the younger generation of working-age high social support, compared to young people of school age. Besides the attitude to be the most influential factor on the behavior of social support. Advice needs to be a paradigm shift in thinking the government and the society that elderly not an expense but they have a role in society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46969
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Timoti Tirta
"Skripsi ini membahas mengenai permasalahan yang terjadi dari masih dijalankannya budaya wairaki di Kelurahan Onekore Ende. Penelitian akan menjelaskan mengenai pemaknaan masyarakat mengenai keberadaaan budaya wairaki sendiri disertai tujuan dan dampak sosial yang terjadi dari budaya wairaki. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pengolahan data yang konstruktif dari data yang didapat dari lapangan. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya perubahan sosial-budaya yang mempengaruhi pamaknaan masyarakat serta tujuan dan dampak sosial dari kegiatan wairaki. Penelitian juga memberikan saran yang didapat dari masyarakat sendiri untuk diri mereka sendiri.

This Thesis discusses about a problem that occur in still-practicing Wairaki in Onekore, Ende. This research should explain about the meaning, purpose and the impact that happened from Wairaki. This research is a qualitative methods with constructive data-processing from field data research. The result from this research shows social-cultural change that effect society's meaning, purpose, and social effect from Wairaiki’s activities. This research also gives suggestions which are received from the society for themselves."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52970
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najat
"Kemampuan interaksi sosial dapat membantu dalam meningkatkan fungsi otak Tunagrahita yang merupakan salah satu tipe anak keterbelakangan mental dan dengan skor social quotient yang rendah. Meningkatkan kemampuan interaksi sosial anak tunagrahita dapat melalui salah satu sarana, yaitu Pramuka. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kemampuan interaksi sosial anak tunagrahita yang ikut Pramuka dengan yang tidak melalui desain penelitian komparatif, sehingga hasil akhir penelitian ini dapat membantu dalam melakukan peningkatan kemampuan interaksi sosial anak di masyarakat nantinya.
Penelitian ini mengkaji pengaruh antara variabel independen (Pembinaan Pramuka) terhadap variabel dependen (Kemampuan interaksi sosial anak Tunagrahita). Penelitian dilaksanakan pada 27 anak siaga SLB Nusantara dan SLBN Depok secara total sampling, menggunakan lembar observasi yang valid dan reliable diisi oleh enumerator yang sebelumnya dilakukan diskusi kecil untuk menyamakan persepsi.Uji yang digunakan adalah uji T-independen dan menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kemampuan interakasi sosial anak yang ikut pembinaan dengan yang tidak.

The ability of social interaction could help in improving brain function of children with mental retardation and social quotient scores were low. Improve social interaction skills of children with mental retardation could be through one means, namely Scouts. This study aimed to see differences in the ability of social interaction children with mental retardation who were not Scouts through comparative research design, so that the final results of this study could help in making a child's social interaction skills enhancement in public later.
This study examined the influence of the independent variable (Coaching Scouting) on the dependent variable (social interaction ability of children with mental retardation). The experiment was conducted on 27 children stand in SLB Nusantara and SLBN Depok in total sampling, used a sheet of valid and reliable observation by enumerators who had previously filled a small discussion to follow the same perception. Test used the T-independent test and lead to the conclusion that there were differences in the interaction of social skills training with children who did not participate.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46429
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Susanti
"Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini memberikan gambaran perkembangan sosial anak berkesulitan belajar spesifik di Sekolah Dasar Talenta dengan melihat pada tiga proses, yaitu belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan perkembangan sikap sosial. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa anak berkesulitan belajar spesifik memiliki perkembangan sosial yang spesifik.

This study is descriptive study that uses qualitative approach.This study give an overview of the social development of children with specific learning disabilities in Talenta Elementary School by looking at three processes: learning to behave in a socially acceptable, plays a social role that is acceptable, and the development of social attitudes. The result of this study describes that children with learning disabilities have specific social development"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56987
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parsudi
"RINGKASAN PENELITIAN
Penelitian ini berawal dari pandangan untuk memberikan sumbangan pemikiran untuk mendukung program transmigrasi dalam pembangunan Nasional, terutama untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada para pembina transmigran dengan memberikan pembekalan pengetahuan psikologis, sosial dan budaya. Penelitian dalam bidang psikologi terhadap program transmigrasi ini menjadi penting karena di dalam program transmigrasi menyangkut pertemuan antar kelompok masyarakat, bangsa atau suku bangsa (kelompok etnik) baik antar transmigran itu sendiri maupun antar pembina transmigran dengan transmigran yang dibinanya, di mana dari interaksi itu "sering terjadi konflik ". Hal ini didukung dari kunjungan lapangan dan wawancara langsung dengan enam orang pejabat eselon II Departemen Transmigrasi dan PPH, mereka juga menyimpulkan bahwa masalah sosial memang dominan di lokasi transmigrasi, di mana adanya indikasi penolakan, perlakuan membedakan atau diskriminasi baik dari pembina transmigran maupun antar transmigrannya sendiri , dari adanya perilaku diskriminasi ringan sampai kepada diskriminasi berat yang sudah mengarah ke agresivitas. Menyadari akan hal ini, maka perlu dilakukan penelitian utntuk melihat sejauh mana kontak sosial, derajat kesarnaan, dan jarak sosial pada para pembina transmigran, untuk mengidentifikasi adanya prasangka yang bisa berakibat pada penolakan ataupun tindak diskriminasi terhadap transmigran yang dibinanya.
Hasil studi kepustakaan menyimpulkan bahwa diskriminasi bisa timbul karena adanya prasangka yang selanjutnya bisa membawa ke konsekuensi perilaku menghindar, memisahkan diri dari kelompok yang tidak disenangi, enggan untuk menolong sampai tindakan agresif yaitu merusak dan mengganggu kelompok lain. Timbulnya suatu prasangka dapat dilihat dari pendekatan sosial, pendekatan dinamika kepribadian, dan pendekatan kognitif. Dalam pendekatan sosial, maka faktor-faktor ketidaksamaan sosial, kompetisi .antar kelompok, stereotip dari institusi dan norma-norma merupakan faktor yang mengakibatkan adanya prasangka. Dalam pendekatan dinamika kepribadian maka prasangka bersumber dari adanya agresivitas, keadaan frustasi, dan kepribadian individu. Dalam pendekatan kognitif maka kategori sosial, atribusi dan kekeliruan dalam mempersepsi merupakan penyebab adanya prasangka. Dawes berpendapat instrumen yang biasa digunakan untuk mengukur prasangka ialah "skala jarak sosial" dari Bogardus, hal ini didukung pula oleh Deaux dan Wrightsman. Agar dapat memahami sejauh mana ada jarak sosial yang bisa memprediksikan terjadinya prasangka pada para pembina transmigran terhadap transmigran yang dibinanya, maka dalam penelitian ini digunakan instrumen pengukuran jarak sosial. Instrumen Skala Derajat Kesamaan dan Kontak Sosial di modifikasi dari instrumen penelitian Suwarsih Waniaen (1979) Stereotip Etnik di Dalam Suatu Bangsa Multietnik.
Kesimpulan yang didapat dari hasil analisis adalah bahwa para pembina transmigran mempunyai jarak sosial yang dekat terhadap suku bangsa Jawa, Sunda, dan Bali dan mempunyai jarak sosial yang jauh terhadap suku bangsa Maluku, Madura, dan Irian. Kesimpulan ini mempunyai konsistensi dengan kesimpulan yang didapat dari pengukuran derajat kesamaan. Bila dilihat dari kontak sosial pada 12 suku bangsa yang dinilai maka suku bangsa Jawa, Sunda, Batak, Minang, Lampung dan orang Jakarta mempunyai skor derajat kesamaan yang berbeda secara signifikan pada mereka yang memiliki kontak sosial tinggi dan kontak sosial rendah, selanjutnya variabel-variabel pemahaman bahasa, ada keluarga yang menikah dengan suku bangsa, hadir adat perkawinan orang dari suku bangsa lainnya, hadir adat kesenian orang dari suku bangsa lainnya, merupakan penyumbang yang menyebabkan terjadinya pengelompokan kontak sosial tinggi dan kontak sosial rendah. Melihat hasil temuan di atas bisa dsimpulkan bahwa pembina transmigran cenderung mempunyai prasangka terhadap transmigran yang dibinanya.
Berpedoman pada temuan, dimana adanya prasangka dari para pembina transmigran dikhawatirkan bisa mengarah kepada tindak diskriminasi yang dapat menimbulkan segala konsekuensi negatifnya, maka disarankan kepada Departemen Transmigrasidan PPH untuk menciptakan pra-kondisi melalui pembekalan masalah psikologi, sosial budaya pada pelatihan atau pendidikan kepada para pembina transmigran, memperbanyak frekuensi pertemuan dalam status kebersamaan, baik antara pembina transmigran terhadap transmigran yang dibinanya, maupun antara para kelompok transmigran itu sendiri terutama pada kelompok yang berbeda suku bangsa-nya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Shantyabudi
"Beberapa faktor seperti meningkatnya tuntutan masyarakat akan angkutan, tidak mencukupinya lapangan pekerjaan bagi sebagian anggota masyarakat, kurang mencukupinya angkutan umum yang tersedia baik dari segi jumlah maupun pelayanan, dan masih banyaknya lokasi-lokasi yang tidak terjangkau angkutan umum yang resmi serta masih terdapatnya silih pendapat tentang keberadaan ojek; melatar belakangi penulis untuk ingin lebih memahami masalah sosial tersebut.
Menulis tentang tukang ojek juga didorong oleh ketertarikan penulis, dimana keberadaan ojek tetap dibutuhkan walaupun di beberapa jalan tertentu telah tersedia angkutan yang resmi; sehingga menjadikan ojek secara normatif melanggar. Sesungguhnya keberadaan ojek menjadi pesaing bagi angkutan yang resmi maupun antar tukang ojek itu sendiri, karena ojek tidak diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
Mereka sehari-hari begitu aktif mengantar penumpang pada rute-rute angkutan resmi dengan memungut ongkos. Tidak seperti angkutan resmi pada umumnya, tidak terdapat kewajiban membayar pajak bagi ojek karena memungut biaya dari masyarakat. Adanya ketimpangan ini tidak mendorong terjadinya konflik antara tukang ojek dengan angkutan resmi lainnya. Hanya saja ojek tampak seringkali lebih menonjol dilapangan, karena mereka justru banyak menempati lokasi-lokasi yang dilarang untuk parkir. Apakah menjadi tukang ojek merupakan suatu pilihan profesi, atau karena kondisi tertentu orang memilih ojek sebagai salah satu alternatif yang sifatnya kontemporer?.
Dengan demikian, maka penulisan ini ingin mengkaji melalui konsep-konsep interaksi sosial dan teori pertukaran (yang juga melandasi terjadinya hubungan-hubungan sosial), bagaimana tukang ojek melakukan interaksi dengan pihak-pihak tertentu selama melakukan pekerjaannya. Penulisan ini ingin mengetahui dan memahami sekaligus menggambarkan adanya aturan-aturan yang dijadikan pedoman untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapai serta adakah solidaritas yang tumbuh diantara mereka bila menghadapi ancaman.
Untuk menambah bobot dalam menganalisa gejala sosial yang diamati pada tukang ojek, maka juga dilakukan pandangan dari berbagai sudut pandang; khususnya yang menyangkut kerawanan-kerawanan yang menjadi potensi konflik dimana konflik-konflik yang muncul seringkali berkaitan erat dengan masalah keamanan dan ketertiban. Mengupayakan terpeliharanya keamanan dan ketertiban merupakan peran dari organisasi kepolisian.
Penulisan ini didasari atas hasil penelitian yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif, dengan metode pengumpulan data; metode pengamatan dan wawancara; dimana hasilnya menunjukkan adanya pedoman berupa aturan-aturan tidak tertulis yang diyakini dan dipedomani dapat menjamin tercapainya tujuan para tukang ojek. Wujud solidaritas yang ada berupa tolong menolong antar sesama tukang ojek, maupun tindakan anarkis/pengeroyokan terhadap mereka yang melakukan kejahatan. Rasa solider tersebut terpelihara, karena beberapa alasan/latar belakang yang relatif sama diantaranya : warga Pekayon (Betawi), menghadapi ancaman yang sama dan pendidikan rendah.
Dengan memperoleh gambaran tentang tukang ojek ini, diharapkan akan dapat diperoleh pemikiran-pemikiran lain yang berkembang, baik bagi bidang akademis maupun teknis dilapangan; karena tidak dapat dipungkiri bahwa selama masih ada anggota masyarakat yang membutuhkan, maka ojek akan tetap ada."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T7077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gemelli Ekaputri S
"ABSTRAK
Kehidupan petani di Indonesia identik dengan kehidupan yang miskin dan
berpendidikan rendah. Skripsi ini memperlihatkan bahwa terdapat masyarakat
bergelar sarjana yang memutuskan untuk berprofesi sebagai petani. Salah satu hal
yang mempengaruhi para lulusan sarjana tersebut adalah proses sosialisasi nilai
budaya bertani yang mereka alami sejak usia dini. Maka tulisan ini mengkaji
mengenai proses sosialisasi nilai budaya bertani yang terjadi di Desa Nunuk
khususnya pada keluarga petani bergelar sarjana. Tulisan ini juga menjelaskan
mengenai agen-agen sosialisasi yang terlibat di dalam proses sosialisasi budaya
bertani tersebut. Selain itu, skripsi ini juga menjabarkan pengaruh tingkat
pendidikan formal yang ditempuh oleh para lulusan sarjana terhadap usaha tani
yang mereka jalankan.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang dilakukan
dengan pengamatan terlibat dan wawancara mendalam. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa agen sosialisasi yang berperan penting dalam
mensosialisasikan budaya bertani di Desa Nunuk yakni keluarga, lingkungan
masyarakat Desa Nunuk, dan lembaga pendidikan. Setiap agen sosialisasi
memiliki cara masing-masing dalam mensosialisasikan budaya bertani dan
berupaya untuk tetap menjadikan pertanian sebagai mata pencaharian utama di
tengah perkembangan zaman sekarang ini.

ABSTRACT
Indonesian farmer’s life is identical with proverty and low educated. This
thesis shows that there are some of bechelor’s degree society that decided to
become a farmer as their profession. One of the things that affect them is the
process of farming culture’s socialization that they have been through since
childhood. This thesis examines the process of farming culture’s socialization
especially on bachelor’s degree farmer’s family at Nunuk Village. This thesis also
explainabout the socializations’agent that involved on that farming culture’s
socialization. In addition, this thesis describes the effect of formal education’s
level on doing their job as a farmer.
This thesis use a qualitative research’s method with participant observation
and depth interview. The result of this research showed that the socialization’s
agent that play an important role in socializing farming’s culture at Nunuk Village
are family member, society environment, and educational institutions. Each agent
of socialization has their own way in socializing the farming’s culture and strive
to keep agriculture as the main livelihood in the middle of world development."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54298
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Utami Ayuningsih Mariani Soedarsono
"Autisme meningkat pesat di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Tahun 2000-an diperkirakan 1 per 150 anak menyandang autisme di setiap penjuru dunia, termasuk Indonesia. Salah satu karakteristik autisme adalah adanya kekurangan dalam interaksi sosial dan komunikasi. Anak autistik tampak tidak tertarik untuk bermain bersama teman dan lebih suka menyendiri. Perkembangan bahasanya lambat dan bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi (APA dalam Welton, Vakil dan Caresea, 2004). Pendidikan inklusi merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak autistik (Diknas, 2001), di mana di dalam pendidikan inklusi anak diikutsertakan dalam proses pembelajaran bersama anak-anak normal lainnya. Pendidikan inklusi mempunyai hubungan yang positif dalam memperbaiki komunikasi dan interaksi sosial bagi anak autistik (Kamps, 2002).
Namun berdasarkan pengamatan yang tidak sistematis dan tidak formal yang dilakukan penulis di beberapa sekolah dasar di Jakarta menunjukkan bahwa anak autistik yang ikut serta dalam pendidikan inklusi belum memperlihatkan perkembangan yang nyata dalam komunikasi dan interaksi sosialnya. Oleh sebab itu, diperlukan suatu penelitian untuk melihat bagaimana hubungan antara pendidikan inklusi dengan perkembangan komunikasi dan interaksi sosial anak autistik di sekolah dasar yang diikutinya di Jakarta.
Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental dengan melakukan penelitian di lapangan. Metode penelitian yang dipakai adalah pendekatan kuantitatif dengan menguji hipotesis melalui metode korelasi. Sampel penelitian adalah 21 anak autistik yang tersebar pada 14 SD negeri dan swasta di DKI Jakarta. Alat ukur berupa kuesioner dibuat sendiri oleh penulis khusus untuk penelitian ini, di mana data diambil melalui guru dan orang tua mereka.
Hasil analisis memperlihatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan inklusi dengan perkembangan komunikasi dan interaksi sosial pada anak autistik. Hal ini disebabkan pendidikan inklusi pada penelitian ini belum memiliki seluruh komponen yang menjadi kriteria penyelenggaraan pendidikan inklusi. Hal ini dibuktikan bahwa mayoritas sekolah regular menerima anak autistik tanpa didasari pengetahuan tentang kondisi anak, pelatihan guru, pendataan anak, serta tidak adanya persiapan sebelum menerima anak. Selain itu tidak adanya data yang lengkap tentang kondisi anak sebelum mengikuti pendidikan inklusi maka data yang diperoleh hanya data kondisi komunikasi dan interaksi sosial saat ini sehingga tidak dapat diperoleh berapa besar perkembangannya. Namun mayoritas anak autistik yang ikut serta dalam pendidikan inklusi di sekolah regular memperoleh kemajuan, baik di bidang komunikasi, interaksi sosial, akademik, motorik maupun kemandirian.
Kesimpulan penelitian ini adalah perlunya kesiapan sekolah dengan memiliki seluruh komponen yang menjadi kriteria penyelenggaraan pendidikan inklusi, serta perlunya pendataan bagi siswa yang ikut serta dalam pendidikan inklusi secara lengkap dan akurat untuk melihat perkembangannya. Saran dari penelitian ini adalah adanya kolaborasi dari semua pihak untuk bersama-sama membantu anak autistik agar memperoleh kemajuan, serta perhatian yang nyata (konkrit) dari instansi pemerintah terkait untuk kemajuan pendidikan anak autistik di Indonesia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18602
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>