Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181339 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Listy Ayuningtias
"Meningkatnya produksi sampah akibat aktivitas manusia mengakibatkan terjadinya penumpukan di Tempat Pemrosesan Akhir TPA. Kondisi tersebut menyebabkan lahan TPA menjadi semakin terbatas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan mempercepat proses stabilisasi landfill melalui mekanisme resirkulasi lindi. Dalam prosesnya mendekomposisi sampah air lindi yang dihasilkan dari landfill akan berpotensi mencemari lingkungan bila tidak ditangani dengan tepat. Di antara senyawa berbahaya yang terdapat dalam air lindi diantaranya adalah senyawa nitrogen baik berupa ammonia nitrit maupun nitrat.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi ammonia nitrit dan nitrat pada air lindi yang dihasilkan dari lysimeter dengan dan tanpa proses resirkulasi serta untuk mengetahui waktu pembentukan senyawa ammonia nitrit dan nitrat dalam lysimeter terkait dengan kondisi temperatur sampah dan pH lindi. Penelitian dilakukan dengan membuat pemodelan sistem sanitary landfill dalam dua buah lysimeter masing masing untuk proses dengan resirkulasi dan tanpa resirkulasi. Pada lysimeter juga diberikan asupan air sesuai dengan data curah hujan yang ada.
Hasil pengamatan terhadap kedua lysimeter selama 100 hari menunjukkan bahwa konsentrasi ammonia dan nitrat pada lysimeter dengan resirkulasi lysimeter A cenderung lebih tinggi dibandingkan pada lysimeter tanpa resirkulasi lysimeter B. Sedangkan untuk konsentrasi nitrit pada kedua lysimeter tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Senyawa ammonia nitrit dan nitrat pada kedua lysimeter sudah terbentuk sejak awal penelitian meskipun pada awalnya memiliki nilai yang relatif rendah. Terkait dengan temperatur sampah diketahui bahwa pelepasan ammonia tertinggi terjadi pada temperatur 30°lC Sedangkan terkait dengan pH lindi konsentrasi ammonia meningkat pada rentang nilai pH 7 5 8.

A rapid increase in waste volumes caused by human activities resulted in the accumulation of waste in landfill. This condition causes landfill that willrun out of space within years In order to overcome this problem leachate recirculation is applied to accelerate waste stabilisation. Leachate generated from landfill would potentially contaminate the environment if not handled properly. Among the hazardous substances contained in leachate some of them are nitrogen compounds such as ammonia nitrite and nitrate.
The objective of the research project was to investigate ammonia nitrite and nitrate concentrations in leachate generated from lysimeters with and without recirculation as well as to determine the time formation of ammonia nitrite and nitrate in lysimeters associated with waste temperature and leachate pH. Two lysimeters were used to simulated sanitary landfill with and without recirculation. Water was added to both lysimeters in accordance with the rainfall data.
Experiments carried out in lysimeters demonstrated that for 100 days the concentrations of ammonia and nitrate in lysimeter with recirculation lysimeter A tend to be higher than in lysimeter without recirculation lysimeter B. However nitrite concentration in both lysimeters showed no significant differences. Ammonia nitrite and nitrate in both lysimeters have been formed since the beginning of the study in low concentration. Associated with waste temperature the highest ammonia release occured at temperature of 30°C andrelated to leachate pH ammonia concentration increased in the range of 7 5 8 pH value."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52379
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Anindita
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh resirkulasi air lindi terhadap kualitas air lindi. Penelitian ini menggunakan 2 lysimeter dengan sistem pengoperasian yang berbeda, lysimeter 1 dengan proses resirkulasi air lindi dan lysimeter 2 tanpa proses resirkulasi. Sampah yang digunakan pada kedua lysimeter merupakan sampah organik (buah dan sayur) yang berasal dari Pasar Kemiri Muka, Depok. Berat sampah pada lysimeter 1 dan 2 secara berurutan adalah 205 kg dan 180 kg dengan kadar air sebesar 89,5% dan 86,8%. Penambahan air dilakukan pada kedua lysimeter untuk menstimulasi pembentukan air lindi dan sebagai simulasi infiltrasi air hujan dengan mengasumsikan adanya kebocoran sebesar 24% pada lapisan geotextile. Volume penambahan air pada kedua lysimeter yaitu 1,4 L yang disesuaikan dengan curah hujan kota depok, sedangkan volume air lindi yang diresirkulasikan pada lysimeter 1 yaitu 1,5 L. Pengukuran karakteristik air lindi yang meliputi pH air lindi, konsentrasi TSS dan TDS serta temperatur sampah pada kedua lysimeter dilakukan selama 100 hari. pH air lindi yang dihasilkan dari lysimeter 1 (dengan resirkulasi) cenderung lebih rendah hingga akhir pengoperasian lysimeter karena penerapan resirkulasi air lindi, yaitu berada pada rentang 5,73-8,25 pada lysimeter 1 dan 5,93-8,94 pada lysimeter 2. Konsentrasi TSS pada lysimeter 1dan lysimeter 2 secara berurutan berada pada rentang 660-2792,411 mg/L dan 200-1660 mg/L, sedangkan untuk konsentrasi TDS berada pada rentang 6004-17120 pada lysimeter 1dan 3340-14860 mg/L pada lysimeter 2. Konsentrasi TSS dan TDS pada lysimeter 1 lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 2 karena proses resirkulasi yang diterapkan pada lysimeter 1 menyebabkan akumulasi material organik (volatile fatty acids) pada air lindi selama fase awal degradasi sampah (asidogenesis) serta akumulasi material anorganik (amonia dan klorida) pada air lindi hingga akhir pengoperasian lysimeter 1 karena material anorganik tersebut tidak digunakan lagi pada proses degradasi sampah.

This study aims to determine the effect of leachate recirculation on leachate quality. It uses two lysimeter with different operating systems, lysimeter 1 with leachate recirculation process and lysimeter 2 without recirculation process. Waste which used in both lysimeter is organic waste (fruit and vegetable) derived from Pasar Kemiri Muka, Depok. Respectively, the weight of waste in lysimeter 1 and 2 were 205 kg and 180 kg and the water content were 89,5% and 86,8 %. The addition of water carried in both lysimeter was to stimulate the formation of leachate and to simulate the infiltration of rain water by assuming the occurrence of the leakage (24%) in the geotextile layer. The volume of water added in both lysimeter was 1,4 L adjusted with rain fall intensity in Depok, while the volume of leachate that resirculated in lysimeter 1 was 1,5 L. The leachate samples from both of lysimeters were monitored for pH, TSS, TDS and waste temperature during 100 days of study. Leachate pH generated from lysimeter 1 (with resirculation) tended to be lower by the end of the operation because the application of leachate resirculation, which is in the range 5,73 to 8,25 in lysimeter 1 and 5,93 to 8,94 in lysimeter 2. TSS concentrations in lysimeter 1 and 2 respectively in the range from 660 to 2792.411 mg /L and 200-1660 mg/L, while the concentration of TDS lies in the range 6004 to 17120 in lysimeter 1 and 3340 to 14860 mg/L in lysimeter 2. TSS and TDS concentrations in lysimeter 1 were higher than lysimeter 2 due to the recirculation process that was applied to the lysimeter 1 which causes accumulation of organic material (volatile fatty acids) in the leachate generated in the initial phase of waste degradation (asidogenesis) and accumulation of inorganic material (ammonia and chloride) in lysimeter 1 until the end of the operation as the inorganic material is no longer used in the process of waste degradation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52701
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andina Putri Zata Dini
"Timbulan sampah meningkat sejalan dengan perkembangan aktivitas manusia. Hal ini memberikan masalah terhadap kemampuan lahan untuk menampung sampah. Timbulan sampah juga menghasilkan lindi yang mengandung senyawa organik berbahaya, seperti ammonia, nitrat, nitrit. Penelitian dilakukan dengan memodifikasi lysimeter dan menerapkan sistem pengisian sampah berkala selama tiga minggu, sehingga terdapat tiga lapisan sampah beda umur dalam lysimeter. Resirkulasi lindi diberikan ke dalam reaktor untuk mengetahui efeknya terhadap dekomposisi sampah dan kandungan ammonia, nitrat, nitrit. Akhirnya diketahui kesetimbangan nitrogen yang terjadi di dalam reaktor. Hasil pengamatan selama 150 hari membuktikan bahwa sistem pengisian sampah berlapis dan resirkulasi lindi ke dalam lysimeter akan mempercepat waktu dekomposisi sampah dan menurunkan kandungan ammonia, nitrat, nitrit dalam waktu yang relatif lebih cepat. Metode pengisian sampah 3 lapis membuktikan bahwa lapisan sampah teratas memiliki kandungan nitrogen yang terbesar. Dibuktikan pula bahwa hanya 17% nitogen terlarut dalam lindi, 21% berubah dalam fraksi gas atau cair (uncounted) dan tersisa 60,1% nitrogen yang ada di dalam sampah sebagai residu.

Refuse generation will increase in line with development of human activities. This fact make a problem to land area that is no longer able to accommodate. Refuse generation will produce leachate that contains dangerous organic matter such as ammonia, nitrate, nitrite. This study done with modification reactor and implemented continued waste filling method. This research also implement leachate recirculation through the lysimeter. Leachate recirculation aims to know the effect towards refuse decomposition and concentration of ammonia, nitrate, nitrite in lysimeter. This observation results nitrogen balance in reactor. The result of 150 days observation proved that leachate recirculation make refuse decomposition becomes faster and decrease concentration of ammonia, nitrate, nitrite in short period. With continued filling method proved that 3rd refuse layer has more nitrogen compounds than the other layers. This study also prove that only 17% of nitrogen leaves the system via leachate, 21% transferred either into liquid or gas phase (uncounted), and only 60,1% nitrogen stays in refuse as residual nitrogen.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57112
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afrizal Citra Pradana
"Bioreaktor landfill merupakan salah satu solusi alternatif yang dapat meningkatkan tingkat penyisihan amonia lindi dalam sistem pemrosesan akhir sampah. Pada penelitian ini dilakukan percobaan dengan menggunakan dua bioreaktor landfill yang diisi dengan sampah domestik, bioreaktor pertama diberi perlakuan aerasi dan lainnya tanpa perlakuan aerasi. Dari penelitian yang dilakukan selama 150 hari, perlakuan aerasi tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap stabilisasi sampah. Persentase penurunan volume sampah pada kedua bioreaktor landfill relatif tidak berbeda. Sebaliknya, aerasi memberikan pengaruh signifikan pada penyisihan amonia lindi. Rata-rata persentase penyisihan amonia lindi pada bioreaktor landfill yang diberi pengaruh aerasi sebesar 88,26%, sedangkan pada bioreaktor landfill yang tidak diberikan pengaruh aerasi sebesar 85,38%.

Bioreactor landfill is one of alternative solution that can increase ammonia removal on leachate in municipal solid waste. In this study the experiment using two bioreactor landfills that filled with domestic refuse, first bioreactor landfill was aerated and the other unaerated. The 150 days research shows aeration configuration was not gave significant effect on refuse stabilization. Percentage of refuse reduction both relatively undifferent. Instead, aeration configuration was gave significant effect on ammonia removal. The average percentage of ammonia removal on aerated bioreactor landfill is 88.26%, while on unareated bioreactor landfill is 85.38%."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59812
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Fauzi Rachman
"Lindi merupakan cairan yang terbentuk oleh adanya air hujan yang merembes ke dalam timbunan sampah. Konsep keseimbangan air digunakan untuk menentukan timbulan lindi di suatu TPA. Dalam penentuan timbulan lindi, nilai field capacity (FC) sampah merupakan salah satu parameter yang menentukan terhadap banyaknya lindi yang terbentuk. Pemodelan lysimeter dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh resirkulasi lindi terhadap nilai FC sampah. Perhitungan nilai FC sampah skala laboratorium dilakukan dengan membandingan berat atau volumetrik air dengan berat atau volumetrik sampah pada lysimeter. Nilai FC sampah yang didapatkan selanjutnya digunakan untuk menghitung perkolasi lindi yang dihasilkan di TPA Cipayung selama setahun dengan menggunakan Metode Neraca Air Thornthwaite. Sampah pada penelitian ini diambil dari Pasar Kemiri Muka Depok. Penambahan asupan air sebagai simulasi air hujan dan terjadinya kebocoran pada lapisan geotekstil pada kedua lysimeter sebesar 1,4 L. Air lindi yang diresirkulasikan pada lysimeter 1 adalah 1,5 L. Penelitian ini menjadi penting dilakukan, karena dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk evaluasi pengolahan lindi yang ada di TPA Cipayung,terutama dalam hal penentuan potensi timbulan lindi dari landfill.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa nilai kadar air sampah awal pada lysimeter terbilang tinggi, yaitu sebesar 80,6 %. Nilai FC sampah pada lysimeter 1 yaitu sebesar 0,592 L/kg atau 59,2 % atau 276,53 mm/m, sementara pada lysimeter 2 nilainya adalah 0,449 L/kg atau 44,9 % atau 442,93 mm/m. Semakin tinggi nilai FC sampah, maka jumlah timbulan lindi menjadi kecil dan sebaliknya apabila nilai FC sampah kecil, timbulan lindi semakin besar. Total perkolasi lindi di TPA Cipayung selama setahun menggunakan nilai FC dari sampah pada lysimeter dengan resirkulasi lindi (lysimeter 1) adalah sebesar 1.210 mm. Total perkolasi menggunakan nilai FC dari sampah dengan lysimeter tanpa resirkulasi (lysimeter 2) adalah sebesar 1.211 mm. Tidak terlihat perbedaan nilai perkolasi lindi di TPA Cipayung dari bulan Januari-Agustus dan dari bulan Oktober-Desember. Perbedaan nilai perkolasi hanya terjadi pada bulan September yaitu sebesar 38 mm bila dengan menggunakan resirkulasi lindi dan 39 mm bila tanpa resirkulasi lindi). Hal tersebut dikarenakan data curah hujan, temperatur, dan koefisien run-off yang digunakan pada kedua lysimeter mempunyai nilai yang sama. Selain itu, adanya perbedaan ketinggian sampah pada kedua lysimeter yang mencapai 0,32 m diduga turut mempengaruhi besarnya hasil perkolasi lindi pada hasil perhitungan ini. Perlu adanya keseragaman susunan lapisan (capping) di dalam seluruh lysimeter, sehingga hasil yang didapat bisa lebih dibandingkan.

Leachate is a liquid that is formed by the rain water that seeps into the waste heap. The concept of the water balance is used to determine the generation of leachate in a landfill. In determining the leachate generation, the value of field capacity (FC) of waste can be used as one of the parameters. Lysimeter simulation is conducted to determine the effect of leachate recirculation to FC value. The value of FC is calculated by comparing between the water weight or volume with the waste weight or volume in the lysimeter. Furthermore, the value of FC is utilized to calculate leachate generated at Cipayung Landfill within a year by using Thornthwaite Water Balance Method. Solid waste that is utilized in this study was taken from Kemiri Muka traditional market-City of Depok. The amount of additional water into lysimeter is based on the amount of rainfall (precipitation) in Depok and the assumption of leakage rate of geotextile layer on the top of both lysimeter. Thus, 1.4 liter of water is supplied into both lysimeter and additional 1.5 liter of leachate supplied into one of lysimeter as leachate recirculation.Lysimeter 1 is appointed as lysimeter with leachate recirculation and lysimeter 2 is as lysimeter without leachate recirculation. This research is important because it can be used as a basis for evaluation on the existing leachate treatment at Cipayung Landfill especially in estimating of leachate quantity that is coming from landfill.
The results showed that the initial moisture content of waste in the lysimeter is approximately 80.6%. The value of FC of waste in lysimeter 1 and 2 is approximately 0.592 L/kg or 59.2% or 276.53 mm/m and 0.449 L/kg or 44.9% or 442.93 mm/m, respectively. The higher the value of FC of waste, the lower the amount of leachate volume generated, and vice versa. Total percolation of leachate at Cipayung Landfill within a year by using these both FC values is 1,210 mm with leachate recirculation and 1,211 mm without leachate recirculation. No visible difference in the amount of leachate percolation at Cipayung Landfill during January to August and October to December. The difference only occurred in September, which is 38 mm and 39 mm by using and not using leachate recirculation, respectively. These results took place due to the same value of rainfall and temperature data, and also the run-off coefficient that is utilized in both calculations. In addition, the difference in waste height on both lysimeter that reached 0.32 m supposedly influenced the amount of leachate generated. Therefore, for the next research, the entire lysimeter should be made on the same condition to obtain good and comparable results."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46285
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidauruk, Ingen Augdiga
"Dengan meningkatnya volume timbulan sampah, maka keterbatasan lahan menjadi permasalahan ketika pengoperasian TPA. Sehingga proses mempercepat proses dekomposisi perlu untuk dilakukan. Tujuan dari penelitian untuk menginvestigasi pengaruh resirkulasi air lindi terhadap degradasi kualitas sampah dan air lindi pada bioreaktor landfill. Penelitian menggunakan tanki toren yang berisi tiga lapisan dengan berat total 300 kg. Kadar air sampah ditingkatkan dengan resirkulasi lindi 1,5 L dan air 1,4 dengan waktu pengamatan 150 hari. Hasil menunjukan parameter pH lindi yakni 5,43-7,9, rerata reduksi volume sampah mencapai 84,09%, rerata temperatur yakni 29-38,90C, rerata total mikroorganisme (mesofilic) yakni 0,06-468,5x107CFu/gram, rerata rasio karbon dan nitrogen yakni 8,7:1-19,3:1, field capacity yakni 0,47 L/kg, BOD5 yakni 24,5-1899,4 mg/l, COD yakni 2720-41600 mg/l.

As increasing volume of waste generation, land constraints will be problem when landfill already operated. So that rate decomposition of waste must be considered. The purpose of this study is to investigate the impact of leachate recirculation on the degradation of refuse and leachate quality at bioreactor landfill. The study was carried out using columns containing three layers of refuse with total of waste is 300 kg. Water content is improved with injection by flushing with leachate 1,5 L and tap water 1,4 L over 150 days. Results show 5,43-7,9 for pH, 84,09% for average of volume reduction, 29-38,90C for average of temperature, 0,06-468,5x107CFu/gram for mesophilic micro., 8,7:1-19,3:1 for average of carbon and nitrogen ratio, 0,47 L/kg for field capacity, 24,5-1899,4 mg/l for BOD5, 2720-41600 mg/l for COD."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abiyyu Akmal
"Air minum adalah kebutuhan yang sangat esensial bagi seluruh makhluk hidup termasuk manusia. Air minum dengan kualitas yang memenuhi standar kesehatan sangat penting karena kualitas air yang tidak memenuhi standar kesehatan dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan pada orang yang meminumnya. Untuk itu pengadaan akses air minum yang sehat penting untuk diupayakan dalam setiap aspek kehidupan, salah satunya di lingkup pendidikan tinggi. Universitas Indonesia adalah salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang menyediakan akses air siap minum melalui fasilitas kampus yang terletak di Kota Depok, Jawa Barat. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengestimasi besaran risiko gangguan kesehatan akibat pajanan nitrat dan besi melalui konsumsi air siap minum yang disediakan oleh pihak Kampus UI Depok pada mahasiswa UI. Terdapat 50 responden mahasiswa yang berasal dari 8 (delapan) fakultas yang diamati di lingkungan Kampus UI Depok diwawancara guna mendapatkan data terkait pola konsumsi air siap minum dan antropometri. Konsentrasi nitrat dan besi diketahui dari hasil uji laboratorium sampel air siap minum dari 8 fakultas yang diamati. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa keseluruhan sampel sudah memenuhi baku mutu kesehatan untuk parameter besi. Sedangkan untuk parameter nitrat masih terdapat satu sampel yang memiliki konsentrasi nitrat melebihi baku mutu. Berdasarkan hasil perhitungan analisis risiko, tingkat risiko (RQ) pajanan nitrat melalui konsumsi air siap minum pada mahasiswa di lingkungan Kampus UI Depok pada pajanan realtime parameter nitrat dan besi masing-masing sebesar 0,006 dan 0,001. Sedangkan pajanan lifespan parameter nitrat dan besi melalui konsumsi air siap minum pada lingkup populasi yang sama menunjukan nilai masing-masing sebesar 0,043 dan 0,011. Selain itu tingkat risiko pada semua skenario (intake minimum, rata-rata dan maksimum) baik pada lingkup populasi keseluruhan Kampus UI Depok maupun per fakultas dinyatakan aman atau tidak berisiko (RQ ≤ 1) menyebabkan gangguan kesehatan pada mahasiswa yang mengkonsumsi air siap minum tersebut.

Drinking water is a very essential need which is required by all living creatures including humans. Drinking water that fulfils health standards is important since if drinking water does not meet the required health standards it could cause many health problems to those who consume it. Due to these terms, the provision of access to healthy drinking water is important to strive for in every aspect of life, one of these aspects is in academic realm. Universitas Indonesia is one the campuses in Indonesia that has provided healthy drinking water access to its inhabitants through its campus facility located in Depok City, West Java. This study aims to estimate the health risk cause by exposure to nitrate and iron through the consumption of ready-to drink water provided by Universitas Indonesia. There are 50 student respondents from eight observed faculties that are interviewed to obtain data related to consumption patterns of ready-to-drink water and anthropometry. Nitrate and iron concentrations were known from laboratory test results of ready-to-drink water samples from the 8 observed faculties. Laboratory test results showed that all samples met the health quality standards for iron parameters. As for the nitrate parameter, there is still one sample that has a nitrate concentration that exceeds the quality standard Based on the results of risk analysis calculations, the risk level (RQ) of nitrate exposure through consumption of ready-to-drink water in students at the UI Depok Campus on realtime exposure to nitrate and iron parameters is 0,006 and 0,001, respectively. While exposure to nitrate and iron lifespan parameters through consumption of ready-to-drink water in the same population range showed values of 0,043 and 0,011 respectively. In addition, the level of risk in all scenarios (minimum, average and maximum intake) both in the scope of the overall population of the UI Depok Campus and per faculty is stated to be safe or not at risk (RQ ≤ 1) causing health problems to students who consume ready-to-drink water."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanit Wediarsih
"Menurut laporan MDG's tahun 2007, 30,7% masyarakat Indonesia tanpa akses sanitasi yang layak. Provinsi Banten memiliki masalah yang cukup besar terkait dengan masalah air, higiene dan sanitasi. Beberapa cakupan sanitasi dasar di Provinsi Banten merupakan cakupan terendah di Pulau jawa, seperti cakupan jamban keluarga pada tahun 2007 yang hanya 67,69 %. Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk ini akhirnya menyebabkan masih seringnya terjadi KLB diare dan demam berdarah di Provinsi Banten. Selain itu kejadian demam tifoid dan malaria juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko dan dampak sanitasi lingkungan terhadap status kesehatan balita di Provinsi Banten dengan menggunakan data sekunder hasil RISKESDAS 2007. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi dan sampel dari penelitian ini adalah balita (12 - 59 bulan).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang pernah menderita sakit sebanyak 17,2%. Sedangkan faktor sanitasi lingkungan yang memiliki risiko terhadap status kesehatan balita adalah ketersediaan air bersih (OR = 1,6; 95%CI 1,2 - 2,3), sarana pembuangan air limbah (OR = 1,7; 95% CI 1,0 - 3,1) dan tempat penampungan air (OR = 1,9; 95%CI 1,2 - 2,9). Sarana pembuangan air limbah memberikan dampak yang paling besar diantara ketiga variabel yang berisiko, dimana jika di populasi, sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat diperbaiki, maka akan menurunkan kejadian sakit pada balita sebanyak 36,9%. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa untuk mengurangi risiko dan dampak sanitasi lingkungan diperlukan upaya pengelolaan terhadap air, mulai dari air bersih sampai dengan air buangan.

According to the MDG's in 2007, 30.7% of Indonesian people without access to improved sanitation. Banten province has a considerable problem associated with the problem of water, hygiene and sanitation. Some basic sanitation coverage in Banten Province is the lowest coverage in Java, such as family latrine coverage in 2007 is only 67.69%. Conditions of poor environmental sanitation is still ultimately lead to frequent outbreaks of diarrhea and dengue fever in the province of Banten. In addition to the incidence of typhoid fever and malaria also increased from year to year.
The purpose of this study was to determine the risk and impact of environmental sanitation on the health status of children under five in Banten province by using secondary data from RISKESDAS 2007. This research is quantitative cross-sectional design. Population and sample of the study was a toddler (12-59 months).
The results showed that infants who have suffered from as much as 17.2%. While environmental sanitation factors that have exposure to the health status of children under five are the availability of clean water (OR = 1.6, 95% CI 1.2 to 2.3), wastewater disposal (OR = 1.7, 95% CI 1, 0 to 3.1) and a reservoir of water (OR = 1.9, 95% CI 1.2 to 2.9). Wastewater disposal provide the greatest impact among the three variables is at risk, which if in the population, wastewater disposal are not eligible eliminated, it will reduce the incidence of illness in infants as much as 36.9%. Results of this study suggest that to reduce the risk and impact of environmental sanitation to water management efforts are needed, ranging from clean water to waste water.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35844
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedectus Bayu Sabdo Kusumo
"Konsentrasi 1-Hydroxypyrene di dalam urin dipengaruhi beberapa faktor pajanan, salah satunya adalah konsentrasi pajanan Benzo (a) Pyrene di udara. Didalam penelitian ini selain meneliti hubungan BAP dan 1-OHP juga diteliti faktor lain yang dapat menpengaruhi konsentrasi 1-OHPu, yaitu : karakteristik individu (Jenis kelamin, berat badan dan IMT), lama pajanan, dan sumber pajanan lain (makanan bakar/panggang, bahan bakar memasak, perokok dirumah). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pajanan BAP dan konsentrasi 1-OHPu dan faktor lain yang mempengaruhi. Penelitian cross-sectional ini dilakukan dengan mengambil sampel udara dilingkungan SMPN 16 Bandung, dan memeriksa 36 sampel urin siswa kelas 2 SMPN 16 untuk pemeriksaan 1-OHPu, dan dilakukan wawancara terstruktur dengan kuisioner. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara BAP di udara dan 1-OHPu siswa kelas 2 SMPN 16. Kesimpulan penelitian ini : faktor paling mempengaruhi konsentrasi 1-OHPu siswa kelas 2 SMPN 16 secara berurutan adalah : bahan bakar memasak dirumah, adanya perokok dirumah, makanan bakar/panggang, IMT, dan lama pajanan.

The concentration of 1-Hydroxypyrene in urine is affected by several exposure factors, one of which is the concentration of Benzo (a) Pyrene in the air exposure. In this study, in addition to studying the relationship between BAP and 1-OHP, other factors that can influence the concentration of 1-OHPu are: individual characteristics (sex, weight and BMI), duration of exposure, and other sources of exposure (grilled, Cooking fuel, and smokers at home). This study aims to determine the relationship of BAP exposure and concentration of 1-OHPu and other factors that influence. This cross-sectional study was conducted by taking air samples in SMPN 16 Bandung, and examining 36 urine samples of second grade students of SMPN 16 for 1-OHPu examination, and structured interview with questionnaire. The results of this study indicate that there is no correlation between BAP in the air and 1-OHPu of second grade students of SMPN 16. The conclusion of this research: the most influencing factor of 1-OHPu concentration of second graders of SMPN 16 in sequence are: home cooking fuel, Grilled/baked foods, BMI, and duration of exposure
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48340
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Adiyanti
"Latar Belakang: Indonesia termasuk kedalam lima negara yang mempunyai angka stunting pada balita tertinggi di dunia setelah India, Nigeria, Pakistan, dan China. Angka stunting di Indonesia tidak menunjukkan perubahan yang bermakna selama hampir satu dekade. Stunting selain berdampak langsung pada kesakitan dan kematian, juga berdampak terhadap perkembangan intelektual, dan produktivitas. Masa dua tahun pertama kehidupan merupakan periode emas yang telah terbukti secara ilmiah menentukan kualitas kehidupan karena merupakan periode sensitif karena akibat yang ditimbulkan akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi.
Tujuan dan Metode: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pola asuh gizi, sanitasi lingkungan, dan pemanfaatan posyandu dengan kejadian stunting pada baduta. Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskesdas tahun 2010 dengan sampel sebanyak 4043 anak. Variabel yang digunakan adalah stunting, ASI ekslusif, MP-ASI, penyapihan, akses air bersih, akses sanitasi, pemanfaatan posyandu, karakteristik baduta, karakteristik ibu, dan karakteristik kepala keluarga.
Hasil: Anak baduta memiliki status gizi yang rendah, sebanyak 34,5% menderita stunting. Model regresi logistik ganda memperlihatkan bahwa setelah dikontrol oleh umur baduta, anak yang berasal dari keluarga dengan sumber air yang tidak tertindung dan jenis jamban yang tidak layak mempunyai resiko untuk menderita stunting 1,3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga dengan sumber air terlindung dan jenis jamban yang layak.
Simpulan: Masalah stunting pada baduta tidak sekedar masalah kekurangan asupan makanan saja melainkan berkaitan erat dengan masalah lingkungan sehingga dalam penanganannya memerlukan upaya lintas sektor.

Background: Indonesian belong to the the five countries that have the highest rate of stunting among children under five in the world after India, Nigeria, Pakistan, and China. Figures stunting in Indonesia showed no significant changes for almost a decade. Stunting in addition to the direct impact on morbidity and mortality, also have an impact on intellectual development, and productivity. The first two years of life is the golden period that has been scientifically proven to determine the quality of life as it is a sensitive period because the impact will be permanent and cannot be corrected.
Objective and Methods: This study aimed to analyze the relationship between nutritional care, sanitation, and utilization of posyandu with the incidence of stunting in baduta. This study uses secondary data Riskesdas in 2010 with a sample of 4043 children. The variables used were stunting, exclusive breastfeeding, complementary feeding, weaning, access to safe water, access to sanitation, utilization of posyandu, baduta characteristics, maternal characteristics, and characteristics of the heads of households.
Results: Baduta in Indonesia have a low nutritional status, as 34.5% stunting. Multiple logistic regression model showed that after controlling by age baduta, children from families with no source of water and improper of latrines type are at risk from stunting was 1.3 times higher than children who come from families with a source of water protected and proper of latrines types.
Conclusion: The problem of stunting in baduta not just problem of lack of food but is closely related to environmental problems that require multisector intervention.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55589
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>