Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95020 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Davin Philo
"TiO2 nanotube (TNT) telah disintesis dengan metode hydrothermal pada suhu 130 °C, dengan kecepatan pengadukan sebesar 600 rpm, selama 6 jam menggunakan bahan dasar TiO2 P25. Sampel TNT dikarakterisasi dengan SEM/EDX, XRD, UV-Vis DRS, dan BET. Hasil komposit TNT-Batu apung diuji kinerjanya dalam aplikasi degradasi limbah fenol. Uji kinerja dilakukan pada limbah sintetis fenol dengan konsentrasi 10 ppm (300 mL).
Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa fotokatalis TNT berhasil disintesis, dimana sampel TNT mempunyai struktur kristal anatase dengan ukuran kristal sebesar 11 nm, band gap (Eg) sebesar 3,2 eV, dan luas permukaan aktif sekitar 101 m2/g. Berdasarkan uji kinerja, disimpulkan bahwa loading TNT optimal pada komposit TNT-Batu apung adalah 2,5 % dengan tingkat degradasi limbah fenol hingga 54 % pada menit ke-150.

TiO2 nanotube (TNT) were synthezised by hydrothermal method at temperature 130 °C, with stirring speed of 600 rpm, for 6 hours, using TiO2 P25 as raw materials. TNT samples were characterized by SEM/EDX, XRD, UV-Vis DRS, and BET. The composites TNT-Pumices were tested in the application of phenol waste degradation. The performance tests were held by using the phenol waste synthetic (10 ppm, 300 mL).
The characterizations showed that TNT photocatalysts were successfully synthesized, where TNT samples had the anathase crystall structure with size of 11 nm, band gap (Eg) of 3,2 eV, and surface area of 100,661 m2/g. Based on the performance test, we could concluded that the optimum loading of TNT is 2,5 %, which could degrade the phenol to 54 % at the minute of 150.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46382
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harsono
"Titania nanotube dengan dopan karbon (C-TiNT) telah berhasil disentesis dan diuji untuk degradasi fenol. Sintesis dilakukan dengan dua tahap yaitu pembentukan titania nanotube dengan metode hydrothermal dan pemberian dopan karbon pada fotokatalis TiO2 nanotube. Pemberian dopan karbon dilakukan dengan dua metode post treatment yaitu kalsinasi dan hydrothermal. Selain itu, juga dilakukan variasi jenis sumber dopan karbon yaitu glukosa dan 1-propanol. Karakterisasi dilakukan dengan menggunakan analisis SEM-EDS, XRD, dan DRS.
Hasil SEM menunjukkan hasil morfologi nanotube telah terbentuk dan terdapat dopan karbon didalamnya. Analisis XRD menunjukkan pada semua katalis terbentuk kristal anatase 100% dengan ukuran kristal 7 - 10 nm. Karakterisasi DRS menunjukkan bahwa katalis nanotube dengan dopan karbon memberikan respon yang baik pada panjang gelombang cahaya tampak dengan nilai band gap 3,0 eV hingga 3,20 eV. Hasil pengujian terhadap fenol menunjukkan katalis C-TiNT mampu mendegradasi fenol dengan kinerja 60% hingga 80%. Nilai ini jauh lebih baik dibandingkan dengan TiO2 nanopartikel yang hanya mampu mendegradasi fenol dengan kinerja sebesar 33%.

A variety of carbon doped on titania nanotube (C-TiNT) have already syntesied well as investigeted for phenol degradation. Synthesis has been conducted in two steps. First step was synthesis of titania nanotube by using hydrothermal method. Second step was incorporated carbon doped to the photocatalyst TiO2 nanotube. Carbon doped was also given by using two methods of post treatment. They are calcination and hydrothermal methods. In addition, we also examined two carbon sources of dopan. They are glucose and 1-Propanol. The prepared samples were characterized with SEM-EDS, XRD, and DRS.
The SEM result showed that nanotube morphology was already exist and contained with carbon. XRD analysis showed existence of anatase crystalline phase reached 100%, and size of crystal was around 7-10nm. DRS result showed good response to visible light range (λ > 400nm) which has band gap value at 3,0 eV-3,20 eV. The results of phenol degradation showed those photocatalyst have performance in range 60% - 80%.This result is much better compared to TiO2 nanoparticle which only degradated 33% of phenol.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44409
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ferdiansyah Putra
"

Pencemaran air merupakan isu permasalahan lingkungan yang krusial karena berbagai dampak yang timbulkan, salah satu penyebab pencemaran air adalah limbah pewarna yang merupakan polutan organik. Upaya pengurangan limbah tersebut dianggap masih belum optimal sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut. Prinsip fotokatalisis merupakan metode yang efektif untuk dikembangkan, penelitian ini bertujuan mempelajari dan menganalisis komposisi unsur kimia, ukuran partikel, tingkat kristanilitas, energi celah pita, serta performa fotokatalisis nanopartikel TiO2 yang disintesis dari mineral ilmenite melalui metode pelindian dengan jalur asam sulfat dan metode pendidihan serta menggunakan larutan prekursor komersial Tt-iP melalui metode sol-gel. Perbedaan komposisi, ukuran partikel, tingkat kristalinitas, dan energi celah pita dari variasi jenis prekursor menyebabkan performa fotokatalisis nanopartikel TiO2 memiliki perbedaan yang signifikan, di mana nanopartikel TiO2 dari larutan TiOSO4 memiliki persentase degradasi yang rendah sebesar 18,48%, nanopartikel TiO2 dari larutan komersial Tt-iP sebesar 83,11%, dan nanopartikel TiO2 dari residu sebesar 77,03%. Apabila hasil dibandingkan dengan hasil nanopartikel TiO2 dari komersial Tt-iP, nanopartikel TiO2 dari TiOSO4 memiliki tingkat efisiensi 4 kali lebih rendah dan nanopartikel TiO2 dari residu memiliki tingkat efisiensi yang cukup sama.


Water pollution is a crucial environmental issue due to various resulting impacts, and one of the causes of water pollution is dye waste, which is organic pollutant. Reducing such waste is regarded as a substandard effort that requires improvement. The development of the photocatalysis principle is an effective approach. This study aims to investigate and analyze the chemical composition, particle size, crystallinity level, bandgap energy, and photocatalytic performance of TiO2 nanoparticle synthesized from ilmenite mineral using leaching with sulfuric acid and boiling method. Additionally, commercially available Tt-iP precursor solution via the sol-gel approach. Variations in precursor types resulted in significant differences in the chemical composition, particle size, crystallinity level, and bandgap energy of TiO2 nanoparticle, leading to varied photocatalytic performances. The deterioration percentage of TiO2 nanoparticles from the TiOSO4 solution is low at 18.48%, whereas the commercial Tt-iP solution has a degradation percentage of 83.11%. TiO2The residue's nanoparticles show a degradation percentage of 77.03%. TiO2 nanoparticles from TiOSO4 have an efficiency rate that is four times lower than that of the commercial Tt-iP, whereas those from the residual have an efficiency rate that is equivalent."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romualdus Enggar P.W.
"Nanofluida adalah suspensi dari partikel-partikel berukuran nano yang didispersikan ke dalam suatu fluida dasar. Saat ini nanofluida menarik minat banyak peneliti karena sifat hantaran panasnya yang melebihi teori-teori suspensi yang sudah ada. Dalam penelitian ini digunakan nanopartikel TiO2 yang disintesa dengan metode ko-presipitasi. Nanopartikel ini dikarakterisasi struktur kristalnya dengan XRD, karakterisasi optis dengan UV-Vis, dan dianalisa keadaan lingkungannya dengan ESR. Nanopartikel kemudian didispersi dalam fluida dasar akuades membentuk nanofluida TiO2-akuades, dengan konsentrasi nanofluida: 0,05%Vol, 0,1%Vol, 0,5%Vol, 1%Vol, 3%Vol, dan 5%Vol. Nanofluida kemudian diuji kestabilannya dengan UV-Vis, juga diuji konduktivitas panasnya, dan viskositasnya. Nanofluida kemudian diaplikasikan sebagai fluida kerja dalam Screen Mesh Heat Pipe dan diuji kinerjanya. Kinerja heat pipe pada orientasi berbeda(00, 450, 900) dan pada persentase fluida kerja berbeda (40%, 60%, 80%) juga diuji.
Dari karakterisasi XRD diketahui bahwa nanopartikel TiO2 memiliki struktur Kristal anastase, dengan parameter kisi a = 3,78 Ǻ dan c = 9,52 Ǻ dan ukuran Kristal rata-rata= 33 nm. Melaui karakterisasi UV-Vis diketahui pita energy nanopartikel sebesar =3,19 eV, dan melalui ESR dilihat adanya indikasi trapping electron pada kisi nanopartikel TiO2. Pada pengujian UV-Vis nanofluida terlihat bahwa penyerapan meningkat ketika konsentrasi nanofluida meningkat, namun terjadi penurunan pada konsentrasi 3%Vol dan 5%Vol. Konduktivitas nanofluida meningkat pada peningkatan konsentrasi dan viskositas nanofluida meningkat secara signifikan pada peningkatan konsentrasi nanofluida. Kinerja Heat Pipe meningkat pada peningkatan konsentrasi nanofluida, namun menurun pada konsentrasi 3%Vol dan 5%Vol. Heat Pipe menunjukkan perfroma terbaik pada orientasi 450. Tidak ada pengaruh yang signifikan dari persentase fluida kerja.

Nanofluids is suspension of particles with dimension of at least 100 nm dispersed in base fluid. In recent times it has attracted many scientists as it has heat transfer characteristic that exceeded classical model of particles-suspension. In this study TiO2 nanoparticles was synthesized by co-precipitation method and were characterized by XRD, UV-Vis, as well as ESR to analyze its structure, optical, and environmental system respectively. Nanoparticles was then dispersed in de-ionized water to synthesizes six concentration of TiO2-deionized water: 0,05%Vol, 0,1%Vol, 0,5%Vol, 1%Vol, 3%Vol, and 5%Vol. The synthesized nanofluids then are characterized with UV-Vis spectrophotometer to analyze its dispersion, and also have its thermal conductivity and viscosity characterized. The nanofluids were then applied as working fluid of screen mesh heat pipe and has its thermal performance measured. The effect of heat pipe orientation (00, 450, 900) and percentage of working fluid (40%, 60%, 80%) was also characterized.
From XRD it was known that the TiO2 nanoparticle has anastase structure, with lattice parameter: a = 3,78 Ǻ and c = 9,52 Ǻ. It also has average crystallite size of 33 nm. It was also known that TiO2 has energy gap of 3,19 eV, and has indication of electron trapping in anastase lattice sites from UV-Vis and ESR characterization respectively. The Absorbance of TiO2 nanofluids was increasing as the nanofluid concentration increase, but is decrease in the concentration of 3%Vol and 5%Vol, in UV-Vis characterization. The thermal Conductivity of nanofluids is increasing as the nanofluids concentration increase, and the viscosity is increasing significantly as nanofluids concentration increase. The thermal performance of heat pipe is increasing as the nanofluids concentration increase, but is decrease at concentration of 3%Vol and 5%Vol. The heat pipe has shown its maximum kinerjance at orientation of 450. There is no significant effect from percentage of working fluid.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S45659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irnawati Hapida
"Modifikasi elektroda BDD dengan organoclay HDTMA-bentonit dilakukan untuk meningkatkan sensitivitas elektroda BDD terhadap deteksi senyawa fenol pada analisis voltametri siklik. Organoclay merupakan material yang mempunyai daya adsorpsi tinggi terhadap polutan organik. Sedangkan elektroda BDD merupakan elektroda dengan berbagai kelebihan diantaranya arus blanko yang rendah dan jangkauan potensial yang lebar. Permukaan elektroda BDD dilapisi dengan campuran organoclay HDTMA-Bentonit dan karbon dengan memvariasikan perbandingan massa keduanya, yaitu pada perbandingan organoclay dan karbon 1:2, 1:3 dan 1:4, serta variasi KTK organoclay yaitu 1 dan 2 KTK. Pada pengukuran fenol dalam larutan NaCl 0.1 M, hasil optimum ditunjukkan pada perbandingan organoclay dan karbon 1:3 pada organoclay 2 KTK dengan sensitivitas sebesar 0.0042 mM/mA. Arus dari hasil oksidasi fenol pada elektroda BDD+OC 2 KTK+CP lebih tinggi dari elektroda BDD yang tak termodifikasi organoclay dengan batas deteksi sebesar 0.017 mM dan reproducibility sebesar 7.181 %.

Modification of BDD electrode with organoclay HDTMA-Bentonite is made to improve sensitivity of BDD electrode for detecting phenol through the analysis of cyclic voltammetry analysis. Organoclay is a material with high adsorption of organic compounds due to its hydrophilic character. While the BDD electrode is an electrode with many of advantages including current and capable of forming a wide potential range. BDD electrode surface is coated with mixture of organoclay HDTMA-Bentonite and carbon powder with variation of mass ratio (1:2, 1:3 and 1:4) and variation of CEC of organoclay (1 CEC and 2 CEC). Optimum result of phenol measurement in 0.1 M NaCl solution are obtained in 1:3 ratio of organoclay and carbon at 2 CEC organoclay with a sensitivity of 0.0042 mM/mA. Current from oxidation phenol on BDD+OC 2 CEC+CP electrode is higher than BDD electrode without modification. BDD+OC 2 CEC+CP electrode has limit of detection of 0.017 mM and 7.181 % reproducibility.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43635
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Veronika Listyani
"Selain peran utamanya sebagai molekul kehidupan, DNA telah menarik perhatian banyak peneliti karena diyakini memiliki sifat-sifat elektronik yang memungkinkannya untuk dapat dipergunakan sebagai divais elektronika molekuler. Namun penelitian-penelitian yang telah dilakukan ternyata menghasilkan temuan yang beragam mengenai karakteristik molekul tersebut. Sejumlah peneliti yang berbeda menyatakan bahwa DNA dapat bersifat sebagai isolator, semikonduktor dengan pita terlarang yang lebar, konduktor, ataupun superkonduktor. Karakteristik yang bervariasi ini disebabkan oleh berbagai faktor. Diantaranya yaitu perbedaan pada struktur molekul itu sendiri, atau penggunaan metode, substrat, elektrode, kontak logam, serta pengaruh lingkungan sekitar yang berbeda-beda pula. Untuk dapat menentukan sifat-sifat elektronik yang benar dari suatu molekul DNA, penelitian dan perhitungan yang akurat sangat diperlukan. Penelitian yang dilakukan pada skripsi ini bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat elektronik yang akurat dari suatu molekul DNA, yaitu "potongan" pasangan basa nitrogen A-T dan C-G. Perhitungan struktur elektronik dari kedua molekul ini dilakukan dengan menggunakan program SIESTA yang berlandaskan density functional theory. Saat ini DFT dipercaya sebagai metode yang paling akurat untuk melaksanakan perhitungan struktur elektronik. Delapan perhitungan dilakukan untuk 2 struktur molekul yang berbeda, menggunakan 2 metode DFT dan 2 nilai lattice constant yang berbeda pula. Pada SIESTA dan DFT, pertama-tama hams dibuat suatu pseudopotential untuk masing-masing atom yang menyusun molekul yang hendak dipelajari. Pseudopotential-pseudopotential ini harus memenuhi sejumlah persyaratan untuk dapat dikatakan sebagai 'norm-conserving' pseudopotential dan agar dapat digunakan untuk perhitungan molekul selanjutnya. Salah satu cara untuk memeriksa hal ini adalah dengan memperhatikan fungsi gelombangnya. Untuk perhitungan yang dilakukan pada skripsi ini, semua pseudopotential untuk atom-atom Karbon, Hidrogen, Nitrogen, dan Oksigen telah diperiksa dan memenuhi persyaratan 'norm-conserving'. Dilihat dari grafik pita energi setiap molekul yang dihasilkan dari perhitungan, secara umum terindikasi bahwa pasangan basa nitrogen A-T bersifat seperti semikonduktor tipe-p dengan lebar pita terlarang sebesar 3.7-3.8 eV, sementara pasangan basa nitrogen C-G bersifat seperti semikonduktor tipe-n dengan lebar pita terlarang sebesar 2.4 - 2.5 eV. Hasil paling baik didapatkan dari perhitungan yang menggunakan metode GGA dengan nilai lattice constant yang memberikan nilai energi total molekul paling kecil. Perbedaan karakteristik antara kedua molekul ini mungkin disebabkan karena lebih rendahnya nilai potensial reduksi-oksidasi pasangan basa C-G dibandingkan pasangan basa A-T.

Apart from its major role as the molecule of life, DNA has attracted many scientists' interest because of its electrical properties which can cause it being used as molecular electronic device. However, researches done have revealed its diverse characteristics. Some said that DNA is an insulator; others claim that it is a large band gap semiconductor, conductor, or even superconductor. These various characteristics are caused by its various structures, or by the diversity of measurement methods, electrodes, substrates, metal contacts, and environment conditions. To determine DNA's appropriate electronic properties, accurate research and calculation are very important. Research done in this thesis aim to get accurate electronic properties of DNA in single base-pair level. A-T and C-G base pair electronic structure is calculated using SIESTA software package which is based on density functional theory. DFT is currently believed as the best method to perform electronic structure calculations accurately. Eight calculations are done with two molecular structures, two methods of DFT, and two given values of lattice constant. In SIESTA and DFT method, first we have to generate pseudopotentials for each atomic species used in the system we want to calculate. These pseudopotentials have to fulfill some requirements to be regarded as "norm-conserving" and able to be used for farther calculations. One of the ways to check these conditions is by observing their wavefimctions. For calculations done in this research, all pseudopotentials for Carbon, Hydrogen, Nitrogen, and Oxygen atoms present in DNA molecules are thoroughly checked and "norm-conserving". By looking at the band structures resulted by the calculations, it is generally indicated that A-T base-pair acts as p-type semiconductor with bandgap (HOMO-LUMO gap) value approximately 3.7-3.8 eV, while C-G base-pair acts as n-type semiconductor with bandgap value 2.4 - 2.5 eV. Best results are produced using GGA method and the value of lattice constant that corresponds to the minimum total energy of the molecules. The difference of the results for these two molecules is most likely being caused by the lower redox potential of C-G base-pair rather than that ofA-T base-pair."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S40238
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Salim
"Bentonit asal Merangin -Jambi telah dimodifikasi menjadi organoclay dengan menggunakan surfaktan nonionik triton X-100 sebagai agen penginterkalasi. Kemudian produk hasil modifikasi dikarakterisasi dengan XRD, FTIR, dan EDX. Sebelum modifikasi, dilakukan fraksinasi bentonit sehingga diperoleh Fraksi 1 yang kaya montmorillonite (MMT) yang kemudian diseragamkan kation bebasnya dengan Na+ (menjadi Na-MMT). Selanjutnya dengan menggunakan metode tembaga amin, nilai KTK Na-MMT diperoleh sebesar 71 mek/100gram Na-MMT. Variasi konsentrasi triton X-100 yang digunakan untuk preparasi organoclay adalah 1070, 4280, 6848, 8560, dan 10272 mg/L. Pengaruh konsentrasi triton X-100 yang ditambahkan terhadap jarak basal spacing organoclay, diamati dengan XRD, dan hasilnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan basal spacing dari 15,74 Å untuk Na-MMT menjadi 20,08 Å, 19,51Å, 18,57Ao dan 17,43Å untuk OC 8560 , OC 6848 , OC 4280 dan OC10272. Kesetabilan organoclay dalam air telah diuji dan hasilnya menunjukkan bahwa semakin besar kandungan surfaktan dalam organoclay semakin rendah kesetabilannya. Jarak basal spacing organoclay mengalami penurunan dari 20,08Ao menjadi 17,62 Ao untuk OC-8560, dari 19,51Ao menjadi 17,28 Ao untuk OC-6848, dan dari 18,57 Ao menjadi 17,20 Ao untuk OC-4280. Hal ini mengindikasikan bahwa surfaktan banyak mengalami pelepasan dari interlayer organoclay ketika jumlah surfaktan yang tersisipkan lebih dari 25,8 mg/g (OC-4280). Kemampuan OC-8560 , dan OC-4280 sebagai adsorben p-klorofenol dibandingkan dengan Na-MMT. Data yang diperoleh pada kurva isotherm adsorpsi menunjukkan bahwa kemampuan organoclay dua kali lebih efektif dibanding NaMMT dalam menyerap p-klorofenol. Proses penyerapan p-klorofenol oleh Na-MMT dan OC-4280 mengikuti kurva isotherm adsorpsi Langmuir. Sedangkan OC-8560 cenderung mengikuti kurva isoterm adsorpsi Freundlich.

Bentonite from Merangin Jambi has been modified into organoclay using nonionic surfactant Triton X-100 as intercalating agent. Then the products were characterized by XRD, FTIR, and EDX. Prior to modification, bentonite fractionation was performed in order to get Fraction 1 which is rich with montmorillonite (MMT) phase, and then is cation-exchanged with Na+ (called Na-MMT). Furthermore, using a copper amine methode, its cation exchange capacity (CEC) value was determined as 71 mek/100gram Na-MMT. Variation of Triton X-100 concentration used for the preparation of organoclay is 1,070; 4,280; 6,848; 8,560; and 10,272 mg/L. The effect of the addition of Triton X-100 to Na-MMT?s basal spacing, observed by XRD, shows an increase in basal spacing of initially 15.74Å for Na-MMT to 20.08 Å, 19.51Å, 18.57Ao and 17.43Å for OC 8560 , OC 6848 , OC 4280 dan OC10272, respectively. The stability of organoclay in water has been investigated and the result shown that organoclay containing the largest amount of surfactant is more unstable. The basal spacing of organoclays decrease from 20.08oA to 17.62oA for OC-8560, from 19.51oA to 17.28oA for OC-6848 and from 18.57oA to 17.20 for OC-4280. This indicates that more surfactant are removed from the interlayer of organoclay when the amount of surfactant introduced is more than 25.88 mg/g (OC-4280). Organoclay adsorption capacity was observed by using it as adsorbent for p-Chlorophenol and compared with the capacity of Na-MMT. Data obtained on the adsorption isotherm curve shows that the organoclay is twice more effective in adsorbing p-chlorphenols. The adsorption process p-chlorofenol by OC-4280 and Na-MMT follows Langmuir adsorption isotherm curve. While OC-8560 tends to follow Freundlich adsorption isotherm curve."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T30710
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Rifai
"ABSTRAK
Beton dengan baja tulangan sebagai penguat telah digunakan sejak abad
20. Pada umumnya baja tulangan bersifat tahan korosi karena berada dalam
larutan pori beton yang bersifat basa dengan kisaran pH sekitar 12,_5 - 13,8
(bergantung pada ripe semen yang digunakan. Karena berada dalam linglamgan
basa, maka baja tulangan ini akan membentuk lapisan pasir protektif.
Kemampuan protekin lapisan pasif ini dapat berkurang karena adanya ion-ion
agresif seperti klorida sehingga mempercepat pecahnya lapisan pasif yang
terbentuk.
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah korosi yang disebabkan
ion klorida pada hiya tulangan dalam lamtan pori beton adalah dengan
penambahan inhibitor. Inhibitor yang banyak digunakan adalah inhibitor nitrit
karena sifat dan fungsinya yang dapat mestabilkan lapisan pasif dari serangan
ion /florida dengan membentuk lapisan pasif 3(y-=Fe;»03). Selama ini berbagai
penelitian lelah dilalaikan untuk mengetahui kelahanan baja tulangan dalam
larutan pori belon yang terbatas pada laju korosi dan sifat pasivasinya.
Sedangkan mekanisme inhibisi dari inhibitor NaN02 belum diketahui.
Mekanisme inhibisi dari inhibitor dalam meningkatkan ketahanan korosi
baja Iulangan dapat dipelajari dengan menggunakan Eletrochemichal Impedance
Spectroscopy (ELS). EIS akan memberikan nilai tahanan polarisasi yang Iebih
aknrar sehingga peneriman laju korosi baja angan dapat dilenturkan lebih
teliti. Dengan metoda ini sistem bcya inlangan dalam larutan pori digambarkan
sebagai rangkaian listrik ekuivalen yang harga iahanan dan kapasitasinya dapat
di ukur pada berbagai frekuensi (5000 sampai 0,002 Hz).
Pengukuran EIS dilakukan setiap minggu selama 5 minggn berturut-turut
pada baja tulangan dalam Iarutan SPS, lamtan SPS yang mengandung 35 gp/
NaCl, larutan SPS yang mengandnng 35 gpl NaCl ditambah 20,7 gl NQN02 ,
larutan SPS yang mengandung 35 gp] NaCl ditambah 24,84 gp! NGNO2 dan
larutan SPS yang mengandung 35 gpl NaCl ditambah 28, 95° gpl NaNO.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model rangkaian ekivalen yang
terbentuk pada baja tulangan dalam larutan SPS yang mengandung NaCl dengan
penambahan variasi konsentrasi NQNOQ adalah model 2 yang tidak mengalami
perubahan selama 5 minggu pengukuran. Model 2 ini menunjukkan lapisan pas
protek yang dibentuk oleh ion NO; belum rata Hal ini dapat dilihat dari nilai
iahanan polarisasinya yang tidak stabil dengan harga malrsimum 1.10 2?
ohm.cm2. Dari nilai alfa-i yang berkisar 0,91 - 1 terlihat bahwa pada awal
perendaman lapisan pasif terbentuk rata yang kemudian mengalami
ketidakmerataan akibat serangan ion florida pada daerah yang lunak. Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi yang digunakan belum
efisien yang terlihat dari mudah terserangnya lapisan pasif protektif oleh ion
klorida.

"
2001
S41397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochtar Riady
Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004
658 MOC n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal Syauqi
"Dye Sensitized Solar Cell DSSC berbasis TiO2 merupakan tipe sel surya yang menarik perhatian karena proses fabrikasi yang mudah, biaya pembuatan yang murah, dan efisiensi yang menjanjikan. Dalam penelitian ini dilakukan fabrikasi DSSC menggunakan TiO2 nanotube yang disintesis dengan teknik Rapid Breakdown Anodization RBA dan Ultrafast Room Temperature Cristalization URTC . TiO2 kemudian dideposisikan pada substrat kaca Fluor Tin Oxide FTO menggunakan metode doctor blade, disensitasi dengan zat warna kurkumin, dan dirangkai sebagai elektroda kerja sel surya bersama elektroda counter berbasis karbon transparan yang disintesis menggunakan metode liquid-liquid interfacial system. Karakterisasi dilakukan dengan XRD, UV-VIS DRS, SEM, FTIR, Raman Spectroscopy, dan Potensiostat EDAQ. Hasil penelitian menunjukkan, metode URTC dapat merubah bentuk TiO2 amorf menjadi fasa kristalin anatase. Fotoaktivitas TiO2-URTC pada daerah UV sebesar 0,10 mA/cm2 pun tidak terlalu jauh dari fotoaktivitas TiO2-450C. Di sisi lain, elektroda counter karbon transparan FTO/Ct berhasil disintesis dan memberikan transimisi rata-rata 58,26 pada daerah sinar tampak dengan kemampuan elektrokatalitik lebih baik dari FTO. Uji kinerja DSSC dilakukan terhadap sel surya dengan rangkaian FTO/TiO2-URTC/kurkumin//FTO/Ct. Hasilnya menunjukkan bahwa DSSC ini memberikan efisiensi sebesar 0,467 pada penyinaran depan dan 0,262 pada penyinaran belakang. Nilai efisiensi tersebut tidak berbeda jauh dengan efisiensi DSSC dengan komponen FTO/TiO2-450C/kurkumin//FTO/Pt, yaitu 0,517 untuk penyinaran depan dan 0,356 untuk penyinaran belakang.

based Dye Sensitized Solar Cell DSSC is one of the most attractive solar cell, because of its easy fabrication, low cost, and relatively promising efficiency. In this research, we developed solar cell using TiO2 nanotube powder that was made by Rapid Breakdown Anodization RBA and Ultrafast Room Temperature Cristalization technique. The prepared TiO2 then was sensitized using curcumin dyes and utilized to construct DSSC using carbon transparent counter electrode prepared by liquid liquid interface system technique. Characterizations of the prepared materials were done by using XRD, SEM, UV Vis DRS, FTIR, Raman spectroscopy, and Electrochemical working station. The results indicate that by using URTC technique, the freshly prepared TiO2 was transformed to anatase crystalline phase. Furthermore, photoactivity of TiO2 ndash URTC in UV 0.10 mA cm2 just equal to that was being prepared by the conventional technique 0.12 mA cm2 . On the other hand, carbon transparent electrode FTO Ct was successfully prepared and gives 58.26 transparency in visible light region but having catalytic activity better than bare FTO. Furhermore, efficiency test of constructed DSSC FTO TiO2 URTC curcumin FTO Ct showed efficiency of 0.467 for front illumination and 0.262 for back illumination. This result is still lower, but not too far than conventional DSSC with components FTO TiO2 450C curcumin FTO Pt which gives 0.517 efficiency for front illumination and 0,356 for back illumination."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S70094
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>