Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 233186 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Santi Mandalika
"Perawatan saluran akar gigi (endodontik) merupakan salah satu jenis perawatan dalam bidang kedokteran gigi. Jenis perawatan ini memerlukan beberapa kali kunjungan untuk menuntaskan rasa sakit dan keluhan yang dialami seorang pasien, agar gigi dapat berfungsi kembali. Kemauan pasien untuk menjalani tahapan terapi saluran akar gigi hingga tuntas merupakan hal yang sering menjadi kendala.
Tesis ini membahas tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku menuntaskan perawatan akar gigi pada pasien dewasa di Lakesgilut TNI AU, yang meliputi gambaran perilaku menuntaskan, gambaran faktor pemudah, pemampu dan penguat, hubungan ketiga faktor tersebut dengan perilaku menuntaskan serta faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku menuntaskan perawatan saluran akar gigi. Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian univariat menunjukkan bahwa sebagian besar pasien menuntaskan perawatan saluran akar gigi, yang kebanyakan terdiri dari pasien wanita, berusia > 48,5 tahun, berpendidikan tinggi, dengan pekerjaan ibu rumah tangga atau tidak bekerja, memiliki pengetahuan tentang gigi yang tinggi serta sikap yang mendukung perawatan.
Pada analisis bivariat, hanya faktor sikap yang memiliki hubungan signifikan dengan perilaku menuntaskan perawatan saluran akar gigi, dengan nilai p sebesar 0,039, dengan OR 2,439 (95% CI: 1,114 ? 5,339) atau dengan kata lain pasien bersikap mendukung perawatan saluran akar gigi berpeluang menuntaskan perawatan sebesar 2,4 kali dibanding yang tidak bersikap mendukung.
Pada analisis multivariat, faktor yang berhubungan bermakna dengan perilaku menuntaskan perawatan saluran akar gigi adalah sikap pasien dan jumlah kunjungan yang diperlukan untuk perawatan saluran akar gigi. Sikap pasien memiliki nilai p 0,030 dengan OR = 2,543 dan jumlah kunjungan memiliki nilai p sebesar 0,010 dengan OR = 0,294.

Dental root canal treatment (endodontics) is the one of treatment in the field of dentistry. This type of treatment requires multiple visits to complete and complaints of pain experienced by a patient, so that the teeth can function again. Patient's willingness to undergo root canal treatment stages to completion is often a constraint.
This thesis explores the factors associated with behavioral treatment completed dental roots in adult patients in Lakesgilut Air Force, which includes the description of complete behavior, predisposing factors, enabling factors and reinforcing factors, the relationship of these three factors with behavioral and completed the most dominant factor the complete behavior of root canal treated teeth. The research used in this thesis is a descriptive quantitative research design.
The results of univariate showed that most patients complete dental root canal treatment, which consisted mostly of female patients, aged> 48.5 years old, highly educated, with housewives work or do not work, have a high knowledge of dental and supportive attitude treatment.
In the bivariate analysis, only attitudinal factors that have a significant relationship with behavioral completed root canal treatment, with a p value of 0.039, with OR of 2.439 (95% CI: 1.114 to 5.339) or in other words being supportive patient care likely to complete the root canal care by 2.4 times compared to that not being supportive.
In the multivariate analysis, the factors significantly associated with behavioral completed root canal treatment is the attitude of the patient and the number of visits required for dental root canal treatment. Attitude has a p-value of 0.030 patients with OR = 2.543 and the number of visits has a p value of 0.010 with OR = 0,294.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransilia Poedyaningrum
"Latar Belakang: Kebocoran mikro dipengaruhi oleh jenis semen saluran akar.
Tujuan: menganalisis tingkat kebocoran mikro pengisian saluran akar menggunakan semen resin epoksi (SRE) dan Mineral Trioxide Aggregate (SMTA).
Metode: Tiga puluh dua gigi premolar bawah, dibagi dua kelompok sama besar, yaitu kelompok SRE dan SMTA. Setelah pengisian saluran akar, sampel diinkubasi (370C, 24 jam), kemudian direndam dalam tinta India selama 7 X 24 jam. Sampel didekalsifikasi sampai dengan transparan. Kedalaman penetrasi tinta dievaluasi dengan mikroskop stereo. Skor 1 untuk penetrasi tinta 0-0,5 mm, skor 2 untuk penetrasi tinta 0,51-1 mm, dan skor 3 untuk penetrasi tinta >1 mm.
Hasil: Distribusi proporsi kebocoran terbesar kelompok SRE terdapat pada skor 1, yaitu sebesar 37,5%. Sedangkan distribusi proporsi kebocoran terbesar kelompok SMTA terdapat pada skor 1, yaitu sebesar 21,9%. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok SRE dan SMTA.
Kesimpulan: Semen resin epoksi dan semen MTA memiliki tingkat kebocoran yang sama.

Background: The microleakage affected by type of root canal sealer.
Purpose: to analyze the microleakage of obturation using epoxy resin-based (SRE) and mineral trioxide aggregate-based (SMTA) as root canal sealer.
Methods: Thirty two mandibular first premolars were equally divided into two groups. They were SRE group and SMTA group. After obturation, the specimens were incubated (370C, 24 h), immersed in Indian ink for 7 days, decalcified, dehydrated, and made transparent. Dye penetration were evaluated under stereomicroscope and given score 1-3. Specimen with 0-0,5 mm dye penetration was given score 1, while 0,51-1 mm penetration was given score 2, and > 1 mm was given score 3. The results were statistically analyzed with Kolmogorov Smirnov test.
Results: The largest proportion distribution in SMTA group was score 1 (37,5%), whilst the largest proportion distribution in SMTA group was score 1 (21,9%). There was no significant difference between the microleakage of epoxy resin-based and mineral trioxide aggregate-based sealer, observed from the one-third apical leakage.
Conclusion: The microleakage of mineral trioxide aggregate based sealer and epoxy resin-based sealer was relatively similar.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Walton, Richard E.
Jakarta: EGC, 2008
617.634 2 WAL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mardewi Soerono Akbar
"

Sebelum berbicara tentang endodontologi, saya ingin mengajak saudara-saudara untuk mengetahui lingkup ilmu kedokteran gigi yang berkembang saat ini. Lingkup tersebut meliputi kesatuan organ yang mendukung fungsi pengunyahan, yang dikenal sebagai sistem stomatognatik. Definisi sistem stomatognatik tersebut adalah (Marzouk dan Simonton, 1985): The stomatognatic system is a conglomerate of organs which are functionally related to each other. These organs include the mandible, the maxilla, the temporo-mandibular joint, the teeth and their supporting structures, muscles of mastication, muscles of the face, muscles of the neck, muscles of the head, and to some extent muscles of the back. Meskipun sebagian besar organ tersebut tidak secara langsung terkait dalam kegiatan di sekitar mulut dan di dalam mulut, akan tetapi secara timbal balik mendukung dan memperkuat partisipasi kegiatan sistem pengunyahan, yang dikendalikan oleh sistem persarafannya (Boucher,1974).

Fungsi utama sistem stomatognatik adalah oklusi (Shillingburg, 1981). Arti oklusi yang dirnaksud adalah berkontaknya permukaan dataran kunyah gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah (Boucher,1974). Oklusi akan berjalan normal apabila didukung oleh gigi-gigi yang berfungsi normal. Oklusi menjadi tidak normal apabila gigi-gigi tersebut dalam keadaan tidak sehat, atau disebabkan posisi dan relasi antar gigi dan rahang yang tidak normal. Penyebab sakit gigi yang paling banyak dan klasik adalah radang pulpa gigi. Hal ini mengakibatkan nyeri gigi, pembengkaan pada daerah gusi atau pipi dan sering diikuti dengan nyeri kepala.

Lingkup kedokteran gigi yang mempelajari tentang etiologi, diagnosis, pencegahan dan perawatan penyakit pulpa gigi dan periapikal disebut Endodontologi. Kecenderungan mempertahankan gigi agar dapat selama mungkin berfungsi, sudah mulai dirasakan sebagai kebutuhan dasar dalam mendukung kesehatan seutuhnya.

Sebelum ini tindakan pencabutan gigi masih merupakan tindakan utama dalam menanggulangi penyakit pulpa dan jaringan periapikal. Kemajuan endodontologi yang makin meningkat dapat dilihat melalui berbagai perkembangan yang terjadi, antara lain :

  1. Perkembangan etiologi penyakit pulpa dan periapikal yang memacu berbagai penelitian tentang struktur dan fungsi jaringan email, dentin, pulpa, cementum, periodontal, dan tulang alveol.
  2. Perkembangan Cara mendiagnosis penyakit endodontik secara klinis, roentgenologisdan mikroskopis yang dapat menentukan diagnosis akurat penyakit pulpa dan periapikal.
  3. Perkembangan metoda pencegahan, sistem perawatan dan evaluasi perawatan endodontik dengan teknologi maju.
  4. Perkembangan biomaterial dental ditinjau dari segibiologis, fisis dan kemis, yang disesuaikan dengan estetika restorasi gigi.
  5. Perkembangan pendidikan endodontologi di lingkungan lembaga pendidikan kedokteran gigi dalam mengantisipasi perkembangan llmu Pengetahuan dan Teknologi.
  6. Perkembangan masalah pelayanan endodontik di pusat pelayanan kesehatan di Indonesia baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Perawatan endodontik ialah perawatan bagian dalam gigi. Nama yang sehari-hari dikenal adalah perawatan syaraf gigi atau perawatan pulpa gigi atau perawatan saluran altar gigi atau 'zenuw behandeling'. Istilah endodontik diambil dari bahasa Yunani : 'endon' yang berarti dalam dan 'ho dontas' yang berarti gigi (Milas,198O; Bellizzi dan Cruse, 1980). Atau dari kata 'endodontium' yang sama artinya dengan 'pulpo dentinal organ, yaitu lapisan dalam gigi yang terdiri dari sel-sel odontoblast dan dentin (Baum, 1980).

Penyakit endodontik meliputi penyakit jaringan pulpa dan jaringan periapikal gigi. Penyakit ini banyak diakibatkan oleh karies gigi. Data yang terbaru dari Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa penyakit tersebut menempati 37% dari semua jenis penyakit gigi dan mulut. Namun penanggulangan yang dilakukan baru mencapai 11% (Wibowo, 1984). Penyakit klasik tersebut dapat menyerang gigi pada semua lapisan masyarakat, dari zaman dahulu sampai sekarang, baikpada masyarakat yang tergolong daya emban rendah maupun daya emban tinggi.

Berbagai laporan menunjukan bahwa jumlah penyakit tersebut makin meningkat terutama di kota-kota besar. Hal ini karena pengaruh modernisasi mengubah gaya hidup masyrakat, yang mengakibatkan pergeseran pola makan serta pola penyiapan makanan. Sistem kehidupan modern yang serba praktus menuntut cara makan yang mudah, dan cepat, yaitu dengan mengunyah jenis makanan yang lunak. Akibatnya penggunaan komponen sistem stomatognatik menurun, sehingga produksi sekresi ludah berkurang. Dengan demikian daya kerja sistem kebersihan mulut ikut menurun. Rangkaian proses tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan email dan dentin, di samping berbagai penyebab lain seperti trauma, zat kimia, dan radiasi.

Gigi karies merupakan salah satu penyebab terjadinya radang pulpa dan periapikal yang paling banyak. Biasanya saseorang baru menyadari adanya kerusakan gigi apabila sudah timbul rasa nyeri. Nyeri akan timbul bila rangsang dapat mencapai ujung sel odontoblast yang ada di batas dentin dengan email (Sigal dick., 1984). Lapisan selsel odontoblast yang paling tepi menjorok masuk ke jaringan dentin, daerah tersebut disebut 'komplex pulpa dentin'.Daerah ini merupakan daerah pertahanan pulpa gigi yang paling depan.

Berbagai teori terjadinya nyeri dentin yang masih dikenal sampai saat ini adalah 'teori direct inervation', 'teori odontoblastic receptor' dan 'teori hydrodinamic' (Torabinejad, 1989). Apabila rangsangan sudah mencapai pulpa, nyeri dentin dapat berlanjut menjadi nyeri pulpa. Kemudian terjadi reaksi pada sistem aliran darah mikro, sistem persarafan mikro dan sistem seluler jaringan pulpa. Proses ini menyebabkan udema pada pulpa karena terganggunya keseimbangan antara aliran darah yang masuk dengan yang keluar. Faktor penyebabnya adalah dinding pulpa yang keras dan kaku. Peristiwa ini mengakibatkan sistem persarafan pulpa terjepit, dan menimbulkan rasa nyeri hebat, yang dapat mengganggu aktifitas seseorang. Meskipun pusat gangguan tersebut sangat kecil dan bila diukur hanya mempunyai berat kira-kira 0.006 gram (Avery,1981).

"
Jakarta: UI-Press, 1991
PGB 0449
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Audrey Achmadsyah
"Latar Belakang: Ketika perawatan saluran akar gagal, perawatan ulang saluran akar nonbedah, sedapat mungkin, adalah pilihan klinis pertama. Material pengisi saluran akar sebelumnya harus dibuang untuk kemudian dilakukan desinfeksi dan pengisian ulang saluran akar. Terdapat berbagai teknik pembuangan material pengisi, termasuk metode heat carrier, instrumen manual, putar, ultrasonik dan pelarut, atau kombinasi. Penghilangan sepenuhnya material pengisi tidak dapat dilakukan dengan hampir sebagian besar material yang tersisa dari perawatan ulang adalah siler. Siler biokeramik berikatan secara kimiawi dengan membentuk hidroksiapatit dan berpenetrasi ke tubulus dentin untuk menciptakan ikatan mikromekanis. Hal ini membuat pembersihan siler biokeramik sulit dilakukan. Tujuan: Mengevaluasi kebersihan saluran akar dengan berbagai metode pembuangan siler biokeramik menggunakan instrumen putar, kombinasi instrumen putarultrasonik, dan kombinasi instrumen putar-heat carrier pasca obturasi dengan teknik hidraulik dan WVC, yang dianalisis menggunakan Micro-CT. Metode: Empat puluh dua sampel gigi premolar rahang bawah pasca ekstraksi dengan akar lurus dan saluran akar tunggal yang diobturasi dengan siler biokeramik AH Plus® Bioceramic (Dentsply, USA) meggunakan dua teknik, hidraulik dan WVC. Pembuangan material pengisi menggunakan instrumen putar, kombinasi instrumen putar-ultrasonik, dan kombinasi instrumen putar-heat carrier. Pemindaian micro-CT setelah obturasi dan setelah pembuangan material dan dianalisis menggunakan perangkat lunak CTAn. Hasil: Terdapat perbedaan persentase kebersihan saluran akar (p<0,05) yang bermakna antara metode instrumen putar, kombinasi instrumen putar-ultrasonik, dan kombinasi instrumen putar-heat carrier. Kesimpulan: Pembuangan siler biokeramik menggunakan kombinasi instrumen putar-ultrasonik lebih efektif dibandingkan metode instrumen putar dan metode kombinasi instrumen putar-heat carrier. Teknik obturasi tidak mempengaruhi kebersihan saluran akar.

Background: When root canal treatment fails, non-surgical retreatment, if possible, is the first clinical choice. Previous root canal filling materials must be removed for subsequent disinfection and obturation of the root canal. There are various techniques for removing filling materials, including heat carrier methods, manual instruments, rotary, ultrasonic and solvent, or combinations thereof. Complete removal of filling materials cannot be achieved with almost all remaining materials from retreatment being sealer. Bioceramic sealers chemically bond by forming hydroxyapatite and penetrate into dentin tubules to create micromechanical bonds. This makes cleaning of bioceramic sealer difficult. Objective: To evaluate the cleanliness of root canal walls in retreatment with various methods of removing bioceramic sealer using rotary instruments, combination of rotary-ultrasonic instruments, and combination of rotary-heat carrier instruments postobturation with hydraulic and WVC techniques, analyzed using Micro-CT. Methods: Forty-two extracted mandibular premolar samples with straight roots and single root canals obturated with AH Plus® Bioceramic sealer (Dentsply, USA) using two techniques, hydraulic and WVC. Removal of filling material using rotary instruments, combination of rotary-ultrasonic instruments, and combination of rotary-heat carrier instruments. Micro-CT scanning after obturation and after removal of material and analyzed using CTAn software. Results: There is a significant difference (p<0.05) in the percentage of root canal cleanliness between the rotary instrument, the combination with ultrasonic, and the combination with heat carrier.Conclusion: Bioceramic sealer removal methods using a combination of rotary-ultrasonic instruments are more effective than rotary instrument methods and combination of rotary-heat carrier methods. The obturation technique does not affect the cleanliness of root canal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Endo-perio lesion cound occur due to the close relationship between the pulp and the periodontium. Therefore, pulpal lesion could cause a periodontium lesion. To decide on an appropriate diagnosis, a thorough and careful examination needs to be done in order to determine the right treatment. Most of the endo-perio cases should be approached with a root canal treatment because the source of the lesion is in the canal and there is a possibility of healing of the periapical and periodontal ligament without surgical intervention. A report of a healing of an endo-perio case without surgical approach will be discussed."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Larasputri
"Latar Belakang: Kemampuan adhesi siler terhadap dentin merupakan faktor penting dalam kesuksesan perawatan endodontik. Siler resin epoksi sebagai gold standart memiliki kemampuan adhesi yang superior, tetapi tidak memiliki sifat bioaktif sehingga berkembang siler kalsium silikat. Tujuan: Membandingkan kekuatan push-out bond strength dan failure mode siler AH Plus® Bioceramic dan Ceraseal dengan siler AH Plus®. Metode: Tiga puluh gigi premolar dibagi menjadi tiga kelompok untuk preparasi dan pengisian saluran akar menggunakan siler AH Plus® Bioceramic (kelompok 1), Ceraseal (kelompok 2) dan siler AH Plus® (kelompok 3). Sampel diinkubasi selama tujuh hari pada suhu 37oC, kemudian dipotong pada area sepertiga apikal dan medial. Nilai push-out bond strength dan failure mode dianalisis. Hasil: AH Plus® Bioceramic memiliki perbedaan nilai push-out bond strength dan failure mode yang signifikan dibanding AH Plus® dan Ceraseal. Ceraseal dan AH Plus® tidak memiliki perbedaan nilai secara signifikan. Analisis gambaran failure mode oleh dua orang observer menunjukkan reliabilitas data yang tinggi. AH Plus® Bioceramic memiliki dominasi kegagalan campuran, sedangkan Ceraseal dan AH Plus® memiliki persentasi kegagalan campuran dan kohesif yang seimbang. Kesimpulan: Seluruh kelompok siler menunjukkan kemampuan adhesi yang baik terhadap permukaan dentin, meskipun nilai push-out bond strength siler AH Plus® Bioceramic paling rendah diantara seluruh kelompok.

Background: The adhesion of sealers to dentin is important for successful endodontic treatment. As the gold standard, epoxy resin sealers have superior adhesion, but lack bioactive properties, hence the development of calcium silicate sealers. Objective: To compare the push-out bond strength and failure mode of AH Plus® Bioceramic and Ceraseal sealers with AH Plus® Sealer. Methods: Thirty premolars were divided into three groups for root canal preparation and obturation with AH Plus® Bioceramic (group 1), Ceraseal (group 2), and AH Plus® (group 3). The samples were incubated at 37°C for seven days, then cut at the apical and medial third. Push-out bond strength and failure mode were analyzed. Results: AH Plus® Bioceramic demonstrated significant differences in push-out bond strength and failure mode values compared to AH Plus® and Ceraseal. Ceraseal and AH Plus® were not significantly different. Analysis of failure mode descriptions by two observers showed high data reliability. AH Plus® Bioceramic had a predominance of mixed failures, whereas Ceraseal and AH Plus® had equal percentages of mixed and cohesive failures. Conclusion: All sealer groups showed good adhesion to the dentin surface, although the push-out bond strength value of AH Plus® Bioceramic sealer was the lowest among the groups."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Vitariyani Mukti
"Latar Belakang: Virus dengan gejala pneumonia berat teridentifikasi di Wuhan, Cina sebagai virus COVID-19. Sulitnya pemutusan rantai infeksi COVID-19 mengancam seluruh dunia dan dinyatakan sebagai pandemi pada 11 Maret 2020. Akhirnya, berbagai layanan esensial negara seperti pengobatan gigi dan mulut terpaksa dibatasi aktivitasnya sebagai upaya pengendalian infeksi. Namun, rasa sakit yang tidak dapat tertahankan seperti kegawatdaruratan endodontik tidak bisa dihindari dan membutuhkan pertolongan segera. Selama pandemi, RSKGM FKG UI sebagai pusat rujukan pelayanan kedokteran gigi tetap beroperasi dengan memperketat rangkaian pencegahan dan pengendalian infeksi. Maka, identifikasi dan evaluasi kasus kegawatdaruratan endodontik sebelum dengan selama pandemi di RSKGM FKG UI dilakukan.
Tujuan: Mengetahui distribusi dan frekuensi kegawatdaruratan endodontik di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia sebelum dan selama pandemi COVID-19.
Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif retrospektif dan analitik komparatif kategorik menggunakan data sekunder rekam medik.
Hasil: Terdapat 315 kasus kegawatdaruratan endodontik dengan 111 kasus ditemukan sebelum pandemi dan 204 kasus ditemukan selama pandemi. Terdapat dominasi pada kelompok usia produktif, jenis kelampin perempuan, dan tindakan PSA sebelum dan selama pandemi yang diiringi dengan perbedaan dominasi diagnosis kasus, yaitu acute apical abscess sebelum pandemi dan symptomatic irreversible pulpitis selama pandemi. Terdapat perbedaan bermakna antara diagnosis acute apical abscess dengan symptomatic irreversible pulpitis (p-value <0,05) dan perbedaan tidak bermakna antara tindakan perawatan kegawatdaruratan endodontik sebelum dengan selama pandemi.
Kesimpulan: Terjadi peningkatan kasus kegawatdaruratan endodontik selama pandemi COVID-19 yang diiringi dengan penurunan arus kunjungan departemen konservasi.

Background: Virus with symptoms of severe pneumonia was identified in Wuhan, China as COVID-19 virus. The difficulties in controlling the COVID-19 transmission have led to a pandemic which was declared on March 11, 2020. Various essential sectors of the country been restricted at last to control virus transmission. However, intolerable pain such as endodontic emergency is unavoidable and requires immediate help. During the pandemic, RSKGM FKG UI continues to operate as referral centre for dental services by tightening the health protocol. Therefore, it is necessary to identify and evaluate endodontic emergency cases before and during pandemic era at RSKGM FKG UI.
Objective: This study aims to determine the distribution and frequency of endodontic emergency cases in RSKGM FKG UI before and during pandemic era of COVID-19.
Methods: Retrospective descriptive and comparative analytical study is done using secondary data found in patient’s medical record.
Results: There were 315 cases of endodontic emergency with 111 cases found before the pandemic and 204 cases found during the pandemic. Case was dominated by productive age, female, and root canal treatment group before and during pandemic followed by acute apical abscess domination before pandemic and symptomatic irreversible pulpitis domination during pandemic. There was significant difference between acute apical abscess group and symptomatic irreversible pulpitis group (p-value <0,05) accompanied by no significant difference between treatment group before and during pandemic.
Conclusion: Collected data showed an increased cases of endodontic emergencies accompanied by decreased flow of regular visitors at conservative department.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mardewi Soerono Akbar
Jakarta: UI-Press, 2009
617.634 2 SIT p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mardewi Soerono Akbar
Jakarta: LPFE-UI , 1989
617.634 2 SIT p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>