Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10665 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Helmi Nurjamil
"Thesis ini membahas konsep lembaga independen komisi pengawas persaingan usaaha (KPPU). Secara teori lembaga independen merupakan lembaga yang terlepas dari fungsi kekuasaan konvensional, yang umumnya memiliki fungsi kekuasaan campuran (mix function). Pembentukan lembaga independen merupakan suatu keniscayaan perkembangan kebutuhan negara-negara modern. Suatu lembaga dinyatakan sebagai lembaga independen seyogyanya tidak hanya berdasarkan yuridis-normatif saja namun juga perlu dikaji dengan indikator-indikator lembaga indendepnden. Dalam penelitian ini penulis memaparkan konsep lembaga independen KPPU, independen yang dinyatakan dalam UU No.5/99 tidak jelas dan multi tafsir.
Hasil penelitian ini melihat bahwa dalam implementasinya independen KPPU berada dalam runglingkup menjalankan tugas dan kewenangan, meskipun penegasan dalam UU No.5/99 independen KPPU berada dalam ruang lingkup lembaga. Perbandingan lembaga persaingan di beberapa negara juga turut andil dalam penelitian ini sebagai gambaran terhadap konsep lembaga persaingan. Hal tersebut diperlukan utamanya untuk melihat konsep lembaga serupa di negaranegara tersebut.

This thesis analyze the concept of an independent Commission for the Supervision Competition (KPPU). Theoretically independent institution is an institution apart from conventional power function, which generally have a mixture of power function. Establishment of an independent agency is a necessity developmental needs of modern states. An institution declared as an independent agency should not only based on the juridical-normative, but also need to be assessed by indicators indendepnden institutions. In this study the authors describe the concept of an independent of KPPU, an independent set forth in the Act No.5/99 unclear and multiple interpretations.
The results of this study that the KPPU is an independent implementation in duties and authority, although independent confirmation of the Law No.5/99 KPPU within the scope of the institution. Comparison of competition agencies in some countries also took part in this study as an illustration of the concept of competition agencies. This is necessary primarily to see the concept of similar bodies in these countries.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Nurul Putri Kagami
"ABSTRAK
Globalisasi mendorong pelaku usaha untuk melakukan inovasi dalam menjalankan usahanya untuk menghasilkan barang dan/atau jasa pada kegiatan ekonomi sektor tertentu. Kondisi ini menimbulkan peningkatan persaingan diantara pelaku usaha. Persaingan usaha tersebut dibutuhkan untuk mengetahui bagaimana kinerja pelaku usaha pesaing dalam mengoptimalkan inovasi dan efisiensi pada barang dan atau jasa yang dimilikinya. Dampak dari persaingan usaha salah satunya adalah monopoli. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 lima puluh persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Pelaku usaha yang memiliki skala usaha besar dengan efisiensi yang tidak dimiliki pelaku usaha lain dapat menciptakan kondisi monopoli alamiah. Monopoli alamiah juga dapat terjadi berdasarkan hukum, yaitu dengan adanya BUMN. Monopoli alamiah yang dilakukan oleh pelaku usaha BUMN maupun pelaku usaha swasta berperan dalam mencapai kesejahteraan negara berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. KPPU sebagai lembaga yang memegang amanat dari Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mempunyai tanggung jawab dalam menjalankan tugas dan wewenangnya untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan kompetitif sehingga menjamin kesempatan berusaha bagi seluruh pelaku usaha. Pengawasan KPPU terhadap pelaku usaha swasta menjadi penting utk diawasi karena efisiensi, kelebihan dan selera pasar yang dikuasainya dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

ABSTRACT
Globalization encourages businessmen to innovate in running their business to produce goods and or services on the economic activities of a particular sector. This condition leads to increased competition between businessmen. Business competition is needed to find out how the performance of competitors in optimizing innovation and efficiency in their goods and or services owned. One of the effects of business competition is monopoly. Monopoly is the control on the production and or marketing of goods and or services by one businessmen or a group of businessmen. One businessmen or a group of businessmen controls more than 50 fifty percent of the market share of a type of goods or services. Businessmen who have large scale business with efficiency which is not owned by other businessmen can create a natural monopoly condition. A natural monopoly can also happen by law with the existence of BUMN. The natural monopoly run by BUMN and private companies has a role in realizing the welfare of the state based on the mandate of the 1945 Constitution and the Constitution concerning Prohibition of Monopoly Practices and Unfair Business Competition. KPPU as the institution holding the mandate of the Constitution Prohibition of Monopoly Practices and Unfair Business Competition has the responsibility to run the duty and authority to create a healthy business climate and competitive so ensure business opportunity for all businessmen. KPPU 39 s supervision on private companies becomes important to supervised because the efficiency, the advantages, and the market tastes controls can lead to unhealthy business competition."
2018
T49573
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herminingrum
"Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di beberapa negara memiliki peranan yang penting dan merupakan penggerak roda perekonomian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh UMKM dalam meningkatkan peranannya dalam bidang ekonomi adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar melalui mekanisme kemitraan. Dalam hubungan kemitraan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menghadapi persaingan yang tidak sebanding diantara Usaha Besar dan UMKM akibat skala usaha yang lebih kecil dan posisi tawar yang lemah. Dalam rangka meningkatkan posisi tawar dari UMKM, terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen serta mencegah terjadinya penguasaan pasar oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan UMKM maka diterbitkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah berdasarkan ketentuan perundang-undangan tersebut pelaksanaan kemitraan perlu diawasi secara tertib dan teratur oleh lembaga yang dibentuk dan bertugas untuk mengawasi persaingan usaha yaitu Komisi pengawas persaingan Usaha (KPPU). Amanat pengawasan pelaksanaan kemitraan melahirkan tugas dan kewenangan baru kepada KPPU untuk menjaga iklim usaha dan persaingan yang sehat khususnya dalam pelaksanaan kemitraan di Indonesia.

The development of Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs) in some countries have an important role and is driving the economy. One effort that can be made by SMEs in enhancing its role in the economy is through partnerships with large company through a partnership mechanism. In a partnership relationship Micro, Small and Medium Enterprises face competition not comparable between Large Enterprises and SMEs due to the smaller scale enterprises and weak bargaining position. In order to improve the bargaining position of SMEs, the formation of market structure that ensures the growth of fair competition and protect consumers and prevent market domination by an individual or group that is detrimental to SMEs then passed Law No. 20 of 2008 on Micro, Small and medium and Government Regulation No. 17 of 2013 on the Implementation of Law No. 20 of 2008 on Micro, Small, and medium Enterprises under the provisions of the legislation implementing the partnership needs to be monitored in an orderly and organized by the institution established and tasked to oversee the Commission For Supervison Of Business Competition (KPPU). Supervision of the implementation of the mandate of the partnership spawned new duties and powers to the Commission to keep the business climate and fair competition, especially in the implementation of partnership in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43190
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Willy Wardana
"Akuisisi saham perusahaan merupakan strategi pelaku usaha untuk melakukan ekspansi pasar. Akuisisi saham perusahaan tersebut dapat menciptakan efisiensi atau justru menciptakan abuse of market power di pasar bersangkutan. Untuk mencegah terjadinya abuse of market power dari suatu akuisisi saham perusahaan perlu dilakukan merger control oleh otoritas persaingan usaha. KPPU melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 jo PP No. 57 Tahun 2010 mengatur tentang kewajiban pemberitahuan atas akuisisi saham perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu. Perubahan pengendali merupakan salah satu hal yang harus dipenuhi dalam suatu transaksi akuisisi saham perusahaan. Perusahaan patungan merupakan perusahaan yang didirikan oleh dua atau lebih pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usaha tertentu. Penentuan pelaku usaha pengendali pada perusahaan patungan merupakan hal yang penting untuk didefinisikan terkait dengan merger control yang dilakukan oleh KPPU. Untuk mendefinisikan pelaku usaha pengendali pada perusahaan patungan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif yang menggunakan metode pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian ini menyatakan terdapat beberapa aspek hukum dan ekonomi yang dapat digunakan oleh KPPU untuk menentukan pelaku usaha pengendali pada perusahaan patungan yang kemudian dapat digunakan sebagai salah satu metode dalam penerapan PP No. 57 Tahun 2010 pada akuisisi saham perusahaan patungan

Acquisition of shares is a business strategy to pursue market expansion. Acquisition of shares can create efficiencies or create abuse of market power in the market. To prevent abuse of market power, the competition authorities make merger control regulation. KPPU through Act number 5 year 1999 jo Government Regulation number 57 year 2010 regulating the obligation of notification of shares acquisition. Change of control is one thing that must be met in a transaction of shares acquisition. Joint ventures company is a company founded by two or more business actor to conduct certain business activities. Controlling parties on joint ventures is an important thing to be defined relating to merger control carried out by KPPU. To define the controlling parties on joint ventures are used normative juridical research method that uses the legislation approach. The results of this study states there are some aspects of the law and economics that can be used by the Commission to determine the controlling businesses in a joint venture that can then be used as one of the methods in the application of PP 57 Year 2010 on the acquisition of joint stock company."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadapdap, Binoto
"Penelitian ini bertujuan untuk menjajaki kemungkinan mengenai penggunaan alat bukti tidak langsung (indirect evidence) dalam penanganan perkara persaingan usaha, khususnya perkara kartel di tengah kesulitan yang dialami oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendapatkan alat bukti langsung. Aparat persaingan usaha di pelbagai belahan dunia mempunyai permasalahan yang relatif sama untuk mendapatkan alat bukti langsung pada saat menangani perkara kartel. Kesulitan mendapatkan alat bukti langsung menjadi persoalan yang global sifatnya dalam penanganan perkara kartel. Praktik kartel karena bersifat menghambat persaingan serta mengakibatkan kerugian terhadap sesama pelaku usaha dan konsumen, tidak dapat dibiarkan bergerak dengan leluasa dengan alasan ada keterbatasan alat bukti menurut undang-undang. Keterbatasan alat bukti yang terdapat dalam undang-undang tidak pada tempatnya untuk dijadikan alasan untuk tidak dapat memberantas kartel, alat bukti yang diatur dalam undang-undang perlu ditafsirkan lebih luas agar mampu mengatasi praktek kartel. Dalam penelitian ini teori yang dipergunakan sebagai dasar bagi KPPU untuk mempergunakan alat bukti tidak langsung (petunjuk atau persangkaan) adalah teori penemuan hukum. Menurut teori penemuan hukum hakim harus berusaha untuk menemukan hukum untuk menangani perkara tertentu walaupun undang-undang tidak mengatur atau undangundangnya tidak jelas. Hakim atau otoritas persaingan usaha perlu mencari dasar hukum penggunaan alat bukti tidak langsung sekalipun undang-undangnya tidak ada. Menolak menangani perkara dengan alasan undang-undang tidak mengaturnya dapat dikategorikan sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum. Peraturan perundang-undangan di Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa tidak mengatur mengenai alat bukti tidak langsung. Upaya Komisi Persaingan Usaha untuk mempergunakan alat bukti tidak langsung dalam penanganan perkara kartel, walaupun tidak diatur dalam undang-undang, upaya Komisi Persaingan Usaha dalam berbagai perkara kartel dapat dibenarkan oleh hakim. Pengadilan mempunyai kesamaan bahasa dengan Komisi Persaingan Usaha mengenai upaya mempergunakan alat bukti tidak langsung dalam penanganan perkara kartel yang tidak diatur dalam undang-undang. Perang terhadap kartel yang menimbulkan kerugian terhadap persaingan usaha yang sehat perlu ditangani dengan cara memperbolehkan penggunaan alat bukti tidak langsung, yaitu berupa alat bukti komunikasi dan alat bukti ekonomi. Di Indonesia, penanganan perkara kartel yang mempergunakan alat bukti tidak langsung ada yang ditolak oleh pengadilan, baik itu oleh Pengadilan Negeri maupun oleh Mahkamah Agung dan ada pula yang dibenarkan oleh pengadilan. Mahkamah Agung. Dari penelitian diperoleh data bahwa Pengadilan Negeri belum ada yang menerima penggunaan alat bukti tidak langsung, dengan alasan bahwa alat bukti tidak langsung tidak dikenal dalam hukum pembuktian di Indonesia. Pengakuan terhadap penggunaan alat bukti tidak langsung sebagai bukti yang sah dalam penanganan perkara kartel, baru dibenarkan oleh Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung yang membenarkan alat bukti tidak langsung sebagai alat bukti yang sah dalam penanganan perkara kartel, menjadi dasar hukum bagi diperbolehkannya alat bukti tidak langsung sebagai dasar untuk menangani perkara kartel dan perkara persaingan usaha lainnya. Mahkamah Agung sudah membenarkan pengunaan alat bukti tidak langsung dalam hukum pembuktian di Indonesia.

This study aims to explore the possibility of the use of indirect evidence in processing business competition cases, in particular in cartel cases within the difficulties experienced by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) to obtain direct evidence. Business competition authorities in various parts of the world have the same issues to obtain direct evidence when dealing with cartel cases. Difficulty in obtaining direct evidence became global issues in cartel case process. The practice of cartel, because it is hampering competition and result in losses to the other entrepreneurs and consumers, shall not be allowed to move freely because of the limitations of evidence pursuant to the legislation. The limitations of evidence contained in the legislation is not appropriate reason to not eradicate cartels, evidence set out in the legislation need to be interpreted more widely to be able to tackle cartels. In this study the theory used as a basis for the KPPU to use indirect evidence (hint or allegation) is the discovery of the theory of law. According to the theory of legal discovery, judges should strive to find a law to deal with a particular case even though the law does not regulate or it is unclear. Judge or competition authorities need to find a legal base of using indirect evidence even though the does not exist. Refusing to handle the case by reason of the law does not exist can be categorized as an action that is contrary to the law. Legislation in the United States, Japan and the European Union do not regulate the indirect evidence. Competition Commission's efforts to use indirect evidence in cartel case, although not regulated by law, can be justified by the judge. The court has the same vision with the Competition Commission regarding attempts to use indirect evidence in cartel case process which are not regulated by law. War against the cartels that cause harm to healthy competition need to be handled by allowing the use of indirect evidence, which is evidence in the form of communication and economic evidence. In Indonesia, the cartel case process that use indirect evidence is rejected by the court, either by the District Court or by the Supreme Court and only some are justified by the Supreme Court. From the study data showed that none of District Court accepted the use of indirect evidence, the reason is that indirect evidence was not known to the laws of evidence in Indonesia. Recognition of the use of indirect evidence as valid evidence in cartel case process, just recently justified by Supreme Court. Supreme Court decision justifying indirect evidence as valid evidence in cartel case process, become the legal basis for the permissibility of indirect evidence for dealing with cases of cartel and other business competition matters. The Supreme Court has confirmed the use of indirect evidence in evidentiary law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Katrina Marcellina
"Pembuktian kartel tidak dapat dipisahkan dari penggunaan analisa ekonomi untuk membuktikan adanya perjanjian tertulis di antar para pelaku usaha yang dicurigai melakukan kartel. Namun di satu sisi, penggunaan bukti ekonomi (tidak langsung) masih menjadi perdebatan di Indonesia, karena selain mengandung ambigu, penggunaannya belum diatur secara tegas dalam sistem hukum Indonesia. Penelitian ini akan menjabarkan penggunaan analisa ekonomi yang digunakan oleh KPPU untuk membuktikan dugaan-dugaan kartel yang ada selama tahun 2009-2010 serta menganalisa validitas penggunaan analisa ekonomi berdasarkan hukum nasional. Penelitian ini merupakan penelitan hukum normatif yang menggunakan analisa kualitatif. Ketelitian dan ketepatan dalam melakukan penghitungan serta analisa ekonomi adalah suatu hal yang masih harus ditingkatkan oleh KPPU demi perwujudan penegakan hukum persaingan usaha yang ideal.

The use of economic analyis to prove the existence of a gentlement agreement among the alleged cartel members is unseparable from the processs of cartel verification itself. However, on the other hand, the use of economic analysis (which is an indirect evidence), still remains as a controversy, not only because of its ambiguity, but also its method has not yet clearly been regulated under Indonesian law. This research is to elaborate the use of economic analysis employed by the Commission For the Supervision of Business Competition (KPPU) to prove the alleged cartels cases within the year of 2009-2010 and also to examine the validity of the use of economic analysis according to the national law system. This research is a normative legal research with qualitative analysis. Meticulous economic calculation and accuracy in analysis are of something that KPPU should improve for the fulfillment of an ideal competition law enforcement. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S444
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Fransisca Theresa
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas pengaturan serta kewenangan yang dimiliki oleh Komisi Pengawasan
Persaingan Usaha di Indonesia, Belanda dengan Autoriteit Consument en Markt serta Singapura
dengan Competition Commission of Singapore. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)
memiliki tugas untuk menegak Hukum Persaingan Usaha serta mengadili terjadinya pelanggaran
larangan di dalam Hukum Persaingan Usaha. Walaupun KPPU telah melaksanakan tugasnya,
namun KPPU memiliki beberapa kekurangan yang membuatnya tidak menegak hukum
persaingan usaha dengan maksimal. Karena kekurangan tersebut, skripsi ini menggunakan
metode yuridis normatif dengan membandingkan dua komisi serta perundang-perundangan yang
terkait di luar Indonesia, yakni Belanda dan Singapura dengan melihat persamaan dan perbedaan
di antara para komisi agar dapat mengaplikasikan perbedaan tersebut kepada KPPU.

ABSTRACT
This research will explain the regulations and the authority which are given to the Commission
of the Supervisory of Business Competition in Indonesia, the Netherlands with Autoriteit
Consument en Markt and Singapore with Competition Commission of Singapore. The
Commission of the Supervisory of Business Competition has the obligation to enforce & protect
the Competition Law in Indonesia and also to judge any cases which violate the Competition
Law. Though Commission of the Supervisory of Business Competition has executed it?s job, it
currently faces disadvantages which prevent them from executing their obligations maximally.
Because of those disadvantages, this research will use the judicial normative method, by
comparing two foreign competition commission and the statutes which are applied in two
foreign countries, the Netherlands and Singapore, to observe the advantages and the
disadvantages made between those commissions that can be applied to the Commission of the
Supervisory of Business Competition in Indonesia."
2016
S64885
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faradylla Ninda Octaviani
"Praktik penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position) meskipun telah diatur sebagai salah satu bentuk kegiatan praktik persaingan usaha tidak sehat dalam Undang-Undang Anti Monopoli, namun fakta di lapangan ditemukan bahwa praktik penyalahgunaan posisi dominan justru kerap kali digunakan oleh para pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan usaha yang mereka jalankan. Permasalah yang kemudian diangkat adalah bagaimana penerapan pelanggaran penyalahgunaan posisi dominan yang diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap putusan-putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor: 15/KPPU-L/2006 tentang Pendistribusian Elpiji di Sumatera Selatan; Nomor: 09/KPPU-L/2009 tentang Akuisisi Alfamart Supermarket oleh Carrefour; dan Nomor: 17/KPPU-I/2010 tentang Farmasi dan bagaimana bentuk analisis ekonomi yang digunakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam membuktikan adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Penelitian ini merupakan penelitian normatif, menggunakan data sekunder yang diolah secara kualitatif dan disimpulkan melalui metode deduktif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada putusan Nomor: 09/KPPU-L/2009 tentang Akuisisi Alfamart Supermarket oleh Carrefour; dan Nomor: 17/KPPU-I/2010 tentang Farmasi, keduanya telah terbukti secara sah melakukan penyalahgunaan posisi dominan, sedangkan pada putusan Nomor: 15/KPPU-L/2006 tentang Pendistribusian Elpiji di Sumatera Selatan, posisi dominan yang dimiliki terbukti tidak disalahgunakan

Practice abuse of dominant position although has been set up as one form of unfair business competition in the Indonesia?s Antimonopoly Law, however the facts found that the practice of abuse of dominant position is often used by entrepreneurs in order to develop and managing their business. The issues which is the writer trying to solve is, how the adjustment of violation of abuse of dominant position under Article 25 of Indonesia?s Antimonoply Law related to The Commission for the Supervision of Business Competition's verdict Number: 15/KPPU-L/2006 on the distribution of LPG in South Sumatra; Number: 09/KPPU-L/2009 concerning the acquisition by Carrefour towards Alfamarts Supermarket; and Number: 17/KPPU-I/2010 on Pharmacy; and how the form of economic analysis used by the Commission for the Supervision of Business Competition (KPPU) in proving the existence of abuse of dominant position committed by entrepreneurs. This study is a normative, using secondary data processed in a qualitative and inferred through deductive method. Eventually, the results showed that the 09/KPPU-L/2009 concerning the acquisition by Carrefour towards Alfamart Supermarket; and the 17/ KPPU-I/2010 of Pharmacy, both have been proven to legally commit abuse of dominant position, meanwhile the 15/KPPU-L/2006 concerning the distribution of LPG in South Sumatra, had not proven to legally commit abuse of dominant position."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Hariyadi
"Thesis ini membahas tentang kewenangan komisi pengawas persaingan usaha (KPPU). Terutama kewenangannya sebagai regulator atau pembuat peraturan perundangan. Sebagai Lembaga Negara Non Struktural KPPU hanyalah sebagai pembantu atau pelengkap dari Lembaga Negara Utama. Selain itu, komisi ini dapat disebut sebagai lembaga yang berfungsi semi-peradilan atau sebagai lembaga quasi peradilan. Lembaga ini bersifat independen dan dalam menjalankan tugas pokoknya berdasarkan undang-undang tidak dapat dicampuri oleh pemerintah dan pihak lain. Srebagai lembaga independen, KPPU tidak mempunyai fungsi regulasi sehingga tidak dapat disebut sebagai “independent self-regulatory body”. KPPU dalam UU Anti Monopoli tidak secara tegas diberi kewenangan sebagai regulator oleh pembuat undang-undang, maka KPPU juga sebaiknya tidak membuat peraturan untuk mengatur pelaksanaan tugasnya berdasarkan undang-undang. Dalam menjalankan kegiatannya, KPPU dapat menyusun dan menetapkan pedoman kerja sesuai tugas KPPU yang terdapat dalam Pasal 35 (f) UU Anti Monopoli. Kewenangan KPPU untuk menyusun pedoman kerja itu, tidak dapat disamakan dengan kewenangan regulasi, karena di dalam pedoman bersifat sebagai peraturan kebijakan yang tidak termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan. Jika materi pedoman tersebut berisi norma hukum baru, maka norma hukum yang demikian dapat diabaikan daya ikatnya. Norma hukum yang demikian tidak dapat dipaksakan daya berlakunya.

This thesis discusses the authority of the commission for the supervision business competition (Commission). Especially his authority as a regulator or regulatory makers. As the State Institutions Non-structural Commission merely as an auxiliary or supplementary of the Main State Institutions. In addition, the commission may be called as an institution that serves as a semi-judicial or quasi-judicial agency. These institutions are independent and the principal duties under the law can not be interfered with by the government and other parties. Srebagai independent agency, the Commission does not have regulatory functions that can not be referred to as "independent self-regulatory body". The Commission on Anti-Monopoly Law does not expressly authorized by the regulator as lawmakers, the Commission also should not make rules to regulate the performance of its duties under the law. In carrying out its activities, the Commission may prepare and establish guidelines for appropriate work assignments Commission contained in Article 35 (f) Anti-Monopoly Law. The authority of the Commission to develop guidelines for the work, can not be equated with the regulatory authority, as in the guidelines as regulatory policies that are not included within the meaning of the legislation. If the guidance material containing new legal norms, the rule of law that such power can be ignored strapped him. Such legal norms can not be coerced into force of power."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Prasetiyo
"Skripsi ini membahas dua permasalahan utama. Pertama bagaimanakah kedudukan KPPU sebagai lembaga negara bantu dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia? Dan kedua, apa sajakah kewenangan KPPU dalam melakukan pengawasan terhadap persaingan usaha di Inonesia? Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kedudukan KPPU sebagai lembaga negara bantu dengan melihat perkembangan lembaga negara bantu dalam sistem ketatanegaraan dan latar belakang pembentukkan KPPU sebagai lembaga yang diberikan kewenangan secara khusus untuk mengawasi pelaku usaha dan menyelesaikan sengketa persaingan usaha serta untuk mengetahui apakah sebenarnya yang menjadi kewenangan KPPU dan batasannya, serta mengetahui apakah memang dimungkinkan bahwa suatu lembaga dalam suatu sistem peradilan khusus dapat diberikan semua kewenangan yang pada umumnya kewenangan-kewenangan tersebut diberikan kepada lembaga yang berbeda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebenarnya tidak ada pencampuran kewenangan dalam KPPU, kedudukan KPPU sendiri masih berada dibawah kewenangan kekuasaan eksekutif. KPPU sendiri merupakan lembaga non-struktural yang independen dalam melaksanakan tugasnya. Kewenangan KPPU hanya yang tercantum dalam Pasal 36 UU Antimonopili, dari kewenangan tersebut KPPU tidak memiliki kewenangan regulasi dan yudisial.
This thesis mainly discusses about two problems. First, how does the position of KPPU as state auxiliary body in Indonesian constitutional system? And second, what are the Commission?s authorities in supervising business competition in Indonesia? This research is conducted on a juridical normative method, the purpose of this research is to seek information about the question of what is KPPU competency as a state auxiliary body reminds the growing of state auxiliary body in constitutional system and the background of KPPU establishment as an organ which given a special authority to supervise business activity and business competition?s dispute resolution and to seek information of what is the real authority of KPPU and its boundaries and also to find out if it is possible an institution on special judiciary system having all of the authority which is generally are given to different institution.
The result of this research shown that in fact there is no fusion of authority in KPPU, the competency of KPPU itself is under the authority of executive power. KPPU is a nonstructural body which is independent in performing its duty. KPPU authority is set forth in Article 36 of Antimonopoly Law, based on those authorities KPPU has no regulatory and judicial authority.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S42348
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>