Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156536 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pasaribu, Octa Pujiani
"ABSTRAK
Piutang negara atau hutang kepada negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp.
Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Pasal 8 adalah sejumlah uang
yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung atau tidak
langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
Pengurusan piutang negara yang macet pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti
yang terjadi di PT. (Persero) Asuransi Kredit Indonesia pada awalnya telah dilakukan
dengan membuat perjanjian kerjasama antara PT. Askrindo dengan Badan Urusan Piutang
Dan Lelang Negara (BUPLN) tanggal 23 Juli 1994. Perjanjian Kerjasama Pengurusan Hak
Subrogasi tersebut dibuat dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang No. 49 Prp.
Tahun 1960 tentang PUPN. Namun, dikarenakan adanya putusan Mahkamah Konstitusi
atas perkara Nomor 77/PUU-IX/2011 tanggal 25 September 2012, PUPN (dahulu
BUPLN) tidak berwenang lagi melaksanakan tugas pengurusan piutang BUMN, piutang
BUMD, dan piutang badan usaha yang modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki
oleh BUMN/BUMD dan mengembalikan pengurusan piutang BUMN, piutang BUMD,
dan piutang badan usaha yang modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh
BUMN/BUMD yang telah diserahkan kepada masing-masing BUMN/BUMD.
Pengembalian pengurusan piutang tersebut, mengakibatkan PT. Askrindo menghentikan
kerjasama pengurusan piutang dengan DJKN (dahulu BUPLN) dan melakukan pengurusan
piutang perseroan melalui mekanisme korporasi sesuai instruksi Pemerintah kepada semua
BUMN dan BUMD.

ABSTRACT
State receivables or debt to state subject to Law Number 49 Prp of 1960 on State
Receivable Committee (PUPN) Article 8 mean certain amount of fund payable to the state
or authorities, directly or indirectly controlled by the state pursuant to regulation,
agreement or others. Management of bad state receivable with State Owned Enterprise
(SOE) as in the case of PT (Persero) Asuransi Kredit Indonesia is initially made through
agreement between Askrindo and Badan Urusan Piutang Dan Lelang Negara (BUPLN) on
July 23 1994. The Agreement on Settlement of Subrogation Right is made by taking into
account the provisions of Law No. 49 Prp. Of 1960 on PUPN. However, with respect to
decision of Constitutional Court with regard to the case Number 77/PUU-IX/2011 on 25
September 2012, PUPN (formerly BUPLN) ceases to have the authority to carry out the
administration of SOE receivables, SOE receivables and receivables of any business entity
which part or all capital is owned by State Owned Enterprise / Local Enterprise and
reassign the administration of receivables of SOE, SOE receivables and receivables of
business entity which part or all capital is owned by State-Owned Enterprise/Local
Enterprise which has been assigned to each State-Owned Enterprise /Local Enterprise. The
re-assignment of receivable administration causes PT. Askrindo terminae the joint
cooperation of receivable administration with DJKN (formerly BUPLN) and carry out the
administration of corporate receivables through the corporate procedures as per
instructions of Government to all State Owned Enterprise and Local Enterprise (BUMN
and BUMD)."
Universitas Indonesia, 2013
T35053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Monika Selvia Br
"Skripsi ini didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 49/Prp/1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara yang mengatur bahwa kredit bermasalah bank BUMN merupakan piutang negara sehingga harus diselesaikan melalui PUPN.
Penelitian ini membahas dua permasalahan utama. Pertama, status hukum piutang bank BUMN terkait penyelesaian kredit bermasalah pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 77/PUUIX/ 2011. Kedua, mekanisme penyelesaian kredit bermasalah pada Bank BUMN pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian tersebeut mengacu pada hukum positif atau norma hukum tertulis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa piutang bank BUMN tidak termasuk dalam lingkup piutang negara, sehingga kredit bermasalah dapat diselesaikan oleh manajemen masing-masing bank BUMN. Dengan demikian, Putusan Mahkamah Konstitusi memberikan kewenangan pada bank BUMN untuk menyelesaikan kredit bermasalah dengan mekanisme hapus tagih yang dilakukan melalui Standar Operasional Prosedur (SOP)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53574
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayuningsih
"Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi. BUMN sebagai perpanjangan tangan pemerintah juga dituntut untuk dapat menghasilkan keuntungan yang nantinya dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Namun, dalam pelaksanaanya, BUMN kerap mendapatkan hambatan karena banyaknya peraturan yang tidak harmonis, seperti yang dialami oleh BUMN di sektor perbankan.
Masih berlakunya Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan piutang Negara yang mengatur penyelesaian piutang negara, dan penetapan kekayaan BUMN sebagai bagian dari kekayaan negara sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 2 (g), membawa implikasi terhadap pengelolaan kekayaan BUMN sebagai entitas badan hukum yang terpisah sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 1 angka 1. Penyertaan modal yang bersumber dari APBN yang dilakukan oleh negara melalui pemerintah pada BUMN hingga saat ini masih menjadi polemik yang berkepanjangan. Penggolongan kekayaan negara atas kekayaan yang dimiliki oleh BUMN membatasi ruang gerak manajemen bank BUMN untuk lebih leluasa dalam mengambil keputusan khususnya yang terkait dengan pengelolaan kredit macet.
Meskipun sejak 2006, piutang bank BUMN telah dikelola sendiri oleh bank BUMN pasca dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah yang berlandaskan pada Fatwa Mahkamah Agung nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 yang menyatakan bahwa piutang bank BUMN bukan piutang negara. Namun, karena masih berlakunya Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 membuat bank BUMN tidak berani menyelesaikan kredit macet dengan menggunakan mekanisme hapus tagih (hair cut).
Akibatnya, banyak debitor yang merasa dirugikan terhadap perbedaan perlakuan tersebut, seperti yang dialami oleh Grup Aspalindo, debitur PT Bank Negara Indonesia Tbk yang mengajukan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 ke Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 77/PUU-IX/2011 menetapkan bahwa frasa-frasa negara yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 dicabut, berakibat pada piutang BUMN bukan piutang negara, dan bank BUMN diberi kewenangan untuk menyelesaikan kredit bermasalah dengan mekanisme hapus tagih.

State Owned Enterprises (SOE) which all or most of its capital derived from separated state wealth, is one of economic actors despite private enterprises and cooperatives.In running their businesses, SOEs, privates and cooperatives perform mutual support based on economic democracy. SOEs as a government’s arm is also required to be able generate profits than can later be used as much as possible for people’s prosperity, However, in its implementation, SOEs often get obstacles because there are many not harmonious rules, as experienced by SOEs in banking sector.
The application of Law No.49 prp 1960 regarding State Receivables Committee and the Determination of SOEs wealth as part of State Wealth as stated on Law 17/2003 regarding State Finance Article 2 (g) lead implications for state-owned property management as a separate legal entity as stated in Law No.19/2013 regarding State-Owned Enterprises Article 1 Paragraph 1. The equity which derived from State Budget through the government to SOEs is still being prolonged debate. State wealth classification on SOEs’ property restricts state-owned bank management to be more flexible in making decisions especially related to non-performing loan management.
Although since 2006, state-owned bank receivables have been managed by themselves after the issuance of Government Regulation No.33/2006 regarding Government Regulation Amendment No.14/2005 on Procedures for State/Regions Receivables Removal based on Supreme Court Decision No. WKMA/Yud/20/VIII/2006 stating that state-owned banks receivables are not state’s receivables. However, because there is still controversy in defining state wealth and the enactment of Law No.49 prp/1960 makes state-owned banks are doubtful to end non-performing loan using hair cut mechanism as done by private banks.
As a result, many debtors are feel aggrieved against the different treatment, as experienced by Aspalindo Group, debtor of PT Bank Negara Indonesia Tbk. At last Aspalindo Group filed a judicial review of Law No.49 prp/1960 to the Constitutional Court. In the decision No. 77/PUU-IX/2011 the Constitution Court set that state phrases contained in Law No.49 Prp/1960 revoked, resulting SOEs receivables is not the state and state-owned banks is authorized to solve non-performing loan using hair cut mechanism.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Leony
"Rencana Perdamaian dalam PKPU merupakan suatu penawaran yang diajukan oleh Debitor melalui suatu dokumen hukum yang meliputi pembayaran utang-utangnya kepada Para Kreditor, dengan mekanisme yang telah terlebih dahulu disepakati oleh Debitor dengan Para Kreditornya sebagaimana diatur dalam Pasal 281 ayat (1) UUK PKPU, namun dalam praktek, ternyata permasalahan pada proses pemungutan suara (voting) atas rencana perdamaian tersebut dapat terjadi. Sebagaimana dalam Putusan Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg. Bahwa dalam putusan PKPU tersebut, setelah dilakukan proses pemeriksaan terhadap kelengkapan dokumen kreditor, tim pengurus menyatakan bahwa terdapat dua kreditor yang tidak dapat memberikan suaranya terhadap rencana perdamaian padahal Kreditor tersebut telah ditetapkan dalam suatu Daftar Piutang Tetap. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini bertujuan untuk menganalisis mengenai dikesampingkannya hak pemungutan suara (voting) kreditor dalam proses persetujuan rencana perdamaian PKPU, serta pertimbangan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan pada Putusan Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ditetapkannya Kreditor dalam suatu Daftar Piutang Tetap menandakan bahwa Para Kreditor telah melewati tahap verifikasi legalitas Para Kreditor; status tagihan, dan jumlah hak suara yang dimiliki. Sehingga tidak terdapat kualifikasi maupun faktor apapun yang memungkinkan Hakim untuk mengesampingkan / meniadakan hak suara Kreditor untuk melakukan voting atas Rencana Perdamaian. Akibat hukum dikesampingkannya hak suara Kreditor tidak serta merta menghilangkan status sebagai Kreditor dan hak tagihnya hilang, melainkan tetap ada sebagaimana dalam Daftar Piutang Tetap dan setelah perdamaian disahkan maka akan mengikat seluruh Kreditor Konkuren, kecuali Kreditor Separatis sebagaimana dalam Pasal 281 ayat (2) UUK PKPU, kemudian upaya hukum yang dapat dilakukan adalah kasasi ke Mahkamah Agung. Selanjutnya, terkait dengan analisis putusan, maka Hakim telah melanggar Pasal 281 ayat (1) UUK PKPU.

The Reconciliation Plan in PKPU is an offer submitted by the Debtor through a legal document covering payment of his debts to Creditors, with a mechanism that has been previously agreed upon by the Debtor and his Creditors as stipulated in Article 281 paragraph (1) UUK PKPU, but in practice, it turns out that problems in the voting process for the Reconciliation Plan can occur. As in Decision Number 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg. Whereas in the PKPU decision, after an examination of the completeness of creditor documents, the management team stated that there were two creditors who were unable to vote on the reconciliation plan even though the creditors had been determined in a List of Fixed Receivables. By using normative-juridical research methods, this article aims to analyze the exclusion of creditors' voting rights in the approval process for the PKPU Reconciliation Plan, as well as the considerations of the Panel of Judges in passing a decision on Decision Number 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg. The results of this study are that the determination of Creditors in a Register of Receivables indicates that the Creditors have passed the legality verification stage of the Creditors; the status of the invoice, and the number of voting rights held. So that there are no qualifications or any factors that allow the Judge to set aside / cancel the Creditors' voting rights to vote on the Reconciliation Plan. The legal consequence of setting aside the Creditor's voting rights does not necessarily eliminate the status as a Creditor and the rights to collect are lost, but remain as in the List of Fixed Receivables and after the settlement is ratified, it will bind all Creditors except Separatist Creditors as in Article 281 paragraph (2) UUK PKPU, then legal remedy that can be done is cassation to the Supreme Court. Furthermore, related to the analysis of the decision, the Judge has violated Article 281 paragraph (1) of the PKPU Law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayu Iriantini
"Penelitian tesis ini menitikberatkan masalah pada dua hal terkait pengaturan penyelesaian utang-piutang yang macet pada Bank BUMN agar sesuai dengan asas pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) dan penyelesaian utang-piutang pada PT Bank BNI (Persero) Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 77/PUU-IX/2011. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan penelitian yang bersifat yuridisnormatif yang lebih menekankan pada norma hukum tertulis dalam putusan pengadilan dan peraturan perundang-undangan serta mengaitkan dengan ketentuan hukum perjanjian pada umumnya.
Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian termasuk ke dalam tipe penelitian evaluatif karena uraian pembahasannya mengevaluasi teori dan fakta yang akan dianalisis. Dalam penerapannya, penelitian ini merupakan penelitian problem identification yang bertujuan mengidentifikasi masalah. Analisa obyek penelitian menghasilkan produk penafsiran hukum oleh hakim Konstitusi dan menemukan hukum karena mengesampingkan peraturan perundang-undangan piutang Negara.
Sesuai dengan asas pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), penyelesaian utang-piutang yang macet dilakukan melalui Standar Operasional Prosedur (SOP). Dengan demikian diharapkan Bank BUMN mampu melindungi kepentingan seluruh pemangku kepentingan yang memberikan kesempatan kepada debitur dalam merestrukturisasi utangnya dengan tetap memperhatikan kinerja bank BUMN.

Constitutional Court Decision Number 77/PUU-IX/2011 constitute legal discovery to identify bank accounts on state-owned enterprises is not included in the state's claim. This thesis focuses on two issues related to the settlement of receivables owned banks, namely how the settlement arrangement that bad debts at PT (Persero) Bank BNI in accordance with the principles of good corporate governance (GCG) and How Settlement of debts at PT (Persero) Bank BNI Post-Judgment of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia Number 77/PUU-IX/2011. The research was conducted by the research approach juridical-normative emphasis on the rule of law and court decisions written in the legislation as well as linking with the provisions of contract law in general.
In terms of its nature, including research into the type of evaluative research for evaluating the theoretical description of the discussion and the facts to be analyzed. In application, this study is the identification of research problem that aims to identify the problem. Analysis of the research object produces interpretations of the Constitution and the law by the judge found the law because the legislation set aside accounts of the State.
Conclusions outlined in the settlement arrangement that bad debts at PT (Persero) Bank BNI in accordance with the principles of good corporate governance (GCG) and legal certainty is to resolve the bad debt through the standard operating procedure (SOP) that can protect your bank the interests of all stakeholders. Second, settlement debts at PT (Persero) Bank BNI Post-Judgment of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia Number 77/PUU-IX/2011 is formed allowing the debtor to restructure its debt while maintaining the performance of state-owned banks.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35089
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Syukri Zend
"Tingkat utang publik daerah di Indonesia selama periode tahun 2011 sampai dengan 2019 mengalami tren pertumbuhan yang tinggi dan relatif berkesinambungan. Meskipun secara rasio tingkat utang publik daerah terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) relatif kecil, tetapi tren peningkatan yang tinggi dapat mengancam kesinambungan fiskal pemerintah daerah. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris terkait hubungan utang publik daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis data panel dari tahun 2011 sampai 2019 dengan pendekatan model efek tetap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan yang robust kemungkinan sulit didapatkan dikarenakan perbedaan hasil pada kedua model yang digunakan. Hasil estimasi pada model 1 menunjukkan adanya hubungan nonlinear yang signifikan. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa utang publik daerah berhubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, dan pada tingkat utang publik daerah yang relatif tinggi dan melewati debt turning point hubungan tersebut berubah menjadi negatif. Sementara itu, hasil estimasi pada model 2 tidak menunjukkan adanya hubungan nonlinear yang signifikan sehingga dapat diartikan bahwa perubahan utang publik daerah tidak memiliki hubungan dengan perubahan pertumbuhan ekonomi daerah. Perbedaan hasil tersebut kemungkinan terjadi karena pilihan pemodelan dan cakupan data.

Regional public debt in Indonesia during the period 2011 to 2019 has a high growth trend and relatively sustainable. Although the ratio of the level of regional public debt to GRDP (Gross Regional Domestic Product) is relatively small, the high trend of growth can threaten the fiscal sustainability of local governments. This study aims to provide empirical evidence related to the relationship of regional public debt to regional economic growth in Indonesia. This study uses panel data analysis from 2011 to 2019 with a fixed effects model. The results showed that a robust relationship was difficult to conclude due to different results in the two models used. The estimation results in model 1 show a significant nonlinear relationship. These results mean that the increase in local public debt at levels below the debt turning point will be positively related, and at relatively high debt levels by passing the debt turning point will be negatively related to regional economic growth. The estimation results in model 2 show insignificant nonlinear relationship, it means that changes in regional public debt have no relationship with changes in regional economic growth. The difference in the results likely due to the choice of modeling and data coverage."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The objective of this paper is to investigate the role of public domestic debt on economic growth in emerging It does so by analysing the main question: Does public domestic debt affect market economies and in economic growth positively or adversely? Employing the system of pooled least square of panel data over the period 1990 to 2005 from 13 countries in Asia and Latin America, the results show that all coefficients are statistically significant and consistent with what important. Increasing one we expected. It is dear that the mole of domestic debt on economic development percentage point of domestic debt per GDP will increase economic growth point By applying the fixed effect model and the random effect model, the estimation is consistent with the pooled least square The effect of domestic debt/GDP on economic growth is non-liner The regression result shows that the sign of domestic debt/GDP square is negative. Although the variable of domestic debt square is not significant, intuitively this result suggest that in the long run the role of domestic debt may reduce economic growth. It may be happened since domestic debt in East Asian countries and Latin America countries is still growing and immature. The one of the recommendation of this paper is that emerging market economies in Asia and Latin America, including Indonesia, should focus on the improvement of domestic bond markets and should adopt more prudent policies in borrowing money from external sources by seeking the lowest cost of borrowing. "
PPEM 15 (1) 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Roi Lesmana
"Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah memberikan jalan keluar dari permasalahan utang piutang yaitu dengan kepailitan dan/atau dengan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diharapkan dapat memberikan solusi penyelesaian bagi kedua belah pihak baik itu kreditor maupun debitor. Penelitian ini bertujuan menganalisis Prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus Dan Pembuktian Sederhana Dalam Perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif melalui pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan sejarah dan pendekatan konseptual dengan menyajikan hasil penelitian dalam bentuk deskriptif-analitis. Prinsip exceptio non adimpleti contractus dapat diterapkan dalam permohonan Kepailitan maupun PKPU, Majelis Hakim yang memeriksa permohonan PKPU dapat menolak permohonan PKPU karena konsep utang menjadi tidak sederhana, dalam perkara permohonan PKPU ini para pihak tidak dapat menunjukan perjanjian yang menjelaskan mengenai kapan jatuh waktu dari utang yang didalilkannya sehingga dapat ditagih maka sulit untuk menentukan kapan jatuh waktunya utang tersebut sehingga masih diperlukan suatu pembuktian rumit dan tidak sederhana. Adapun prinsip pembuktian sederhana terkait utang debitor sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU juga diterapkan di dalam pemeriksaan permohonan PKPU, hal mana menyebabkan permohonan PKPU ditolak oleh Hakim Pengadilan Niaga karena utang debitor memerlukan pemeriksaan yang rumit (tidak sederhana) sehingga tidak memenuhi prinsip utang yang sederhana sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU. Dengan demikian pemeriksaan perkara permohonan PKPU juga menerapkan prinsip pembuktian sederhana sebagaimana yang diterapkan dalam permohonan Pailit.

Law of The Republic Of Indonesia Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Payment has provided settlement of the debt and credit problems, namely by bankruptcy and/or with a suspension of payment (PKPU) which is expected to provide solutions for both parties, creditors and debtors. This study aims to analyze the Principles of Exceptio Non-Adimpleti Contractus and simple justification in cases of Suspension of Payment. This study uses a juridical-normative research method through a statutory approach, a historical approach, and a conceptual approach by presenting the research results in descriptive-analytical form. The principle of exceptio non adimpleti contractus can be applied in Bankruptcy and PKPU applications, the Panel of Judges can reject the PKPU Application because the Debt concept is not simple, in this PKPU’s application, agreement which explaining debt overdue and collectible cannot be proved by both parties. Then, complicated justification related the debt and the due time is needed. The principle of Simple Justification according to Article 8 paragraph (4) UUK-PKPU is also applied in the examination of PKPU applications, which causes the PKPU application to be rejected by the Judge of the Commercial Court because the debtor's debt requires a complicated (not simple) justification, simple debt principle as referred to in Article 8 paragraph (4) UUK-PKPU. Thus, the examination of the PKPU application applies the simple principle of proof as applied in the Bankruptcy application."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riky Candra
"[ABSTRACT
High foreign ownership of domestic government bonds (GB) could generate
liquidity and reduce governments? cost of borrowing. However, they also contain
risk in the case of sudden reversal. This study investigates the behavior of the
foreign investors in the domestic Indonesian GB market by applying the vector
auto regression (VAR) model. There are two factors that could determine foreign
behavior in the domestic GB market, namely pull (or internal) factors and push (or
external) factors. The finding from the VAR estimation provides evidence that oil
price, as a push factor, positively drives foreign capital flows.
Dynamic analysis from the Impulse Response Function (IRF) shows that the
shock of foreign capital flows negatively respond to GB yield, leading indicator,
and exchange rate volatility, and vice versa. However, it has a positive impact on
interest rates and vice versa. Based on its results, this study has important policy
implications, such as government intervention in the secondary market through
buyback and debt switch, application of a minimum holding period, strengthening
the control and supervision body, construction of a Bond Stabilization Fund
framework, and promotion of project-financing bonds

ABSTRAK
Tingginya porsi kepemilikan asing pada Obligasi Negara (ON) domestik
dapat meningkatkan likuiditas dan mengurangi biaya pinjaman pemerintah.
Namun demikian, hal ini juga menyimpan risiko dalam hal sudden reversal.
Penelitian ini mengamati perilaku investor asing di pasar ON domestik dengan
mempergunakan model vektor auto regresi (VAR). Dua faktor yang
mempengaruhi perilaku asing di pasar ON domestik yaitu pull factor atau faktor
internal dan push factor atau faktor eksternal. Hasil temuan dari estimasi VAR
menunjukkan bahwa harga minyak, sebagai faktor eksternal, secara positif
menggerakkan arus dana asing.
Analisa dari hasil estimasi Impulse Response Function (IRF) menunjukkan
bahwa gejolak dari arus dana asing secara negatif saling mempengaruhi yield ON,
leading indicator, dan volatilitas nilai tukar, tetapi berpengaruh positif terhadap
tingkat suku bunga. Berdasarkan analisa diatas, penelitian ini memiliki implikasi
kebijakan antara lain perlunya intervensi pemerintah di pasar sekunder melalui
buyback dan debt switch, pemberlakuan minimum holding period, memperkuat
fungsi pengawasan dan supervisi, menembangkan kerangka Bond Stabilization
Fund (BSF), dan mempromosikan obligasi pembiayaan proyek;Tingginya porsi kepemilikan asing pada Obligasi Negara (ON) domestik
dapat meningkatkan likuiditas dan mengurangi biaya pinjaman pemerintah.
Namun demikian, hal ini juga menyimpan risiko dalam hal sudden reversal.
Penelitian ini mengamati perilaku investor asing di pasar ON domestik dengan
mempergunakan model vektor auto regresi (VAR). Dua faktor yang
mempengaruhi perilaku asing di pasar ON domestik yaitu pull factor atau faktor
internal dan push factor atau faktor eksternal. Hasil temuan dari estimasi VAR
menunjukkan bahwa harga minyak, sebagai faktor eksternal, secara positif
menggerakkan arus dana asing.
Analisa dari hasil estimasi Impulse Response Function (IRF) menunjukkan
bahwa gejolak dari arus dana asing secara negatif saling mempengaruhi yield ON,
leading indicator, dan volatilitas nilai tukar, tetapi berpengaruh positif terhadap
tingkat suku bunga. Berdasarkan analisa diatas, penelitian ini memiliki implikasi
kebijakan antara lain perlunya intervensi pemerintah di pasar sekunder melalui
buyback dan debt switch, pemberlakuan minimum holding period, memperkuat
fungsi pengawasan dan supervisi, menembangkan kerangka Bond Stabilization
Fund (BSF), dan mempromosikan obligasi pembiayaan proyek;Tingginya porsi kepemilikan asing pada Obligasi Negara (ON) domestik
dapat meningkatkan likuiditas dan mengurangi biaya pinjaman pemerintah.
Namun demikian, hal ini juga menyimpan risiko dalam hal sudden reversal.
Penelitian ini mengamati perilaku investor asing di pasar ON domestik dengan
mempergunakan model vektor auto regresi (VAR). Dua faktor yang
mempengaruhi perilaku asing di pasar ON domestik yaitu pull factor atau faktor
internal dan push factor atau faktor eksternal. Hasil temuan dari estimasi VAR
menunjukkan bahwa harga minyak, sebagai faktor eksternal, secara positif
menggerakkan arus dana asing.
Analisa dari hasil estimasi Impulse Response Function (IRF) menunjukkan
bahwa gejolak dari arus dana asing secara negatif saling mempengaruhi yield ON,
leading indicator, dan volatilitas nilai tukar, tetapi berpengaruh positif terhadap
tingkat suku bunga. Berdasarkan analisa diatas, penelitian ini memiliki implikasi
kebijakan antara lain perlunya intervensi pemerintah di pasar sekunder melalui
buyback dan debt switch, pemberlakuan minimum holding period, memperkuat
fungsi pengawasan dan supervisi, menembangkan kerangka Bond Stabilization
Fund (BSF), dan mempromosikan obligasi pembiayaan proyek;Tingginya porsi kepemilikan asing pada Obligasi Negara (ON) domestik
dapat meningkatkan likuiditas dan mengurangi biaya pinjaman pemerintah.
Namun demikian, hal ini juga menyimpan risiko dalam hal sudden reversal.
Penelitian ini mengamati perilaku investor asing di pasar ON domestik dengan
mempergunakan model vektor auto regresi (VAR). Dua faktor yang
mempengaruhi perilaku asing di pasar ON domestik yaitu pull factor atau faktor
internal dan push factor atau faktor eksternal. Hasil temuan dari estimasi VAR
menunjukkan bahwa harga minyak, sebagai faktor eksternal, secara positif
menggerakkan arus dana asing.
Analisa dari hasil estimasi Impulse Response Function (IRF) menunjukkan
bahwa gejolak dari arus dana asing secara negatif saling mempengaruhi yield ON,
leading indicator, dan volatilitas nilai tukar, tetapi berpengaruh positif terhadap
tingkat suku bunga. Berdasarkan analisa diatas, penelitian ini memiliki implikasi
kebijakan antara lain perlunya intervensi pemerintah di pasar sekunder melalui
buyback dan debt switch, pemberlakuan minimum holding period, memperkuat
fungsi pengawasan dan supervisi, menembangkan kerangka Bond Stabilization
Fund (BSF), dan mempromosikan obligasi pembiayaan proyek;Tingginya porsi kepemilikan asing pada Obligasi Negara (ON) domestik
dapat meningkatkan likuiditas dan mengurangi biaya pinjaman pemerintah.
Namun demikian, hal ini juga menyimpan risiko dalam hal sudden reversal.
Penelitian ini mengamati perilaku investor asing di pasar ON domestik dengan
mempergunakan model vektor auto regresi (VAR). Dua faktor yang
mempengaruhi perilaku asing di pasar ON domestik yaitu pull factor atau faktor
internal dan push factor atau faktor eksternal. Hasil temuan dari estimasi VAR
menunjukkan bahwa harga minyak, sebagai faktor eksternal, secara positif
menggerakkan arus dana asing.
Analisa dari hasil estimasi Impulse Response Function (IRF) menunjukkan
bahwa gejolak dari arus dana asing secara negatif saling mempengaruhi yield ON,
leading indicator, dan volatilitas nilai tukar, tetapi berpengaruh positif terhadap
tingkat suku bunga. Berdasarkan analisa diatas, penelitian ini memiliki implikasi
kebijakan antara lain perlunya intervensi pemerintah di pasar sekunder melalui
buyback dan debt switch, pemberlakuan minimum holding period, memperkuat
fungsi pengawasan dan supervisi, menembangkan kerangka Bond Stabilization
Fund (BSF), dan mempromosikan obligasi pembiayaan proyek, Tingginya porsi kepemilikan asing pada Obligasi Negara (ON) domestik
dapat meningkatkan likuiditas dan mengurangi biaya pinjaman pemerintah.
Namun demikian, hal ini juga menyimpan risiko dalam hal sudden reversal.
Penelitian ini mengamati perilaku investor asing di pasar ON domestik dengan
mempergunakan model vektor auto regresi (VAR). Dua faktor yang
mempengaruhi perilaku asing di pasar ON domestik yaitu pull factor atau faktor
internal dan push factor atau faktor eksternal. Hasil temuan dari estimasi VAR
menunjukkan bahwa harga minyak, sebagai faktor eksternal, secara positif
menggerakkan arus dana asing.
Analisa dari hasil estimasi Impulse Response Function (IRF) menunjukkan
bahwa gejolak dari arus dana asing secara negatif saling mempengaruhi yield ON,
leading indicator, dan volatilitas nilai tukar, tetapi berpengaruh positif terhadap
tingkat suku bunga. Berdasarkan analisa diatas, penelitian ini memiliki implikasi
kebijakan antara lain perlunya intervensi pemerintah di pasar sekunder melalui
buyback dan debt switch, pemberlakuan minimum holding period, memperkuat
fungsi pengawasan dan supervisi, menembangkan kerangka Bond Stabilization
Fund (BSF), dan mempromosikan obligasi pembiayaan proyek]"
2015
T42731
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan, Jobby Cresna
"Restrukturisasi Utang adalah sebuah keniscayaan dalam hal Debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada Kreditur tetapi di lain sisi Debitur masih memiliki itikadi baik dan prospek untuk menjalankan usahanya. Peraturan perundang-undangan tidak memberikan pengaturan yang pasti dalam hal Restrukturisasi Utang sehingga Debitur dan Kreditur diberikan kebebasan sepenuhnya untuk mencapai kesepakatan dalam mekanisme Restrukturisasi Utang tersebut. Hal tersebut mengartikan bahwa mendirikan sebuah badan usaha baru juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk Restrukturisasi Utang. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dampak dan kedudukan hukum pihak-pihak dalam Restrukturisasi Utang melalui skema pembentukan Perseroan Terbatas sebagai Debitur baru. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan studi pustaka yang didasarkan pada studi kasus. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa badan hukum bertanggung jawab dalam hal tindakan sah yang dilakukan oleh organ atau telah disetujui oleh organ yang lebih tinggi. Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa kedudukan hukum yang terpisah diantara para pihak mengakibatkan perbedaan hak dan kewajiban sebelum dan setelah dilakukan Restrukturisasi Utang.

Debt restructuring is a necessity in terms of Debtor can not meet its obligations to Creditors, but on the other side of the Debtor still has a good faith and prospects for business. Regulation does not provide definitive arrangement in Debt Restructuring so Creditor and Debtor given that complete freedom to reach agreement in the Debt Restructuring mechanism. This means that setting up a new business entity can also be used as a means for Debt Restructuring. This study aims to explain the impact and the legal position of the parties to the Debt Restructuring scheme as a Limited Liability Company formation as a new Debtor. The method used is juridical-normative based on case studies. Results of the study revealed that the legal entity responsible for the unlawful act committed by the organ or organs that have been approved by the higher. The results also revealed that a separate legal position between the parties resulted in differences in the rights and obligations before and after the Debt Restructuring.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>