Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35337 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wembi Syarif Chan
"ABSTRAK
Kebutuhan atas ruang rekreasi di perkotaan sangat sulit, terhimpit segala bentuk pembangunan yang tidak menyisakan ruang untuk aktivitas tersebut. Kawasan Situ Cikaret merupakan ruang yang sering digunakan warga Cibinong dan sekitarnya untuk berekreasi. Dengan pendekatan penelitian realistic phenomenology, didapatkan penggambaran ensensi-ensensi konstruksi ruang rekreasi dan motif, tindakan dalam berkegiatan rekreasi di Situ Cikaret. Ruang rekreasi Situ Cikaret adalah ruang diferensial yang merupakan representasi ruang dari warga perkotaan yang menciptakan ruang alternatif atas ruang perkotaannya. Kegiatan rekreasi berlangsung pada setting besar yang berupa ruang alam situ dan setting yang kecil berupa ruang yang diproduksi sesuai dengan motif kegiatannya. Dalam mereprestasikan ruangnya ke set kecilnya, pelaku membutuhkan sebuah atribut untuk mempertegas apa yang akan dilakukan dalam kegiatan meruangnya dan status sosialnya. Hubungan kepribadian para pelaku dalam merepresentasikan ruangnya, berada pada tingkat yang apathy (sikap acuh tak acuh), hubungan mereka bersifat taken for granted atau sesuatu yang apa adanya. Saat ini cenderungan membawa ruang diferensial kawasan Situ Cikaret mejadi ruang abstrak. Salah satu yang bisa dilakukan adalah penetapan zonasi ruang yang bertujuan untuk menempatkan ruang-ruang agar lebih tertata dan juga guna membatasi kegiatan pada wilayah tertentu di kawasan situ, agar lingkungan situ dapat dipertahankan dan ditingkatkan.

ABSTRACT
The needs for recreation space in urban areas is very difficult, crushed all forms of development that does not leave room for the event. Cikaret Situ area is a room that is often used by people Cibinong and surrounding areas for recreation. With a realistic approach to phenomenology study, obtained seeing and describing of universal essences construction space and motif recreation activism in action in Situ Cikaret. Recreation space Situ Cikaret is a differential space is a representation space of urban residents who creates an alternative space on urban space. Recreational activities that take place on a large set of natural space and setting it in the form of a small manufactured in accordance with the motif activity. In the space to set his representation, actors need an attribute to reinforce what will be done in space activity and social status. Relationship represents the personality of the actors in space, is at levels apathy, their relationships are taken for granted. Current tendency to bring regional differential space Situ Cikaret becoming abstract space. One possible solution is to space zoning aims to put the spaces to be more organized and also to limit the activities of a specific region in the area Situ Cikaret, so that the neighborhood can be maintained and improved."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhifa Luthfiah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis proses terbentuknya sense of place pengunjung dan pengaruhnya terhadap perilaku repeat visitation pada ruang terbuka publik di Kota Bekasi. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi lapangan, serta data sekunder yang diambil melalui studi literatur yang bersumber dari berbagai instansi terkait. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik analisis fenomenologi untuk memahami dan menggali pengalaman individu terhadap kunjungan ruang terbuka publik di Kota Bekasi. Selain itu, teknik analisis konten juga digunakan untuk mencari intisari dari tiap-tiap data sekunder yang digunakan. Hasil penelitian menjukkan bahwa sense of place pengunjung terbentuk berdasarkan pengalaman dan pemaknaan oleh pengunjung terhadap ruang rekreasi. Ketika pengunjung memiliki pengalaman yang mudah diingat meliputi karakteristik tempat serta kunjungan yang mengesankan, pengunjung akan merasakan kepuasan yang dapat membangun hubungan keterikatan dengan ruang rekreasi. Sense of place juga dapat terbentuk ketika suatu ruang rekreasi memiliki keunikan dan ciri khasnya serta mampu memenuhi kebutuhan rekreasi pengunjung. Terpenuhinya motivasi kunjunan rekreasi serta karakteristik tempat yang melahirkan kepuasan bagi pengunjung dapat menuntun pada fenomena kunjungan berulang atau repeat visitation.

This research aims to determine and analyze the process of forming visitors' sense of place and its influence on repeat visitation behavior in public open spaces in Bekasi City. Primary data was obtained through in-depth interviews, field observations and documentation, as well as secondary data taken through literature studies sourced from various related agencies. The research method used in this research is a qualitative method with phenomenological analysis techniques to understand and explore individual experiences of visiting public open spaces in Bekasi City. Apart from that, content analysis techniques are also used to find the essence of each secondary data used. The research results show that visitors' sense of place is formed based on visitors' experiences and meaning of the recreation space. When visitors have a memorable experience including the characteristics of the place and a memorable visit, visitors will feel satisfaction which can build a relationship of attachment to the recreation space. A sense of place can also be formed when a recreation space has unique and distinctive characteristics and is able to meet visitors' recreational needs. The fulfillment of motivation for recreational visits and the characteristics of places that create satisfaction for visitors can lead to the phenomenon of repeat visits."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revianti Oksinta
"Remaja mempunyai kecenderungan untuk berkumpul dengan kelompoknya dalam mengisi waktu luang mereka. Kelompok remaja yang berkegiatan di kota memiliki tujuan untuk bertemu dengan kelompok remaja lainnya serta masyarakat luas sehingga mereka dapat menunjukkan identitas mereka bersama kelompoknya sekaligus belajar dari masyarakat kota itu sendiri. Kegiatan berkumpul yang dilakukan pada suatu ruang publik kota ini disebut sebagai kegiatan hang out. Umumnya kegiatan hang out ini dilakukan dengan disertai pengekspresian semangat dan ciri budaya populer melalui kegiatan atau ciri yang ditampilkan oleh mereka.
Ruang publik kota yang digunakan dalam melakukan kegiatan hang out mempunyai karakteristik tertentu yang berhubungan dengan kondisi fisik, psikologis dan sosial mereka sebagai remaja. Karakteristik tersebut bisa diklasifikasikan berdasarkan empat aspek, yaitu: aspek ukuran, batas, aksesibilitas dan lokasi, serta dimensi kegiatan. Sebagai studi kasus dilakukan survey untuk menelusuri kondisi pemanfaatan ruang publik terbuka oleh remaja pada tiga ruang publik terbuka di Jakarta, sebagai salah satu kota besar di Indonesia, yaitu ruang luar GOR Bulungan, Taman Situ Lembang dan Taman Surapati.
Berdasarkan hasil survey dan analisis, ketiga tempat tersebut memiliki karakter serta kondisi pemanfaatan yang berbeda satu sama lain. GOR Bulungan merupakan contoh dari ruang publik yang bisa memfasilitasi remaja dalam berkegiatan hang out sekaligus mengekspresikan budaya populer mereka dalam berbagai aktivitas terutama olahraga dan seni sehingga kondisi pemanfaatannya oleh remaja pun bisa dikatakan bervariasi. Sedangkan pada Taman Surapati, sesuai dengan sifatnya sebagai one dimensional space, sangat sedikit dikunjungi. Kondisi yang bertentangan terlihat pada Taman Situ Lembang sebagai one dimensional space yang tidak sesuai dengan karakteristik ruang publik bagi remaja, tetapi justru pada kenyataannya tempat ini ramai dikunjungi oleh kelompok-kelompok remaja.
Dari kondisi yang terjadi pada beberapa ruang publik di Jakarta sehubungan dengan pemanfaatannya oleh remaja, dapat disimpulkan bahwa tidak semua karakteristik dari suatu ruang publik kota bagi remaja mutlak harus dipenuhi supaya menjadi area publik yang ramai oleh remaja.

Teenagers have tendency to crowd around their peer groups during their leisure time. Groups of teenagers who crowd in the city have purpose to meet other peer groups and wide society so they can show their group identity and also learn from the society itself. This kind of gathering activity takes place in the city public space and is called hang out. Generally, in this hang out activity, teenagers do not only gathered, but also express themselves by doing the activity and showing the feature of popular culture.
The city public space that is used by teenagers has several characteristics due to the teenager's physical, psychological and social condition. As a case study, surveys are done to three public spaces in the city of Jakarta, which are outdoor space of GOR Bulungan, Taman Situ Lembang and Taman Surapati.
Based on the surveys and analysis, these three public spaces have different characters and also different condition of the usage by the teenagers. Outdoor space of GOR Bulungan is one example of public space that can facilitate teenagers in hang out activities and the expression of popular culture, especially sport and art, all at once. Meanwhile, Taman Surapati as a one dimensional space, is less visited by the teenagers. In contradiction, Taman Situ Lembang, as a one dimensional space that is not suitable for the characteristic of public space for teenagers, is visited by many of groups of teenagers.
From these conditions, we can conclude that in Jakarta, public space doesn't have to fulfill all of the characteristics of suitable public space for teenagers in order to be a teenager's place for hang out.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Wibowo Suryo
"Dalam skripsi ini, saya ingin membahas fenomena ruang pacaran dan keberadaannya di ruang terbuka publik lingkungan kampus. Pacaran adalah suatu bentuk aktivitas yang menjadi kebutuhan bagi manusia dalam menjalani hubungan romantis dengan lawan jenisnya. Ruang pacaran terbentuk melalui proses individu dan proses sosial sebagai salah satu usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan seksual dan psikis akan pacaran. Keberadaan ruang pacaran yang membutuhkan keintiman dan privasi di ruang terbuka publik, menunjukkan bagaimana seseorang dapat berbagi dan membagi ruang dengan orang lain tanpa melihat kondisi fisik ruang yang ditempatinya. Pengaruh pada perilaku pelaku pacaran justru dapat berasal dari faktor non-fisik berupa fungsi kontrol pada ruang terbuka publik lingkungan kampus.

In this undergraduate thesis, I want to investigate "the space of dating" and it's existence in public open space. Dating is a kind of activity wich become a part of human romantic relationship. "The space of dating" formed through individual and social process as one of human effort to fullfill their sexual and psychological needs for dating. The existence of "the space of dating", wich needs intimacy and privacy, in public open space shows how a person can share and divide space with others regardless the physical appearance of the space. The significant effect for "dating actor's" behavior come from non-physical factor like the control function in campus public open space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S64332
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Luthfi
"Permasalahan yang mendasari penelitian ini adalah bahwa secara simultan, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan aktivitas manusia telah mendorong terciptanya permintaan terhadap produk lingkungan, yakni adanya udara segar, sejuk, pemandangan yang indah dan alamiah serta jauh dari berbagai problema kehidupan. Dalam hal ini pengembangan pariwisata (taman rekreasi) merupakan suatu alternatif untuk dapat memenuhi permintaan tersebut.
Sumberdaya lingkungan, seperti taman rekreasi memberikan manfaat bagi para pemakainya, tetapi karena tidak ada pungutan atau pungutannya relatif kecil atau nilai kepuasannya yang diperoleh pemakai bersifat abstrak, maka pencerminan akan nilainya tidak terlihat. Ini bukan berarti bahwa sumberdaya lingkungan tanpa nilai atau hilangnya tak akan merupakan kehilangan bagi masyarakat. Analisis ekonomi merupakan suatu alternatif yang dapat membantu menilai manfaat tersebut.
Mengingat bahwa kawasan pantai wisata Watu Ulo tersebut milik Pemerintah, maka lebih bersifat public goods (barang publik) dibandingkan dengan aspek komersialnya (ekonomi). Di lain pihak, taman rekreasi tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi penduduk. Sebagai produk lingkungan, maka keberadaan taman rekreasi tersebut perlu dipertahankan karena mempunyai nilai.
Dari uraian tersebut timbul suatu permasalahan, khususnya berkaitan dengan nilai dari manfaat yang diperoleh masyarakat terhadap konsumsi produk lingkungan taman rekreasi, oleh karena itu perlu suatu penilaian untuk menunjukkan berapa besar manfaat dari produk tersebut (Kawasan pantai wisata Watu Ulo). Salah satu cara adalah dengan mengkuantifikasikan manfaat tersebut ke dalam nilai moneter.
Tujuan penelitian adalah : 1) untuk mengukur besarnya manfaat lingkungan yang diperoleh pengunjung; 2) untuk mengukur besarnya elastisitas kunjungan berdasarkan biaya perjalanan total; 3) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen terhadap produk lingkungan (taman rekreasi); 4) untuk mengidentifikasi perilaku konsumen dalam pemeliharaan kualitas lingkungan dan persepsi konsumen terhadap kualitas lingkungan di kawasan pantai wisata Watu Ulo.
Jenis data yang diperlukan adalah: data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan teknik nonrandom sampling. Data primer diperoleh pada orang/wisatawan yang dijumpai di lapangan, sehingga teknik pengambilan data ini disebut pula sebagai incidental sampling. Besarnya sampel diperkirakan sebesar 200 responden (pengunjung tempat rekreasi).
Untuk menentukan besarnya biaya perjalanan dan tingkat kunjungan, maka responden dikelompokkan menurut zona (asal). Penentuan zona asal responden penelitian adalah berdasarkan batasan administratif, yakni tingkat Kecamatan untuk Daerah Tingkat II Kabupaten Jember (terdapat 28 kecamatan) dan tingkat Kabupaten untuk daerah di luar Kabupaten Jember (terdapat 4 Kabupaten).
Data jumlah penduduk untuk menentukan tingkat kunjungan pada zona asal yang ada di lingkungan Kabupaten Jember (tingkat Kecamatan) diambil dari data registrasi penduduk masing-masing Kecamatan pada periode tahun 1993. Data penduduk untuk menentukan tingkat kunjungan pada zona asal di luar Kabupaten Jember (tingkat Kabupaten) diambil dari penduduk rata-rata, yakni jumlah total penduduk masing-masing Kabupaten dibagi dengan jumlah Kecamatan yang ada.
Dalam pendekatan biaya perjalanan, model dasar yang dipakai adalah menggambarkan kunjungan tiap 1000 penduduk sebagai faktor yang akan dianalisis dalam fungsi permintaan. Fungsi permintaan telah disederhanakan untuk dapat menggambarkan kurva permintaan, di mana faktor-faktor lain selain biaya perjalanan dianggap tetap (citeris paribus), sehingga dapat ditentukan besarnya surplus konsumen sebagai nilai manfaat dari produk lingkungan pantai wisata Watu Ulo. Dari fungsi ini dapat dihitung besarnya elastisitas, koeffisien korelasi dan koeffisien determinasi. Sedangkan untuk mengetahui preferensi, persepsi dan perilaku pengunjung dianalisis dengan metode deskriptif menggunakan pendekatan persentase.
Kesimpulan umum hasil penelitian ini adalah bahwa kawasan pantai wisata Watu Ulo merupakan sumberdaya lingkungan yang potensial dan berharga serta memberikan manfaat yang cukup besar bagi masyarakat. Manfaat ini akan semakin besar jika diikuti oleh menurunnya biaya perjalanan dan meningkatnya kepedulian pengunjung terhadap lingkungan serta cukup tersedianya fasilitas peinbuangan limbah (sampah).
Secara parsial dapat disimpulkan pertama, bahwa manfaat lingkungan taman rekreasi kawasan pantai wisata Watu Ulo sebesar Rp.767.688,38 per seribu penduduk dan Rp.1.637.399.489,82 untuk total penduduk; kedua, pengaruh perubahan variabel babas (biaya perjalanan) terhadap variabel terikat (tingkat kunjungan) bersifat elastis (e=-1,39), apabila terdapat kenaikan biaya perjalanan sebesar 1,00% akan berakibat menurunnya tingkat kunjungan sebesar 1,39%; ketiga, faktor utama yang menentukan preferensi pengunjung terhadap kawasan pantai wisata Watu Ulo adalah faktor pemandangan indah (59,50%), menunjukkan bahwa unsur kualitas lingkungan berperan dalam menarik pengunjung, dan memberikan kepuasan pada pengunjung; keempat, sebagian besar pengunjung menilai bahwa kawasan pantai wisata Watu Ulo cukup bersih, yakni sebesar 44,50%, sedangkan yang berpendapat kotor adalah sebesar 30,00%, sisanya menilai dengan bersih 11,00% dan kurang bersih 12,00%. Sedangkan untuk pemeliharaan fasilitas yang ada, sebagian besar pengunjung menilai cukup bersih, sebesar 43,50%, kurang bersih 21,00%, kotor 21,00% serta bersih senilai 14,50%; dan kelima, sebagian besar perilaku pengunjung pada kawasan wisata tersebut mempunyai kepedulian terhadap lingkungan yang "relatif rendah", hal ini terbukti bahwa terdapat sebanyak 75,50% pengunjung yang membuang sampah di sembarang tempat, hanya terdapat 15,00 % yang membuang sampah pada tempat sampah yang disediakan, sisanya dengan cara lain.
Saran yang dapat disampaikan, yakni : Mengingat bahwa manfaat yang dinikmati masyarakat (pengunjung) cukup besar, maka seyogyanyalah : 1) Pemerintah sebagai pemilik dan pengelola lebih memberikan perhatian untuk menjaga kualitas lingkungan dan bila perlu meningkatkannya, serta berusaha mengembangkan seoptimal mungkin potensi yang ada, sehingga memberikan manfaat yang lebih besar bagi pengunjung, penduduk dan Pemerintah itu sendiri; 2) Pemerintah hendaknya lebih banyak menempatkan tong-tong sampah, dimaksudkan agar kualitas lingkungan dapat terpelihara, dengan limbah yang sedikit dan tidak menggangu keindahan pemandangan alam. Perilaku pengunjung yang sebagian besar membuang sampah sembarangan tidak terlepas dari fasilitas pembuangan sampah yang kurang.

The problems which provided the basis for this research is that the growth in population, income and human activities have simultaneously increase the demand towards the environmental product, that is, the existence of fresh, cool air and beautiful natural scenery, which is far away from all kinds of life problems. In this case the developments of tourism (recreation park) becomes an alternative to be able to meet such demand.
Environmental resource such as recreation park gives the benefit to the visitors, but since there is no. fee or the fee is relatively low, or the value of satisfaction which the visitors get is abstract, so they could not see the real value. It doesn't mean that environmental resource has no value or the absence of it means nothing for the society. The economical analysis will be an alternative that could help evaluating the benefit.
Considering that the tourism coast Watu Ulo is the Government's property so it has the quality more indicates as public goods compared with its commercial aspect. On the other hand, the recreation park gives the specific satisfaction for the residents. As a product of the environment, then the existence of recreation park ought to be maintained because of its value.
This analysis caused some problems, mainly concerning the value and benefit obtained by the society towards the consumption of environmental product of the recreation park, therefore it needs evaluation to indicate how many benefit of the product (coastal tourism area Watu Ulo). One of those ways is to quantify the benefit in the monetary value.
The aims of the research are : 1) to measure the size of the environmental benefit is obtained by the visitors; 2) to measure the size of the visit elasticity based on the total traveling cost; 3) to know the factors influenced by the consumer's demand toward the environment product (recreation park); 4) to identify the attitude of the consumers in the care of environmental quality and the consumer's perception toward the quality of environment in the coastal tourism area Watu Ulo.
The data type needed among others are primary and secondary datas. The primary data is obtained through nonrandom sampling technique. The primary data is obtained from the tourists met in the location so that the sampling technique is called the incidental sampling. The number of samples are estimated 200 respondents (the visitors of recreation park).
To determine the amount of traveling cost and visiting degree, the respondents are grouped according to the original zone. The determination of the research .respondent's zone is based on the administrative area, namely : Kecamatan level for the second level region of Jember regency (there are 28 Kecamatan) and regency-level for districts outside Jember regency (there are 4 regencies).
The total population to determine the visiting degree on the original zone in Jember regency (Kecamatan level) is taken from the data of population registration in each kecamatanin the period of 1993. The population's data to determine the visiting degree in the original zone outside Jember regency (regency level) taken from the the population average, is that the total amount of population of each regency divided with the amount of the kecamatan.
Within the travelling cost approach, the basic model which is used describes the visit of every 1000 population as the factor that will be analyzed in the function of demand. This demand's function has been simplified to describe the demand curve where the other factors besides the traveling cost are assumed constantly (citeris paribus), so that we can determine the amount of the consumer's surplus as the value of environmental benefit of the tourism cost Watu Ulo. From this function, elasticity's coefficient , correlation's coefficient and determination's coefficient can be calculated. Where as to know the preferency, the perception and the attitude of the visitors they're analyzed by the descriptive method by means of the percentage approach.
-The general conclusion of this research is that the area of coastal tourism Watu Ulo is potential and valuable environmental resources and gives a great sufficient benefit for the society. This benefit becomes bigger if it will be followed up by the decrease of traveling
cost and the increase of visitor's care toward the environment, and with available sufficient facilities for wasted disposal.
Partially the conclusion are firstly, that the environment benefit of the recreation park of coastal tourism area Watu Ulo is Rp.767.688,38 per 1000 inhabitants and Rp.l.627.399.489,82 for total population; secondly, the effect of change of independent variable (visiting degree) toward's the traveling cost are elastic (e=-1,39) when there is an increase of traveling cost is 1,00%, it will caused a decrease of the visiting degree of 1,39%; third, the main factor that determines the visitor's preference toward the coastal tourism area Watu Ulo is the beautiful scenery (59,50%), this indicates that the factor of environment quality play an important role to attract the visitors and gives satisfaction to the visitors.; fourth, the great part of visitors evaluates that the tourism coastal area Watu Ulo is 'fairly clean, viz around 44,50%, meanwhile those who evaluate it dirty is 30,00% the rest evaluates less clean, and clean 11,00% and less clean 12,00%. While for the care of facilities, most of visitors evaluate clean enough, 43,50%, less clean.21,00%, dirty on is 21,00% and clean 14,50%; and fifth, the most of visitors attitude in tourism area have a relatively low attention in the environment. This proves that there are 75,50% of the visitors who throw the waste in every place, only 15,00% of those who throw the garbage in the prepared places, the rest use an other way.
Recommendation : considering that the benefit of tourism area which is enjoyed by the great part of visitors, it is suggested that : 1) the government as the owner and the manager ought to pay more attention to take care of the environment quality and if necessary to increase the appearance and develop as much as possible the existing potency, in order to give a bigger benefit to the visitors, population and government itself; 2) It"s better if the government places more waste disposals, so that the environment quality could be taken care of and cared from less waste disposal would not polute the beautiful scenery. The attitude of careless visitors is caused of less facility.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Chrysanti
1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Afliyah Harni
"Penelitian ini mengkaji dampak integrasi antara retail dan ruang terbuka terhadap daya tarik pengunjung dalam lifestyle center, dengan fokus khusus pada One Satrio dan The Breeze BSD City di bidang properti. Dalam dekade terakhir, industri properti retail telah mengalami transformasi signifikan akibat perubahan drastis dalam perilaku konsumen dan munculnya era digital, mendorong pengembang untuk menciptakan pengalaman belanja yang unik melalui konsep 'retailtainment.' Pandemi COVID-19 semakin menekankan pentingnya ruang terbuka yang aman dan nyaman sebagai bagian integral dari kompleks retail. Penelitian ini menggunakan pendekatan survei cross-sectional dengan desain survei deskriptif dan kausal, mengumpulkan data melalui kuesioner dari pengunjung One Satrio dan The Breeze, serta menganalisisnya menggunakan statistik deskriptif, uji validitas dan reliabilitas, serta analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek sirkulasi, zoning aktivitas, dan daya tarik visual ruang terbuka publik secara signifikan mempengaruhi daya tarik pengunjung, memberikan wawasan berharga bagi pengembang properti untuk mengoptimalkan desain dan fungsi ruang terbuka publik, sehingga meningkatkan daya tarik dan relevansi properti retail yang terus berkembang.

This study examines the impact of integrating retail and open spaces on visitor attraction within lifestyle centers, specifically focusing on One Satrio and The Breeze BSD City in the property sector. Over the past decade, the retail property industry has undergone significant transformations due to drastic changes in consumer behavior and the rise of the digital era, prompting developers to create unique shopping experiences through the concept of 'retailtainment.' The COVID-19 pandemic has further emphasized the importance of safe and comfortable open spaces as integral parts of retail complexes. This research employs a cross sectional survey approach with descriptive and causal survey designs, collecting data through questionnaires from visitors to One Satrio and The Breeze, and analyzing it using descriptive statistics, validity and reliability tests, and regression analysis. The results indicate that aspects such as circulation, activity zoning, and visual appeal of public open spaces significantly influence visitor attraction, providing valuable insights for property developers to optimize the design and functionality of public open spaces, thereby enhancing the appeal and relevance of retail properties in a continuously evolving."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Fitri Mulyanti
"Salah satu kegiatan remaja yang paling terlibat sehubungan dengan interaksi mereka dengan kelompoknya dalam pencarian identitas di sebuah ruang publik adalah kegiatan hang out. Ruang terbuka publik yang dijadikan tempat hang out biasanya merupakan area-area yang dekat dari lingkungan tempat tinggal mereka, area komersial dan/atau area sosial. Karakteristik ruang terbuka publik yang dianalisis terdiri dari ukuran, aksesibilitas dan lokasi, batas serta sifat kontrol. Persamaan dan perbedaan dari karakteristik ruang terbuka publik yang ada membentuk suatu pola penggunaan bila dikaitkan dengan karakteristik remaja berdasarkan psikologis dan sosialnya. Pola penggunaan yang terbentuk dapat berdasarkan kelompok sosial remaja, sebaran tempat tinggal remaja serta sebaran remaja dalam ruang tersebut.

One of the most involving teenage activity in correlation of their relationship between them and their group in a searching of identity at a public space is hang out activity. Public open space that were being a place of hang out is usually the areas close to their neighborhood, commercial area and/or social area. Characteristics of public open space that being analyzed consist of size, accessibility and location, boundary and it's nature of control. Equation and differentiation of public open space characteristics forming some patterns of it's usage when it's associated with teenager characteristics based on their psychological and social aspects. Usage patterns that can be formed are based on teenager's social category, distribution of teenager's dwelling place of origin and teenager's distribution in the public open space area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44347
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Wirastomo
"Kota Tua Jakarta di tengah fungsinya seba gai tempat hidup manusia dalam melakukan kegiatan kota, juga menjadi tempat kegiatan-kegiatan perayaan. Hal ini terjadi karena Kota Tua Jakarta berisi oleh peninggalan-peninggalan arsitektur kolonial dan kebudayaannya pada masa itu sehingga menarik minat manusia untuk melakukan kegiatan wisata, salah satunya kegiatan perayaan. Tempat kegiatan perayaan yang berlangsung di ruang-ruang terbuka umun dan frekuensi kegiatannya yang tidak berlangsung setiap hari menimbulkan permasalahan perancangan sehingga perlunya ada sebuah usulan mengenal ruang yang bersifat fieksibel yang mampu menampung kegiatan perayaan, sekaligus dapat berfungsi kembali sebagai ruang kehidupan keseharian manusia di Kota.

Jakarta Old Town (Kota Tua Jakarta) has been a place for daily-urban-living. It also a place for festival activities. This is because Jakarta Old town is fulfilled by colonial architecture heritage which attracted people to do activities there, festival activity is one of them. The Festival activities are placed in public and outdoor areas and happen only on special occasions. That will cause a architectural problem which has to be solved with a flexible place that has two functions, a place for festival and every-day-living.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T24279
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ganishtasya Endhys Saputri
"Tulisan ini membahas proses sebuah in-between space yang awalnya dianggap sebagai ruang sisa dapat beralih sebagai sebuah place yang memiliki nilai di dalamnya. Tujuan dari penulisan ini untuk memahami bahwa hadirnya manusia dan kualitas ruang fisik memengaruhi transformasi tersebut. In-between space sebagai ruang sisa sendiri merupakan ruang yang terbentuk secara tidak terencana dan berada diantara elemen urban lain. Uniknya, ruang tersebut tetap memungkinkan beragam aktivitas hadir. Kehadiran makna dan sense of place lah yang memicu proses place-making. Dalam memahami konsep transformasi in-between space, skripsi ini menggunakan kasus Kolong Jembatan Slipi yang dianalisis berdasarkan tiga aspek: 1) identifikasi kualitas fisik dan ruang in-between space sebagai ruang sisa; 2) proses kehadiran aktivitas manusia di dalam in-between space; 3) sense of place yang hadir melalui beragam aktivitas. Melalui analisis tersebut menunjukkan bahwa kualitas ruang in-between space dan hadirnya aktivitas manusia memicu perubahan in-between space dari ruang sisa menjadi sebuah place.

This paper discusses about an in-between space that was originally considered as a lost space can turn into a place that has meaning and value in it. The purpose of this paper is to understand that the presence of humans and the quality of physical space influence the transformation. In-between space as lost space is a space that is formed unplanned and is located between other urban elements. These activities are influenced by the characteristics of the physical space between spaces as lost space and also by different human perceptions. In understanding the concept of transformation of the in-between space, this paper uses the case of Kolong Jembatan Slipi, which determines based on three aspects: 1) identification of the physical quality of the in-between space as lost space; 2) the process of the presence of human activities in the in-between space; 3) the emergence of meaning and a sense of place from the connection between human activity and the physical space between spaces. So, it can be said that this paper wants to show that the quality of the in-between space and the presence of human activity triggers the change in the in-between space from as lost space to a place."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>