Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111136 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silalahi, Patricia Samantha
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan peneliti pada fenomena banyaknya pengguna layanan telekomunikasi yang dirugikan akibat kasus pencurian pulsa. Kondisi yang cukup meresahkan masyarakat ini menjadi terekspos secara massif karena adanya kontribusi media massa dalam mengonstruksi pemberitaan masalah pencurian pulsa ke ―permukaan‖ sehingga pers sebagai media berperan membantu masyarakat dengan memberikan informasi dan pengetahuan yang benar terkait kasus ini dan melakukan kontrol/ pengawasan kepada penyedia konten, pihak penyelenggara telekomunikasi dan pemerintah. Penelitian ini ingin menjawab bagaimana bingkai permasalahan kasus pencurian pulsa dalam pemberitaan di Detik.com dan bagaimana konstruksi media terhadap tanggung jawab sosial pers atas permasalahan pencurian pulsa dalam berita di Detik.com. Berangkat dari pemikiran tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bingkai permasalahan kasus pencurian pulsa dan konstruksi media terhadap tanggung jawab sosial pers melalui pemberitaan Detik.com.
Melalui metode analisis framing yang peneliti lakukan pada teks berita Detik.com tentang pencurian pulsa, maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Detik.com melakukan peran tanggung jawab sosial persnya dengan mengembangkan pemberitaan permasalahan pencurian pulsa untuk kepentingan publik supaya masalah tersebut dapat terselesaikan.

ABSTRACT
This research is based on my interest to the phenomena of the overwhelming telecommunication customers suffering to phone credit theft. These slightly unconvenience circumstances to the concerned customers had been expossed massively because mass media played important role in constructing the phone credit theft news report to public, such intensif publications enabled the public to have the real complicated matters and to control or watch over content provider, telecommunication operators, and government. This research aims to respond how the phone credit theft case is framed in Detik.com news report and how the press social responsibility of phone credit theft in Detik.com news report is constructed by media. Based on that point of view, the purpose of this research is to see the phone credit theft problem case frame and media construction of press social responsibility via Detik.com news report.
Through the framing analysis method which the researcher conducted toward news text published in Detik.com regarding phone credit theft, the research result shows that Detik.com played an important role of its press social responsibility by developing news report for public interest so that the problem can be resolved."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Helen
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S22386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Agus Purwanto
"Kebebasan berpendapat yang selama ini ditekan secara represif telah menemukan jalannya, sejak lengsernya JenderaI Besar Purnawirawan Soeharto sebagai Presiden Repblik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Pers bebas memberitakan segala kejadian, baik pemberitaan mengenai korupsi, kolusi, dan nepotisme di kalangan pejabat, maupun pemberitaan kekerasan oleh aparat.
Persoalannya adalah, apakah kebebasan pers tersebut telah diikuti dengan tanggung jawab untuk menghormati hak-hak orang lain serta melengkapi pemberitaannya itu dengan fakta-fakta, data-data dan bukti-bukti akurat yang menjadi syarat utama kerja jurnalistik. Tujuannya adalah agar kebebasan pers tidak melanggar hak asasi manusia dan asas praduga tak bersalah. Terdapat 4 (empat) teori pers dari Fred S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm, yaitu Teori Pers Otoritarian, Teori Pers Libertarian, Teori Pers Tanggung Jawab Sosial, dan Teori Pers Komunis. Teori Pers Otoritarian, menyatakan bahwa kebebasan pers sepenuhnya bertujuan untuk mendukung pemerintah yang bersifat otoriter, sehingga pemerintah langsung menguasai, dan mengendalikan seluruh media massa. Teori Pers Libertarian, menyatakan bahwa pers harus memiliki kebebasan yang seluas-luasnya untuk membantu manusia mencari dan menemukan kebenaran yang hakiki. Pers dipersepsikan sebagai kebebasan tanpa batas, artinya kritik dan komentar pers dapat dilakukan pada siapa saja. Teori Pers Tanggung Jawab Sosial menyatakan, bahwa kebebasan pers itu perlu dibatasi oleh dasar moral, etika dan hati nurani insan pers. Prinsip dasar kebebasan pers harus disertai dengan kewajibankewajiban, antara lain untuk bertanggung jawab kepada masyarakat. Teori Pers Komunis menyatakan, bahwa pers merupakan alat pemerintah dan bagian integral dari negara, sehingga pers harus tunduk kepada pemerintah.
Bedasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif, dengan studi kasus pemberitaan Majalah Mingguan Tempo, edisi 3-9 Maret 2003 dengan judul berita "Ada Tomy di `Tenabang'?", dan Surat Kabar Harian Jawa Pos Surabaya tanggal 6 Mei 2000 dengan judul berita "Indikasi KKN yang Menyudutkan Gus dur", ditemukan bahwa di dalarn menjalankan kebebasan pers, MajaIah Tempo dan surat kabar Jawa Pos telah menjalankan kebebasan pers yang mengarah kepada teori pers libertarian, meskipun juga terlihat untuk menjalankan kebebasan pers berdasarkan teori pers tanggung jawab sosial. Pemberitaan tersebut telah membuat subyek berita Tempo (Tomy Winata) merasa terancam jiwanya, tercemar nama baiknya, dan terganggu bisnisnya, sehingga pemberitaan tersebut tidak sesuai dengan maksud pasal 29 ayat dan pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tabun I999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur tentang hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya, dan hak atas rasa aman dan tenteram, serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan. Begitu pula berita Jawa Pos yang memberitakan KH. Hasyim Muzadi telah menerima snap dari Yayasan Bulog, padahal berita yang dikutip dari Majalah Tempo edisi 1-7 Mei 2000 adalah berita yang telah diralat serta telah dimintakan maaf kepada KH. Hasyim Muzadi, sehingga tidak sesuai dengan maksud pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tabun 1999 yang mengatur perlindungan hak atas kehormatan dan martabat manusia.
Reaksi yang diperlihatkan oleh orang-orang yang mengaku sebagai pegawai Tomy Winata dan NU-GP Ansor Kodya Surabaya yang melakukan tindakan kekerasan terhadap Majalah Tempo dan Surat Kabar Jawa seharusnya dapat dihindarkan karena telah disediakan ruang bagi penyelesaian atas pemberitaan yang pers yang dinilai tidak benar, yaitu melalui hak jawab, Dewan Pers, dan jalur hukum, serta Komnas HAM bila terjadi pelanggaran HAM. Pers hendaknya dapat lebih mengembangkan antara kebebasan dan tanggung jawab, yang harus dapat mengupayakan berita fakta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Pers dan Kode Etik Wartawan, dan kesalahan pemberitaan segera dilayani dengan pemenuhan hak jawab, dan koreksi.

The independence of opinion during this time pressured repressively has found its way. Since Great General Former Suharto slide down as President of Republic of Indonesia on May 12, 1998. The press was free to announce all accidents, either corruption, collusion and nepotism news in around of official officer either to announce the violence of apparatus.
The problem is, whether the independence of said press have been followed with the responsible to appreciate other people rights as well as to fully equipped that news with accurate facts, data and evidences becoming main requirement of journalistic work. The objective is in order the independence of press do not break human rights and presumption of innocent. There are 4 (four) theory of press from Fred S. Siebert, Theodore Peterson and Wilbur Schramm, Authoritarian, Libertarian, Social Responsible and Communism press theories. The Authoritarian press theory stated that the independence of press is aimed wholly for supporting authoritative government, so that the government can command and control all mass media. While Libertarian Press theory stated that press should have independence as wide as possible for helping people find and search actual truth. Press is considered as unlimited freedom, the meaning is press critic and cornment can be done by whoever parties. Social responsible press theory stated that press independence should be limited by moral, ethic and lustrous principles of press people. The basic principle of press independence should be followed by obligations, for be responsible for people. And Communism Press theory stated that press represents government instrument and integral part of state, so that press is subject to government. Based on the result of research with using qualitative approach method with study case of Tempo weekly magazine, 3 - 9 March 2003 edition with news title "There was Tomy in Tanah abang?, and Jawa Post daily news Surabaya dated May 6, 2000, with news title, "KKN indication pressured Gus Dur", found that in running press independence, Tempo magazine and Jawa Pos news have run press independence aiming to libertarian press theory, although it was seemed that it run press independence based on social responsible press theory.
Such news has made Tempo news subject (Tomy Winata) threatened his life, polluted his popularity and disturbed his business, so that said news cannot provide the intention of article 29 sub paragraph 1 and article 30 of the law no. 3911999 concerning human rights, that regulates the rights on personal, family, respectfulness, dignity, property rights and secure and peaceful rights protections as well as protection against fear threaten. So do Jawa Pos News that announced KH. Hasyim Muzadi has received mouthful from Bulog Foundation, while the news quoted from Tempo Magazine 1 - 7 May 2000 edition was the news have been repaired as well as have been requested forgiveness to KH. Hasyim Muzadi, so that it cannot provide the intention of article 29 sub paragraph I of the Law No. 39 1 1999 concerning the protection of rights against people respectfulness and dignity.
The reaction shown by people who were admitted as employee of Tomy Winata and NU - GP Ansor of Surabaya Municipality who have done violence against Tempo Magazine and Jawa Pos News should be avoided because it has been prepared space for settling news announcement that is considered wrong, through answer rights, Press Board and Legal Track as well as Komnas HAM if the violation of human rights happened. Press should be much able to develop between freedom and responsible, which should be able to provide fact news as regulated in The Law of Press Principle and Journalistic Ethic Code and the mistake of news should be serviced with providing answer rights and correction.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Semarang: Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang, 2014
079.598 POT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Widarto
"Sejarah kemerdekaan pers di Indonesia dalam perkembangannya telah mengalami pasang surut yang tidak terlepas dari dinamika kehidupan politik di Indonesia. Dan hal ini pada gilirannya mempengaruhi hakekat pers bebas dan bertanggung jawab itu sendiri. Bahkan dengan digantikannya UU No. 21 tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers dengan UU No. 40 Tahun 1999 Tenting Pers telah terjadi perubahan sistem pertanggungjawaban pers. Mengingat hal ini penulis berkeinginan menuangkan fenomena tersebut ke dalam suatu tulisan yang berjudul "Analisis Kritis Terhadap Perkembangan Pers bebas Dan Bertanggung Jawab Di Indonesia Pada Era Refarmasi". Penulisan ini bersifat deskritif dengan menggunakan teknik pengumpulan data studi dokumen, serta menggunakan metode analisis kualitatif Berdasarkan hasil analisis dapat dikemukakan di era reformasi pengawasan terhadap pers oleh pemerintah melemah dengan ditiadakannya penyensoran, pembredelan, dan SIUPP yang barhubungan langsung dengan kebebasan pers. Dan di sisi lain kode etik sebagai pencerminan pers yang bertanggung jawab yang dimiliki oleh insan pers belumlah m.erupakan bagian yang terintegral pada setiap diri insan pers. Kondisi ini diperparah dengan ketidakpahaman pemerintah dan masyarakat untuk menyelesaikan sengketanya dengan pers sebagai akibat pemberitaannya yang dirasakan merugakan, baik melalui lembaga hak jawab, melalui jalur hokum, maupun menggunakan Dewan Pets sebagai mediator. Hal inilah yang menyebabkan kemerdekaan pers di era reformasi cenderung menjadi "kebebasan pers". Sehingga, dapat dikatakan fungsi kebebasan pers di era reformasi mendahului fungsi pers yang bertanggung jawab. Perihal limitasi kebebasan nears dalam wujui.i peraturan pidana yang diatur baik di dalam KUHP dan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers merupakan penceminan bahwa kebebasan pers tidaklah bersifat absolut, namun dibatasi peraturan-peraturan pidana yang harus memenuhi syarat limitatif dan syarat demokratis.
Adapun, peraturan-peraturan pidana tersebut dapat digolongkan ke dalam 6 (lima) bagian. Dan keenam peraturan pidana tersebut dapat diategorikan sebagai suatu pembatasan yang bersifat universal, karena telah sesuai dengan pembatasan-pembatasan yang diatur dalam Konvensi Internasional Tentang Kebebasan Alas Informasi. Sedangkan perihal sistem pertanggunjawaban pidana pers, telah terjadi tiga kali perubahan dengan dua sistem pertanggungjawaban pidana pers selaina ini, Diawali dengan sistem pertanggungjawaban pidana pers berdasar KUHP yang menitikberatkan pada ajaran penyertaan dan kesalahan.
Dengan berlakunya UU No. 11 Tahun 1966 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers, maka sistem pertanggungjawaban pidana pers bersifat "air terjun/waterfalls system" yang bersifat fiktif dan suksesif. Dan akhirnya berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers sistem pertanggungjawaban pers kembali didasarkan pada KUHP yang menitikberatkan pada unsur kesalahan dan penyertaan."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T10834
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fefriza Ilzar
"Euforia kebebasan pers yang berlangsung di era reformasi (pasta Orde Baru), selain memberikan angin segar bagi kehidupan demokrasi dan rakyat Indonesia, ternyata juga memberikan dampak negatif sebagai akibat dari penyelenggaraan pers yang terlalu antusias atau berlebihan-lebihan.
Tesis ini berusaha mengkaji persoalan tersebut dengan fokus: jaminan pemerintah/negara terhadap aktivitas praktisi pers yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, penyelenggaraan pers: apakah sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan selaras pula dengankode etik jurnalistik; implikasi kebebasan pers bagi kehidupan nyata bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan menawarkan alternatif pemikiran bagi perbaikan penyelenggraan pers di tanah air agar tidak memberikan implikasi negatif.
Untuk sampai pada tujuan tersebut digunakan metode penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data: wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan terhadap sejumlah informan yang berasal dari kalangan praktisi pers, pakar komunikasi, pakar psikologi sosial, politisi (anggota DPR) dan aktivis media watch dengan menggunakan pedoman wawancara. Analisis data dilakukan dengan cara mengumpulkan data, mengorganisasikan, mengkategorikan, menemukan tema dan ide-ide, dan kemudian disajikan secara deskriptif. Analisis data atas temuan-temuan di lapangan menunjukkan beberapa kesimpulan panting sebagai berikut:
Sejak pemerintahan Presiden BJ Habibie, di Indonesia berlangsung reformasi pers yang ditandai oleh kebebasan pers. Namun kebebasan tersebut masih berlangsung semu. Kebebasan pers dinodai sikap emosional crew pers dalam menurunkan berita, sehingga bermunculan berita-berita bombastis, sensasional, tendensius, provokatif, fitnah, caci maki, eksploitasi pronografi, menafikan fairness dan akurasi, sehingga pers kehilangan profesionalitas dan berjarak dengan etika jurnatistik, bahkan kerap melakukan trial by the public."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10964
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Novianto Sofnir
"Tesis ini merupakan penelitian terhadap kebebasan pers di Amerika. Penelitian difokuskan kepada sebuah kasus pengadilan yaitu Onassis v. Galicia di United States District Court, Second Circuit, Southern District of New York. pada tanggal 13 September 1973. Permasalahan dari penelitian ini adalah peliputan berita yang dilakukan dengan melanggar hak pribadi dapat membatasi kebebasan pers. Pembatasan kebebasan pers disini adalah pada peliputan berita terhadap seorang figur publik yang bernama Jacqueline Onassis beserta kedua anaknya.
Landasan teori yang digunakan pada penelitian ini adalah landasan teori demokrasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.
Hasil penelitian yang ditemukan pada tesis ini adalah peliputan berita sebagai bagian dari kebebasan pers harus dibatasi pada saat dilakukan dengan melanggar hak pribadi. Pelanggaran ini dibuktikan dengan akibat-akibat yang harus ditanggung oleh seorang figur pubik Jacqueline Onassis beserta kedua anaknya yaitu hilang reputasi, harga diri dan dipermalukan. Pada tesis ini juga ditemukan jawaban posisi kepentingan hak pribadi diposisikan lebih tinggi dibandingkan dengan kebebasan pers. Hal ini yang kemudian menyebabkan kebebasan pers pada isu peliputan berita harus diberikan batasan-batasan.
Jawaban ini memperlihatkan berdasarkan filosofi demokrasi penekanan hak ada pada individu dan bukan pada kelompok tertentu. Alasannya adalah kepentingan atau unsur individu adalah yang menghidupi kepentingan atau unsur masyarakat. Maka pada saat kebebasan pers yang merupakan representasi kepentingan masyarakat melanggar hak pribadi, maka secara tidak langsung kepentingan atau unsur masyarakat telah menciderai kepentingan atau unsur individu.
The Restrain of The Freedom of the Press in the case Galicia v. Onassis in 1973 at New YorkThis thesis is study on the press freedom in America. The main focus on this research is the case of Galicia v. Onassis at United States District Court, Second Circuit, Southern District of New York, 13th September 1973. The main problem on this research is the newsgathering that violate the right of privacy may restrain the freedom of the press. The freedom of the press restrained by the court to the paparazzi.
The main theory of this research is democracy and privacy. The method of this research is qualitative
The main result of this thesis is the newsgathering as the part of the freedom of the press must be restrained when the freedom of the press violate the right of privacy. The violation can be seen by the risk that have to be accepted by the public figure Jacqueline Onassis, which are the loss of dignity, the loss of reputation and potential to lower his standing in the eyes of the public. On this thesis is also found that the position of the right of privacy is much higher than the position of the freedom of the press. That is the caused why the freedom of the press must be restrain especially in newsgathering. The answer is based on the philosophy of democracy; the right is on the nature of man and not in the nature of society. The reason is the nature of society is been supported by the nature of man. In the conclusion by the time the freedom of the press, which is the representation of the interest of the people, has violated the right of privacy, as a result the nature of society has violated the nature of man.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T 11843
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muis, A.
Jakarta: PTMarior Grafika, 1996
323.44 Mui k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Girsang, Juniver
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007
070 GIR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>