Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112373 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silalahi, Duma Yanti
"Penelitian ini membahas tentang warisan budaya tidak berwujud masyarakat
Batak yang dikenal dengan nama Dalihan Na Tolu yang namanya diambil dari
benda budaya berupa tungku batu tiga kaki. Tujuan penelitian ini adalah untuk
membuat sebuah bentuk pameran tetap yang dapat meluluhkan stereotip negatif
yang berkembang di masyarakat umum terhadap masyarakat Batak, dengan
menampilkan Dalihan Na Tolu sebagai identitas masyarakat Batak yang
dikomunikasikan lewat pameran tetap Museum Batak TB Silalahi Center
(selanjutnya disingkat Museum Batak TBSC). Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui metode observasi dan
dokumentasi. Data kemudian diolah secara deskriptif analitik. Hasil analisis data
menunjukkan bahwa: (1) Dalihan Na Tolu merupakan warisan budaya tidak
berwujud yang patut diangkat menjadi identitas masyarakat Batak di Museum
Batak TBSC; (2) Museum Batak TBSC saat ini belum menonjolkan Dalihan Na
Tolu sebagai identitas Batak dalam pameran tetapnya; (3) Menampilkan Dalihan
Na Tolu di Museum Batak TBSC dapat dilakukan dengan menghubungkan
koleksi yang disusun dalam satu tema dengan Dalihan Na Tolu; (4) Untuk
menyederhanakan pemahaman terhadap Dalihan Na Tolu dilakukan dengan cara
menghasilkan makna konotasinya dengan teori Roland Barthes dari makna
harafiah Dalihan Na Tolu sebagai tungku batu tiga kaki; (5) Makna konotasi
Dalihan Na Tolu adalah struktur Sosial masyarakat Batak, masyarakat yang
seimbang, Masyarakat yang menjunjung kerjasama, masyarakat yang rukun dan
saling menghormati; (6) Pameran tetap Museum Batak TBSC didekonstruksi dan
disusun dalam sepuluh tema yang merangkul keunikan masyarakat Batak dan
setiap tema akan membangun salah satu makna konotatif Dalihan Na Tolu.

This study discusses the intangible cultural heritage of Batak society known as
Dalihan Na Tolu. The name of Dalihan Na Tolu is taken from the name of a
material culture which means the form of three-foot stone hearth. The purpose of
this study is to create a permanent exhibition form that can be devastatingly
negative stereotypes of the Batak people that developed in the general public, by
displays Dalihan Na Tolu as Batak society identity that communicated through
the permanent exhibition of Museum Batak TB Silalahi Center (hereinafter
abbreviated as Museum Batak TBSC). This study used a qualitative approach.
Data were collected through observation and documentation methods, and then
processed by descriptive analytic. Results of data analysis indicate that: (1)
Dalihan Tolu is an intangible cultural heritage should be communicated as
Batak’s identity; (2) Currently, Museum Batak TBSC not accentuate Dalihan Na
Tolu as Batak identity; (3) Showing Dalihan Tolu in Batak Museum can be done
by connecting Dalihan Na Tolu with the collection is arranged in a theme; (4) The
understanding of Dalihan Na Tolu is simplified through generating connotation
meaning of Dalihan Na Tolu through Roland Barthes's theory; (5) Connotation
meanings of Dalihan Na Tolu is the social structure of Batak society, balanced
society, people who uphold cooperation, society of harmony and mutual respect;
(6) The permanent exhibition of Museum Batak TBSC deconstructed and
organized into ten themes that embrace the uniqueness of Batak society and each
theme will build one of the connotative meaning of Dalihan Na Tolu.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T34953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munthe, Sry Mayanthi Suparti
"Skripsi ini membahas Museum Batak TB Silalahi Center, khususnya ruangan pameran 3A dengan meninjau dari segi tata pamernya. Tujuan penulisan skripsi ini untuk memberi gambaran representasi peran pria dan wanita pada masyarakat Batak yang patriarki dalam bentuk penyajian tata pamer di Museum Batak TB Silalahi Center. Perolehan data melalui studi lapangan berupa observasi dan studi literatur. Data lapangan dengan melakukan pengamatan untuk kegunaan deskripsi dan dokumentasi. Data literatur untuk menelaah sejumlah buku, jurnal, dan hasil penelitian yang digunakan sebagai sumber refrensi penelitian yang berhubungan dengan tata pamer dan patriarki. Hasil penelitian yang ditemukan menunjukkan bahwa peran pria lebih mendominasi dibandingkan wanita, yang mendukung bahwa kebudayaan Batak adalah budaya patriarki.

This thesis discusses Museum Batak TB Silalahi Batak Center, in particular by reviewing the exhibition room 3A observes in terms of displays/layout. The purpose of this thesis to illustrate the representation of male and female roles in society is patriarchy Batak in order to show off the display of Museum Batak TB Silalahi Center. Acquisition of data through a field study observation and study of literature. Data field for usability by observing the description and documentation. Literature data to examine a several of books, journals, and research results are used as a source of research references associated with showrooms and patriarchal system. The results of the study were found to show that the more dominant role of men than women, which supports that the Batak culture is patriarchal culture."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S61130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siburian, Robert
"Tesis ini adalah kajian tentang Dalihan na Tolu dan kegiatan ekonomi, yang mengambil studi kasus pada Orang Batak Toba di Porsea. Hal ini dilatarbelakangi oleh kuatnya sistem kekerabatan berdasarkan prinsip Dalihan na Tolu, yang unsur-unsurnya adalah dongan tutu, hula-hula, dan boru dalam melaksanakan upacara adat. Dalam melaksanakan upacara adat tersebut ketiga unsur menyatakan sebagai satu pelaksana adat (si sada ulaon). Pernyataan sebagai satu pelaksana adat mengakibatkan apabila pada upacara adat, salah satu di antara ketiga unsur tidak diikutsertakan maka upacara adat tidak dapat dilaksanakan. Apabila anggota dan masing-masing unsur tidak diikusertakan dalam upacara adat, hal itu dikategorikan pengucilan yang menyakitkan. Saling menghormati di antara Orang Batak Toba tidak saja hanya dalam percakapan ataupun sekedar istilah kekerabatan saja tetapi jugu dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
Berangkat dan terintegrasinya Orang Batak Toba dalam melaksanaan sebuah upacara adat, penelitian ini mencoba melihat kekuatan dari semangat Dalihan na Tolu itu dalam kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, permasalahan pokoknya adalah bagaimana peranan Dalihan na Tolu dalam kegiatan ekonomi Orang Batak Toba. Apakah memang kerja sama yang luar biasa kuatnya dalam pelaksanaan adat Orang Batak Toba juga berperan dalam kegiatan ekonomi. Penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan itu.
Teori yang digunakan untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini adalah teori sistem kekerabatan yang diperkenalkan oleh Murdock dan teori struktur sosial yang diperkenalkan oleh Redcliffe-Brown. Penggunaan teori ini karena Dalihan na Tolu tidak terlepas dart sistem kekerabatan Orang Batak Toba, dan sebagai sebuah sistem kekerabatan, di sana terjadi hubungan-hubungan sosial. Hubungan sosial terwujud karena adanya struktur sosial. Teori struktur sosial inilah yang melihat hubungan-hubungan sosial yang ada dalam sistem kekerabatan tersebut.
Penelitian ini berangkat dari asumsi bahwa sistem kekerabatan yang merupakan bagian dari struktur sosial berpengaruh terhadap seluruh kehidupan masyarakat termasuk kegiatan ekonomi. Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kekerabatan berdasarkan prinsip Dalihan na Tolu kurang terlihat peranannya dalam kegiatan ekonomi Orang Batak Toba di Kelurahan Pasar Porsea dan Patane III. Dalihan na Tolu yang dapat dikategorikan sebagai modal sosial yang menyemangati Orang Batak Toba untuk bekerja sama dalam pelaksanaan adat, yang menjadi salah satu faktor untuk membentuk perkumpulan klen tidak saja di Kecamatan Porsea juga di daerah-daerah lain tidak tercermin dalam kegiatan perekonomian.
Orang Batak Toba yang bermukim di Kecamatan Porsea berjalan sendiri-sendiri. Bentuk-bentuk jaringan ekonomi yang terbentuk pun hanya didasarkan kepada kepentingan ekonomi saja, walaupun aktor-aktor yang sating berhubungan dalam bidang ekonomi itu melahirkan istilah-istilah kekerabatan setelah merujuk pada unsur-unsur dalam unit Dalihan na Tolu masing-masing. Kendati peranan Dalihan na Tolu tidak tercermin dalam kegiatan ekonomi, para pelaku ekonomi tidak menafikan bahwa unsur-unsur dari Dalihan na Tolu dapat terlibat dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh aktor. Akan tetapi pengalaman mereka mencatat bahwa melibatkan unsur-unsur Dalihan na Tolu dalam kegiatan ekonomi dapat merusak hubungan sosial mereka yang berkerabat. Sebab, ketersinggungan dalam kegiatan ekonomi dapat berakibat ketersinggungan dalam kehidupan sosial.
Hal lain yang mengakibatkan para pelaku ekonomi lebih memilih orang luar untuk bekerja dalam usaha ekonominya adalah karena anggota kerabat tersebut relatif lebih sulit diajak bekerja sama. Ada anggapan bekerja ditempat kerabat justru memperkaya pemilik usaha saja. Sementara dari pihak yang mau diajak untuk bekerja itu lebih memilih bekerja di tempat lain. Sebab dengan demikian, mereka lebih babas untuk bekerja.
Dengan hasil penelitian yang demikian, Dalihan na Tolu yang dapat mengikat Orang Batak Toba di mana pun berada hanya efektif di kegiatan adat saja, sementara dalam kegiatan ekonomi, dengan aturan-aturan yang ada di dalamnya tidak efektif untuk membangun sebuah kekuatan ekonomi di kalangan Orang Batak Toba di Kecamatan Porsea."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eunike Princella
"ABSTRACT
Setiap suku di Indonesia memiliki nilai dasar yang dijadikan pedoman dalam hidup. Pada masyarakat Batak, Dalihan Na Tolu merupakan budaya dalam bentuk sistem kekerabatan yang dijunjung tinggi pada masyarakat Batak untuk mendapatkan tiga berkat hidup, yakni hamoraon kekayaan, hagabeon keturunan, dan hasangapon kehormatan. Studi-studi sebelumnya menjelaskan perubahan Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak perkotaan namun tidak membahas bagaimana upaya mempertahankan nilai Dalihan Na Tolu tersebut dalam lingkup keluarga. Penelitian ini ingin membahas bagaimana sosialisasi yang dilakukan pada keluarga etnis Batak Toba dalam menghadapi perubahan sosial di perkotaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dalihan Na Tolu dan 3 tiga berkat hidup orang Batak masih dipertahankan di masyarakat Batak perkotaan. Pola sosialisasi yang efektif digunakan keluarga khususnya orang tua dalam menurunkan nilai Dalihan Na Tolu dan 3 tiga berkat hidup adalah dengan pola sosialisasi demokratis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam pada keluarga Batak Toba yang masing-masing keluarga terdiri dari satu ayah, satu ibu, dan dua anak yang berjemaat di HKBP di DKI Jakarta.

ABSTRACT
Each ethnics in Indonesia has a basic value that is used as a guide in life. In Batak community, Dalihan Na Tolu is a culture in the form of a kinship system that is upheld in the Batak community to get three blessings of life, namely hamoraon wealth, hagabeon generation, and hasangapon honor. Previous studies have explained Dalihan Na Tolu 39 s change to the Batak community in urban context but did not discuss how to maintain the value of Dalihan Na Tolu itself in the family sphere. This research would like to discuss how socialization conducted on Toba families in facing social changes in urban areas. The results show that Dalihan Na Tolu and three blessings of life are still maintained in Batak community in urban context. The effective socialization patterns used by families, especially parents in teaching Dalihan Na Tolu and three blessings of life is the democratic socialization. This research used qualitative method with in depth interview to Toba family which each family consist of one father, one mother, and two children who are members of HKBP in DKI Jakarta. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Simanjuntak, Bungaran Antonius
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010
305.8 SIM m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Acdian
"Tesis ini merupakan kajian terhadap siasat dan politik budaya masyarakat adat kasepuhan dalam pertarungan mendapatkan hak atas sumberdaya atas lahan dan hutan adat di kawasan konservasi Halimun-Salak, Jawa Barat dan Banten. Fokus kajian diarahkan pada sosok dan peran para pemimpin adat di dua wilayah kasepuhan, masing-masing adalah Kasepuhan Cisitu di Kabupaten Lebak, Banten dan Kasepuhan Sinar Resmi di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Perhatian terhadap dua sosok pemimpin masyarakat adat itu memberikan penulis sebuah gambaran menarik tentang bentuk-bentuk siasat dan politik budaya yang menjadi sumber inspirasi dalam aksi-aksi kolektif masyarakat kasepuhan berhadapan dengan kebijakan negara, khususnya terhadap klaim atas wilayah konservasi oleh Departemen Kehutanan dan eksploitasi emas oleh PT Aneka Tambang (PT Antam). Studi ini menunjukan bahwa lebih dari sekedar sebuah gagasan adat yang statis, adat menjadi sebuah konstruksi dinamis yang bergerak sesuai dengan proses kontestasi yang terjadi antara masyarakat kasepuhan tersebut berhadapan dengan negara, diwakili oleh pemimpin mereka, dan sekaligus juga sebuah inovasi dalam menjaga dan mempertahankan lembaga adat dalam proses perubahan cepat yang terjadi dalam kehidupan masyarakat tersebut.

This thesis is a study about cultural politics and strategy of indigenous peoples (Kasepuhan) in the struggle obtain rights to resources of land and forests in the conservation areas of Halimun-Salak, West Java and Banten. The study focused on the figure and the role of traditional leaders in the two kasepuhan areas, Kasepuhan Cisitu in Lebak , Banten province and Kasepuhan Sinar Resmi, Sukabumi, West Java. The focus to the leaders role and function in designing cultural politics and strategy in their contestation against the state policies, especially the claim of conservation areas by Forestry Department and gold mining by PT Aneka Tambang, provides an interesting findings of adat as dynamic construction along with their daily struggles, as well as an inovative strategy by the leaders to maintain adat institution under rapid social changes in their environment."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28974
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Bhinneka Tunggal Ika yang secara harfiah diartikan sebagai bercerai berai tetapi satu merupakan ilustrasi dari jati diri bangsa Indonesia yang secara natural dan sosial - kultural dibangun di atas keanekaragaman (etnis, bahasa,budaya dll)...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fatah Hassan
"Salah satu masalah ingrasi nasional adalah menyatukan
seluruh warga negara Indoriesia yang serdiri dari berbagai
agama, ras, golongan d an sukubangsa. Komunikasi
antar sukubangsa Indonesia masih diwarnai adanya
ketegangan. kecurigaan ri dan stereotip negatip. Berdasarkan
permasalahan ini, skripsi ini berusaha menggambarkan
stereotip dan periaapat tingkata komunikasi pada mahasiswa.
Hahasiswa yang d' itel iti dalam skrip~i ini adalah
mahasi~wa sukubari~sa Jawa dan Batak di FISIP-UI, gun~
mengetahui . bagaimana mahasiswa Jawa memandang sukubangsanya
sendiri dan sukubangsa Batak dan sebaliknya; bagaimana
tingkatan komunikasi di antara mereka; dan faktor apa saja
yang mempengaruhi stereotip dan pendapat tingkatan
komunikasi. Untuk mengukur stereotip .digunakan skala semantik defferensial, sedangkan untuk mengukur tingkatan
komunikasi digunakan skala Bogardus. D~lam penelitian ini
juga digunakan variabel kontrol seperti agama, j en is
kelamin, status sosial ekonomi, sifat .(tingkahlaku) pribadi
. .
individu, penampilan fisik, pengalaman pribadi, cerita orang
lain dan media massa.
Hasil pen~litian ini memperl ihatkan bahwa stereotip
tidak dipengaru hi oleh a g ama, jenis kel amin,
I
pengalaman
pribadi yang menyen angkan, media ~assa , dan status s osial.
ekon omi. Ster eotip dipepgaruhi oleh pe ngal~ma n p ibadi yang
tidak menyenangkan dan cerita oraang l ain. Sedangkan untuk
tingka an kom~nikasi dip engaruhi oleh agama, jenis ke l~min
dan pengalaman pr~badi ya g menyenangkan.
Has il penelitia stereotip men unj ukkan adanya
seteieotip yang saling b eD lawanan antara suk~b angsa Jawa dan
Batak. Stete oti~ yang berlawanan ini didasari oleh nilai
budaya sukubangsa Jawa berten tangan. Hasil
pene litian ini juga menunj ukkan tidak te~dapat ketegangan
dan kecurigaan ·komunikasi an tar mahasisw Jawa. dan Batak
Hal ini dis~ba bka n 1 p ~ tamai responden dalam membentuk
tingkatan. komunikasi sukubangsa:. t etapi
lebih memperhatikan "sifat (tingkahlaku) pribadi individu",
yang kedua, lingkungan kampus Universitas Indonesia
memungkinkan mahasiswa yang berlainan sukubangsa dapat
berinteraksi secara intensif, yang· ketiga, pengaruh
lingkungan kota metropolitan (Jakarta) dim~na individu
semakin renggang ikatannya dengan sukubangsa. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S4023
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Shofiyanti
"Penelitian ini membahas artikulasi identitas kultural masyarakat Osing melalui mocoan (tembang naskah kuno) di Banyuwangi. Masyarakat Osing, yang merupakan kelompok etnis asli Banyuwangi, memiliki kekayaan budaya yang masih lestari, salah satunya melalui tradisi lisan dalam bentuk mocoan. Tembang-tembang naskah kuno ini, yang berfungsi sebagai media penyampaian nilai-nilai moral, sejarah, dan ajaran hidup, menjadi sarana penting dalam menjaga dan mengungkapkan identitas kultural masyarakat Osing. Penelitian ini berfokus pada analisis terhadap pelestarian tradisi mocoan, dengan mengkaji bagaimana proses pertunjukan mocoan berperan dalam pembentukan dan artikulasi identitas kultural masyarakat Osing di Banyuwangi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi untuk mengkaji berbagai makna yang terbentuk dalam praktik mocoan sebagai tradisi tembang naskah yang hidup (living manuscript) dalam masyarakat Osing. Data diperoleh melalui observasi partisipatif, wawancara dengan tokoh budaya setempat, serta analisis diskursif terhadap pertunjukan mocoan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa mocoan tidak hanya menjadi sarana pelestarian budaya, tetapi juga sebagai ruang bagi agensi untuk menciptakan dan merumuskan ulang makna atas identitas kultural mereka. Dalam konteks ini, komunitas Mocoan Lontar Yusup Milenial memainkan peran penting dalam mempertahankan tradisi mocoan melalui negosiasi terhadap habitus ritual dan pembaruan strategi pelestarian, dengan mengakses pengetahuan tradisional dan menyajikan pertunjukan yang relevan bagi generasi muda. Fenomena ini juga menunjukkan bahwa, kini, aspek pemahaman isi naskah tidak lagi penting dibandingkan dengan penekanan pada kemampuan dalam menembangkan teks itu sendiri, di mana hal ini justru mengukuhkan bahasa Osing sebagai living language—satu aspek penting dalam mempertahankan identitas budaya Osing di tengah arus globalisasi. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam memahami dinamika pelestarian tradisi lisan di masyarakat Osing, serta menjelaskan bagaimana mocoan berfungsi sebagai sarana artikulasi identitas budaya yang tidak hanya bersifat historis, tetapi juga relevan dalam konteks sosial kontemporer. Dengan demikian, mocoan berperan sebagai salah satu strategi diskursif yang memungkinkan keberlanjutan dan regenerasi tradisi Osing di masa depan.

This study aims to analyze the articulation of the cultural identity of the Osing community through mocoan (traditional recitation of old manuscript) in Banyuwangi. The Osing people, who are the indigenous ethnic group of Banyuwangi, possess a rich cultural heritage that is still preserved, one of which is through the oral tradition of mocoan. These ancient poetic scripts, which serve as a medium for conveying moral values, history, and life teachings, have become an important tool in maintaining and expressing the cultural identity of the Osing community. This research focuses on analyzing the preservation of the mocoan tradition by examining how the performance of mocoan contributes to the formation and articulation of the Osing community’s cultural identity in Banyuwangi. This study employs a qualitative approach with an ethnographic method to explore the various meanings embedded in the mocoan practice as a living manuscript within the Osing community. Data is collected through participatory observation, interviews with local cultural figures, and discursive analysis of mocoan performances. The findings reveal that mocoan not only serves as a means of cultural preservation but also provides a space for agency to create and reinterpret the meanings of their cultural identity. In this context, the Mocoan Lontar Yusup Milenial community plays a significant role in maintaining the mocoan tradition through the negotiation of ritual habits and the renewal of preservation strategies, accessing traditional knowledge, and presenting performances that resonate with younger generations. This phenomenon also shows that, while understanding the mocoan texts remains important, there is now a greater emphasis on the performance or vocalization of the texts themselves, which functions to reaffirm the Osing language as a living language—an essential element in preserving the Osing cultural identity amidst globalization. This research contributes significantly to understanding the dynamics of oral tradition preservation in the Osing community, and explains how mocoan functions as a tool for articulating cultural identity that is not only historical but also relevant in contemporary social contexts. Thus, mocoan plays a role as one of the discursive strategies that allows the continuity and regeneration of Osing traditions in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>