Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146232 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amoury Adi Sudiro
"ABSTRAK
Pelaksanaan sistem outsourcing menjadi suatu yang dilematis dimana praktek outsourcing merupakan salah satu daya tarik dalam berinvestasi dan juga merupakan salah satu jalan untuk mengurangi angka pengangguran di Indonesia, namun di lain sisi pelaksanaan outsourcing ini merugikan pekerja/buruh outsourcing.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran bagaimana perkembangan konsep pelaksanaan outsourcing khususnya pada sisi tanggung jawab perusahaan. Dan penting juga untuk mengetahui bagaimana penerapan ketentuan outsourcing yang berlaku oleh perusahaan ditinjau dari Undang- Undang Ketenagakerjaan nomor 13 Tahun 2003.
Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah metode yuridis normatif. Yaitu pemerolehan data-data dalam penelitian ini mengacu pada peraturan perundang-undangan, terutapa Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Berdasarkan penelitian ini, peneliti mendapatkan hasil bahwa peraturan perundang-undangan kita belum cukup memberikan perlindungan hukum bagi pekerja/buruh outsourcing. Masih banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sering kali merugikan pekerja/buruh mulai dari perusahaan outsource yang tidak memiliki status hukum yang jelas hingga pada perusahaan pemberi pekerjaan yang berbuat curang untuk menggunakan tenaga outsource tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dengan demikian, berbagai kerugian yang dialami oleh pekerja/buruh outsourcing, namun pekerja/buruh tidak dapat berbuat banyak mengingat tingginya angka pengangguran dan sedikitnya lapangan kerja yang tersedia. Outsoucing merupakan salah satu daya tarik dari investasi dan salah satu cara dalam mengurangi angka pengangguran. Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan suatu kebijakan terhadap sistem outsourcing dimana sistem ini akan memastikan perlindungan kepada pekerja/buruh namun tidak juga merugikan perusahaan sebagai pembuka lapangan kerja.

ABSTRACT
Outsourcing system implementation becomes dilematic wherein this activity is an allure in investation and also a way to decrease unemployment number in Indonesia, in contrast the outsourcing enforcement is unfavourable to the workforce/labour.
The purpose of this research is to determine the development of outsourcing implementation concept, especially in company responsibilities. Furthermore, it is also aim to ascertain on application of outsourcing provision which stands within the company be reviewed by Employment Statute Number 13 of 2003.
Juridical normative method is being used as the research methodology. Means, data collection of this research is based on Statute Legislation, particularly Employment Statute Number 13 of 2003.
As the result of this research, researcher discovers that our Statute Legislation is not giving adequate legal protection for outsourcing labours. There are so many violations which harm the labours, such as unofficial outsourcing provider and outsourcing workforce exertionwhich infringe the regulations.
Therefore, numbers of noxiousness are experienced by the outsourcing labours, yet they can do nothing since there are more unemployment than jobs available. Outsourcing is an allure in investation and also a way to decrease unemployment number in Indonesia. It is Government responsibility to create a policy on outsourcing system which favourable to both outsourcing labour and provider.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Fariza Luthfia Danaz
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kontrak psikologis terhadap komitmen organisasi pada tenaga kerja outsourcing di perusahaan penyedia jasa outsourcing. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 119 karyawan outsourcing yang berasal dari satu perusahaan penyedia jasa outsourcing. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontrak psikologis memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasi maupun terhadap ketiga komponen komitmen organisasi. Dari ketiga komponen komitmen tersebut, kontrak psikologis memiliki pengaruh dan memberikan sumbangan paling besar terhadap komitmen afektif.
Selanjutnya, kontrak transaksional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat komitmen maupun masing-masing komponen komitmen organisasi. Dari kedua tipe kontrak psikologis, kontrak transaksional memberikan sumbangan paling besar dan signifikan terhadap komitmen kontinuans karyawan outsourcing dalam penelitian ini.

The aim of this research is to know the impact of psychological contract on organizational commitment of outsourcing employees in outsourcing company. The participants of this study are 119 outsourcing employees derived from one outsourcing company. The result of this study indicate that psychological contract has a significant impact on organizational commitment and the three components of organizational commitment, namely affective commitment, continuance, and normative. Among the third component of this commitment, psychological contract has a biggest impact and contribution to affective commitment.
Furthermore, transactional contract has a significant impact on organizational commitment level and each of components of organizational commitment. Among the two types of psychological contract, transactional contract has a biggest impact and contribution to continuance commitment of outsourcing employees in this study.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46952
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudha Panggih Nugroho
"Skripsi ini membahas pelaksanaan Outsourcing di CV X terhadap kesejahteraan tenaga Cleaning Service. Agar dapat menjelaskan hal tersebut maka pendekatan yang digunakan ialah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan outsourcing memberikan efek besar bagi kesejahteraan tenaga cleaning service terkait jaminan sosial. Sistem outsourcing mengacu pada kontrak kerja dan tidak bersifat permanen. Lebih lanjut tenaga cleaning service hanya menerima gaji dan tunjangan keselamatan kerja dari CV X.

This thesis discusses about the effect of outsourcing policy in CV X for Cleaning Service’s welfare. In order to explain the matter, the approach that is used is descriptive qualitative research design. The results showed that the outsourcing policy gave a big effect for Cleaning Service’s welfare related social security. Outsorcing system based on contract and temporary not permanent. Moreover, cleaning service worker only received wage and safety allowance."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mario Abdi Amrillah
"ABSTRAK
Latar belakang dari penelitian ini adalah trend yang berkembang di kegiatan bisnis di Indonesia dimana dalam rangka untuk melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production) perusahaan-perusahaan menggunakan sistem outsourcing. Ketentuan Outsourcing (Alih Daya) dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia dibagi menjadi 2 (dua) yaitu pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 64 s.d. 66 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UUK). Kemudian pemerintah pada tanggal 14 November 2012 mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi NO. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (PERMEN 19) yang pada saat ini banyak menimbulkan polemik antara pengusaha dan pekerja.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, pertama pengaturan outsourcing pasca PERMEN 19, kedua pengaturan dan implementasi PERMEN 19 di perusahaanperusahaan pengguna outsourcing, dalam hal ini difokuskan kepada PT Unilever Indonesia Tbk (Perusahaan). Tujuan yang ketiga adalah untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan Perusahaan dalam mengimplementasikan ketentuan-ketentuan mengenai outsourcing pasca PERMEN 19 dikaitkan dengan UUK sehingga tidak menimbulkan permasalahan hukum bagi Perusahaan di kemudian hari.
Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian pendekatan yuridis empiris dengan menekankan pada penggunaan data primer berupa hasil wawancara dengan pihakpihak terkait dan data sekunder. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pertama PERMEN 19 mengatur penjelasan lebih lanjut mengenai syarat-syarat pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana diatur dalam UUK. Dengan diberlakukannya PERMEN 19 mengakibatkan hanya ada lima macam kegiatan jasa penunjang yang dapat dialihdayakan ke perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. Perusahaan telah melaksanakan ketentuan PERMEN 19 dengan baik dan melakukan segala upaya-upaya yang diperlukan untuk memenuhi ketentuan PERMEN 19.

ABSTRACT
The background of this research is due to the growing trend in Indonesia business activity where in order to reduce their costs of production companies use outsourcing system. Regulation on outsourcing in the Indonesian employment law is divided into 2 (two) ie. business process outsourcing and employment provider services as stipulated under Article 64 to 66 of Law No. 13 of 2003 on Manpower (Labor Law). On 14 November 2012, the government then issued the Minister of Manpower and Transmigration Regulation No. 19 of 2012 on the Requirements for Transfer of Partial Work Implementation to Other Companies (PERMEN 19) which at this moment has created problem between employers and workers.
The purpose of this research is to determine, firstly, the regulation on outsourcing following the issuence of PERMEN 19, secondly, the implementation of PERMEN 19 in outsourcing user companies which in this matter it is focused on PT Unilever Indonesia Tbk (the Company). The third is to seek information on the efforts that the Company has made in implementing the provisions on outsourcing following the issuance of PERMEN 19 in relation to the Labor Law in order to mitigate any legal problems for the Company in the future.
This thesis uses juridical empirical methods with an emphasis on the use of primary data in the form of interviews with the stakeholders and secondary data. From the research it can be concluded that firstly PERMEN 19 set further clarification regarding the terms of employment that can be outsourced to other companies as stipulated in the Labor Law. The enactment of PERMEN 19 limits five types of supporting service activities that are allowed to be outsourced to a service worker/laborer provider company. The Company has carried out the provisions of PERMEN 19 well and does all necessary measures to comply with the provisions PERMEN 19.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T35261
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chintia Nandy Yunike
"Pembangunan ketenagakerjaan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata, baik material maupun spiritual yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam melaksanakan pernba ngunan nasional, peran serta buruh sernak i~ meningkat dan seiring dengan itu perlindungan buruh harus semakin ditingkatkan baik mengenai upah, kesejahteraan dan harkatnya sebagai manusia. Perkembangan ekonomi glolisasi dan kemajuan teknologi yang demikian cepat membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ketat dan terjadi di semua bidang. Lingkungan yang sangat kompetitif ini menuntut dunia usaha untuk menyesuaikan dengan tuntutan pasar yang memerlukan respon yang cepat dan fleksibel dalam meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan. Dalam kaitan itulah kemudian muncul kecenderungan dilakukannya outsourcing. Outsourcing merupakan bentuk strategi baru yang sedang berkembang dalam indutri sebagai salah satu efek dari perubahan cara pandang bisnis. Dilakukannya outsourcing antara lain dikarenakan agar perusahaan dapat lebih konsentrasi pada pekerjaan utamanya (core competence). Dengan berkonsentrasi pada pekerjaan utama dalam perusahaan, maka akan lebih meningkatkan produksi baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Dalam pelaksanaannya, terdapat 2 jenis outsourcing, yaitu outsourcing pekerjaan yang menggunakan perjanjian pemborongan pekerjaan dan outsourcing pekerja/buruh yang menggunakan perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh. Salah satu perusahaan yang menyelenggarakan Outsourcing adalah PT. Federal International Finance. Dalam melaksanakan outsourcing PT. Federal International Finance bermitra dengan PT. Outsourcing Indonesia sebagai Perusahaan jasa outsourcing. Pelaksanaan outsourcing tersebut dapat dilihat sebagai suatu contoh baik bagi kita semua mengingat banyaknya pelaksanaan outsourcing yang buruk. Oleh karena itu kiranya pelaksanaan outsourcing dapat lebih diperkokoh dengan ketentuan hukum yang kuat sehingga tidak hanya berdasarkan perjanjian yang dibuat bebas oleh para pihak, tetapi dengan adanya ketentuan hukum dapat memberikan perlindungan hukum khususnya terhadap buruh."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21070
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryani Kusumaningsih
"Outsourcing dewasa ini banyak dipraktekkm. di berbagai perusahaan, dimana kebijakan tersebut diterapkan sebagai salah satu upaya untuk mencapai efektivitas dan efisiensi bisnis serta meningkatkan keunggulan bersaing pemsahaan. Namun demikian pada prakteknya, penerapan outsourcing ini seringkali kurang dilz.ndasi dasar pemikiran dan perencanaan yang komprehensif sehingga terjadi deviasi dari tujuan semula, terutama sepanjang proses penerapannya. Oleh karena itu untuk menjaga konsistensi dan optimalisasi penerapan outsourcing tersebut, perlu dilakukan evaluasi terhadap berbagai aspek yang terkait dalam penerapan kebijakan outsourcing tersebut secara komprehensif. Dalam. kaitannya dengan hal itu, karya akhir ini difokuskan pada evaluasi terhadap penerapan outsourcing di Departemen CE serta peluang diterapkannya outsourcing untuk aktivitas lainnya.
Dalam rangka menghadapi persaingan yaug semakin sengit, pemsahaan mempunyai kecenderungan untuk semakin menekankan efisiensi dan efektivitas aktivitasnya. Salah satunya adalah dengan kembali pada core competence perusahaan yang bersangkutan dan mulai menyerahkan kegiatan-kegiatan di luar core competence-nya kepada pihak lain yang memiliki core competence pada kegiatan tersebut atau lebih dikGnal dengan istilah outsourcing.
Sebagai pihak yang menerapkan outsourdng untuk beberapa aktivitv.s, maka PT. ABC, yang notabene adalah sebuah perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia perlu melakukan evaluasi terhadap strateginya tersebut. Salah satu aktivitasnya yang belum lama dialihkan dan perlu evaluasi adalah aktivitas drilling di Departemen CE yang merupakan salah satu departemen dalam fungsi operasionalnya.
Pada kenyataannya outsourcing yang diterapkan departemen tersebut sudah memenuhi beberapa manfaat dan tujuan utamanya, yaitu menurunkan biaya pengeboran sebesar 30%, mendapatkan manfaat teknologi yang dimiliki provider, serta tidak mengelola sumber daya manusia untuk bidang ini. Hanya saja aktivitas tersebut menje.di kurang optimal karena penurunan biaya yang dapat dilakukan belum sampai pada titik ortirnal. Pada dasarnya biaya yang diperlukan untuk aktivitas drilling di PT. ABC, masih dapat ditekan namun tetap mendapatkan kuantitas serta kualitas jasa provider yang setara.
Masih berkaitan dengan kebijakan outsourcing, identifikasi dan definisi core competence merupakan salah satu tahap yang bersifat fundamental dalam penerapan kebijakan tersebut. Dalam kaitannya dengan Departemen CE di PT. ABC, core competence departemen ini adalah kemampuannya untuk memberikan rekomendasi akurat tentang berbagai hal yang menyangkut masalah hidrologi dan geoteknik suatu lahan, baik yang diperuntukkan sebagai areal pertambangan maupun dalam kaitannya dengan program communily development.
Lebih lanjut ditemukan bahwa masih ada aktivitas yang bukan merupakan core competence departemen ini, yaitu survei yang masih dikelola secar-a intemal dan berpeluang besar untuk diserahkan pada provider. Adanya pduang outsourcing di bidang survei ini lebih didasari oleh pertimbangan bahwa, teknologi pada seksi tersebut masih tergolong padat karya, sementara itu teknologi dan metode di bidang survei cukup cepat berubah dan berkembang. Banyak peralatan kerja yang kini dimiliki PT. ABC telah. dilengkapi (built-in) dengan teknologi survei dan masing-masing kontraktor yang bekerja sama dengan PT. ABC telah melakukan survei sendiri. Aitinya porsi kerja seksi ini telah jauh berkuran.g sehingga tidak lagi efisien jika hams berdiri sendiri sebagai suatu seksi. Sementara itu data yang dimiliki seksi ini juga tidak tergolong rahasia. Artinya resiko yang akan dihadapi oleh PT. ABC jika menerapkan outsourcing untuk seksi ini lebih pada proses pengaiihan sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya. Kalupun ada resiko lain, seperti kehilangan kompetensi di bidang survei, maka hal itu tidak bersifat krusial bagi PT. ABC.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka PT. ABC perlu mempersiapkan mekanisme dengan berhati-hati, sehingga tercapai win-win solution bagi PT. ABC sendiri, job holder survei maupun provider. Mengingat kondisi keuangan PT. ABC yang baik, salah satu opsi yang mungkin diberikan adalah golden shake hand kepada para. job holder dalam rangka pemutusan hubungan kerja. Sementara itu good will perusahaan terhadap para karyawan yang telah lama berjasa dapat ditunjukkan dengan memasukkan unsur pengaliban karyawan dalam proses negosisasi dengan provider. Dengan demikian ketiga pihak yang terlibat dalam proses outsourcing tersebut memperoleh manfaat masing-masing. PT. ABC akan semakin fokus terhadap core competence yang dimilikinya, sementara itu para job holder tetap merasa aman dengan pekerjaan dan karimya, sementara provider memperoleh kontrak kerja sekaligus sumber daya manusia yang berpengalaman."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Thaariqa Rahadiputri
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S8252
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurrochman Wirabuana
"Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan strategis bank, bank dimungkinkan menggunakan pihak penyedia jasa teknologi informasi dalam menyelenggarakan kegiatan teknologi informasi bank. Penggunaan pihak penyedia jasa teknologi informasi dapat mempengaruhi risiko bank antara lain risiko operasional, hukum, reputasi dan stratejik. Dalam hal penyelenggaraan teknologi informasi bank dilakukan oleh pihak penyedia jasa teknologi informasi, bank harus memiliki prinsipprinsip penggunaan penyedia jasa teknologi informasi, salah satunya adalah penggunaan penyedia jasa teknologi informasi harus didasarkan pada hubungan kerja sama secara wajar, dalam hal pihak penyedia jasa teknologi informasi merupakan pihak terkait dengan bank. Hubungan kerja sama secara wajar adalah kondisi dimana transaksi antar pihak bersifat independen sebagaimana pihak yang tidak terkait, antara lain memiliki kesetaraan dan didasarkan pada harga pasar yang wajar sehingga meminimalisasi terjadinya benturan kepentingan. Pihak terkait adalah perseorangan atau perusahaan yang mempunyai hubungan pengendalian dengan bank, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui hubungan kepemilikan, kepengurusan, dan/atau keuangan. Pokok permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai penerapan perjanjian kerjasama secara wajar antara bank umum dengan pihak terkait dan konsekuensi hukum bagi bank umum apabila tidak menerapkan arms length principle pada perjanjian penggunaan penyedia jasa teknologi informasi dengan pihak terkait.

In order to increase the effectiveness and efficiency of achieving banks strategic objectives, banks are allowed to use information technology service providers in carrying out banks information technology activities. The use of information technology service providers can influence bank risks including operational, legal, reputation and strategic risks. In the event that the implementation of bank information technology is carried out by the provider of information technology services, banks must have the principles of using information technology service providers, one of which is the use of information technology service providers must be based on arms length principle, in the event that the provider of information technology services is a party related to the bank. Arms length principle is a condition where transactions between parties are as independent as unrelated parties, including having equality and based on fair market prices so as to minimize conflicts of interest. Related parties are individuals or companies that have control relationships with banks, both directly and indirectly, through ownership, management, and or financial relationships. The main issues to be discussed in this research are implementation against the arms length agreement between commercial banks with related party and legal consequences for commercial banks if they dont implement arms length principle into the agreement on use of information technology service provider with related party.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Ghafur
"ABSTRAK
Penelitian ini berangkat dari distorsi yang terjadi pada defenisi dan ruang lingkup keuangan negara yang luas yang mereduksi konsistensi dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai badan hukum privat. Secara konseptual, pengelolaan keuangan negara berbeda dengan pengelolaan keuangan BUMN. Kedudukan BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang seharusnya dalam pengelolaannya sejalan dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG). Penelitian ini bertujuan untuk mendalami dan mengkaji kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap pembentukan holding melalui Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentangPenambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham PT. Indonesia Asahan Aluminium. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan dalam pendirian BUMN perseroan negara sebagai pemilik modal baik sebagian maupun seluruhnya juga tidak dapat menggunakan kewenangan publiknya untuk mengelola dan mengatur perseroan. Hal ini disebabkan recht positie pemerintah dalam perseroan adalah badan hukum perdata dan sama dengan pemilik modal lainnya.. konsekuensi terhadap anak perusahaan holding atas kebijakan yang dilakukan pemerintah berimplikasi pada anak perusahaan yang sebelumnya berstatus sebagai BUMN beralih menjadi perseroan terbatas biasa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan BPK) tidak berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sebab keuangan negara yang menjadi saham baik 51 % atau seluruhnya dalam Persero tidak lagi berstatus sebagai keuangan negara, dan berubah menjadi keuangan Persero, karena telah bertransformasi yang awalnya keuangan publik beralih menjadi keuangan perdata. Dengan demikian, negara atau lembaga negara yang berperan sebagai subyek hukum privat tidak mempunyai kewenangan apapun dalam wilayah hukum perdata yang menyebabkan intervensi oleh penguasa terhadap BUMN.

ABSTRACT
This research departs from the distortion that occurs in the definition and scope of broad state finances so as to reduce the consistency of State-Owned Enterprises (BUMN) as private legal entities. conceptually, management of state finances is different from the management of state-owned finance. The position of BUMN as one of the economic actors in the national economy based on economic democracy which should be in its management is in line with the principles of Good Corporate Governance (GCG).This research aims to explore and review the policies which carried out by the government towards the establishment of holding through Government Regulation Number 47 of 2017 concerning the Addition of State Capital Participation of the Republic of Indonesia into the Share Capital of PT. Indonesia Asahan Aluminum. This research uses normative legal research. The results of the study show that in the establishment of state-owned enterprises the owners of capital both partially or completely also cannot use their public authority to manage and regulate the company. This is because government positive recommendations in the company are civil legal entities and the same as other capital owners. So that the management burden and responsibility of the company cannot be delegated to the government as a public legal entity. The consequence of the holding company policy-making subsidiary has implications for subsidiaries which previously had the status of BUMN turned into ordinary limited liability companies. This study concludes that the Supreme Audit Agency (BPK) is not authorized to carry out inspections of state-owned enterprises because the state finances that are either 51% or thoroughly in the Persero are no longer state finances, and transformed into Persero finances, because they have initially switched public finances. become civil finance. Thus, the state or state institution that acts as the subject of private law does not have any authority in the area of civil law which causes intervention by the authorities against."
2019
T55133
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Agnes Corlyn
"ABSTRAK
Dalam menghadapi persaingan bisnis yang ketat, perusahaan selalu berusaha untuk menerapkan strategi dan kiat-kiat baru untuk memenangkan suatu persaingan. Salah satunya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan adalah melalui outsourcing. Outsourcing adalah masa untuk mengontrakkan suatu kegiatan pada pihak luar umuk memperoleh layanan pekerjaan yang dibutuhkan, sehingga perusahaan dapat lebih fokus pada core activity-nya dan memanfaatkan kemampuan outsourcer-nya dalam mengerjakan non core activity-nya.
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom) merupakan contoh perusahaan jasa telekomunikasi yang menerapkan outsourcing dalam usaha meningkatkan daya saingnya melalui pelayanan yang optimal.
Dalam karya akhir yang berjudul Analisis Strategi Outsourcing Untuk Optimalisasi Pelayanan Customer Service 147 Pada PT Telekomunikasi lndonesia Tbk ini penulis bermaksud menganalisis penerapan strategi outsourcing yang diterapkan Telkom, serta menyarankan optimalisasi pelayanan Customer Service 147 dalam rangka outsourcing, sehingga dapat menunjang keinginan perusahaan sebagai customer centric company.
Aktivitas yang dioutsourcing adalah pada unit layanan Call Center, yaitu Customer Service 1.47, tujuan yang dioutsourcing adalah layanan agent (operator) nya. Customer Service yang berkualitas tinggi membutuhkan investasi awal yang bila berjalan dengan baik dapat mengurangi biaya. Alasan Telkom untuk melakukan outsourcing pada layanan agent (operator) nya karena semakin banyaknya kebutuhan pelanggan yang harus terpenuhi dengan terbatasnya sumber daya yang dimiliki oleh Telkom, sehingga untuk mengatasinya,
Telkom perlu menambah sumber dayanya melalui provider yang merupakan rekanan dari Telkom yaitu Kopegtel Bintang. Sebagai perusahaan outsourcer yang menyediakan tenaga kerja dan secara teknis menyediakan layanan operator, dapat memenuhi keinginan Telkom untuk meningkatkan layanannya kepada pelanggan sehingga lebih optimal.
Tujuan Telkom melakukan outsourcing ini adalah untuk efektivitas dan efisiensi serta untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan, sehingga dapat lebih fokus pada core business-nya sebagai penyelengga jasa dan jaringan telekomunikasi nasional.
Keuntungannya dengan melakukan outsourcing ini bagi Telkom. adalah dapat melepaskan pekerjaan yang bukan menjadi core-nya, sehingga dapat memberikan kinerja layanan yang lebih kompeten. Kuntungan lainnya adalah dapat mengoptimalisasi jumlah SDMnya, sehingga cost yang dikc!uarkan oleh perusahaan lebih kecil. Sedangkan kerugian dengan melakukan outsourcinf; ini adalah adanya transfer knmrledge kepada perusahaan outsourcer dan menyebabkan pemsahaan menjadi sangat bergantung untuk menunjang core business-nya.
Aspek penting untuk memenangkan persaingan dalam bisnis telekomunikasi adalah dapat mempertahankan kesetiaan pelanggannya. Jika dikaitkan dengan budaya perusahaannya "The Telkom Way 135" dengan asumsi dasamya adalah "Committed 2U", maka yang harus dilakukan oleh seorang agent (operatomya) adalah dapat menepati komitmennya kepada pelanggan, yaitu dengan menangani segala masalah dari pelanggannya baik berupa upaya untuk memperoleh informasi maupun keluhan dan saran.
Dari hasil analisis ini didapatkan bahwa penilaian keberhasilan setiap agent (operator) dapat dilihat dari tercapainya Service Level Guarantee (SLG) yang menjadi tolak ukur dalam meningkatkan kepuasan pelanggan. Setiap agent (operator) tersebut harus memperhatikan Key Performarnce Indicator dalam memenuhi kebutuhan pelanggannya. Outsourcing tidak dilakukan secara operasional penuh karena resikonya tinggi dan ada pinalti yang lebih besar yang harus dibayarkan. Jadi Telkom, khususnya unit Layanan Call Center untuk customer service 147, melakukan outsourcing hanya service-nya saja yaitu berupa layanan operator, karena resikonya kecil dan masih memiliki margin.
Persoalan yang dijumpai pada karya akhir ini adalah apakah dengan menerapkan strategi outsourcing ini dapat mengoptimalisasi pelayanan customer service 147 sehingga dapat menunjang keinginan perusahaan sebagai customer centric company. Saran mengenai hal-hal yang dapat dilakukan Telkom untuk merjngkatkan penerapan outsourcing, adalah meningkatkan kinerja layanannya dengan membuat penilaian tertulis dan terstandarisasi untuk mengontrol kinerja agent (operator) nya, serta saran kepada perusahaan outsourcer (Kopegtel Bintang) adalah memberikan penciidikan dan ketrampilan dengan latihan-latihan yang lebih optimal agar memiliki kepastin kualitas dan dapat memenuhi pedoman kerja dan standar operasi. Outsourcing dapat dilakukan bukan hanya di customer service 147, tetapi juga pada bidang-bidang lain yartg ada di unit Call Center, memotivasi karyawannya dengan membangun tim kerja serta meningkatkan promosinya agar lebih dikenal dan membantu memudahkan untuk memperoleh informasi.
"
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>