Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182434 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harum Melati Suci
"ABSTRAK
Jual beli tanah dengan kuasa jual secara umum sering ditemui dalam praktek pertanahan. Terdapat kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaannya, salah satunya terkait dengan sebab-sebab berakhirnya kuasa akibat meninggalnya pemberi kuasa sebagaimana diatur dalam pasal 1813 KUHPerdata. Penelitian ini akan membahas mengenai akibat hukumnya bagi pihak ketiga yang beritikad baik dan penerapannya dalam putusan Peninjauan Kembali Nomor 29PK/Pdt/2009. Bentuk penelitian ini adalah Yuridis normatif, dengan Tipologi Penelitian Deskriptif-Preskriptif, menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui penelusuran dokumen hukum, kemudian data tersebut dianalisis dengan metode analisis data kualitatif. Pihak ketiga yang beritikad baik memperoleh perlindungan hukum dari ancaman kebatalan surat kuasa akibat meninggalnya pemberi kuasa dan ancaman kebatalan perikatan yang dilakukannya atas dasar kuasa tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 1818 ayat (2) KUHPerdata, dan oleh karenanya alasan-alasan hukum yang digunakan dalam putusan Peninjauan Kembali Nomor 29PK/Pdt/2009 dalam pembatalan akta-akta jual beli atas tanah yang menjadi obyek sengketa adalah tidak tepat, karena ketentuan hukum perdata telah memberikan solusi dan perlindungan hukum terhadap kelemahan dari pemberian kuasa, terutama akibat hukumnya bagi pihak ketiga yang beritikad baik. Sebagai saran dari penelitian ini adalah untuk mencegah timbulnya sengketa dikemudian hari, apabila menerima kuasa jual yang pelaksanaannya dalam tenggang waktu yang relatif panjang sejak kuasa tersebut diterbitkan, maka PPAT sebaiknya berupaya untuk meminta klien untuk membuat surat kuasa jual yang baru, dan/atau untuk memastikan bahwa kuasa yang dimiliki oleh si penerima kuasa belum berakhir oleh sebab-sebab berakhirnya kuasa menurut pasal 1813 KUHPerdata, ditambahkan klausul pada akta jual beli yang memuat pernyataan dan jaminan dari si penerima kuasa mengenai keberlakuan dan keabsahan surat kuasa tersebut.

ABSTRACT
In the implementation of the land transfering, we commonly found a mandate or an authority which is also known as authority to transfer a land rights and represent the seller/the owner of the land rights. There are some disadvantages about this letter of authority, related to the causes that ended the authority as stipulated in the civil code Article 1813. That the authority is ended by law because of the death of the endorser. This research discussed about the the legal consequences for third parties with good faith and the consequences to the Land deed, by analysing it with the verdict number 29PK/Pdt/2009. This research is a normative juridical research, with the Descriptive-Prescriptive typology, using secondary data which was obtained through searches of legal documents, and analyzed with qualitative method. Third party with good faith obtain legal protection from the causes of the nullification on the letter of authority due to the death of the endorser, and nullification of the legal act which was performed based on the letter of authority, as regulated in the Civil Code, Article 1818 subsection (2). Therefore, the legal reasons which was used in verdict number 29PK/Pdt/2009 about the Land deed annulment is not comply with the rule of law, because the civil law has provided solutions and legal protection against the weakness of granting authority, particularly on legal consequences for third parties with good faith. As the result of this research, there are some recommendation in order to prevent future disputes : if a PPAT received an authorization letter which has relatively long period to executed with the issuing date of the authorization letter, the PPAT should try to ask the client to sign a new authorization letter, and/or to ensure that the authority which is owned by the authority recipient (endorsee) had not ended by the causes that were regulated in the Civil Code Article 1813, PPAT should add an additional clause in the Land deed which is contains statement and assurance from the endorsee about the enforceability and validity of the authorization letter."
2013
T34904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Ayu Larasati
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam melaksanakan jabatannya memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik mengenai pertanahan salah satunya Akta Jual Beli. Selain bertanggung jawab atas akta yang dibuatnya, PPAT juga wajib memiliki perilaku profesional dan bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab. PPAT tidak hanya bertanggung jawab mengenai dirinya sendiri tetapi juga dalam seluruh aspek jabatannya seperti mengenai hubungan hukum antara PPAT dengan pegawai kantornya. Penulis membahas permasalahan yang pada Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 379/PDT/2019/PT.BDG, yaitu mengenai pembuatan Akta Jual Beli tanah menurut ketentuan hukum yang berlaku dan tanggung jawab hukum PPAT dan Pegawai Kantor Notaris/PPAT berdasarkan putusan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif dengan mengumpulkan data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bahan studi kepustakaan. Akta Jual Beli (AJB) merupakan akta autentik sebagai alat bukti sempurna. Segala akibat dari tidak sahnya AJB mengakibatkan perbuatan hukum lainnya tidak berlaku. Pegawai kantor PPAT telah melakukan perbuatan melawan hukum. PPAT dalam menjalankan jabatannya bertanggung jawab mengenai kebenaran formil yang diberikan kepadanya dari penghadap. Pada kasus ini telah terjadi kerugian yang dirasakan akibat AJB yang dibuat oleh PPAT. Hal tersebut bertentangan dengan apa yang dikatakan dalam sumpah jabatan seorang PPAT. Sehingga, PPAT dalam menjalankan juga harus memperhatikan kecermatan, kehatihatian, serta wajib mengikuti prosedur dalam membuat akta autentik serta mengenai pegawai kantornya yang juga harus dituntut memiliki sifat yang jujur karena seorang PPAT selaku pemberi kerja juga bertanggung jawab atas bawahannya sesuai dengan ketentuan pada Pasal 1367 KUHPerdata.

Land Deed Officials(PPAT) in carrying out their positions has the authority to make an authentic deed regarding land, one of which is the Land Sale and Purchase Deed. In addition to being responsible for the deed he made, PPAT is also have professional behavior and work with a full sense of responsibility. PPAT is not only responsible for himself but also in all aspects of his position such as regarding the legal relationship between PPAT and his office employees. The author discusses the problems in the Bandung High Court VerdictNumber 379/PDT/2019/PT.BDG, namely regarding the making of the Sale and Purchase Deed of land according to applicable legal provisions and the legal responsibilities of PPAT and his office employees based on the verdict. This research was conducted using the normative juridical method by collecting secondary data sourced from primary, secondary and tertiary legal materials, namely the applicable laws and regulations and literature study material. LandSale and Purchase Deed (AJB) is an authentic deed as a perfect proof. All consequences of AJB's illegality result in other legal acts being invalid. PPAT’s office employees have committed acts against the law. PPAT in carrying outhis position is responsible for the formal truth given to him from the appellant. In this case there has been a perceived loss due to AJB made by PPAT. This is contrary to what is said in the PPAT oath of office. So,PPAT in carrying out his positions must also pay attention to the accuracy, prudence, and must follow the proceduresin making authentic deeds as well as regarding his office employees who must also be required to have an honest character because a PPAT as an employer also responsible for his employee in accordance with Article 1367 KUHPerdata."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maena Vianny
"Perbuatan hukum dengan tujuan peralihan hak atas tanah salah satunya dapat dilakukan melalui jual beli yang kemudian dibuatkan akta autentik oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang untuk dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Namun dalam kenyataannya, terdapat Akta Jual Beli (AJB) dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh pihak yang tidak berwenang sebagaimana ditemukan dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1869K/PDT/2022. Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dalam proses pembuatan AJB dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang kemudian dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru. Untuk dapat memberikan penjelasan ekstensif terkait permasalahan utama tersebut maka dilakukan analisis tentang akibat hukum terhadap AJB peralihan hak atas tanah yang dibuat secara melawan hukum. Selain itu juga mengenai tanggung jawab PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur dalam pembuatan AJB peralihan hak atas tanah. Data sekunder yang didapatkan melalui studi dokumen pada penelitian doktrinal ini adalah berupa bahan-bahan hukum yang diperkuat dengan wawancara kepada narasumber dan kemudian dilakukan analisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan akibat hukum dari AJB yang diteliti seharusnya kedua AJB tersebut tidak dapat dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru karena tidak memenuhi persyaratan formil pembuatan AJB yakni dilakukan di hadapan PPAT yang berwenang dan PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur pembuatan AJB hak atas tanah diberikan sanksi baik secara administratif dengan pemberhentian secara tidak hormat, perdata dengan gugatan ganti rugi dan bahkan berpotensi diberikan sanksi pidana apabila memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 264 dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

One of the legal actions to transfer land rights can be carried out through sale and purchase, which is then made an authentic deed by a Land Deed Official (PPAT) authorized to transfer to the new right holder by the Government Regulation Number 24 of 1997 regarding Land Registration. However, in reality, there are Land Title Deeds made by unauthorized parties as found in the case of Supreme Court Decision Number 1869K/PDT/2022. The main problem discussed in this thesis is related to the tort of law in the process of making AJB in order to transfer land rights to new rights holders. To be able to provide an extensive explanation related to the main problem, an analysis is carried out on the legal consequencesof the Land Title Deed for the transfer of land rights made against the law In addition, it is also about the responsibility of the PPAT who violates the procedure in making AJB for the transfer of land rights. Secondary data obtained through document studies in this doctrinal research is in the form of legal materials reinforced by interviews with sources and then analyzed qualitatively. From the results of the research, it can be explained that although there are differences in the legal consequences of the AJBs studied, the two AJBs should not be transferred to the new right holder because they do not fulfill the formal requirements for making AJBs, which are carried out in the presence of an authorized PPAT and PPATs who violate the procedures for making AJBs of land rights are given sanctions both administratively with dishonorable dismissal, civil with compensation claims and even potentially criminal sanctions if they meet the elements in Articles 264 and 266 of the Criminal Code.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Yeane Marlina
"Artikel ini membahas mengenai permasalahan implikasi hukum terhadap perjanjian, akta kuasa menjual dan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT (Studi Kasus: Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 57/Pdt.G/2018/PN.Dps. Tahun 2018). Pokok permasalahan tesis ini adalah akibat hukum dan tanggung jawab Notaris selaku PPAT dalam pembuatan perjanjian, dimana salah satu pihak memberikan cap jempol di surat-surat yang tidak dibacakan dan dijelaskan isinya oleh Notaris dan/atau PPAT, kemudian terbit perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli. Jenis penelitian yang Penulis lakukan adalah yuridis normatif, sifat penelitiannya deskriptif analitis, teknik pengumpulan datanya melalui studi kepustakaan dan dokumen, teknik analisis datanya secara kualitatif, serta cara pengambilan kesimpulannya dengan silogisme melalui logika deduktif. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa akibat hukum atas perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris dan/atau PPAT yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Mengenai tanggung jawab Notaris selaku PPAT dalam pembuatan perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli, dari segi hukum perdata, Notaris dan/atau PPAT dihukum untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul secara tanggung renteng, dan dalam kedudukannya sebagai Notaris dan/atau PPAT tersebut dapat dikenakan sanksi administratif.

This article discusses the legal implications of the agreement, the power of attorney to sell and the deed of sale made by a Notary / PPAT (Case Study: Decision of the Denpasar District Court Number 57 / Pdt.G / 2018 / PN.Dps. 2018). The main problem of this thesis is the legal consequences and the responsibility of the Notary Public as the PPAT in making the agreement, where one party gives a thumbprint on the letters which are not read and the contents are explained by the Notary and / or PPAT, then a sale and purchase agreement is issued, the power of attorney to sell and deed of sale and purchase. The type of research that the author does is normative juridical, descriptive analytical nature of the research, data collection techniques through literature and document studies, qualitative data analysis techniques, and how to draw conclusions with syllogism through deductive logic. The results showed that the legal consequences of the sale and purchase agreement, the deed of sale authorization and the deed of sale and purchase made by a Notary and / or PPAT who were proven to have committed an illegal act, were declared invalid and null and void by law. Regarding the responsibilities of the Notary Public as a PPAT in making a sale and purchase agreement, the deed of power of attorney to sell and the sale and purchase certificate, in terms of civil law, the Notary and / or PPAT are punished to pay all case costs incurred jointly and in their position as a Notary and / or The PPAT may be subject to administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shalahuddin Suriadiredja
"Penelitian ini adalah berkaitan dengan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) serta Akta Pemindahan Hak dan Kuasa ketika terjadi kepailitan dari penjual yang semestinya akta-akta tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengalihan hak atas tanah, sebagaimana kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 705K/Pdt.Sus-Pailit/2021. Sedangkan dalam kasus di Putusan Pengadilan Niaga Nomor 13/Pdt.Sus-GLL/2020/PN.Jkt.Pst., apabila ada kepailitan maka Akta PPJB serta Akta Pemindahan Hak dan Kuasa tidak dapat digunakan dalam peralihan hak atas tanah. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang akibat hukum pernyataan pailit terhadap Akta PPJB serta Akta Pemindahan Hak dan Kuasa. Selain itu juga tentang kedudukan hukum debitur pailit dalam pembuatan Akta Jual Beli (AJB) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Adapun pengumpulan datanya dilakukan melalui studi dokumen. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat dinyatakan bahwa dalam konteks kepailitan, Akta PPJB serta Akta Pemindahan Hak dan Kuasa dinyatakan sebagai sah dan mengikat karena harga telah dibayar lunas dan fisik tanah telah dikuasai oleh pembeli. Selain itu karena adanya kepailitan maka debitur tidak berwenang untuk menghadap PPAT dalam rangka pembuatan AJB.

This research is related to the Deed of Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB) and the Deed of Transfer of Rights and Authority when bankruptcy occurs to the seller which such deeds should be used as the basis for the transfer of land rights, as is the case of the Supreme Court Decision Number 705K/Pdt. Sus-Pailit/2021. However, in the case of the Commercial Court Decision Number 13/Pdt.Sus-GLL/2020/PN.Jkt.Pst., when bankruptcy occurs, the PPJB Deed and the Deed of Transfer of Rights and Authority cannot be used in the transfer of land rights. Therefore, the problem in question of this research is about the legal consequences of the bankruptcy declaration on the PPJB Deed and the Deed of Transfer of Rights and Authority. In addition, it is also concerning the legal standing of the bankrupt debtor in making the Sale and Purchase Deed (AJB) before the Land Deed Official (PPAT). This normative juridical research uses secondary data which is analyzed qualitatively. The data collection is conducted through document study. Based on the analysis that has been carried out, it can be stated that in the context of bankruptcy, the PPJB Deed and the Deed of Transfer of Rights and Authority are declared valid and binding since the price has been fully paid and the physical land has been controlled by the buyer. In addition, due to bankruptcy, the debtor is not authorized to appear before the PPAT in respect of making the AJB."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Hamidah
"ABSTRAK
Dalam rangka untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi pemegang hak atas tanah, pemerintah melakukan rangkaian kegiatan pendaftaran tanah, maka untuk membantu tujuan pemerintah tersebut, diberikanlah kewenangan kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT untuk membuat akta tanah yang akan menjadi dasar pendaftaran tanah. Camat sebagai pejabat pemerintah dapat diangkat menjadi PPAT Sementara yang memiliki kewenangan yang sama dengan PPAT. Permasalahan yang dihadapi oleh penulis dalam tesis ini adalah mengenai keterkaitan Camat sebagai PPAT Sementara dalam pembuatan akta jual beli tanah dan juga mengenai tanggungjawab PPAT Sementara dalam pembuatan akta jual beli tanah yang cacat hukum serta kesesuaian pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Indramayu dengan peraturan tentang pertanahan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normative karena menekankan pada penggunaan data sekunder berupa norma hukum tertulis dan wawancara. Metode Analisa dara secara kualitatif sehingga bentuk hasil penelitian ini adalah deskriptif analitis. Menurut hasil penelitian ini, PPAT Sementara tunduk pada peraturan pemerintah mengenai pertanahan dan jabatan PPAT sehingga dalam membuat akta jual beli tanah wajib memperhatikan peraturan-peraturan tersebut. Selain itu, pembuatan akta jual beli yang cacat hukum akibat pengabaian kewajiban PPAT oleh PPAT Sementara menimbulkan tanggungjawab terhadap pribadi PPAT Sementara tersebut dan bagi Majelis Hakim Pengadilan Negeri Indramayu sudah sepatutnya memutuskan berdasarkan peraturan pertanahan yang berlaku di Indonesia demi menjaga kepastian hukum.Kata kunci: PPAT, PPAT Sementara, Camat, Akta Jual Beli Tanah yang Cacat Hukum

ABSTRACT
In order to provide legal certainty and the protection of land rights holders,the government made a series of land registration activies, therefore they authorizes the Land Deed Officer PPAT to create a land deed that will be the basis of land registration. Camat as govermentment officer graniting authority as Temporary PPAT while has the same authority with PPAT. The problem faced by the author in this thesis is about correlation of the Temporary PPAT while in making a purche land deed and also the responsibilities of Temporary PPAT in making a purchase land deed which has legal defact and how the compatibility of Indramayu Distric Court judges review with land rules in Indonesia. This study uses normative juridical approach because it emphasizes the use of secondary data and interviews written legal norms. Qualitative methods of data analysis so that the shape of this research is descriptive. According to the results of this study, Temporary PPAT comply to government regulations concerning land, so as to make the purchase land deed shall observe these regulations. In addition, making a purchase land deed which has legal defect legally flawed due to neglect by the Temporary PPAT cause personal responsibility for the meantime and the judges as Indramayu District Court rightly decided based land regulations prevailing in Indonesia in order to maintain legal certainty. Keywords PPAT, Temporary PPAT, Camat, Purchase Land Deed Which Has Legal Defact "
2017
T47385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Maharani
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menjalankan jabatannya harus bertanggung jawab penuh atas akta yang telah dibuat. Hal ini disebabkan karena, bila Pejabat Pembuat Akta Tanah melakukan kesalahan terhadap akta yang telah dibuat, maka sifat otentik akta tersebut akan hilang dan menjadi akta dibawah tangan. Penelitian ini memiliki pembahasan tentang tanggung jawab PPAT terhadap akta jual beli yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan pendaftaran tanah, dimana seharusnya dalam pembuatan akta dihadapan PPAT wajib dihadiri
oleh para pihak yang memang berwenang untuk melaksanakan jual beli tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah persyaratan keabsahan Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT dan tanggung jawab PPAT terhadap Akta Jual beli yang tidak sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang berbentuk yuridis normatif dan tipologi penelitian eksplanatoris. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa akta PPAT dapat batal demi hukum apabila dalam proses membuat aktanya tidak dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Selain itu atas kelalaiannya dalam membuat akta jual beli yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang – undangan yang berlaku maka PPAT dapat bertanggung
jawab dengan dikenakan sanksi berupa sanksi administratif dan sanksi perdata.

Land Deed Officer in carrying out their positions must take full of responsibility for the deeds that have been made. This is because, if the Land Deed Officer makes a mistake on the deed that was made, then the authentic nature of the deed will disappear and become the hands deed under legalized. This study has a discussion about the responsibility of the Land Deed Officer to a scale purchase deed that is not fit to regulation of land  registration, where the deed must be attended by the parties who are authorized to carry out the sale and purchase of the deed in the face of the Land Deed Officer. The problem in this research is the requirements for
the validity of the Sale and Purchase Deed made in the face of the Land Deed Officer and the responsibility of the Land Deed Officer for the Sale and Purchase Deed that is not in accordance with the applicable laws and regulations. This research is a research in the form of normative juridical and explanatory research typology. Based on the results of this study it is known that the Land Deed Officer deed can be null and void by the law if in the process of making the deed not carried out in accordance with applicable laws and regulations. In addition to his negligence in making the sale and purchase deeds that are not in accordance with the provisions of the applicable legislation, the Land Deed Officer can be liable by being subjected to sanctions in the form of administrative sanctions and civil sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan A Boenjamin
"Perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian yang mengikat para pihak untuk melakukan jual beli dikemudian hari manakala terdapat kondisi yang menghalangi terlaksananya jual beli secara seketika. Perjanjian jual beli seyogyanya dibuat secara notaril untuk dapat lebih menjamin kepastian hukum dan kepastian pembuktian diantara para pihak. Namun pembuatan perjanjian pengikatan jual beli secara notaril menjadi tidak bermanfaat manakala notaris tidak melaksanakan jabatannya dengan seksama dan tidak memenuhi syarat verlijden dalam pembuatan akta. Dari situ maka perlu ditelaah lebih lanjut perihal akibat hukum dan pertanggungjawaban notaris berkaitan dengan autentisitas akta perjanjian pengikatan jual beli yang tidak dibacakan yang selanjutnya dikaitkan dengan kesesuaian putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 351 Pk/Pdt/2018 terhadap pertanggungjawaban notaris atas akta yang tidak dibacakan sesuai dengan dengan Undang-Undang Jabatan Notaris dan perundang-undangan. Penulisan tesis ini berbentuk penelitian hukum yuridis normatif yakni dengan metode kualitatif untuk menganalisis data dan tipe penelitian deskriptif analitis. Dari penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa perjanjian jual beli tetap berlaku sah dan mengikat bagi para sepanjang perjanjian tersebut ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya. Dengan tidak dipenuhinya syarat formil suatu akta autentik, maka hal tersebut akan menyebabkan akta perjanjian pengikatan jual beli menjadi akta dibawah tangan dan kehilangan kekuatan pembuktian sempurna suatu akta autentik. Dalam hal terjadi pelanggaran oleh notaris dalam proses pembuatan akta autentik, maka para pihak dapat mengajukan gugatan kepada notaris untuk meminta pertanggungjawaban secara perdata dan secara adminsitratif. Gugatan kepada notaris sebaiknya dilaksanakan setelah adanya putusan yang menyatakan batalnya akta notaris yang disebabkan karena ketidak telitian notaris didalam pembuatan akta.

A pre-sale agreement is an agreement that binds the parties to make a sale later on while there are conditions that prevent the execution of the sale and purchase for a while. The sale and purchase agreement should be made notarized to be able to better guarantee legal certainty and certainty of proof between the parties. However, the making of a notarial advance purchase agreement becomes useless while the notary does not perform his department properly and does not meet the verlijden conditions in the making of the act. From there, it is necessary to study further on the legal consequences and liability of the notary in relation to the authenticity of the act of sale and purchase agreement, which is further related to the suitability of the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 351 Pk / Pdt / 2018 on the notary's liability with with the Laws of the Notary Department and legislation. The writing of this thesis is in the form of normative juridical law research with qualitative methods to analyze data and types of analytical descriptive research. From the research that has been done, it is known that the sale and purchase agreement remains valid and binding for those as long as the agreement is signed by the parties who made it. By not fulfilling the formal requirements of an authentic act, then it will cause the deed of sale and purchase agreement to be an act under hand and lose the power of perfect proof of an authentic act. In the event of a breach by a notary in the process of making an authentic deed, then the parties may file a lawsuit against the notary to seek civil and administrative responsibility. A lawsuit against a notary should be carried out after a decision stating the annulment of a notary deed caused due to notary scrutiny in the making of the deed"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lyla Mutiara
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai bentuk-bentuk dari pembuatan akta jual beli tanah yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT dan akibat hukum dari pebutan akta jual beli tanah yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT.Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis oleh hakim melalui proses pengadilan (Law it is devided by the judge through judicial process) Penelitian ini bersifat evaluatif yang bertujuan untuk memberikan penilaian atas kegiatan atau program yang telah dilaksanakan. Berdasarkan suatu penelitian dari analisa hukum ditemukan bahwa akibat hukum dari pembuatan akta jual beli tanah yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT adalah PPAT dapat diberhentikan dengan tidak hormat, Akta PPAT terdegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta di bawah tangan dan pihak ketiga dapat memanfaatkan hal ini untuk kepentingannya. Sebagai PPAT, hendaknya dalam melakukan pembuatan akta jual beli selalu bersandar kepada ketentuan-ketentuan yang ada oleh karena yang akan dibuat adalah akta akta otentik yang sangat mempengerahui kepastian hukum atas peralihan hak atas tanah .

ABSTRACT
The thesis examines forms of land sale-purchase deed drafting not in accordance with Land Deed Official’s Drafting procedures and legal consequences resulting thereof.This is a juridical normative research analyzing the law decided by the judge through judicial process. The research is an evaluative study aimed at assessing the activities or programs which are already performed. Based on careful examination legal analysis it is found that the legal consequences of land sale-purchase deed drafting not in accordance with Land Deed Official’s Drafting procedures is that the relevant Land Deed Official may have his/her license terminated dishonorably. His/her deed shall be degraded in terms of its evidencing power to become a private deed and any third parties shall be able to benefit this circumstance for their respective interests.It is suggested for a land deed official in drafting a land sale purchase deed to always refer to the present provisions as the document that he/she will make is authentic ones which greatly affect the legal certainty over the transfer of land title."
Universitas Indonesia, 2013
T33159
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steffani Cicilia
"Meningkatnya dinamika dan mobilitas masyarakat yang terus berkembang pada saat ini, mengakibatkan seseorang tidak dapat mengurus sendiri segala kepentingannya. Salah satu jalan keluar yaitu dengan adanya pemberian kuasa kepada pihak lain. Melalui kuasa ini, seseorang dapat diwakili oleh orang lain dalam melakukan suatu perbuatan hukum. Hal mewakili dewasa ini dianggap sudah lumrah dilakukan. Pengaturan mengenai kuasa saat ini terdapat dalam pasal 1792 sampai dengan pasal 1819 KUHPerdata. Dalam beberapa pasal tersebut, mengatur mengenai pemberian kuasa hingga bagaimana suatu kuasa dapat berakhir. Dalam pasal 1813 KUHPerdata memberikan salah satu ketentuan berakhirnya kuasa yaitu dengan meninggalnya pihak pemberi kuasa maupun penerima kuasa. Dalam kasus yang dibahas oleh Penulis, pemberi kuasa dalam hal ini terdiri dari 3 (tiga) orang ahli waris dan penerima kuasa adalah seorang ahli waris lainnya. Pemberian kuasa ini melalui akta notaris yang bertujuan untuk menjual sebidang tanah warisan yang dimiliki bersama sama oleh para pihak pemberi kuasa dan penerima kuasa. Dalam perkembangannya beberapa pemberi kuasa meninggal dunia dan penerima kuasa baru melakukan jual beli setelah beberapa pemberi kuasa tersebut meninggal. Menurut penulis, akta kuasa untuk menjual ini batal demi hukum karena berdasarkan ketentuan pasal 1813 KUHPerdata dengan meninggalnya salah satu pihak dalam perjanjian pemberian kuasa, mengakibatkan berakhirnya kuasa. Selain itu, seluruh tindakan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa setelah akta kuasa berakhir juga menjadi batal demi hukum, karena dianggap tidak ada alas hukum untuk melakukan tindakan penguasaan lagi.

Dynamics and mobility of society are always increased at nowdays, it give the result in a person can not take care themselves for all their needs. One way out is with the delegation of authority to another party. Through this power, a person can be represented by another person in performing a legal act. Representing another person authority for nowdays is commonplace. The regulation of the power contained in article 1792 to article 1819 of the Civil Code. In some article, the regulation provide the ends of power of attorney. In article 1813 of the Civil Code said that a mandate shall terminate as follows due to death either the mandator or the mandatary. In this case, the mandator are consists of 3 ( three ) persons heirs and the mandatary is one of the heirs too . This power made by a notarial deed which aims to sell a plot of inheritance land and shared equally for all the parties. The following years, 2 (two) persons of mandator was died and the mandatary recently sold that inheritance land after the death of mandator. According to the authors opinion , power to sell the deed is null and void because it is based on the provisions of Article 1813 of the Civil Code said that a mandate shall terminate as follows due to death either the mandator or the mandatary . In another way, all legal actions undertaken base of authorized certificate authority after ending also null and void, because there is no legal base for that action."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>