Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75772 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raka Cahya Pratama
"Deteksi emisi akustik dilakukan untuk menjawab kebutuhan akan tanda-tanda kerusakan sedini mungkin pada komponen mesin. Emisi akustik sendiri merupakan pelepasan energi gelombang tegangan pada saat deformasi awal yang menjadi indikator kerusakan skala mikro komponen mesin, yang tidak dapat dideteksi dengan metode lain. Namun, perkembangan deteksi emisi akustik menjadi lamban karena sulitnya melakukan reka ulang proses penjalaran gelombang emisi akustik untuk dapat mengidentifikasi lokasi sumber kerusakan dini pada elemen mesin. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan teknik penentuan lokasi sumber kerusakan dini pada elemen mesin melalui metode triangulasi perbedaan waktu datang (time of arrival) sinyal antar sensor.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pelat baja tahan karat SS 304 dan alumunium 6083 sebagai representasi elemen mesin serta digunakan sensor piezoceramic PZT yang bertindak sebagai aktuator dan sensor emisi akustik pada permukaan pelat tersebut. Penelitian dimulai dengan studi awal untuk mengetahui karakteristik penjalaran gelombang tegangan berupa hubungan pengurangan amplitudo dan kecepatan penjalaran terhadap frekuensi sumber emisi untuk dapat digunakan pada tahapan akuisisi dan analisis data sinyal AE dalam menentukan lokasi sumber kerusakan. Penelitian kemudian dilanjutkan dengan mengembangkan teknik penentuan lokasi sumber kerusakan dini yang mengadopsi sistem Global Positioning System (GPS) yaitu berupa triangulasi jarak yang diperoleh dari perbedaan waktu datang (time of arrival) antar sensor dan kecepatan penjalaran gelombang tegangan pada material.
Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa teknik penentuan lokasi dengan metode ini menghasilkan akurasi yang cukup baik bila sumber AE berada di dalam bidang yang dibatasi oleh lokasi sensor-sensor, tetapi akurasi teknik ini menjadi buruk apabila lokasi sumber berada di luar bidang yang dibatasi oleh lokasi sensorsensor dengan penyelesaian non-iteratif menunjukan hasil yang lebih akurat daripada penyelesaian iteratif. Akurasi penentuan lokasi hingga 100% pada lokasi sensor yang teratur dan 91,6% pada lokasi sensor yang acak. Langkah verifikasi dilakukan dengan menggunakan bidang deteksi yang lebih besar dan menggunakan jumlah sensor yang lebih banyak, lebih dari 4 sensor.

Acoustic emission detection has been done to answer the challenge to locate damage as early as possible in the machinery components. Acoustic emission is a rapid stress of energy release at the time of initial deformations as indicators of micro-scale damage to engine components, which cannot be detected by other methods. However, the development of acoustic emission detection has been very retarder due to the difficulty of reconstruction of acoustic emission wave propagation process in order to identify the location of the source of incipient damage on machine elements. The purpose of this study is to develop a technique of determining the location of the source of damage early on machine elements through triangulation method of time of arrival differences between the sensor signals.
The study was conducted by using a stainless steel SS 304 and aluminum 6083 plate as the representation of machine elements, PZT piezoceramic acted as sensors as well as actuators on the surface of the plate. The study began with a preliminary study to determine the characteristics of stress wave propagation in the relationship of amplitude attenuation and wave propagation speed respected to the frequency of emission sources and materials which would be used in the stages of data acquisition and analysis of AE signals in determining the location of the source of damage. Research was continued by developing a technique of determining the location of the source of incipient damage adopted the Global Positioning System (GPS) that is triangulation distance obtained from the time of arrival difference between the sensors and the speed of stress wave propagation in the material.
From the results of this study indicate that the technique of determining the location of these methods produce fairly good accuracy when the AE source is in the plane restricted by the location of the sensors, but the accuracy of this technique is worse when the source location is outside the respective plane and the non-iterative technique shows better result than the iterative one. The accuracy of this technique is up to 100% for structured and 90,6% for random sensors locations. Verification step then made by using larger detection area and using more than 4 sensors.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T34892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Gordon and Breach Science Publishers, 1983
620.112 7 ACO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Pasek Suta Wijaya
"Acoustic emission (AE) technique is developed to locate source of damage inside of concrete. However, the AE signal is interfered by much noise, which makes the determination of first time amplitude of AE signal is hard to be carried out. In fact, the determination of this parameter is a significant part for locating the source of damage in concrete. Therefore, one of the denoising methods called wavelet based denoising is proposed. In this case, some wavelet bases function are investigated to find out the proper wavelet bases function to perform the denoising of AE Signal. From the experimental data, the best wavelet basis function for this case is Coiflet, which is shown by providing the best SNR than the other wavelet families. In addition, the determining cracks locations on concrete can be performed easier on denoised AE signal than on noisy AE signal."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2014
UI-IJTECH 5:3 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Banks, H.T.
"Electromagnetic theory offers fascination and challenge from both a physical and a mathematical perspective. This monograph contains the newest results on the use of electromagnetic probes to interrogate dielectric material structures for material properties and geometry. This volume systematically exploits interface phenomena, the electrodynamics of material responses, and time dependent interrogating signals in an integrated manner. The authors begin with basic electromagnetics, such as Maxwell's equations, and present modeling, theory, and computational results.
The book's strengths include a clear discussion of materials properties from the electromagnetic point of view, a careful formulation of the imaging problems addressed, rigorous treatment of mathematical issues, and useful illustration of computational methods and results. While confined to internal vision in one-dimensional settings, this volume will stimulate further developments in internal vision to include two- and three-dimensional interior assessments. It is an excellent and robust source of applied mathematics and engineering research challenges for the future.
Imaging technology stands to benefit much from this research on low energy electromagnetic radiation. The use of electromagnetic pulses interacting with specially placed reflective surfaces, whether solid or acoustic, is a new dimension that will substantively impact medical imaging, subsoil investigation, and structure evaluation."
Philadelphia: Society for Industrial and Applied Mathematics, 2000
e20451304
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
"Dioxin/furan is one of the persistent organic pollutants (POP'S) that the government and public in Indonesia has not taken care of ,as there is currently no policy on reducing dioxin/furan emission,even according to previous reserach dioxin/furan emission has already high....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Roslan Abdul Gani
"PET scanner dikenal secara luas dalam pencitraan klinis untuk menentukan abnormalitas deteksi lesi kecil. Dalam studi ini, dilakukan evaluasi deteksi objek lesi menggunakan solid fantom in-house. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan phantoms in-house dalam bentuk silinder lingkaran dan elips dengan objek lesi berdiameter 6 mm dan konsentrasi aktivitas FDG yang bervariasi. Lebih lanjut, dilakukan pula pengukuran objek lesi  dengan ukuran 6-, 8-, 11-, 16-, and 21 mm yang berada dalam phantoms silinder elips dengan material ekuivalen paru dan liver, berturut-turut dengan ukuran major dan minor axis, (33 × 18 cm) dan (28×20 cm). Objek lesi dilakukan variasi posisi secara sejajar dan melingkar. Evaluasi citra PET dilakukan perhitungan untuk menentukan Full Width Half Maximum (FWHM) berdasarkan protokol National Electrical Manufacturing Association (NEMA), dan selanjutnya menghitung Conversion Factor FWHM (CFh), serta menggunakan Fitting Gaussian. CFh merupakan rasio antara ukuran objek aktual dan citra FWHM.
FWHM dalam sumbu x dan sumbu y berkisar antara 7,61 hingga 10,68 untuk 6 mm; 8,41 hingga 10,94 untuk 8 mm; 9,59 hingga 11,20 untuk 11 mm; 12,59 hingga 14,43 untuk 16 mm; 16,77 hingga 18,61 untuk 21 mm. Dengan hasil menunjukan CFh dipengaruhi oleh ukuran objek lesi di dalam phantom silinder elipse dengan material ekuivalen paru-paru dan hati yang. Citra PET  10 mm diperoleh nilai FCF  1.00 menunjukan ukuran objek sebenarnya lebih kecil dari ukuran citra. Citra PET hampir tidak mengalami perbesaran apabila citra PET mendekati 10 mm. Untuk citra PET 10 mm ditunjukan oleh nilai FCF  1.00, yang berarti ukuran objek sebenar lebih dari ukuran citra.

PET scanner is widely known in clinical imaging to determine small lesions. We evaluated the detection of lesion object using solid-phantom in-house. Measurement was performed using in-house phantoms ellipse with carried out sizes of lesion object 6-, 8-, 11-, 16-, and 21 mm in lung and liver equivalent material. The lesion object was arranged in different position of parallel and circular.  Evaluation of PET image was calculated to determine the Full Width Half Maximum (FWHM) based on National Electrical Manufacturing Association (NEMA) protocol, and furthermore to calculate Conversion Factor FWHM (CFh), which represents the ratio between the size of the actual object and FWHM profile image.
The FWHMs in x-axis and y-axis were range 7.61 to 10.68 for 6 mm; 8.41 to 10.94 for 8 mm; 9.59 to 11.20 for 11 mm; 12.59 to 14.43 for 16 mm; 16.77 to 18.61 for 21 mm. With the result that the CFh was affected by the size of lesion object inside the ellipse cylinder phantom with lung and liver equivalent. PET image is size <10 mm obtained CFh value <1.00, it indicates that the actual object size is smaller than the image size. The PET image was barely enlarged if the PET image approaches 10 mm. PET images >10 mm was indicated by the CFh value >1.00, which means the object size was actually higher than the image size.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T54065
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Bagus Wijaya Kusuma
"Penggunaan kendaraan bermotor perlu diikuti dengan upaya untuk melestarikan lingkungan hidup, karena gas buang dari hasil proses pembakaran sangat nyata pengaruhnya terhadap pencemaran udara dan lingkungan. Satu metoda untuk menyelesaikan permasalahan di bidang pencemaran udara telah dilakukan dengan menggunakan suatu alat tambahan, yang dirancang di Program Studi Teknik Mesin Universitas Udayana. Berdasarkan pada data pengujian yang telah dilakukan terhadap alat tambahan tersebut, tampak dengan jelas bahwa alat tambahan yang telah dirancang mampu mengurangi emisi gas CO secara signifikan, hingga batas paling minimum, serta secara rata ? rata mampu dikurangi hingga di atas 54 %. Selain mampu mengurangi emisi gas buang CO2 dan HC, juga mampu meningkatkan kandungan O2. Alat tambahan tersebut tidak berpengaruh terhadap unjuk kerja kendaraan saat beroperasi. Satu keuntungan lainnya adalah alat tambahan juga mampu mengurangi tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh motor.

Emission gas reducer on motor vehicle, automobile, light engine of boat and stationary combustion engine. The use of motor vehicle should be followed by protection against damages on the environment, since the exhaust gas from combustion engine has significantly affect on air and environmental pollution. One method to solve the problems in air pollution has been done by using a re-heater designed in Mechanical Engineering Department, University of Udayana. In accordance to the test on the re-heater, it can be seen very clear that the re-heater has significantly reduce the CO emission of about 54%. It also reduces the CO2 dan HC emission, and in the other side increases the number of O2. The re-heater has no significant effect to engine performance during the operation and also reduces the noise of motor."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Andi Raynold
"Rustop merupakan sejenis bahan kimia berupa gel terbuat dari campuran aspalt dan bensin yang biasanya digunakan sebagai coating anti karat pada plat pada bagian under bodi otomotif. Fungsi rustop sebagai anti karat adalah adanya penghambatan udara masuk melalui permukaan material. Pada kendaraan, adanya hambatan itu juga dapat mengurangi bunyi bising (noise) yang merambat melalui medium udara. Bunyi dari ruang mesin atau dari bagian bawah kendaraan, membuat terasa tidak nyaman di cabin jika intensitas bunyi masuknya tinggi. Untuk itu rustop digunakan dengan fungsi mereduksi bunyi bising tersebut sehingga bunyi yang ditransmisikan jadi lebih kecil. Tentunya fungsi rustop yang disebutkan diatas hams dibuktikan dengan melakukan Penelitian dan percobaan, dengan kemungkinan untuk mencari atau membandingkan pelapisan rustop tersebut dengan bahan lain yang sejenis yang lebih murah dan mudah di dapat. Dengan aplikasinya tidak terfokus pada bidang otomotif untuk kemungkinan diaplikasikan pada bidang Iain yang memerlukan kriteria sesuai dengari fungsi rustop tersebut di atas. Altematif bnhan tersebut adalah flinkotte yang dilihat secara fungsi, bentuk dan warna hampir sama dan lebih umum di gunakan dan mudah didapatkan di pasaran Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode melewatkan bunyi pada berbagai tingkat intensitas melalui suatu specimen uji (plat). Lalu dibandingkan apakah bunyi (noise) dapat lebih direduksi bila specimen uji tersebut dilapisi rustop ataupun flinkotte. Pengujian dilakukan tehadap berbagai jenis material tidak hanya digunakan material plat khusus otomotif yaitu SPCC, tetapi juga terhadap jenis material yang berbeda seperti triplek, dan gipsum eternit."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S37297
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Sultan Salahuddin
"ABSTRAK
Laser eksimer komersial telah berhasil dikonversikan menjadi Laser Nitrogen dengan menggunakan campuran gas helium dan gas nitrogen masing-masing pada tekanan parsial 1310 mbar dan 40 mbar. Laser nitrogen tersebut telah berhasil dioperasikan pada frekuensi repetisi 100 Hz dengan energi keluaran 5 mJ tiap pulsa dengan fluktuasi energi lebih kecil dari 0.8 %. Stabilitas energi keluaran yang tinggi pada frekuensi repetisi 100 Hz ini, dicapai melalui pemakaian kipas berkecepatan tinggi untuk menjaga agar campuran gas dan aliran gas pada elektroda utama menjadi lebih homogen. Emisi spektral yang diperoleh dari plasma yang dibangkitkan oleh sistem laser nitrogen dibandingkan dengan yang diperoleh menggunakan laser Nd-YAG pada energi keluaran yang sama. Hasil memperlihatkan ketelitian data dengan standar deviasi 1.4 % untuk kasus laser nitrogen, lebih baik dibandingkan dengan standar deviasi yang dicapai oleh laser Nd-YAG yaitu 14.3 %. Selanjutnya data eksperimen memperlihatkan keunggulan dari laser nitrogen untuk peningkatan rasio signal terhadap latar belakang dan pengurangan pada efek penguapan selektif.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Djohan Asmawi
"Menipisnya cadangan minyak bumi, akan menjadikan bahan bakar minyak konvensional seperti Premix, Premium dan Solar semakin mahal harganya, dan subsidi terhadap minyak solar yang dilakukan Pemerintah selama ini suatu saat akan tidak dapat dilanjutkan. Melihat fenomena ini, menjadikan Pemerintah mengambil langkah kebijaksanaan bidang energi antara lain. kebijaksanaan konservasi dan diversifikasi energi guna mengurangi peranan bahan bakar minyak (BBM) dan meningkatkan peranan energi lain. Ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pemakaian BBM dan menggantikan dengan jenis energi lain guna memenuhi kebutuhan energi, khususnya untuk transportasi.
Pembangunan yang semakin meningkat menjadikan tingkat pertumbuhan ekonomi semakin tinggi. Salah satu dampak yang terjadi adalah merangsang produksi dan jumlah kendaraan bermotor. Kehadiran kendaraan bermotor dalarn masyarakat sangatlah panting, akan tetapi telah terjadi pula permasalahan lalulintas seperti kemacetan, kecelakaan dan pencemaran udara. Hasil penelitian dari pola penggunaan BBM menunjukkan bahwa kontribusi pencemaran udara yang berasal dari sektor transportasi mencapai 60%, selebihnya sektor industri 25%, rumahtangga 10% dan sampah 5%.
Untuk menghindari atau mengurangi polusi udara akibat emisi gas buang dari sektor transportasi, maka perlu dilakukan perlindungan melalui upaya pengendalian terbadap sumberiemisi gas buang kendaraan bermotor, sehingga pembebanan udara ambien tetap berada di bawah ambang batas yang diperbolehkan.
Alternatif bahan bakar pengganti yang paling memungkinkan saat ini adalah bahan bakar gas (BBG), karena selain cadangannya dalam jumlah besar juga menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh LEMIGAS (1992) pada kendaraan yang berbahan bakar bensin, BBG lebih efisien dan lebih bersahabat dengan lingkungan. Untuk kendaraan berbahan bakar minyak solar (BBMS), penggantian ke BBG secara langsung masa sulit dilaksanakan karena sistem pembakaran yang berbeda dibanding kendaraan berbahan bakar bensin. Akan tetapi dengan teknologi yang ada, maka Cara dengan pemakaian alat Conversion Kit dapat dilakukan, di mana BBMS yang dipakai dapat disubstitusi dengan bahan bakar minyak solar-gas (BBMSG).
Bila kendaraan bermotor yang berbahan bakar bensin dapat menggunakan bahan bakar gas yang terbukti lebih efisien dan lebih ramah dengan lingkungan, maka penelitian ini melihat emisi gas buang yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor Isuzu Panther BBMS, yang disubstitusi dengan BBMSG. Emisi gas buang yang diteliti dibatasi pada parameter karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC).
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk dapat mengantisipasi pemakaian bahan bakar alternatif dalam rangka menunjang kebijaksanaan diversifikasi dan konservasi energi, dan memperkenalkan kepada masyarakat bahwa kendaraan berbahan bakar solar dapat pula menggunakan bahan bakar gas dengan cara substitusi.
Secara khusus penelitian ini melakukan uji coba untuk mengetahui :
a. Seberapa besar emisi gas buang CO, NOx dan HC yang ditimbulkan bila menggunakan BBMS.
b. Seberapa besar perbedaan emisi gas buang untuk masing-masing parameter tersebut di atas bila dilakukan substitusi dengan BBMSG.
c. Apakah ada perbedaan emisi gas buang yang ditimbulkan antara kendaraan tersebut di tune-up (0 km) dan tidak di tune-up (setelah kendaraan menempuh jarak 5000 km), ditinjau dari bahan bakar yang digunakan.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan mobil Isuzu Panther berbahan bakar solar yang dikondisikan. Maksud dikondisikan, kendaraan terlebih dahulu di tune-up (0 km) kemudian dipasang alat Conversion Kit. Penelitian dilakukan pada kendaraan dalam keadaan static atau posisi gigi transmisi bebas dan kendaraan pada posisi transmisi masuk pada kecepatan dan rpm sebagai berikut:
1.
Gigi transmisi 0 (stalls), kecepatan 0 km/jam, rpm 1500.
2. Gigi transmisi 1, kecepatan 20 km/jam, rpm 2000.
3. Gigi transmisi 2, kecepatan 40 km/jam, rpm 2500.
4. Gigi transmisi 3, kecepatan 60 km/jam, rpm 3000.
5. Gigi transmisi 4, kecepatan 80 km/jam, rpm 3500.
6. Gigi transmisi 5, kecepatan 100 km/jam, rpm 4000.
Sampel diambil sebanyak tiga kali pada tiap-tiap parameter yang diuji. Selanjutnya diulang kembali sebelum di tune-up (setelah kendaraan menempuh jarak 5000 km.) Data seluruh pengamatan pada setiap kali perulangan, baik kendaraan di tune-up atau tidak, sebanyak 216 kasus (sampel). Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan statistik deskriptif dan inferensial. Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan secara umum karateristik hasil pengamatan, sedangkan statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan yang mana dalam hal ini digunakan analisis sidik ragam (ASRA) dengan menggunakan fasilitas komputer program Microstat versi 4.1 dari Ecosoft Inc.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa:
1. Ada perbedaan yang nyata untuk emisi gas buang NOx, bila memperhitungkan bahan bakar yang digunakan. Penggunaan BBMSG menimbulkan emisi NOx lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan BBMS.
2. Tidak ada perbedaan yang nyata untuk emisi gas buang CO, bila kendaraan menggunakan BBMS ataupun BBMSG.
3. Ada perbedaan yang nyata untuk emisi gas buang HC, bila memperhitungkan bahan bakar yang digunakan. Penggunaan BBMSG menimbulkan emisi gas buang HC yang lebih tinggi, dibandingkan dengan penggunaan BBMS.
4. Ada perbedaan yang nyata emisi gas buang CO, NOx, dan HC bila memperhatikan kecepatan. Semakin cepat kendaraan melaju memperlihatkan semakin tinggi emisi gas buang yang dihasilkan.
a. Untuk parameter CO, dengan kecepatan kendaraan 100 km/jam adalah:
- 9,7 kali lipat dibandingkan kecepatan 20 km/jam;
- 6,4 kali lipat dari 40 km/jam;
- 2,5 kali lipat dari 60 km/jam;
- 1,5 kali lipat dari 80 km/jam.
b. Dengan kecepatan 100 km/jam diketahui emisi NOx yang dihasilkan adalah:
- 1,5 kali lipat dari kecepatan 20 km/jam;
- 1,2 kali lipat dari 40 km/jam;
- 1,1 kali lipat dari 60 km/jam;
- 1,1 kali lipat dari kecepatan 80 km/jam.
c. Emisi gas buang HC pada kecepatan 100 km/jam adalah:
- 2,4 kali lipat dari kecepatan 20 km/jam;
- 2 kali lipat dari 40 km/jam;
- 1,3 kali lipat dari 60 km/jam;
- 1,1 kali lipat dari 80 km/jam.
Kendaraan tersebut berlaku dalam keadaan tune-up (0 km) dan tidak tune-up (5000 km), baik menggunakan BBMS ataupun BBMSG dengan ukuran kelipatan yang tidak jauh berbeda.
5. Emisi gas buang CO yang dihasilkan tidak beda nyata antara kendaraan di tune-up (0 km) maupun tidak di tune-up (5000 km). Walaupun demikian CO lebih tinggi 1,4 kali lipat bila menggunakan BBMSG dibanding BBMS.
6. Untuk parameter NGx, emisi yang dihasilkan menunjukkan adanya perbedaan nyata antara kendaraan di tune-up dan tidak tune-up. Ternyata penggunaan BBMSG lebih baik dari penggunaan BBMS. Emisi karena penggunaan BBMS adalah 1,3 kali lipat lebih tinggi dibanding pada penggunaan BBMSG.
7. Untuk parameter HC, emisi gas buang yang dihasilkan, tidak ada perbedaan nyata baik kondisi tune-up maupun tidak tune-up. Namun bila dianalisis menurut bahan bakar yang digunakan, emisi HC pada penggunaan BBMSG cenderung lebih tinggi 1,1 kali lipat dibanding pada penggunaan BBMS.
8. Efisiensi ekonomi penggunaan BBMSG menunjukkan penghematan 58% lebih murah dari BBMS.
9. Dari percobaan dengan menggunakan BBMSG melalui penambahan alat Conversion Kit, yang mana campuran BBM yang digunakan adalah 40% BBMS dan 60% BBG, keadaan emisi gas buang untuk parameter utama sudah dapat diketahui. Untuk itu penelitian yang serupa oleh pihak lain terhadap beberapa parameter yang belum diteliti, konsumsi bahan bakar, akselerasi dan lain sebagainya dipandang perlu untuk dilakukan, sehingga temuan-temuannya dapat melengkapi hasil penelitian.

Decreasing the fossil fuel reserve will make combustible material lice Premix, Premium and Diesel fuel more expensive. Government subsidy for Diesel fuel will one day be discontinued. This phenomenon made the government take steps in the field of energy policy, namely conservation policy and energy diversification in order energy sources. Such is mean to reduce the level of dependency towards fossil fuel and replace it with other kinds of energy in fulfilling the need, particularly for transportation purposes.
The ever increasing level of development resulted in an even higher economic growth. One of the impact that is occurring includes the stimulation in the number of motorized vehicle production. Its presence in the community is very important indeed, but another issue arises, namely traffic problems like accidents, traffic jams, air pollution, etc. Research results of the pattern of using fossil fuel showed that the contribution of air pollution originating from transportation reached 60%, the remaining sectors include industry 25%, domestic 10% and solid waste 5%.
To evade or reduce air pollution as a result of exhaust gas emission from the transportation sector, the protection should be carried out through the endeavors of control towards the source or motorized vehicle exhaust gas emission. Such would keep the ambient air below the allowable threshold.
The most possible replacement fuel as alternative, at present, is gas fuel (BBG). Besides its huge amount of reserves, the study result of Lemigas (1992) on vehicles with gasoline, BBG is more efficient and friendly with the environment. Vehicles with Diesel fuel could not be changed directly with BBG. The change is still difficult to implement because they differ in the combustion system compared to those with gasoline. Otherwise, with the availability of technology, by using the convention kit tool, it can be carried out whereby the Diesel fuel material used can be substituted with BBG.
When a gasoline motorized vehicle can use BBG that turned out to be more efficient and more friendly with the environment, thence, this study focused on exhaust gas emission caused by Isuzu Panther motorized vehicle with Diesel fuel combustion material that is substituted by BBG. The studied gas emission was limited to the parameters CO, NOx and HC.
The objective of this study is to anticipate the use of alternate fuel within the framework of supporting the diversification and energy conservation policy as well as introducing to the community that vehicles with Diesel fuel material can also use BBG by substitution. In particular, this study is to carry out a trial to know:
a. How big the exhaust gas emissions of CO, NOx and HC are when using the Diesel fuel material (BBMS).
b. How big the difference in exhaust gas emission for the respective parameters when it was carried out by BBMSG substitution.
c. If there is difference in exhaust gas emission when the vehicle is tuned-up (0 km) and not tuned-up (after completing a distance of 5000 km), both from the fuel used as well as the velocity of the vehicle point of view.
This study is an experimental study by using Panther Isuzu motorcar with conditioned Diesel fuel. Its mean that the car is first of all tuned-up (0 km) then a conversion kit is installed. The study is carried out when the motorcar is stationary or the transmission position is free and when the transmission position is in and the car is running at a velocity and rpm were as follows:
1. Transmission at 0 (static), velocity 0 km per hr, rpm 1500
2. Transmission at 1, velocity 20 km per hr, rpm 2000
3. Transmission at 2, velocity 40 km per hr, rpm 2500
4. Transmission at 3, velocity 60 km per hr, rpm 3000
5. Transmission at 4, velocity 80 km per hr, rpm 3500
6. Transmission at 5, velocity 100 km per hr, rpm 4000
For each parameter tested, the sample taken was three times. Then, it is repeated prior to be tuned-up (after the vehicle covered a distance of 5000 km). The entire observance data at every single repetition, both, whether the vehicle was tuned-up or not, the total number was 216 cases or samples. Data analysis was undertaken by using the descriptive statistical approach as well as inferential. The first was used to illustrate, in general, the characteristics of observance results, whereas, inferential statistic was used to test the proposed hypothesis that was presented and in this case was used for variance analysis (ANOVA) by using the facilities of Microstate version 4.1 computer program from Ecosoft Inc.
The result of the study disclosed that:
1. The gas emission of NOx from diesel fuel-gas vehicle tends to be lower than that from diesel fuel vehicle.
2. The gas emission of CO from diesel fuel-gas vehicle tends to be the some as that from diesel fuel vehicle.
3. The gas emission of HC from diesel fuel-gas vehicle tends to be higher as that from diesel fuel vehicle.
4. There is significant difference of exhaust gas emission by Panther Isuzu vehicle when attention is paid on the velocity of the vehicle.
a. For the CO parameter with a velocity of 100 km per hour:
. 9.7 times compared with a velocity of 20 km per hour
. 6.4 times with a velocity of 40 km per hour
. 2.5 times with a velocity of 60 km per hour
. 1.5 times with a velocity of 80 km/hour
b. With a velocity of 100 km per hour NOx emission is known to be:
. 1.5 times the a velocity of 20 km per hour
. 1.2 times the a velocity of 40 km per hour
. 1.1 times the a velocity of 60 km per hour
. 1.1 times the a velocity of 80 km per hour
c. HC exhaust emission at a velocity of 100 km per hour is:
· 2.4 times the a velocity of 20 km per hour
· 2 times the a velocity of 40 km per hour
· 1.3 times the a velocity of 60 km per hour
· 1.1 times the a velocity of 80 km per hour
The vehicle in question holds in a tune-up (0 km) condition and not tune-up (500 km) both using BBMS or BBMSG with a multiplication measurement that do not differ much.
5. CO exhaust gas emission produced do not differ significantly between vehicle's tuned-up (0 km) as well as tuned-up (5000 km). Even then, CO is 1.4 times higher when using BBMSG compared to BBMS.
6. For NOx parameter, the emission produced showed significant difference between vehicle's tuned-up and not tuned-up. It turned out that BBMSG use is better than BBMS. The emission due to BBMS use is 1.3 times that of BBMSG.
7. There is no significant difference both tuned-up as well as not tuned-up for HC exhaust gas emission. However, if the analyzed according its fuel used, then HC emission tends to be higher by using BBMS compared to BBMSG, namely 1.1 times.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>