Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108385 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yaya Umaya
"Pemberian radiasi bertujuan untuk mengontrol penyebaran sel kanker dan mencegah kerusakan terhadap jaringan normal. Berkas elektron dipilih karena penetrasi radiasinya dapat dikontrol dengan energi tertentu. Penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan distribusi dosis hingga ke paru melalui simulasi perlakuan kanker payudara postmastectomy pada fantom rando dengan berkas elektron 6 MeV menggunakan TLD dan film gafChromic EBT2 untuk lapangan 6x6 cm2, 10x10 cm2 dan 14x14 cm2.
Hasil pengukuran TLD yang dibandingkan dengan kalkulasi TPS menunjukkan perbedaan dosis untuk lapangan 6x6 cm2 sebesar 81,6 cGy pada kedalaman 2,7 cm sedangkan lapangan 10x10 cm2 dan 14x14 cm2 perbedaan maksimum terjadi di kedalaman 2,8 cm berturut-turut 80,36 cGy dan 89,7 cGy. Sedangkan simulasi pengukuran menggunakan film untuk lapangan 6x6 cm2, 10x10 cm2 dan 14x14 cm2 perbedaan maksimum terjadi pada kedalaman 3,3 cm berturut-turut 14,1%, 13,5% dan 22,4 %.
Ketelitian perhitungan dosis dengan terapi elektron sangat kurang disebabkan data inhomogenitas jaringan belum dimasukkan dalam TPS. Dampak dari perbedaan hasil pengukuran PDD paru yang lebih tinggi pada TLD dan film mengakibatkan dosis paru lebih tinggi dari dosis preskripsi dalam perlakuan radioterapi ini yang berarti paru akan menerima overdose.

The aims of radiation are controlling the spread of cancer cells and prevent damage to normal tissue. Electron beam radiation chosen because of penetration can be controlled with a certain energy. This study aimed to determine the dose distribution to the lungs through simulation postmastectomy breast cancer treatment at rando phantom with a 6 MeV electron beam using TLD and gafChromic EBT2 films for field 6x6 cm2, 10x10 cm2 and 14x14 cm2.
TLD measurement results are compared to TPS calculation show the differences dose for 6x6 cm2 field of 81.6 cGy at a depth of 2.7 cm while the field of 10x10 cm2 and 14x14 cm2 maximum difference occurs at a depth of 2.8 cm respectively 80.36 cGy and 89.7 cGy. While simulation measurement used film for 6x6 cm2, 10x10 cm2 and 14x14 cm2 field, the maximum difference 14.1%, 13.5% and 22.4% occurred at a depth of 3.3 cm. Therapeutic dose calculation accuracy is very less due to inhomogenity data have not been included in the TPS network.
The impact of differences in the results of measurements of higher lung PDD at TLD and film result in higher lungs doses of prescription dose in the radiotherapy treatment, which means that the lungs will receive overdose.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T35578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaifulloh
"Pengukuran dalam radioterapi untuk perhitungan dosis seperti percentage depth dose (PDD) dilakukan dalam fantom air yang memiliki densitas homogen, dengan densitas hampir sama densitas otot (1 g/cm3). Pada perlakuan radioterapi seperti pada kanker paru, berkas radiasi melewati material yang tidak homogen yaitu otot, tulang dan paru itu sendiri yang berakibat pada perubahan PDD, sehingga perlu pengukuran pada medium inhomogen seperti pada fantom rando.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur distribusi dosis pada paru dengan simulasi perlakuan radioterapi pasien kanker paru dengan fantom rando kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan TPS. Pengukuran distribusi dosis menggunakan TLD dan film Gafchromic. Untuk memperoleh distribusi dosis pada paru TLD diletakkan pada titik - titik yang berada pada bidang utama berkas dalam fantom rando. Pengukuran distribusi dosis dengan film dilakukan dengan meletakkan film Gafchromic diantara 2 irisan fantom rando. Pengukuran dilakukan untuk 3 lapangan, 5 x 5 cm2, 10 x 10 cm2, dan 15 x 15 cm2. Hasil pengukuran dengan film dan TLD kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan TPS.
Hasil penelitian menunjukkan persentase dosis pada berbagai kedalaman antara hasil pengukuran film Gafchromic dengan perhitungan TPS berbeda secara signifikan, dan semakin besar lapangan semakin besar deviasi. Hasil pengukuran dengan film gafchromic mendapatkan nilai deviasi persen dosis hingga 6 % untuk lapangan 5 x 5 cm2, 16 % untuk lapangan 10 x 10 cm2, dan 17% untuk lapangan 15 x 15 cm2. Untuk pengukuran dengan TLD deviasi persen dosis hingga 8% untuk lapangan 5 x 5 cm2, 11% untuk lapangan 10 x 10 cm2, 12% untuk lapangan 15 x 15 cm2 masing ? masing pada kedalaman 15 cm.

Measurements in radiotherapy for dose calculation as percentage depth dose (PDD) are done in a water phantom with homogeneous density (1 g/cm3). In the radiotherapy treatment such as lung cancer, the radiation beam passes through inhomogeneous materials i.e. muscle, bone and lung itself, which resulted change in PDD, so necessary measurements on inhomogeneous medium like the rando phantom.
The purpose of this study was to measure dose distribution in the lung with simulated radiotherapy treatment of lung cancer patients with a rando phantom and compared with the TPS calculation. Measurement of dose distributions is using TLD and gafchromic films. To obtain the dose distribution in the lung, TLD placed at the points located on the main field of the beam in the rando phantom. Field measurements were made for 3 field sizes, 5 x 5 cm2, 10 x 10 cm2, and 15 x 15 cm2. The results were then compared with the TPS calculation.
The results show the percentage dose at various depths between the measurement and TPS calculation differ significantly, and the larger the field the greater the deviation. Measurement using gafchromic film resulting in deviation in dose percentage reaching up to 6 % for 5 x 5 cm2 field size, 16 % for 10 x 10 cm2, and 17 % for the 15 x 15 cm2. For TLD measurement, deviation is up to 8% for 5 x 5 cm2 field size, 11% for 10 x 10 cm2, and 12% for 15 x 15 cm2 at 15 cm depth respectively.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T35528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrial Male
"ABSTRAK
Elektron biasanya digunakan untuk pengobatan kanker payudara sebagai dosis
tambahan. Pengukuran dosis yang diterima pasien pada rentang energi 6 MeV, 10
MeV dan 12 MeV dari kepala linac, lapangan aplikator 14 x 14 cm2, SSD 95 cm
disimulasikan. Dosis pada paru disimulasikan dengan sistem EGS monte carlo.
Distribusi dosis yang dikalkulasi dengan teknik monte carlo berbeda dengan hasil
TPS. Hal ini karena adanya koreksi dari densitas jaringan (inhomogenitas)
disekitar paru pada simulasi monte carlo sedangkan pada kalkulasi TPS ISIS tidak
memperhitungkan hal tersebut. Dosis 10% di paru hasil kalkulasi simulasi monte
carlo diperoleh pada kedalaman 4.22 cm sedangkan pada TPS 2.98 cm untuk
energi 6 MeV. Sedangkan untuk 10 MeV dan 12 MeV dosis 10% untuk simulasi
monte carlo dan TPS berutur-turut adalah 4.69 cm, 5.72 cm dan 5,79 cm dan 6.95
cm.

ABSTRACT
Treatment option by using electron beam is always done after surgery as booster
doses. Dose measurement in patient lung in energy range 6 MeV, 10 MeV and 12
MeV, filed size 14 x 14 cm2 and SSD 95 cm was simulated. The modelings in
Monte Carlo simulation are modeling treatment head and water phantom by using
BEAMnrc and DOSXYZnrc based on EGSnrc codes. The result from
measurement and simulation is diffrent because correction factors of
inhomogenity lung not included in the TPS ISIS. Depth Dose 10% in lung from
calculation with monte carlo simulation is 4.22 cm and TPS is 2.98 cm with
energy of 6 MeV. For energy of electron 10 MeV and 12 MeV, depth dose 10%
from simulation monte carlo and TPS 4.69 cm, 5.72 cm and 5,79 cm, 6.95 cm."
2012
T30854
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nuruddin
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek terhadap distribusi dosis akibat adanya pergerakan pada pasien di pesawat tomoterapi dengan melakukan simulasi perlakuan menggunakan fantom cheese. Penelitian dilakukan dengan melakukan variasi target kompleks bentuk C sesuai acuan AAPM TG 119 pada target statik dan bergerak searah longitudinal menggunakan amplitudo 2 mm, 4 mm, 6 mm, 8 mm dan 10 mm dengan perioda 4 s dan 6 s pada penggunaan lebar jaw 25 mm dan 50 mm. Data distribusi dosis yang dievaluasi meliputi dosis rata-rata, nilai indeks gamma, dan DVH pada struktur target dan OAR akibat pengaruh dari pergerakan target. Hasil pengukuran dosis rata-rata, indeks gamma dan evaluasi DVH struktur target menunjukkan amplitudo dan periode berpengaruh terhadap distribusi dosis perlakuan pada pesawat tomoterapi dan memiliki hasil yang lebih baik pada penggunaan lebar jaw 50 mm. Hasil evaluasi DVH pada  struktur OAR yang meliputi perbedaan dosis tertinggi di D max dan D5%, pada seluruh variasi pergerakan menunjukkan hasil yang lebih baik pada penggunaan lebar jaw 25 mm.

The purpose of this study was to investigate the effect on the dose distribution due to movement in patients on the helical tomoterapi machine by performing a treatment simulation using phantom cheese. The study was carried out by varying the C-shaped complex target according to the AAPM TG 119 for static and moving target in a longitudinal direction using amplitude 2 mm, 4 mm, 6 mm 8 mm, 10 mm with period 4 s and 6 s in the use selectable jaw widht of 25 mm and 50 mm. The dose distribution data evaluated included average dose, gamma index values, and DVH on targets and OAR structures due to the influence of the target movement along longitudinal direction. The results of the measurement of the average dose, gamma index and DVH evaluation of the target structure show amplitude and period affect the dose distribution treatment on tomoterapi and have better results on the use of 50 mm jaw width. The results of DVH evaluation on the OAR structure which included the highest difference in Dmax and D5% in all movement variations showed better results in the use of 25 mm jaw width."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T54692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhsan Bagatondi
"ABSTRAK
Telah dilakukan pengukuran pengaruh inhomogenitas pada berkas foton 6 dan 10 MV dan berkas elektron 6 dan 9 MeV dengan bilik ionisasi Markus. Fantom inhomogen dibuat dari susunan lapisan akrilik yang disisipi oleh gabus sebagai paru, alumunium sebagai tulang dan kotak kosong sebagai rongga udara. Untuk berkas sinar X 6 MV diperoleh kesimpulan bahwa penyisipan 50 mm gabus menjadikan PDD dalam gabus meningkat 6,28 %, dan 10,3 % untuk berkas sinar X 10 MV setelah penyisipan 90 mm gabus. Fantom rongga dengan diameter 20 mm mengakibatkan dosis setelah distal naik sebesar 2,5 % untuk berkas sinar X 6 MV dan 2% untuk sinar X 10 MV. Penyisipan tulang 10 mm akan mengubah PDD setelah distal menurun untuk kedua berkas sinar X. Untuk berkas elektron diperoleh hasil pengukuran pada fantom akrilik yang berbeda dengan data PDD dalam air yang dimiliki Rumah Sakit. Semua parameter PDD yang ada berubah.
Dosis permukaan meningkat 7,2% untuk berkas elektron 6 MeV dan 3,8 % untuk berkas elektron 9 MeV. Kedalaman maksimum menurun 5 mm untuk berkas elektron 6 MeV dan 7 mm untuk berkas elektron 9 MeV. Jangkauan praktis menurun 5 mm untuk berkas elektron 6 MeV dan 10 mm untuk berkas elektron 9 MeV. Penyisipan paru dan rongga dalam fantom mengakibatkan perubahan yang sangat drastis. Penyisipan aluminium dalam fantom akrilik akan menyebabkan nilai PDD pada distal menurun.

ABSTRACT
The effect of inhomogeneity have been measured in 6 and 10 MV photon beams and 6 and 9 MeV electron beams with Markus ionization chamber. Inhomogeneous phantom made of acrylic formation which inserted by cork as a simulation of lung, aluminium as bone simulation and empty box as air cavity simulation. Further, the insertion of inhomogeneous material will change the Percentage Depth Dose. Insertion 50 mm cork will make PDD in cork rise 6,28% for X ray 6 MV and 10,3% for X ray 10 MV after insertion 90 mm cork. The Cavity with diameter 20 mm result dose after distal go up to 2,5% for 6 MV Xray beam and 2% for 10 MV X-ray beam. Insertion of bone 10 mm will decrese PDD after distal lower for both X-ray beams.
The result from measurement of 6 and 9 MeV electron beams at acrylic phantom will change all the PDD parameter resulted from the Hospital data. The Surface dose will increasing the PDD of electron beams 7,2% for 6 MeV and 3,8% for 9 MeV. The maximum depth decreasing 5 mm for 6 MeV and 7 mm for 9 MeV electron beams. Practical Range decrease 5mm for 6 MeV and 10 mm for 9 MeV electron beams. Insertion of cork and air cavity in the phantom will affect drastically. The insertion of aluminium will decrease the PDD value at the distal.
"
2007
T20993
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lenny Kurnianingsih
"ABSTRAK
Dengan menggunakan TLD dan dosimeter dioda EDD - 53G, telah diukur dosis
organ kritis mata, tiroid, medula spinalis , dan gonad pada berbagai perlakuan
radioterapi dengan sinar X 6 MV. Pengukuran dilakukan pada fantom rando yang
diberi simulasi perlakuan radioterapi dengan berbagai jenis kanker, utamanya kanker
nasofaring. Perencanaan simulasi terapi 3 D dilakukan dengan TPS ISIS berdasarkan
data hasil pengamatan pada beberapa pasien kanker nasofaring yang telah menjalani
radioterapi di RSPAD. Perlakuan diberikan dengan 2 lapangan plan parallel dan teknik
SAD (source axis distance), ukuran lapangan radiasi 18.5 x 17 cm2, dosis preskripsi 2
Gy/fraksi. Sesuai dengan perlakuan pada pasien, kemudian lapangan diperkecil untuk
melindungi medulla spinalis, menjadi 9 x 16 cm2. Dengan cara yang sama, dosis organ
kritis ditentukan dari simulasi radioterapi kanker paru, tulang bahu, abdomen, pelvis
dan tulang paha. Perencanaan setiap perlakuan diakukan berdasarkan data seorang
pasien yang telah menjalani radioterpi di RSPAD . Pada umumnya dosis organ kritis
yang berjarak 0 – 4 cm dari tepi lapangan berbeda dengan hasil kalkulasi TPS sampai
61% bila diukur dengan TLD, dan berbeda sampai 80% bila diukur dengan diode.
Untuk organ yang terletak relatif lebih jauh dari tepi lapangan radiasi, hasil pengukuran
dengan kedua dosimeter menunjukkan hasil sama, berbeda sampai lebih 100% dengan
kalkulasi TPS. Dosis pada pasien 5000 cGy, maka mata menerima dosis mencapai 209
cGy pada perlakukan kanker nasofaring dan mencapai 400 cGy pada perlakukan kanker
otak. Organ kritis tiroid dimungkinkan menerima dosis dari perlakuan kanker paru,
kanker nasofaring, dan kanker tulang bahu, berturut turut mencapai 284 cGy, 192 cGy,
dan 312 cGy. Organ kritis Gonad pada perlakuan radioterapi kanker abdomen menerima
dosis sebesar 524 cGy dan kanker sarkoma tulang paha mencapai 372 cGy.

ABSTRACT
By using TLD and diode dosimeter EDD - 53G, critical organ doses were
measured eye, thyroid, spinal cord, and gonads at various radiotherapy treatment with 6
MV X-rays. Measurements were taken at rando phantom given radiotherapy treatment
simulations with various types of cancer, especially nasopharyngeal cancer. 3 D
treatment planning simulations performed with ISIS TPS based observed data on some
of nasopharyngeal cancer patients who had undergone radiotherapy in the army
hospital. Treatment was given with 2 field parallel plan and technique of SAD (source
distance axis), the radiation field size 18.5 x 17 cm2, prescription dose 2 Gy / fraction.
In accordance with the patient's treatment, then the field is reduced to protect the spinal
cord, at 9 x 16 cm2. In the same way, the dose of the critical organ is determined from
the simulation radiotherapy of lung cancer, bone shoulder, abdomen, pelvis and femur.
Planning any transactions are carried out based on the data treatment of a patient who
had undergone radiotherapy at the RSPAD. In general, the critical organ dose within 0-4
cm from the edge of the field in contrast to the results of calculations TPS to 61% when
measured with the TLD, and vary up to 80% when measured with the diode. For an
organ that is located relatively far from the edge of the radiation field, with both
dosimeter measurements showed similar results, approximately over 100% different
from the TPS calculations. The dose given to patient at 5000 cGy, the eyes received
dose until 209 cGy at simulation nasofaring cancer and until 400 cGy at simulation
brain cancer. Critical organs received doses of thyroid possible treatment of lung cancer,
nasofaring cancer, and shoulder bone cancer, the dose received in a row to reach 284
cGy, 192 cGy, and 312 cGy. Gonad organ critical in the abdomen cancer radiotherapy
treatment received a dose of 524 cGy and bone sarcoma cancer at 372 cGy."
Universitas Indonesia, 2013
T35038
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanjung, Teguh Syahrizal
"Perencanaan klinis untuk pengobatan radioterapi memainkan peran krusial dalam memaksimalkan manfaat pemberian radiasi terapi dan menjamin keselamatan pasien. Pada penelitian ini 60 data treatment planning intensity-modulated radiation therapy (IMRT) dari Rumah Sakit MRCCC Siloam Hospital digunakan dalam model pembelajaran machine learning dengan menggunakan algoritma random forest. Data perencanaan radioterapi berupa radiomic dan dosiomic yang telah dinormalisasi diteliti dengan model algorimta random forest. Hasil evaluasi penelitian menunjukkan model random forest dapat memprediksi distribusi dosis pada kasus kanker paru dengan Mean Squared Error (MSE) sebesar 0,0214. Nilai Homogeneity Index (HI) dan Conformity Index (CI) pada hasil prediksi model random forest adalah 0,087±0,004 dan 0,983±0,003 secara berturut-turut, sementara dari perencanaan klinik diperoleh 0,082±0,025 dan 0,978±0,037 dengan nilai p-value pada PTV and OAR > 0,05 yang menunjukkan bahwa model random forest efektif dan mimiliki performa yang baik dalam memprediksi dosis pada PTV dan OAR pada kasus kanker paru.

Clinical planning for radiotherapy treatment plays a crucial role in maximizing the benefits of radiation therapy and ensuring patient safety. In this study, 60 intensity-modulated radiation therapy (IMRT) treatment planning data from MRCCC Siloam Hospital were used in a machine learning model using the random forest algorithm. Radioteraphy treatment plan data, radiomic and dosiomic, are normalized and to be learned by random forest model algorithm. Model evaluation results showed that dose distribution predicted by random forest model had a Mean Squared Error (MSE) of 0.0214. Homogeneity Index (HI) and Conformity Index (CI) values for predicted results were 0.087±0.004 and 0.983±0.003, respectively, while the clinical data were 0,082±0,025 and 0,978±0,037, with p-values for PTV and OAR > 0.05, which concludes that random forest model had a good performance and were effective in lung cancer PTV and OAR dose prediction.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Asparul Mijar
"Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi distribusi dosis radioterapi pada kasus kanker payudara dengan Teknik EDW menggunakan simulasi monte carlo. Menggunakan fantom Rando female sebagai objek untuk mendapatkan nilai CT dengan pendekatan jaringan tubuh manusia. Penelitian dilakukan dengan 2 tahap. Tahap 1 commissioning Monte Carlo pada lapangan 10 × 10 dengan sudut wedge 25. Tahap 2 simulasi Monte Carlo menyesuaikan perencanaan pada TPS untuk kasus kanker payudara pada fantom rando. Evaluasi pada dosis titik dilakukan dengan membandingkan nilai dosis pada simulasi Monte Carlo dengan TPS dan pengukuran TLD. Hasil dari commissioning menunjukkan seluruh nilai profile pada kedalaman 10 cm berada dalam batas toleransi IAEA TRS 430. Hasil perbandingan pada fantom rando dengan pengukuran TPS dan TLD untuk organ Breast atas berturut-turut adalah 2,08% dan 5,45% sedangkan untuk Breast bawah adalah 4,59% dan 5,98%, untuk jantung adalah 12,76% dan 13,68%, dan untuk paru-paru adalah 12,76% dan 13,68%. Berdasarkan hasil tersebut hasil simulasi memiliki akurasi data yang cukup baik jika dibandingkan dengan pengukuran pada TPS dan pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan TLD.

The research was conducted to evaluate the radiation dose distribution in breast cancer cases using the Electron Dynamic Wedge (EDW) technique through Monte Carlo simulations. The research comprised two phases: Phase 1 involved commissioning Monte Carlo for 10 x 10 field with a 25-degree wedge angle, while phase 2 entailed Monte Carlo simulations to adapt planning on the Treatment Planning System (TPS) for breast cancer cases in the Rando phantom. Point dose evaluation involved comparing dose values in Monte Carlo simulations with those in the TPS and Thermoluminescent Dosimeters (TLD) measurements. Commissioning results demonstrated that all profile values at a depth of 10 cm fell within the tolerance limits of IAEA TRS 430. Comparisons on the Rando phantom between TPS and TLD measurements for the upper breast organ yielded percentages of 2.08% and 5.45%, respectively. For the lower breast, the percentages were 4.59% and 5.98%. Comparisons for the heart resulted in percentages of 12.76% and 13.68%, while for the lungs, they were 12.76% and 13.68%. Based on these findings, the simulation results indicated reasonably good accuracy when compared to both TPS measurements and measurements conducted using TLD."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurizati
"ABSTRAK
Telah dilakukan pengukuran dosis yang diterima janin pasien radioterapi dengan menggunakan simulasi perhitungan Monte Carlo DOSXYZnrc. Diandaikan pasien kanker payudara dan diberi radioterapi pada daerah dada dengan sinar-x 2 MeV, lapangan tangensial 6 x 16 cm2 dan supraclave 14 x 5.8 cm2 (kategori kecil), tangensial 9 x 15 cm2 dan supraclave 17.7 x 8.6 cm2 (kategori sedang), dan tangensial 8.5 x 19 cm2 dan supraclave 20.4 x 11.4 cm2 (kategori besar), serta lapangan tangensial 6 x 16 cm 2 , 9 x 15 cm2, dan 8.5 x 19 cm2 untuk pasien yang hanya menerima perlakuan tangensial. Jarak antara tepi lapangan radiasi dengan posisi titik pengukuran dibuat bervariasi dengan asumsi letak janin yang berubah sesuai umur kehamilan dan diamati pada tiap trimester kehamilan. Pada setiap jarak tertentu, perhitungan dosis dilakukan pada 3 kedalaman berbeda yaitu 2, 5, dan 10 cm. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dosis janin akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman, berkurangnya luas lapangan, dan maksimum pada saat jarak antara tepi lapangan dengan posisi janin terdekat.

ABSTRACT
The fetal dose that received at radiotherapy patient was measured by using Monte Carlo DOSXYZnrc simulation calculations. Patient was regarded breast cancer patients and given radiotherapy to the chest area with 2 MeV x-ray beam, field tangential 6 x 16 cm2, and 5.8 x 14 cm2 supraclavicula (small categories), field tangential 9 x 15 cm2 and 17.7 x 8.6 cm2 supraclavicula (medium categories) and tangential 8.5 x 19 cm2 and 20.4 x 11.4 cm2 supraclavicula (large category), as well as field tangential 6 x 16 cm2, 9 x 15 cm2, and 8.5 x 19 cm2 for patients who received only tangential treatment. Distance between the radiation field edge to the position of measurement point varies with assumption that the changing according the location fetal gestation and observed at each trimester of pregnancy. At any given distance, the dose calculations performed at 3 different depths of 2, 5, and 10 cm. The calculations show that the fetal dose will decrease with increasing depth, decreasing of the area field, and at the time of maximum distance between the edge of the field with a fetal position nearby."
2010
T29106
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rico Adrial
"Tesis ini membahas tentang penggunaan Treatment Planning System (TPS) PRISM pada kasus kanker payudara menggunakan unit terapi Elekta di RSPAD Gatot Soebroto. Berkas elektron biasanya digunakan setelah pembedahan untuk pengobatan kanker payudara sebagai dosis tambahan. Pengukuran dosis dengan energi 8 MeV dan 10 MeV serta lapangan aplikator 6 x 6 cm2, 10 x 10 cm2, 14 x 14 cm2 dan 20 x 20 cm2 disimulasikan sebagai beam data pada PRISM. Beam data unit terapi SL20B merupakan bawaan pada piranti lunak PRISM yang akan dijadikan sebagai acuan kalkulasi. Dosis pada water phantom, inhomogenity phantom dan hasil simulasi CT Scan pasien kanker payudara dianalisis secara 1D berupa PDD, 2D berupa kurva isodosis dan 3D berupa Dose Volume Histogram. Distribusi dosis yang dikalkulasi dengan menggunakan TPS PRISM berbeda dengan hasil TPS ISIS. Hal ini karena adanya koreksi dari densitas jaringan (inhomogenitas) pada TPS PRISM sedangkan pada TPS ISIS tidak memperhitungkan hal tersebut. Beberapa deviasi distribusi dosis bernilai sangat besar antara TPS ISIS dan TPS PRISM. Deviasi melebihi 5% terjadi saat energi 8 MeV mulai dari kedalaman 2.3 cm dan 10 MeV mulai dari kedalaman 2.8 cm.

This thesis discusses about the utilization of PRISM Treatment Planning System (TPS) in the case of breast cancer using Elekta therapy unit at RSPAD Gatot Soebroto. Treatment option by using electron beam is always done after surgery as booster doses. Dose measurements with linac energy 8 MeV and 10 MeV and field sizes 6 x 6 cm2, 10 x 10 cm2, 14 x 14 cm2 and 20 x 20 cm2 were simulated as beam data on PRISM. Therapy unit SL20B beam data are innate in software PRISM that will be used as reference calculations. Doses on water phantom, inhomogenity phantom and the CT scan simulation for breast cancer patient were analyzed in form of PDD for 1D, isodosis curve for 2D and Dose Volume Histogram for 3D. The result from PRISM TPS and ISIS TPS are different because the correction factors of inhomogenity are not included in ISIS TPS. Some deviations of dose distribution from TPS ISIS and TPS PRISM are very high. Deviation larger than 5% started from 2.3 cm depth for 8 MeV and 2.8 cm for 10 MeV."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T38762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>