Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190961 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puhilan
"Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filarial dan ditularkan oleh nyamuk.Program Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) merupakan salah satu program pencegahan filariasis.Cakupan Program Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) filariasis dari tahun 2005-2009 berkisar antara 28% -59,48%. Persentase kasus klinis yang ditatalaksana berkisar antara 17%- 40%. Pencapaian ini belum mencapai target yang ditetapkan oleh WHO (85%).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuihubungan cakupan pemberian obat massal pencegahan (POMP) terhadap keberhasilan pemberantasan filariasis di 32 Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2012.Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectionaldengan pendekatan data ekologi.Penelitian ini dilaksanakan terhadap Kabupaten/kota di Indonesia yang telah melaksanakan pemberian obat massal pencegahan filarisis. Berdasarkan laporan pemeriksaan mikrofilaria dalam darah hasil dari Subdit Pencegahan Filariasis dan Kecacingan Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Ditjen PP dan PL Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2012 terhadap kabupaten/kota yang telah melaksanakan pemberian obat massal pencegahan filariasis selama lima tahun yang diberikan sekali dalam setahun.Analisis data menggunakan cox regression.Hasil analisisdiperoleh prevalensi kabupaten/kota cakupan pemberian obat kategori tinggi sebesar 85% dan berhasil dilakukan pemberantasan sebanyak 22 kabupaten/kota. Penelitian ini menunjukkan ada hubungan cakupan pemberian obat massal pencegahan (POMP) terhadap keberhasilan pemberantasan filariasis sebesar 2,04 kali (PR = 2,04; 1,019-4,05), hasil uji multivariat menunjukkan cakupan pemberian obat massal kategori tinggi berpeluang berhasil dalam pemberantasan filariasis sebesar 1,591 kali (PR = 1,591; 0,561-4,512) setelah dikontrol variabel tingkat pendidikan dan sex ratio. Dengan melakukan pemberian obat massal pencegahan (POMP) filariasis yang diberikan satu tahun sekali selama lima tahun berturut-turut maka eliminasi filariasis di Indonesia dapat tercapai.

Filariasis(elephantiasis) is achronicinfectiousdiseasecaused byfilarial wormsandtransmittedbymosquitoes. Mass Drug AdministrationProgram(MDAP) is one offilariasispreventionprograms. FilariasisMass Drug AdministrationProgram(MDAP) Coveragefrom 2005-2009ranged from28% - 59.48%. Percentage ofclinical casesare administeredrangedfrom 17% -40%. This achievementhas notreached the assigned target by theWHO (85%0. This study aimstodetermine the relationshipcoverage ofmass drug administrationagainstthe success oftheprevention offilariasis inIndonesiain 2012. This study was using a cross sectional design with ecological data approach. This study was conducted to district / city in Indonesia that have implemented Mass Drug Administration (MDA) filarisis prevention which is based on inspection reports of microfilariae in the blood in the districts / cities that have implemented preventive filariasis Mass Drug Administration for five years, given once a year. Data obtained from the Filariasis Prevention and Worm Sub Directorate - Directorate of Animal Disease Control Sourced , Directorate General of Disease Control and Enviromental Health, Ministry of Health in 2012. Data analysisusingcoxregression.Results ofanalysis,the prevalence ofthe district/cityhighcoverage ofdrugcategoriesby 85% and successfull in preventing22 districts/cities.This studyshowedthat there are correlation of MassDrug Administrationagainst the success of filariasispreventionof2.04 times(PR =2:04; 1.019 to 4.05), test showing the coverageof MassDrug Administrationlikely tosucceedin thehigh categoryforthe prevention offilariasis1,591times(PR =1,591;0.561 to 4.512) after controllingvariablelevel of educationandsex ratio. By doingpreventivefilariasisMass Drug Administrationgivenonce a yearfor fiveyears regularly then theeliminationof filariasisinIndonesia can be achieved.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tita Mia Sari
"Pengobatan massal filariasis merupakan program wajib pemerintah dalam upaya pemberantasan filariasis di wilayah-wilayah endemis, salah satunya di wilayah Depok. Penelitian deskriptif ini mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pengobatan massal Filariasis dengan desain cross-sectional. Sampel pada penelitian ini adalah 66 orang warga Kelurahan Pondok Cina Depok yang termasuk dalam kriteria penerima pengobatan mmsal filariasis. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat sosial ekonomi dan status pekerjaan dengan perilaku pengobatan massal filariasis.
Sementara itu, tidak ada hubungan antara karakteristik masyarakat meliputi usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan serta tingkat pengetahuan, persepsi, dan sikap tentang filariasis dengan perilaku pengobatan massal filariasis.

Mass drug administration is a government program to eliminate lymphatic tilarimis at endemic arm, included Depok. This research is a descriptive correlative research and use cross sectional design which ha a purpose to know factors related to community behavior about mass drug administration (MDA). The sample in this research is 96 people who live in Pondok Cina district of Depok and as target of MDA. Sampling technique which is use in this research is purposive sampling. Based on analyzing, there are significant relationships between social economic level and work status to behavior about mass drug administration. Besides, there are no relationship between age, sex, level of education, level of knowledge, perception, and attitude about lymphatic tilariasis to behavior about mass drug administration.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
TA5783
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Kusumawardani
"Skripsi ini membahas gambaran faktor-faktor predisposisi yakni umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang Filariasis yang berhubungan dengan praktik minum obat Filariasis di 7 RW Kelurahan Baktijaya Depok tahun 2009. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional (potong lintang) dan menggunakan data primer. Hasil penelitian menyarankan bahwa kegiatan sosialisasi berupa penyuluhan tentang Filariasis dan pengobatan massal Filariasis agar diperbanyak sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang Filariasis dan membuat masyarakat mau meminum obat massal Filariasis.

The focus of this study is the description of disposing factors there are age, sex, job, education grade and knowledge about Filariasis disease which is related to Filariasis drugs consumption in 7 RW Kelurahan Baktijaya Depok 2009. This research is quantitative descriptive interpretive with cross sectional design. The data were collected by means of interviews. The researcher suggest to increase dissemination activities of Filariasis and the drugs consumption information so we can improve people?s knowledge about Filariasis disease and make they already to eat the Filariasis drugs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Sania
"Filariais is a tropical disease , which is caused by microfilaria of filarial worm and is spread by mosquitoes bites and shows acute or chronic clinical manifestation. Therefore, this disease becomes one of national priority to eradicate infectious diseaseand listed as medium-term National development plan 2010 --2014. Mass-drug administration (MDA) program for filariasis has been done in Depok since 2008. Yet, there are still gap in realization of mass drug administration for prevent filariasis in Sukmajaya and Tirtajaya and there had never been done any researches about this program before. Now, we're doing a research about relationship between implementation of drug distribution with mass drug administration coverage to prevent filariasis.
This research is used consecutive sampling cross sectional methode with questionnaire in target population with CI 95%. In the results we know the p value is more than 0,05 in both village. So there are no relation between implementation of drug distribution with mass drug administration coverage to prevent filariasis. Implementation of mass-drug administration distribution to prevent filariasis using standard operational number at Tirtajaya is 5.7% and Sukmajaya 7%. So that, drug coverage number is also low. Thus, in the next research it is suggested to distributing mass drug administration to prevent filariasis based on standard operational then the similar research done later. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan , 1986
616.965 2 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfie
"Hingga saat ini, filariasis adalah salah satu penyakit infeksi yang menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Sebagai upaya eliminasi filariasis limfatik, WHO mencanangkan program pengobatan masal yang berlangsung selama enam tahun menggunakan kombinasi DEC – albendazol. Adapun program eliminasi filariasis di Kabupaten Alor, NTT, sudah dimulai sejak tahun 2002. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keberhasilan program tersebut melalui pengukuran kadar antibodi spesifik filaria IgG4 dengan Pan LF. Penelitian menggunakan desain potong lintang pada anak Sekolah Dasar di Kabupaten Alor, NTT. Sampel darah dikumpulkan dari 1232 anak SD usia 3 hingga 10 tahun, yang terdiri dari 629 anak laki – laki dan 603 anak perempuan. Hasil yang diperoleh menunjukkan terjadinya penurunan prevalensi positif IgG4 secara signifikan. Prevalensi IgG4 tidak dipengaruhi oleh umur (p=0,765) maupun jenis kelamin (p=0,941), akan tetapi dipengaruhi oleh kecamatan tempat tinggal (p=0,042). Disimpulkan bahwa pengobatan massal yang dilakukan di Kabupaten Alor berhasil menurunkan prevalensi positif IgG4 pada anak SD.

Until now, filariasis is one of the infectious diseases troubling the world. To eliminate it, WHO implements a six year mass drug administration program using the combination of DEC-albendazol. The elimination program in Alor district, NTT, has been started since 2002. The purpose of this research is to evaluate the program by measuring IgG4 antibody titre with Pan LF. This study uses cross sectional design to elementary school students in Alor district, NTT. The blood samples were collected from 1232 elementary school students whose ages ranged from three to ten years old, consisted of 629 boys and 603 girls. The result shows a significant decrease of positive IgG4 prevalence. The prevalence is not influenced by age (p=0,765) and sex (p=0,941), but is influenced by subdistrict (p=0,042). It is concluded that the mass drug administration held in Alor district succeed to lower the positive IgG4 prevalence on elementary school students."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Mardesni
"Hubungan lingkungan rumah, perilaku dan pekerjaan dengan kejadian filariasis di Kabupaten Muaro Jambi belum banyak diteliti dan mf ratenya masih diatas 1% sehingga masih mungkin terjadi penularan. Oleh karena itu dilakukan penelitian terhadap hubungan lingkungan rumah, perilaku dan pekerjaan terhadap kejadian filariasis di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2006.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode kasus kontrol, menggunakan data primer hasil wawancara dan observasi lingkungan responder_ Responder berjurniah 216 orang yang terdiri dari 72 kasus dan 144 kontrol. Analisis hasil dilakukan dengan uji statistik dari univariat sampai multivariat.
Penelitian menghasilkan faktor-faktor yang mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian filariasis adalah konstruksi rumah yang berupa plafon rumah dengan OR=2,8 pads 95% CI 1,43 - 5,47, dinding rumah nilai OR = 2,1 pads 95% CI 1,11-3,92 dan peneahayaan dalam rumah dengan OR = 6,7 pada 95% CI 1,76-25,64. Untuk lingkungan diluar rumah yang berupa rawa-rawa OR = 2,4 pada 95% CI 1,31-4,50 dan tumbuhan air OR = 2,0 pada 95% CI 1,08-3,55, perilaku yang berhubungan dengan kontak dengan nyamuk berupa perilaku memakai alat perlindungan diri OR = 2,5 pada 95% CI 1,42-4,55, perilaku menghindari did dari gigitan nyamuk OR = 2,5 pads CI 1,38-4,41 dan perilaku mencegah berkembangbiaknya nyamuk OR = 2,3 pads 95% CI 1,32-4,19. Pekerjaan didapat nilai OR = 7,4 pada 95%CI 3,29-16,45. Dalam penelitian ini pekerjaan menjadi faktor paling dominan yang berhubungan dengan filariasis karena odds ratio dan proporsi pekerjaan beresiko yang besar diantara faktor-faktor lainnya.
Sedangkan faktor-faktor yang tidak mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian filariasis adalah lingkungan diluar rumah yang meliputi areal persawahan, semak belukar dan binatang resevoar. Untuk perilaku adalah perilaku kesehatan lingkungan dan berpergian.
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Muaro Jambi dalam menetapkan program prioritas pemberantasan penyakit menular, menjadi bahan masukan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan dapat memberi manfaat untuk ilmu pengetahuan.

Relation among house environment, behavior and occupation with filariasis cases in Muaro Jambi Regency are not yet analyzed and mf rate is still above 1% so that infection is still possible. Therefore, research on house environment, behavior and occupation toward filariasis in Muaro Jambi Regency year 2006.
This quantitative research case control method, by primary data that are taken directly by interview and observation to respondent and local environment. The number of respondent are 216 people that consist of 72 cases and 144 controls. Result analysis is done by statistical test from univariate to multivariate step.
Research output that factor have significant relation with filariasis cases are house construction in the form of house ceiling is OR = 2,1 in 95% CI 1,11-3,92, plafond is OR = 2,8 in 95% CI 1,43 - 5,47 and inside house lighting is OR = 6,7 in 95% CI 1,76-25,64, outside house environment such as swamp is OR = 2,4 in 95% CI 1,31-4,50 and water plant is OR = 2,0 in 95% CI 1,08-3,55. For behavior that is related with contact with mosquito is using health safety equipment behavior is OR = 2,5 in 95% CI 1,42-4,55, preventive behavior from mosquito bite is OR = 2,5 in CI 1,38-4,4, land mosquito breeding prevention behavior is OR = 2,3 in 95% CI 1,32-4,19 and occupation is OR = 7,4 in 95%CI 3,29-16,45. Occupation has dominant factor of relation with filariasis because of odds ratio and proportion its risk the bigness among other factorses.
While factorses didnot have significant relation among filariasis are outdoors environment which rice field, coppice and animal resevoar. For behaviors are behavior health enviroment and mobility.
This research expected to become input material for Health Agency of Muaro Jambi Regency in decided priority program to control communicable desease, become input material for society to improve public health and give benefit for science.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19014
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ely Setyawati
"Penyakit Kaki Gajah (filariasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filariasis. Penyakit ini ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk dan bersifat menahun (kronis). Dari segi epidemiologi, penyakit ini memerlukan beberapa factor untuk terjadinya penularan, diantaranya adanya manusia sebagai hospes, nyamuk sebagai vector dan lingkungan yang mendukung kehidupan vector. Berdasarkan hasil survai cepat tahun 2000, Jawa barat menempati urutan pertama kasus kronis filariasis yaitu sebanyak I56 kasus dibanding kasus kronis pada Jawa Timur 142 kasus, Jawa Tengah 136 kasus dan DKI Jakarta 12 kasus serta DI Yogyakarta 7 kasus (Rapid Mapping,2000). Penderita kronis di Kabupaten Bekasi sampai dengan tahun 2003 terjadi peningkatan (50 kasus klinis). Mengacu kepada terminology spatial bahwa penyakit tidak mengenal Batas administrasi namun lebih mengenal kepada ekosistem serta mengacu kepada epidemiologi penyakit filariasis maka dilakukan penelitian spatial kejadian penyakit filariasis di Kabupaten Bekasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan identifikasi faktor-faktor geografi (fisik dan iklim) serta demografi terhadap kejadian penyakit filariasis, hal ini guna mendukung program eliminasi penyakit Kaki gajah di Indonesia khususnya di Kabupaten Bekasi.
Desain penelitian merupakan studi ekologi exploratory dengan variabel penelitian adalah geografi (fisik: topografi, pola sµngai dan keberadaan situ, pengunaan lahan dan perubahannya, Iklim yaitu pola curah hujan), demografi (kepadatan dan persebaran penduduk) dengan sumber data agregat yang selanjutnya melalui pendekatan analisis spatial dilakukan overlay terhadap seluruh variabel independent dengan variabel dependent untuk mencari hubungan positif dan penentuan mode akhir prediksi daerah beresiko penyebaran filariasis.
Hasil penelitian menunjukkan sampai dengan tahun 2003 wilayah endemis penyakit filariasis di Kabupaten Bekasi mencakup 13 Kecamatan pada 17 Puskesmas dengan penyebaran di 20 desa dengan 50 kasus dengan Mf rate (+) 155 kasus 1,3%. Penyebaran Mf rate (+) berkisar antara jarak 5-500 meter dari kasus klinis. Pola Spatial Geografi secara fisik dan iklim terhadap penyebaran kasus filariasis adalah: berada pada pola ketinggian kurang dari 25 mdpl, banyak berkumpul pada pola aliran sungai yang rapat dimana geomorfologinya Iebih dikenal dengan pembentukan sungai dewasa dengan kategori kerapatan sungai yang tinggi, dan banyak berada pada wilayah perdesaan dengan pengguriaan lahan basah (pertanian). Pola curah hujan kearah 1501-2000 mmltahun dan kurang dari 1500 mmltahun dengan jumlah hari hujan rata-rata tiap tahunnya <100 hari hujan. Pola spatial demografi, penyebaran filariasis lebih banyak pada area penduduk yang jarang dengan kategori 3 -- 33 jiwa/ha. Dengan kerapatan jalan yang rendah. Hasil Overlay keseluruhan variabel menghasilkan daerah beresiko tinggi penyebaran filariasis, Iebih mengarah kearah utara Kabupaten Bekasi.
Adanya kecenderungan terhadap peningkatan kasus filariasis yang ditunjukkan dengan angka Mf rate (+) perlu diwaspadai akan penyebaran kasus selanjutnya. Untuk itu pentingnya sistim kewaspadaan dini terhadap intervensi lingkungan dan dengan kegiatan survailans aktif terhadap penemuan kasus klinis yang lainnya atau dengan teknik sosialisasi serta perlu adanya perhatian khusus terhadap variabel factor lingkungan fisik melalui pengamatan secara langsung atau membangun base line data dasar (GIS) terhadap variabel Geografi secara fisik.

Spatial Analysis of Filariasis Disease Occurrences in Bekasi Regency in the Year of 2003.Elephantiasis (filariasis) is a chronicle contagious disease caused by worm named filariasis. The disease is carried by various type of mosquito and it is a chronic-type disease. From the epidemiological view, there are some factors needed make it spread out, that is the existence of human as a host, mosquito as a carrier or vector, and friendly environment for the vector itself. Refer to research in 2000, West Java took the first place for filariasis cases that is 156 cases while in East Java 142 cases, Central Java 136 cases, DKI Jakarta 12 cases and in Yogyakarta 7 cases (Rapid Mapping, 2000).Until 2003, there is an increase of of filariasis case in Bekasi (50 clinical cases). According to spatial terminology, the disease does not know administration boundary rather than ecosystem. And refer to filariasis epidemiologist consideration, some experts tried to conduct spatial research about filariasis disease occurrences in Bekasi. The target of this research is to define and identify geographical (physical and climate) and demographical factors of filariasis disease, it means to support the elephantiasis elimination program in Indonesia especially in Bekasi.
The design of research represents ecological exploratory study using variables like geography (physical: topography, pattern of river and the existence of Lake, the use of land and it changes, the climate or rainfall pattern), demography (resident density and disseminating) using aggregate data source combined with spatial analysis approach, all independent variables are overlaid to the entire dependent variables to look for positive relationship and determine final mode of prediction about an area with high risk lilariasis spreading
The Result shows that up to year 2003 endemic region of lilariasis in l3ekasi include: 13 Sub-districts on 17 Puskesmas where the spreading is in 20 villages with 50 cases and Mt-rate is (Al 155 cases or 1.3%. Mf rate(A 1 spreading ranging from 5 lo 500 meters from clinical case. Geographical spatial patterns, physically and climate, toward the spreading is: lies between less than 25 mdpl of height. gathers in rapid stream river pattern which close where its geomorphology known as adult river forming with high density river category, which lies a lot in regions having wet farm (agriculture). Rainfall pattern about '501-2000 mmlvear and less than 1500 mm/year with daily rain rate in each year 100 rainy day.
Demographical spatial pattern, lilariasis' spreading is greater in an area that lack of people or 3-33 soul: Ha and low street density. The result of entire overlay of all variables yields a high-risk area of lilariasis spreading, tend to the Northern Bekasi Regency.
A tendency about the increase of lilariasis case showed by Mf rate (--) the next spreading need to concerned. Therefore, we need an awareness system about environmental intervention and an active surveillance activity to recognize other clinical case or by social technique and special attention about physical environmental variable factors through direct observation or base line data base (GIS) toward Geographical variable physically.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan, 1994
616.965 2 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Taniawati Supali
"Filariasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oieh cacing filaria pad pembuluh dan kelenjar limfe, dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Gejala klinik akut berupa demam beruiang, peradangan saluran atau kelenjar limfe, oedema dan gejala kronis berupa elefantiasis. Penyakit ini menyerang kelompok masyarakat yang aktif bekerja di daerah pedesaan sehingga dapat menurunkan produktivitas ekonomi suatu komunitas.
Di Indonesia lebiii dari 20 juta penduduk tinggal di daerah endemis filariasis dan kira-kira 3-4 juta dari jumlah tersebut terinfeksi filariasis (Partono & Bintari, 1989). Dan ke-3 spesies cacing filaria yang menginfeksi manusia, Brugia malayi mempunyai penyebaran yang paling luas di Indonesia.
Program pengendalian filariasis telah dilakukan pemerintah sejak tahun 1970, melalui pemberian DEC secara massal pads penduduk yang tinggal di daerah endemis. Ada beberapa kendala dalam memantau keberhasilan program tersebut, yaitu: (I) Keengganan penduduk diambil darah malam berulang-ulang (2) Mahalnya biaya operasional pengambilan darah malam, dan (3) Pemeriksaan entomologis konvensional melalui pembedahan nyamuk langsung di bawah mikroskop di lapangan tidak dapat membedakan spesies larva parasit, terutama di daerah B. malayi terdapat bersamaan dengan parasit filaria hewan B. pahangi.
Dengan menggunakan bioteknologi telah dikembangkan pelacak DNA yang ditandai molekul radioaktif untuk parasit B. malayi (Piessens dkk., 1987), tetapi pelacak DNA radioaktif tersebut mahal, waktu parch pendek, perlu latihan khusus untuk pemakaiannya, perlu pembuangan khusus dan berbahaya bagi pemakainya.
Akhir-akhir ini telah dikembangkan pelacak DNA yang ditandai molekul nonradioaktif, tetapi pelacak DNA non-radioaktif ini kurang sensitif dibandingkan dengan pelacak DNA radioaktif. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah mengembangkan pelacak DNA B. malayi non-radioaktif yang spesifik dan sensitif pada tes dot blot dan dapat digunakan sebagai alat pemantau secara entomologis pada program pengendalian filariasis B. malayi di daerah-daerah endemis di Indonesia. Ada 7 persyaratan yang harus dipenuhi sebelum pelacak DNA digunakan sebagai alat pemantau, yaitu: (1) Harus dapat dihasilkan dalam jumlah yang tidak terbatas dengan waktu yang relatif singkat di Indonesia, (2) Harus stabil dalam kurun waktu lama, (3) Harus spesifik dan sensitif untuk parasit B. malayi, (4) Harus dapat bereaksi dengan B. malayi di Indonesia, (5) Harus sensitif untuk mendeteksi I larva infektif B. malayi dalam nyamuk, (6) Tes dot blot harus dapat diulang, dan (7) Tes dot blot harus mudah dilakukan.
Sikuensing DNA berulang B. malayi dari beberapa daerah di Indonesia telah dilakukan sebelum menentukan sikuen pelacak DNA B. malayi barn. Tiga strain B. malayi dari Indonesia, yaitu B. malayi strain Kendari (zoofilik subperiodik), B. malayi strain Bengkulu (zoofilik subperiodik), dan B. malayi strain Buton (antrofilik) telah dianalisis hasil sikuen DNA berulangnya dengan komputer untuk mendapatkan suatu konsensus sikuen DNA berulang B. malayi Indonesia.

Filariasis is a disease resulting from an infection with a nematode parasite in lymph vessels and lymph nodes, and is transmitted by mosquito bites. The acute clinical manisfestations of lymphatic filariasis are characterized by fever, lymphadenitis, retrograde lymphangitis, oedema and the chronic clinical manisfestation is characterized by elephantiasis. The disease is predominantly affecting the young and the active working people in rural and slum areas, therefore it will decrease the economic productivity of the community significantly.
More than 20 million people live in endemic areas and approximately 3-4 million are currently infected. From the three species of parasites infecting man, drug malayi is the major and is widely distributed throughout the Indonesian islands.
Filariasis control program has been launched by the government since 1970, however, it met the following constraints in monitoring the progress of control program, (I) Poor participation in night blood collection from the people, (2) High costs of surveillance, and (3) Inappropriate technology in conventional entomological assessment to distinguish the infective larvae in vector mosquitoes.
In the last few years, new techniques for entomological assessment were explored using biotechnology. A radioactive B. malayi DNA probe was developed (Piessens et al., 1987) The radioactive labelled DNA probes are not suitable for field use because they are expensive, they have a short shelf life, and special training for handling the probes is imperative. Besides, laboratories arrangements for safe disposal are necessary.
Recently, non-radioactive labelled DNA probes have been developed but these probes were less sensitive compared to the radioactive labelled probes. Therefore, the objective of this experiment is to develop a new non-radioactive B. malayi DNA probe, which has more advantages than the conventional radiolabelled DNA probe, is specific and sensitive in a dot blot assay as a tool in entomological assessment for monitoring the progress of the filar ias i s control program in B. malayi infected areas of Indonesia. There are 7 requirements to be fulfilled before the probe can be widely used, such as:
1. The probe should be produced in a sufficient quantity in a relatively short period in Indonesia.
2. The probe should be stable.
3. The probe should he specific and sensitive for B. malayi parasite.
4. The probe should be able to hybridize with the Indonesian B. malayi strains.
5. The probe should be sensitive enough to detect 1 L3 in mosquitoes.
6. The dot blot assay should be reproducible.
7. The dot blot assay should be simple.
A new 25-mer (25 nucleotides) B. malayi DNA probe was designed by-comparing the consensus sequences of B. malayi to B. pahangi. In order to produce the probe in Indonesia, it needs to be cloned in the plasmid DNA (plasmid bluescript). However, it was found that the probe is too small to be an effective probe in a vector DNA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
D348
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>