Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124210 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Roslina Susilawati
"Angka HIV meningkat di Indonesia terutama di kalangan LSL, salah satu cara efektif menurunkan infeksi HIV adalah melalui perubahan perilaku dengan meningkatkan pengetahuan tentang HIV-AIDS. Pada data tahun 2007 persentase LSL yang pernah melakukan tes HIV sebanyak 37 % di Jakarta, Medan, Batam, Bandung, Malang dan Surabaya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya testing HIV pada LSL dan setelah dianalisis, variabel-variabel yang berhubungan dengan testing HIV pada LSL adalah umur, starus pernikahan, pendidikan, persepsi, pengetahuan, dukungan petugas, keterpaparan informasi. Hasil analisis 34,9% LSL yang melakukan praktik Testing HIV, faktor yang paling berhubungan dengan testing HIV adalah keterpaparan informasi dengan p value 0,000 dan OR= 13,8.

The HIV rates increasing in Indonesia, especially among MSM. One effective way of lowering HIV infection is through a change in behavior by increasing knowledge about HIV-AIDS. In the 2007, the percentage of MSM who had an HIV test as much as 37% in Jakarta, Medan, Batam, Bandung, Malang and Surabaya. The purpose of this study was to determine the factors associated with low HIV testing in MSM and after analysis, the variables associated with HIV testing in MSM were age, infection status of marriage, education, perception, knowledge, support personnel, exposure information. Results of analysis MSM who practice HIV Testing is 34.9% , the most associated factor with HIV testing is exposure information with p value of 0.000 and OR = 13.8."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T39080
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meiliyana
"Perilaku lelaki berhubungan seks tidak aman dengan lelaki merupakan perilaku yang cenderung tertutup dan sulit ditemui di populasi umum, dengan jumlah kaum LSL yang semakin meningkat dan prevalensi HIV dan IMS masih tinggi di kalangan LSL, penelitian terkait HIV pada LSL masih belum banyak ditemui di Indonesia, serta kejadian HIV yang merupakan salah satu masalah kesehatan yang timbul dengan berbagai faktor.
Desain penelitian ini adalah potong lintang, dengan menggunakan data sekunder Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) pada kelompok Lelaki suka Seks dengan Lelaki (LSL) di Indonesia Tahun 2011, Variabel dependen adalah kejadian HIV (+) dan variabel independennya meliputi karakteristik demografi (umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan), pengetahuan mengenai HIV-AIDS, perilaku (perilaku seksual dengan pasangan seks tetap, konsumsi napza, merasa berisiko tertular, riwayat mengalami gejala IMS), dan layanan klinik VCT. Analisis data yang dilakukan adalah analisis univariat dan analisis bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi LSL yang mengalami status HIV(+) sebesar 8,5%, rata-rata umur LSL yaitu 29 tahun, sebagian besar LSL berpendidikan SMU/sederajat sebesar 52%, sebagian besar bekerja sebagai karyawan sebesar 32,4%, dengan status belum kawin sebesar 77,5%. Proporsi LSL yang memiliki pasangan tetap sebesar 56,3%. Sebagian besar LSL tidak mengkonsumsi napza sebesar 89,6%, merasa berisiko tertular 64,5% dan sebesar 30,7% LSL pernah mengalami gejala IMS, serta sebagian besar reponden tidak di rujuk ke layanan VCT sebesar 77,2%.
Faktor-faktor yang ada hubungan bermakna dengan kejadian HIV (+) pada LSL adalah tingkat pendidikan, status belum kawin dibandingkan dengan status kawin, bekerja disalon/panti pijat yang dibandingkan karyawan, merasa berisiko tertular, dan layanan klinik VCT.

The behavior of men having unsafe sex with men is tend to be closed and difficult to find in the general population. With the increasing number MSM (Men who have Sex with Men) and prevalence of HIV and STI stil remains high among MSM, HIV-related research on MSM also not widely found in Indonesia, as well as the case of HIV is a health issues that causes with various factors.
The study design was cross-sectional, using secondary data Integrated Biological and Behavioral Surveillance (IBBS) in the group of Men who have Sex with Men (MSM) in Indonesia in 2011. The dependent variable is HIV (+) incidence and the independent variables include demographic characteristics (age, education, occupation, marital status), knowledge about HIV-AIDS, behavior (sexual behavior, drug consumption, perceive by risk of contracting, history of IMS symptoms) and VCT clinics services. Data analysis was performed by univariate and bivariate analysis.
The results showed that the proportion of MSM with HIV (+) status approximately 8.5% , the MSM average age is 29 years old, most of the MSM education was high school/equivalent was 52%, mostly working as an employee approximately 32.4%, unmarried status approximately 77.5%. The proportion of MSM who had a regular partner approximately 56.3 %. Most of the MSM do not consume drugs approximately 89.6%, perceive by risk of contracting approximately 64.5% and approximately 30.7% of MSM had experienced symptoms of IMS, as well as most of the respondents did not refer to the VCT service approximately 77.2%.
Factors that not have significant correlation with the incidence of HIV (+) on MSM is: level of education, unmarried status compared with marital status, work at salon / massage parlor compared by office employees, perceive by risk of contracting , and the VCT clinic services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvan Abdi Fajriansyah
"Lelaki yang Seks dengan Lelaki (LSL) berada pada posisi yang rentan untuk tertular dan menularkan HIV melalui hubungan seksual berisiko.Di Indonesia, LSL menyumbang persentase sekitar 44,93% dari keseluruhan kasus baru di 2019. Meskipun akses terhadap Voluntary Counseling and Testing (VCT) sudah dibuka lebar namun pemaanfaatannya masih tergolong rendah. Terdapat banyak faktor yang dapat memengaruhi perilaku periksa VCT pada kalangan LSL. Melalui studi potong lintang ini diteliti hubungan antara faktor-faktor berpengaruh diantaranya usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status hubungan, pengetahuan tentang HIV/AIDS, Stigma terkait HIV, dan dukungan sosial serta hubungannya dengan perilaku periksa VCT. Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 100 responden dengan metode pengumpulan snowball sampling. Penelitian ini menggunakan beberapa kuesioner diantaranya kuesioner perilaku periksa VCT yang dibuat dan dimodifikasi sendiri, HIV-KQ-18, HIV-Anticipated Stigma, serta Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan terhadap HIV/AIDS dengan perilaku periksa VCT (p = 0,032; α = 0,05). Selain itu, ditemukan terdapat hubungan bermakna antara stigma terkait HIV dengan perilaku periksa VCT (p = 0,014; α = 0,05). Tidak ditemukan hubungan bermakna antara usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status hubungan, dan dukungan sosial terhadap perilaku periksa VCT (p > 0,05).

Men who have sex with men (MSM) are in a vulnerable position to contracting and transmitting HIV through risky sexual intercourse. In Indonesia, MSM accounted for around 44.93% of all new cases in 2019. Even though access to Voluntary Counseling and Testing (VCT) has been widely opened, its utilization is still relatively low. There are many factors that can influence VCT checking behavior among MSM. This cross-sectional study examined the relationship between influential factors including age, education level, employment status, relationship status, knowledge of HIV/AIDS, HIV-related stigma, and social support and its relationship with VCT checking behavior. The number of samples used in this study were 100 respondents with the snowball sampling method. This study used several questionnaires including self-modified VCT checking behavior questionnaires, HIV-KQ-18, HIV-Anticipated Stigma, and the Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). The results of the bivariate analysis showed that there was a significant relationship between knowledge of HIV/AIDS and VCT checking behavior (p = 0.032; α = 0.05). In addition, it was found that there was a significant relationship between HIV-related stigma and VCT checking behavior (p = 0.014; α = 0.05). No significant relationship was found between age, education level, employment status, relationship status, and social support on VCT checking behavior (p > 0.05)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Azizah Ahmad
"Latar belakang: Pemerintah DKI Jakarta melakukan berbagai upaya untuk mengatasi HIV/AIDS melalui berbagai inisiatif: layanan tes HIV, pengobatan PrEP, dan kondom gratis. LSL di wilayah ini masih menghadapi tantangan dalam mengakses kondom gratis. Perilaku berganti-ganti pasangan melalui aplikasi meningkatkan risiko hubungan seksual tanpa kondom, yang berpotensi menyebabkan penularan HIV/AIDS yang lebih tinggi. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pencegahan HIV/AIDS melalui perilaku seks aman menggunakan kondom pada LSL di DKI Jakarta. Metode: Studi cross-sectional melalui kuesioner pada bulan November 2023 melibatkan 208 responden, menganalisis perilaku seks aman menggunakan kondom, pengetahuan tentang HIV, dan persepsi pencegahan HIV/AIDS. Pengetahuan terkait HIV dinilai dengan menggunakan kuesioner HIV-K18 dan teori Health Belief Model. Menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan p-value <0,05 dianggap signifikan. Hasil: Di antara 189 responden yang memenuhi syarat, tingkat seks aman dengan menggunakan kondom termasuk moderat. Persepsi manfaat (p-value 0,006), persepsi hambatan (p-value 0,039), dan efikasi diri (p-value 0,015) memiliki korelasi positif dengan perilaku seks aman menggunakan kondom, sementara persepsi keparahan (p-value 0,035) berkorelasi negatif. Kesimpulan: Sebagian besar LSL di DKI Jakarta masih berisiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS karena tidak menerapkan perilaku seks aman. Pemerintah perlu merancang program edukasi yang lebih spesifik dan relevan dengan konteks LSL, serta memastikan distribusi kondom gratis yang mudah diakses untuk mengatasi masalah ini.

Background: Despite the Jakarta government's efforts to address HIV/AIDS through various initiatives: HIV testing services, availability of PrEP treatment, and distribution of free condoms. MSM in the region still face challenges in accessing free condoms. The common practice of changing partners through applications increases the risk of unprotected sexual encounters, potentially leading to higher HIV/AIDS transmission. This study examined the factors that influence the behaviour of MSM in DKI Jakarta to prevent HIV/AIDS by practicing safe sex using condoms. Methods: A cross-sectional questionnaire was conducted in November 2023 with 208 respondents to assess safe sex behaviour using condoms, HIV knowledge, and perceptions of HIV/AIDS prevention. HIV-related knowledge was assessed using the HIV-K18 questionnaire and the Health Belief Model theory. Univariate and bivariate analyses were used and p-value < 0,05 was considered significant. Result: Among the 189 qualified respondents, the rate of safe sex practice with the use of condom was moderate. Perceived benefits (p-value 0.006), perceived barriers (p-value 0.039), and self-efficacy (p-value 0.015) were positively correlated to safe sex practice with the use of condom, while perceived severity (p-value 0.035) was negatively correlated. Conclusion: A significant number of MSM in DKI Jakarta remain at high risk of HIV/AIDS infection due to unsafe sex. The government should design more specific and contextualised education programmes for MSM and ensure that free condoms are easily accessible to address this public health concern."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Indriyani
"Partisipasi VCT pada WBP penting untuk diketahui agar dapat melakukan pencegahan penularan dan penanggulangan kasus sedini mungkin. Penelitian bertujuan mengetahui faktor yang berhubungan dengan VCT pada WBP di Rumah Tahanan Negara Klas IIA Pondok Bambu Tahun 2012. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Tingkat partisipasi VCT pada WBP adalah 28,4%, dan faktor yang berhubungan dengan partisipasi VCT pada WBP yaitu jenis tindak pidana (OR=0,085, 95% CI= 0,019-0,387), pengetahuan (OR=2,898, 95% CI = 0,978-8,582), dan dukungan tenaga kesehatan (OR=2,533, 95% CI = 0,997-6,436). Klien VCT yang datang ke klinik VCT rutan sebagian besar atas rujukan dokter. Perlu peningkatan pengetahuan tentang HIV dan VCT untuk meningkatkan partisipasi VCT pada WBP.

VCT participation among prisoner is crucial for prevention and care support treatment of HIV in prison. The purpose of this study was to explore related factors to VCT among prisoner in Pondok Bambu Woman Prison Jakarta 2012. Data were collected from 95 prisoner which chosen by random sample at Pondok Bambu Prison, using self-administered questionnaires. Only 28,4% of respondents had participating in VCT. Related factors which have significant correlation with VCT participation are type of criminal act, knowledge, and medical workers support. Meanwhile, there is no significant correlation between education, job status, STD record, perception of VCT service needs, prison support, friends/family support."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jilia Roza
"HIV merupakan penyebab penyakit infeksi yang akan diderita seumur hidup. Tidak semua orang yang terinfeksi HIV memiliki jangka waktu yang sama dalam menunjukkan gejala klinisnya, sehingga transmisi masih dapat terjadi selama penderita dalam periode asimptomatik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan status HIV klien VCT (Voluntary Counselling and Testing) di RSUD Mandau Kabupaten Bengkalis Tahun 2012. Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari data rekam medis klinik VCT HIV pada 897 orang klien VCT HIV di RSUD Mandau. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi form VCT menggunakan lembar daftar tilik. Hasil penelitian ini mendapatkan 4,2% klien VCT yang terinfeksi HIV dan pekerjaan berhubungan dengan status HIV, dimana klien yang pekerjaannya terkait dengan faktor risiko hampir 16 kali untuk terinfeksi HIV dibandingkan klien yang pekerjaannya tidak terkait dengan faktor risiko. Perlunya perhatian, pencegahan serta penanggulangan dari seluruh pihak baik pemerintahan, tenaga kesehatan maupun masyarakat.

HIV is a cause of disease infection that will be suffered a lifetime. Not all people with HIV have the the same timeframe in the showing symptoms clinicayl, so that the transmission may still occur during the patients in the period of asymptomatic. This research was aimed to determine the factors associated with HIV status VCT clients (Voluntary Counseling and Testing) at RSUD Mandau Bengkalis In 2012. This study is a further analysis of the medical records of HIV VCT clinic at 897 people with HIV VCT clients in RSUD Mandau. The data was collected through observation VCT form using the checklist sheet. Results of this study get 4.2% of VCT clients infected with HIV and work related with HIV status, where clients who work associated with risk factors nearly 16 times for HIV infection than clients who work not associated with risk factors. Need more concern, prevention and suppression of all parties, including government, health workers, and society."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S46421
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Sofita
"HIV/AIDS masih menjadi masalah kesehatan prioritas di Indonesia, dimana mayoritas ODHA berusia dewasa. Diskriminasi dari masyarakat masih sering terjadi dan bisa menjadi stresor bagi ODHA. Dampaknya membuat ODHA tertutup dan menarik diri dari masyarakat serta rentan kehilangan sense of community belonging-nya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia, stres, dan diskriminasi dengan sense of community belonging pada ODHA. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik observasional.
Penelitian ini dilakukan kepada 81 ODHA di Yayasan Pelita Ilmu, Jakarta dengan teknik sampling consecutive sampling. Data penelitian dianalisis menggunakan uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan 64,2% ODHA berada pada usia dewasa muda (21-35 tahun), 55,6% ODHA mengalami stres ringan, 77,8% ODHA mengalami diskriminasi ringan, dan 63% ODHA memiliki sense of commmunity belonging tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara stres dengan sense of community belonging namun tidak ada hubungan antara usia dan diskriminasi dengan sense of community belonging pada ODHA. Hal ini berarti stres memengaruhi sense of community belonging serta usia dan diskriminasi bisa menjadi faktor risiko tingkat sense of community belonging ODHA. Rekomendasi selanjutnya adalah mencari faktor lain yang berhubungan dengan sense of community belonging pada ODHA.

HIV/AIDS is priority health problem in Indonesia, where the majority of PLWHA is in adult age. Discrimination from the community still occur and can be stressor for PLWHA. The impact are make them to be closed off, withdraw from the society, and vulnerable to lose their sense of community belonging. The purpose of this study is to identify the relationship between age, stress, and discrimination with sense of community belonging among PLWHA. This study using analytic observational design.
This study was conducted to 81 PLWHA in Pelita Ilmu Foundation, Jakarta. Consecutive sampling used as sampling technique. Data were analyzed using Chi-square test. The results showed 64,2% of PLWHA were in young adult age (21-35 years old), 55,6% of PLWHA experienced a mild stres, 77,8% of PLWHA experienced a mild discrimination, and 63% of PLWHA have high sense of community belonging.
These results indicate there is relationship between stres and sense of community belonging, but there is no relationship between age and discrimination with sense of community belonging among PLWHA. It means that stress affects sense of community belonging and the age and discrimination can be risk factor for the level of sense of community belonging among PLWHA. Suggestion for the future is to look for other related factors of sense of community belonging among PLWHA.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S63067
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Widya Waty Iqbal
"Pengetahuan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi dalam perilaku pencegahan penularan HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan penularan HIV/AIDS pada lelaki seks lelaki LSL . Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional yang melibatkan 111 responden yang dipilih menggunakan purposive sampling. Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner HIV-KQ-18 dan Safer Sex Behaviour Questionnaire SSBQ . Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencegahan penularan HIV/AIDS r = 0.202, p-value = 0.034 pada kelompok LSL di Kota Depok. Hasil penelitian ini menyarankan agar tenaga kesehatan khususnya perawat dapat memberikan kontribusi berupa edukasi tindakan pencegahan penularan HIV/AIDS pada LSL dengan berkolaborasi bersama pihak lembaga swadaya masyarakat LSM dan sekolah menegah sebagai pendukung dalam pemberian pendidikan seks.

Knowledge is one of the important factors that influence the preventive behavior of HIV AIDS transmission. This study aimed to analyze the correlation between knowledge level and preventive behavior of HIV AIDS among men who have sex with men MSM . The research design used cross sectional, involved 111 respondents whom selected by purposive sampling. The instrument used the HIV KQ 18 questionnaire and the Safer Sex Behavior Questionnaire SSBQ . The result showed that there was a significant correlation between the level of knowledge with the preventive behavior of HIV AIDS r 0.202, p value 0.034 among MSM in Depok City. This study suggests that other healthcare providers especially nurses can contribute to provide the education about preventive behaviour of HIV AIDS transmission among MSM and collaborate with non goverment organizations and school Senior High School as the main enabling factors to provide sex education."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S67227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, Nadya Hanna Talitha
"Infeksi HIV akibat hubungan seksual lelaki dengan lelaki telah mengalami peningkatan dan menjadi salah satu penyebab tingginya transmisi HIV di dunia saat ini. Prevalensi HIV pada kelompok LSL di Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Salah satu penyebab tingginya prevalensi HIV pada LSL di Indonesia adalah penggunaan kondom konsisten yang masih rendah di bawah target nasional 60 penggunaan kondom konsisten pada populasi kunci, terutama dengan perilaku seksual LSL yang berganti-ganti pasangan. Rendahnya penggunaan kondom secara konsisten pada LSL dapat dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor pemungkin, serta faktor penguat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara berbagai faktor tersebut dengan perilaku penggunaan kondom secara konsisten pada LSL di Tangerang, Yogyakarta, dan Makassar tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan menggunakan data STBP 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah 303 LSL di 3 kota tersebut yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi untuk kemudian dianalisis secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian yang diperoleh adalah 38 LSL selalu menggunakan kondom setiap kali berhubungan seks, 87,8 LSL berusia 25 tahun, 81,8 LSL memiliki tingkat pendidikan tinggi ge; SMA , 43,6 LSL memiliki pengetahuan baik tentang HIV/AIDS, 70,6 LSL memiliki gejala IMS, 46,5 LSL memperoleh kondom gratis selama sebulan terakhir, 49,8 LSL memiliki akses yang baik ke sumber informasi mengenai HIV/AIDS, serta 38,3 LSL telah berpartisipasi dengan baik dalam program HIV/AIDS. Berdasarkan analisis bivariat yang dilakukan, hubungan dengan penggunaan kondom konsisten yaitu umur ge; 25 tahun PR=1,154; 95 CI=0,92-1,45 , tingkat pendidikan tinggi PR=1,142; 95 CI=0,93 ndash;1,4 , pengetahuan baik mengenai HIV/AIDS PR=1,301; 95 CI=1,08-1,57 , memiliki gejala IMS PR=1,241; 95 CI=1,04 ndash;1,48, menerima kondom gratis PR=1,734; 95 CI=1,4 ndash;1,9, mengakses sumber informasi mengenai HIV/AIDS secara baik PR=1,401; 95 CI=1,17 ndash;1,68, serta berpartisipasi baik dalam program HIV/AIDS PR=1,323; 95 CI=1,08-1,62 . Oleh karena itu, disarankan untuk meningkatkan kembali program IPP terutama distribusi kondom, menyebarluaskan informasi HIV/AIDS melalui media sosial yang saat ini lebih sering diakses masyarakat, serta memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada anak usia sekolah yang disesuaikan dengan umur. Selain itu, penelitian kualitatif juga perlu dilakukan untuk menggali lebih dalam mengenai alasan keengganan LSL menggunakan kondom secara konsisten.

HIV infection in MSM has been increasing and becoming one of many reasons of high HIV transmission in the world recently. HIV prevalence in MSM in Indonesia is the highest among other countries in South East Asia. One of the cause of high HIV prevalence in MSM in Indonesia is the low percentage of consistent condom use under 60 national target of consistent condom use in key population, compounded by having multiple sexual partners. The low percentage of consistent condom use among MSM can be determined by predisposing factors, enabling factors, and reinforcing factors. This study aims to determine the relations among those factors with consistent condom use among MSM in Tangerang, Yogyakarta, and Makassar in 2013. This study used cross sectional design by using IBBS 2013 data. Samples in this study were 303 MSM in those 3 cities met the inclusion and exclusion criteria and analyzed by univariate and bivariate. From the result, there are 38 MSM using condom in every sexual intercourse, 87.8 MSM ge 25 years old, 81.8 MSM having high level education, 43.6 MSM having good knowledge about HIV AIDS, 70.6 MSM having STIs symptoms, 46.5 MSM getting free condom, 49.8 MSM having better access of HIV AIDS information, and 38.3 MSM with good participation in HIV AIDS program. Based on bivariate analysis, relationships with consistent condom use are MSM ge 25 years old PR 1.154 95 CI 0.92 ndash 1.45 , having high level education PR 1.142 95 CI 0.93 ndash 1.4, having good knowledge about HIV AIDS PR 1.301 95 CI 1.08 ndash 1.57, having STIs symptoms PR 1.241 95 CI 1.04 ndash 1.48, getting free condom PR 1.734 95 CI 1.4-1.9, having better access of HIV AIDS information PR 1.401 95 CI 1.17 ndash 1.68, and having good participation in HIV AIDS program PR 1.323 95 CI 1.08-1.62. Therefore, it is advised to improve IPP program especially for condom distribution, spread the information about HIV AIDS through social media which are more accessed nowadays, and give reproductive health education for students based on their age. Besides, qualitative study is also needed to dig up MSM motivation to not use condom consistently."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Kartika Esti
"Latar belakang: Epidemi HIV secara global masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Pada tahun 2011 terdapat 2.5 juta (2.2 – 2.8 juta) kasus baru infeksi HIV di seluruh dunia, dengan kamatian karena AIDS mencapai 1.7 juta jiwa. Penularan infeksi HIV di Indonesia saat ini terutama melalui hubungan seks heteroseksual terutama terjadi dari WPS kepada pelanggan seks komersial, yaitu kelompok lelaki berperilaku risiko tinggi. Populasi ini merupakan jembatan penularan infeksi HIV (bridging population) dari populasi risiko tinggi ke populasi umum. Data menunjukkan jumlah laki-laki di Indonesia yang menjadi klien WPS lebih banyak dibandingkan pengguna napza suntik dan kelompok MSM (men who have sex with men). Prevalensi HIV pada kelompok LBT meningkat 7 kali lipat dari 0.1% (STBP 2007) menjadi 0.7% (STBP 2011). Keberadaan IMS meningkatkan kemudahan seseorang terkena infeksi HIV. Sebagian besar IMS akan menimbulkan peradangan dan kerusakan jaringan kulit/selaput lendir genital yang memudahkan masuknya HIV. Infeksi menular seksual dengan gejala ulkus genital, misalnya sifilis, menyebabkan kemudahan terkena infeksi HIV meningkat 4 – 6 kali. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh faktor perilaku seks yang berhubungan dengan infeksi HIV dengan mempertimbangkan penyakit sifilis sebagai efek modifikasi, pada populasi LBT 12 kabupaten/kota di Indonesia.
Metode: cross sectional, analisis data hasil STBP 2011.
Hasil: Prevalensi HIV pada LBT sebesar 0.7%, LBT dengan perilaku seks berisiko rendah sebesar 91.5%. Perilaku seks risiko tinggi terdapat pada 6.6% LBT dan 1.9% di antaranya berperilaku seks risiko sedang. Prevalensi LBT yang mengaku setia pada pasangan sebesar 49.8%. Kejadian infeksi HIV berhubungan secara signifikan dengan riwayat hubungan seks dengan WPS, setia pada pasangan, jumlah WPS dalam 1 tahun terakhir, penggunaan napza suntik, serta keluhan IMS. Keberadaan sifilis tidak memodifikasi efek perilaku seks terhadap infeksi HIV, karena kejadiannya kecil. Pada analisis multivariat didapat perilaku seks yang berisiko untuk tertular HIV adalah pernah berhubungan dengan WPS memiliki risiko tertular HIV dengan OR 2.113(0.883-5.052) dan pernah berhubungan dengan casual partner memiliki OR sebesar 1.347(0.506-3.589) setelah dikontrol dengan variabel penggunaan napza suntik dan keluhan IMS.

Background: Global HIV epidemic still reveal serious public health issue. In 2011 there was 2.5 million (2.2 – 2.8 million) HIV new cases worldwide with mortality reach 1.7 million people. Heterosexual transmission of HIV in Indonesia mainly occurs from FSW to their clients, which is identifying as high risk men (HRM). HRM population is HIV transmission bridging population from high to low risk population. Data shows FSW’s clients amounted much more than the IDUs or MSM. HIV prevalence in HRM had been increased 7 times from 0.1% (IBBS 2007) to 0.7% (IBBS 2011). The presence of STD increases risk of HIV infection, so that STD is believed as HIV infection cofactor. Most STD caused inflammation and genital mucosa/skin damage which make HIV infection easier. Genital ulcer disease, such as syphilis, raised HIV infection 4-6 times. This study aims to see sexual behavior effect on HIV infection with regard of syphilis as modification effect on HRM population in 12 districts in Indonesia.
Method: Cross sectional. The IBBS 2011 data analyses.
Result: HIV prevalence among HRM amounted 0.7%. Of 91.5% HRM have low risk of sexual behavior, 1.9% medium risk, and 6.6% experience high risk sexual behavior. 49.8% HRM was faithful. There was significant association between HIV infection and having sex with FSW, faithfulness, the amount of FSW in 1 year, injecting drug user, and the presence of STI symptoms. The presence of syphilis has not modified the association between sexual behavior and HIV infection, statistically. Multivariate analyses founded that having sex with FSW and/or casual partner were risky sexual behavior with OR of being infected by HIV were 2.113(0.883-5.052) and 1.347(0.506-3.589) respectively, after being controlled with variables injecting drug user and the presence of STI symptoms.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T34884
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>