Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168604 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zizi Tamara
"Garcinia mangostana L. merupakan salah satu tanaman obat yang diketahui
mempunyai berbagai manfaat, diantaranya sebagai antibakteri, antidiare,
antiinflamasi, serta memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol 50% kulit buah G.
mangostanaterhadap hati dan plasma tikus dari kerusakan oksidatif akibat pemberian
karbon tetraklorida (CCl4). Dua puluh lima ekor tikus putih jantan Sprague-Dawley
dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol; kelompok CCl4 dengan dosis
0,55 mg/g BB peroral; serta kelompok ekstrak dosis 900, 1080, dan 1296 mg/kg BB
peroral selama 8 hari sebelum pemberian CCl4. Karbon tetraklorida diberikan 48 jam
sebelum tikus dikorbankan. Parameter biokimia yang diukur adalah aktivitas
superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT) dan senyawa karbonil di jaringan hati
dan plasma darah tikus. Hasil penelitian memperlihatkan aktivitas SOD hati
kelompok ekstrak (900 dan 1080 mg/kg BB) dan aktivitas SOD plasma kelompok
ekstrak (900 dan 1296 mg/kg BB) lebih tinggi bermakna (p<0,05) terhadap
kelompok CCl4. Aktivitas CAT hati kelompok ekstrak (900, 1080, dan 1296 mg/kg
BB) lebih tinggi bermakna (p<0,05) dibandingkan kelompok CCl4. Pemberian
ekstrak dosis 900 mg/kg BB memperlihatkan kadar senyawa karbonil hati lebih
rendah tidak bermakna (p>0,05) terhadap kelompok CCl4. Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa ekstrak etanol 50% kulit buah manggis dapat memberikan
pengaruh terhadap aktivitas antioksidan endogen sehingga mampu mencegah
terjadinya stres oksidatif di hati akibat pemberian CCl4.

Garcinia mangostana L. is a medicinal plant known many benefits, including its
potency as antibacterial, antidiarrheal, antiinflammatory, and high antioxidant
activity. This study aimed to test the antioxidant activity of 50% ethanolic extract of
G. mangostana rind against oxidative damage in liver and plasma of rats caused by
administration of carbon tetrachloride (CCl4). Twenty-five male Sprague-Dawley
rats were divided into 5 groups consist of control group; CCl4 group aregiven a dose
of 0.55 mg/g b.w orally; group that are given doses of extract 900, 1080, and 1296
mg/kg b.w orally for 8 days prior to CCl4 administration. Carbon tetrachloride
(CCl4)are given 48 hours before the rats were sacrificed. Parameters measured were
superoxide dismutase (SOD), catalase (CAT) activity and carbonyl compounds in
liver tissue and blood plasma of rats. The results of this study showed that the
activity of liver SOD in extract groups (900 and 1080 mg/kg b.w) and activity of
plasma SOD in extract group (900 and 1296 mg/kg b.w) were significantly higher (p
<0.05) compared to CCl4 group. Activity of the liver CAT in extractgroups (900,
1080, and 1296 mg/kg b.w) were significantly higher (p <0.05) compared to CCl4
group. Extract administration on900 mg/kg b.w showed the levels of carbonyl
compounds in liver was lower not significant (p> 0.05) compared to the CCl4 group.
From this study it can be concluded that the 50% ethanolic extract of mangosteen
rind influence the activity of endogenous antioxidant and prevent oxidative stress in
the liver caused by CCl4 administration.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Triwindawati
"Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui korelasi antara kadar vitamin C serum
dengan kadar SOD eritrosit pada penderita HIV/AIDS . Penelitian dilakukan di UPT
HIV RSUPNCM Jakarta mulai bulan Februari sampai Maret 2013. Penelitian ini
merupakan studi potong lintang terhadap 52 orang penderita HIV. Data yang diambil
meliputi data karakteristik subyek berdasarkan usia, jenis kelamin dan pendidikan,
asupan energi, asupan vitamin C, status gizi, riwayat pengobatan ARV, jumlah
limfosit T CD4. Dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengukur kadar vitamin
C serum dan kadar SOD eritrosit. Analisis korelasi menggunakan uji Pearson dengan
kemaknaan p<0,05. Hasil: Subyek penelitian 25 perempuan dan 27 laki-laki, rerata
usia 33,60±4,84 tahun. 80,8% berada dalam rentang usia 30–40 tahun dan 82,7%
berpendidikan sedang. Asupan energi 76,9% kurang dengan rerata untuk perempuan
1700,41±316,25kkal/hari dan rerata laki-laki 1996,33±525,72kkal/hari. Asupan
vitamin C 100% kurang dengan rerata untuk perempuan 46,62±15,66mg/hari dan
laki-laki 46,97±13,39mg/hari. Status gizi 44,2% cukup dan 40,4% lebih dengan rerata
IMT 21,98±3,48kg/m2. Sebanyak 94,2% sudah mendapat ARV dan jumlah limfosit T
CD4 terbanyak berada pada kategori II CDC (200–499sel/?L) yaitu sebanyak 63,5%
dengan median 245(50–861)sel/?L. Kadar vitamin C serum sebanyak 92,3% dalam
kategori rendah dengan median 0,23(0,10–0,56)mg/dL. Kadar SOD eritrosit
terbanyak (53,8%) dalam kategori normal dengan rerata 1542,10±5,42U/gHb.
Terdapat korelasi negatif lemah yang tidak bermakna antara kadar vitamin C serum
dengan kadar SOD eritosit (r= −0,109 dan p=0,442)

The objective of this study was to investigate the correlation between serum vitamin
C concentration and erythrocyte SOD concentration of HIV/AIDS patients. Study
was conducted at UPT HIV/AIDS RSUPNCM from February to March 2013. The
study was a cross sectional study of 52 HIV/AIDS patients. Data collected including
subject characteristic age, sex, education, energy intake by food record 2x24 hour,
vitamin C intake by FFQ semikuantitatif, nutritional status, history of ART, and CD4
lymphocyte count. Conducted laboratory tests to measure serum vitamin C
concentration and erythrocyte SOD concentration. Statistical analysis was done using
Pearson’s correlation test.
Result: Subject consisted of 27 men and 25 women, mean of age 33.60±4.84years
old. 80.8% age in range 30–40years old. 82.7% were medium education level. 76.9%
subject had low energy intake, mean 1700.41±316.25kcal/day for women and mean
1996.33±525.72kcal/day for men. 100% subject had low vitamin C intake with mean
46.62±15.66mg/day for women and 46.97±13.39mg/day for men. . Nutritional status
of 44.2% had normal and 40.4% over enough with a mean BMI 21.98±3.48 kg/m2.
94.2% had ART and 63.5% lymphocyte count at category II CDC with mean
245(50–861)cell/?L. 92.3% subyek had low serum vitamin C concentration with
median 0.23(0.10–0.56)mg/dL. 53.8% subject had normal erythrocyte SOD
concentration with mean 1542.10±5.42U/gHb. There was no correlation between
serum vitamin C and erythrocyte SOD. (r=−0.109 and p=0.442)
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mugi Lestari
"Latar Belakang: Pekerja jalan raya merupakan kelompok rentan terpapar CO kronis dengan efek yang mungkin tidak dikenali. Penelitian terkait dampak pajanan kronis CO terhadap COHB dan penurunannya masih terbatas. Terapi Oksigen Hiperbarik terbukti menyebabkan peningkatan waktu paruh CO darah sehingga mengurangi CO yang berikatan dengan sitokrom oksidase. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi oksigen hiperbarik dosis tunggal 2,4 ATA selama 3x30 menit O2 interval 5 menit udara Terhadap Pajanan Kronis Karbon Monoksida pada pekerja jalan raya Dinas Perhubungan Jakarta Timur dengan Penanda COHb dan SOD Metode: Penelitian ini merupakan true experimental pre post dengan desain double blind pada 30 pekerja jalan raya yang dibagi menjadi kelompok control (normobarik hiperoksik) dan kelompok perlakuan (hiperbarik hiperoksik) dengan randomisasi blok, Kadar COHb dan SOD darah perifer diambil sebelum dan 2 jam sesudah perlakuan. Pemeriksaan dilakukan menggunakan spektrofotometer. Hasil. Terdapat peningkatan kadar SOD baik pada kelompok hiperbarik hiperoksik (p= 0,955)dan kelompok normobarik hiperoksik (p=0,246) akan tetapi tidak terdapat perbedaan bermakna (p> 0,05) setelah perlakuan pada kadar SOD antara 2 kelompok. Terdapat penurunan kadar COHb baik pada kelompok hiperbarik hiperoksik (p= 0,480)dan kelompok normobarik hiperoksik (p=0,776) tidak terdapat perbedaan bermakna (p> 0,05) setelah perlakuan pada kadar COHB antara 2 kelompok. Kesimpulan. Terapi hiperbarik hiperbarik (HBOT) tidak secara signifikan menurunkan COHb yang berada dalam nilai normal dibandingkan dengan hiperoksia normobarik dan status antioksidan setelah perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda secara statistik yang berarti terapi hiperbarik hiperoksik tidak menyebabkan lebih banyak stres oksidatif dibandingkan dengan hiperoksia normobarik. Penelitian selanjutnya harus fokus pada efek HBOT pada dosis COHb yang berbeda dan apakah terapi multipel akan memberikan hasil yang berbeda.

Background: Road workers are a vulnerable group to chronic CO exposure with effects that may go unrecognized. Research on the impact of chronic CO exposure to COHB and its reduction is limited. Hyperbaric oxygen therapy has been shown to increase the CO half-life of the blood, thereby reducing CO binding to cytochrome oxidase. The purpose of this study was to determine the effect of single dose hyperbaric oxygen therapy of 2,4 ATA for 3x30 minutes O2 5 minute intervals of air against Chronic Carbon Monoxide Exposure to highway workers of the East Jakarta Transportation Agency with COHb and SOD markers. Methods: This research is a true experimental pre post with double blind design on 30 road workers which is divided into a control group (hyperoxic normobaric) and a treatment group (hyperbaric hyperoxic) with block randomization, peripheral blood SOD and COHB levels were taken before and 2 hours after treatment. The examination was carried out using a spectrophotometer. Result: There was an increase in SOD levels in both the hyperoxic hyperbaric group (p = 0.955) and the hyperoxic normobaric group (p = 0.246) but there was no significant difference (p> 0.05) after treatment on the SOD levels between the 2 groups. There was a decrease in COHb levels in both the hyperbaric group (p = 0.480) and the normobaric group (p = 0.776) and the difference between group is not significant Conclusion: hyperoxic hyperbaric therapy (HBOT) does not significantly lowered COHb that already within normal value compared to normobaric hyperoxia and antioxidant status after treatment on both group are not statistically different which means hyperoxic hyperbaric therapy does not caused more oxidative stress compared to normobaric hyperoxia. Future research should focus on the effect of hyperoxic hyperbaric therapy on different doses of COHb and whether if multiple hyperoxic hyperbaric therapy will give different outcome."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fira Amaris
"Buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu tanaman obat
tradisional yang banyak digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit. Penelitian
terdahulu melaporkan bahwa G. mangostana mempunyai aktivitas antioksidan yang
poten yang berperan melindungi sel dari stres oksidatif. Tujuan penelitian adalah
menguji efek hepatoprotektif dari ekstrak etanol kulit buah manggis (EEKBM) pada
tikus yang diinduksi dengan karbon tetraklorida (CCl4). Tikus jantan galur Sprague-
Dawley dengan berat 150-200 g, 11-12 minggu, dibagi menjadi 5 kelompok secara
acak, tiap kelompok terdiri atas 5 ekor tikus. Kelompok I: kontrol. Kelompok II:
diberikan CCl4. Kelompok perlakuan III, IV, V diberikan EEKBM dengan dosis 900,
1080 dan 1296 mg/kgBB/hari secara oral selama 8 hari. Aktivitas alanin
aminotransferase (ALT), malondialdehid (MDA) dan glutation (GSH) diukur pada
plasma dan jaringan hati tikus. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas ALT plasma
dan kadar MDA hati kelompok EEKBM (900, 1080 dan 1296 mg/kg BB) lebih
rendah dibanding kelompok CCl4 secara bermakna (p<0,05). Kadar MDA plasma
tidak berbeda bermakna dengan kelompok kontrol, tetapi lebih tinggi dibanding
kelompok CCl4 secara bermakna (p<0,05). Kadar GSH hati dan plasma dari
kelompok EEKBM (900 dan 1080 mg/kg BB) lebih tinggi dibanding kelompok CCl4
secara bermakna (p<0,05). Pada kelompok EEKBM (1296 mg/kg BB) kadar GSH
plasma lebih tinggi dibanding kelompok CCl4 secara bermakna (p<0,05).
Kesimpulannya, EEKBM mempunyai kemampuan untuk melindungi hati dari
kerusakan oksidatif akibat CCl4, kemampuan ini diduga berhubungan dengan
aktivitas antioksidan dari kandungan senyawa Garcinia mangostana L.

Mangosteen fruit (Garcinia mangostana L.) is traditionally used as medicinal plant.
Previous studies mentioned that G. mangostana has a potent antioxidant activity to
protect the cells from oxidative stress. This study aimed to investigate the
hepatoprotective effect of the ethanol extract of mangosteen pericarp (EEMP) in rats
induced by carbon tetrachloride (CCl4). Male Sprague-Dawley rats weighing 150-200
g, 11-12 weeks were randomly devided into 5 groups of 5 animals each. Group I:
controls. Group II: treatment CCl4, and 3 treatment Groups (III, IV, V). Group III:
EEMP 900 mg/kgBW, Group IV: EEMP 1080 mg/kgBW and Group V: EEMP 1296
mg/kgBW. All treatment with plant extracts administered orally, once per day for 8
days. The activity of alanine aminotransferase (ALT), malondialdehyde (MDA) and
glutathione (GSH) was measured in rats plasma and liver tissue. Results showed that
the plasma ALT activity and liver MDA levels of EEMP groups (900, 1080 and 1296
mg/kgBW) were significantly lower compared to CCl4 group (p<0,05), while the
plasma MDA levels were not significantly different compare to control group
(p<0,05) but higher compared to CCl4 groups (p<0,05). GSH levels of liver and
plasma of treatment groups (900 and 1080 mg/kgBW) were significantly higher
compared to CCl4 group (p<0,05), while at treatment group of 1296 mg/kgBW, only
the GSH levels of plasma were significantly higher compared to CCl4 group
(p<0,05). Hence, in conclusion ethanol extract of mangosteen pericarp (EEMP)
demonstrated the ability to protect the liver from oxidative damage caused by CCl4,
which was assumed due to the antioxidant activity of the active compound of
Garcinia mangostana L.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35740
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margareth Joice Widiastuti
"Tujuan: Penelitian ini adalah studi potong lintang untuk mengetahui hubungan antara kadar vitamin E serum dan aktivitas superoxide dismutase (SOD) eritrosit pada penderita HIV/AIDS.
Bahan dan cara: Pengumpulan data dilakukan pada pasien rawat jalan di klinik Pokdisus, RSUPNCM Jakarta selama akhir Februari 2013 sampai bulan Maret 2013. Subyek diperoleh dengan metode consecutive sampling. Sebanyak 52 subjek memenuhi kriteria penelitian. Data dikumpulkan melalui wawancara, rekam medis, dan pengukuran antropometri untuk menilai status gizi, dan pemeriksaan laboratorium yaitu kadar vitamin E serum dan aktivitas SOD eritrosit.
Hasil: Sebagian besar subjek adalah laki-laki (51,9%), usia rata-rata adalah 34 ± 4,84 tahun. Malnutrisi terjadi pada 55,8% dari subyek dan semua subyek (100%) memiliki asupan vitamin E yang kurang dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) Indonesia. Dalam penelitian ini, sebagian besar subjek telah mendapatkan terapi ARV (94,2%). Jumlah CD4 <200sel/uL ditemukan pada 17 subyek (32,7%). Kadar vitamin E serum yang rendah didapat pada semua subyek (100%) dengan nilai rata-rata kadar vitamin E serum 3,84 (1,77-7,32) umol / L, sementara aktivitas SOD eritrosit yang cukup ditemukan pada 53,8% dari subyek dengan nilai rata-rata 1542,1 ± 281,04 U / g Hb.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar serum vitamin E dan aktivitas SOD ditemukan dalam penelitian ini. (R = 0,047, p = 0,742).

Objective: The aim of this cross sectional study was to find a correlation between serum level of vitamin E and erythrocyte superoxide dismutase (SOD) activity in HIV/AIDS patients.
Material and method: Data collection was conducted at Pokdisus outpatient clinic, RSUPNCM Jakarta, from late February 2013 to March 2013. Subjects were obtained with the consecutive sampling method. A total of 52 subjects had met the study criteria. Data were collected through interviews, medical records, and anthropometry measurements to assess the nutritional status, and through laboratory examination (i.e. serum level of vitamin E and erythrocyte SOD activity).
Results: The majority of the subjects were male (51,9%) with a mean age of 34 ± 4.84 years. Malnutrition occured in 55.8% of the subjects and all subjects (100%) had vitamin E intake that is less than the Indonesian recommended dietary allowance (RDA). In this study, most subjects had already been on ARV therapy (94.2%). Low CD4 cell count was found in 17 subjects (32.7%). Vitamin E deficiency was found in all subjects (100%) with a median value of serum level of vitamin E of 3.84 (1.77 to 7.32) μmol / L, while normal SOD activity was found in 53.8% of the subjects with a mean value of 1,542.1 ± 281.04 U / g Hb.
Conclusion: No significant correlation between serum level of vitamin E and SOD activity was found in this study (r = 0.047, p = 0.742).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Electra Amara Florence
"Latar Belakang: Kanker payudara triple negatif dikenal sebagai jenis kanker yang memiliki prognosis yang lebih buruk daripada jenis kanker payudara lainnya karena kurangnya terapi target dan tingkat kekambuhan dini dan metastasis yang lebih tinggi. Manganese superoxide dismutase (MnSOD), pertahanan utama melawan superoksida, telah ditemukan untuk memiliki peran ganda dalam kanker. Meskipun MnSOD mungkin memiliki peran penekan tumor pada tahap awal tumorigenesis, MnSOD akan kemudian mempunyai peran penting untuk kelangsungan hidup sel kanker saat tumor berkembang. Sel punca kanker, ditemukan dalam tingkat yang tinggi dalam kanker payudara triple negatif, adalah subpopulasi sel tumor yang memiliki kapasitas tumorigenisitas dan stress oksidatif yang tinggi. Sel punca kanker mengekspresikan faktor transkripsi seperti Oct4 dan Sox2 yang mengatur gen yang diperlukan untuk pembaruan diri dan pluripotensi sel punca kanker ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penekanan ekspresi MnSOD melalui gen knockout terhadap pluripotensi sel punca kanker payudara triple negatif dengan mengukur ekspresi protein Oct4 dan Sox2.
Metode: Penelitian ini menggunakan satu kelompok kontrol BT-549 sel punca kanker payudara triple negatif dan dua kelompok BT549 sel punca kanker payudara triple negatif yang telah diberi perlakuan knockout gen MnSOD. Untuk setiap kelompok sampel, tiga pasase digunakan (P2, P3, P4). Protein Oct4 dan Sox2 yang diekspresikan oleh setiap pasase dari setiap kelompok dideteksi menggunakan Western blot dan area pita masing-masing protein kemudian dianalisis menggunakan program ImageJ.
Hasil: Ditemukan adanya tren penurunan ekspresi protein Oct4 dan tren peningkatan ekspresi protein Sox2.
Kesimpulan: Penekanan ekspresi MnSOD mungkin bisa menjadi target untuk mengubah tingkat pluripotensi sel punca kanker payudara triple negatif melalui interaksi tidak langsung dengan Oct4 dan Sox2.

Introduction: Triple negative breast cancer is considered to have a poorer prognosis than other subtypes of breast cancer due to the lack of targeted therapies and its higher rate of early recurrence and distant metastasis. Manganese superoxide dismutase (MnSOD), the primary defense against superoxides, have been found to have a dual role in cancer. Although MnSOD may have a tumor-suppressing role in the early stages of tumorigenesis, it later becomes essential for the survival of the cancer cells as the tumor progresses. Cancer stem cells (CSCs), enriched in triple negative breast cancer, are a population of tumor cells that possess high capacity of tumorigenicity and oxidative stress. They express transcription factors such as Oct4 and Sox2 which regulate genes necessary for the self-renewal and pluripotency of these CSCs. This study aims to determine the impact of suppressing MnSOD expression through gene knockout on the pluripotency of triple negative breast cancer stem cells by measuring Oct4 and Sox2 protein expression.
Methods: A control group of wild type BT-549 BCSCs and two groups of treated BT549 BCSCs were used in this study, with the treated groups having their MnSOD gene knocked out. For each group of samples, three passages were used (P2, P3, P4). The Oct4 and Sox2 proteins expressed by each passage number from each group were detected using Western blot and their respective area densities were then analyzed using the ImageJ program.
Results: There was a decreasing trend in Oct4 protein expression and an increasing trend in Sox2 protein expression.
Conclusion: Suppression of MnSOD expression may be a target to alter the pluripotency of triple negative BCSCs through its indirect interaction with Oct4 and Sox2.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Desire M. Rizkar
"Ruang lingkup dan metodologi : Gas NO2 adalah bagian dari polutan udara dan merupakan radikal bebas yang sangat mudah teroksidasi. Salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap radikal bebas adalah enzim SOD. Penelitian menguji hipotesa bahwa kadar SOD akan lebih rendah pada tenaga kerja di bagian dapur dibandingkan dengan tenaga keija di bagian administrasi. Metode penelitian adalah analisis komparasi dengan studi potong lintang yang dilakukan di RS X. Kepada 20 orang tenaga kerja di bagian dapur dan 20 orang tenaga kerja di bagian administrasi dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan kadar SOD dalam darah pada setiap peserta. Pengukuran pajanan NO2 dilakukan dengan menggunakan impinger.
Hasil dan Simpulan : Hasil pengukuran pajanan NO2 di dapur sebesar 0,000097 ppm, di bagian administrasi 0,0000062 ppm, masih jauh di bawah ambang batas TLV-TWA = 3 ppm (ACGIH). ata-rata kadar SOD pada kelompok tenaga kerja bagian dapur = 848,8 U/gr Hb dan kelompok tenaga kerja bagian administrasi = 851,1 U/gr Hb. Tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar SOD pada kedua kelompok (pl,956). Faktor-faktor yang dianggap berpengaruh pada kadar SOD seperti usia, indeks masa tubuh, kebiasaan makan dan mengkonsumsi buah-buahan, suplemen vitamin, kebiasaan merokok, olahraga, stress, pajanan NO2 di lingkungan tempat tinggal, penggunaan kompor gas, pajanan alat transportasi dan pajanan sinar matahari tidak memberikan perbedaan yang bermakna pada kadar SOD (p>0,05). Dan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar SOD pada tenaga kerja yang terpajan NO2 dalam ruangan di bagian dapur dan administrasi tidak berbeda. Faktor-faktor yang dianggap berpengaruh pada kadar SOD tidak memberikan perbedaan bermakna.

Scope and methodology: Nitrogen dioxide (NO2) is one component of air pollutants that is highly oxidizing free radical gas. Superoxide dismutase enzyme is one of the defense mechanism of the body. The objective of the study was to test a hypothesis that SOD level in the kitchen division's workers were lower than workers in the administration. This study was conducted using a comparative analysis with cross sectional design in the X hospital. Twenty workers in kitchen division were selected as the same as in administration office. They were interviewed, physically examined and taken their blood sample for SOD level. Exposure level of NO2 was measured using air impinger.
Result and conclusion : The exposure level of NO2 in the kitchen was 0,000097 ppm while in administration office was 0,0000062 ppm, both are far lower than ACGIH TLV-TWA point (3 ppm). The workers in the kitchen division has an average 848,8 U/gr HB for level SOD and the workers in the administration office has an average of 851,1 U/gr 1- b. There was no significant difference between two group (p=0,956). Determinant factors to SOD level such as age, body mass index, vitamin supplement, smoking habit, sport, stress, domestic NO2 exposure, gas stove usage, transportation and sun exposure were proved not to have significant effects (p>O, OS) We conclude in this study that there was no difference of SOD level among workers in the kitchen and the administration divisions. The studied determinant factors have no effect on SOD level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16213
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lawrentza Yunovka Mambaya
"Penuaan merupakan suatu proses hilangnya fungsi organ dan jaringan seiring bertambahnya usia yang sering dikaitkan dengan peningkatan kerentanan seseorang terhadap penyakit dan kematian. Salah satu faktor dari penuaan seluler yaitu stress oksidatif yang terjadi karena ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan di dalam tubuh yang menyerang struktur seluler, seperti membran, lipid, protein, lipoprotein, dan asam deoksiribonukleat. Spirulina platensis diketahui mempunyai berbagai manfaat bagi kesehatan manusia yaitu dalam antioksidan, peradangan, antitumor, dan peningkatan kekebalan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh ekstrak etanol tanaman spirulina sebagai antioksidan terutama superoxide dismutase (SOD) untuk penanganan stres oksidatif yang juga mencegah penyakit kronik, terutama pada jaringan jantung. Desain penelitian yang digunakan merupakan penelitian eksperimental in vivo. Penelitian menggunakan beberapa kelompok tikus berbeda usia, yaitu 12, 18, dan 24 minggu sebagai subjek penelitiannya yang diberikan ekstrak spirulina dengan dosis 200 mg/kgBB selama 29 hari secara oral menggunakan sonde ke lambung tikus dan kelompok tikus lainnya yang diberikan aquabides sebagai kelompok kontrol. Aktivitas SOD diukur dengan metode analisis kolorimetri WST-1. Hasil pengukuran menunjukkan aktivitas SOD yang lebih rendah pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol dengan p<0,05 (uji Kruskal-Wallis Post Hoc Mann-Whitney) pada kelompok usia 12 minggu, sedangkan p>0,05 pada kelompok 18 dan 24 minggu.Perbandingan antar kelompok kontrol dan antar kelompok perlakuan semuanya menunjukkan hasil yang bermakna p<0,05 (uji Kruskal-Wallis Post-Hoc Mann-Whitney U) kecuali hasil perbandingan antara kontrol 12 dan 24 minggu dengan p>0,05.

Aging is a process of loss of organ and tissue function with age that is often associated with increased susceptibility to disease and death. One of the factors of cellular aging is oxidative stress that occurs due to an imbalance between free radicals and antioxidants in the body that attack cellular structures, such as membranes, lipids, proteins, lipoproteins, and deoxyribonucleic acid. Spirulina platensis is known to have various benefits for human health, namely in antioxidants, inflammation, antitumor, and immune enhancement. Therefore, this study aims to examine the effect of ethanol extract of spirulina plant as an antioxidant, especially superoxide dismutase (SOD) for handling oxidative stress which also prevents chronic diseases, especially in heart tissue. The research design used was an in vivo experimental study. The study used several groups of rats of different ages, namely 12, 18, and 24 weeks as research subjects who were given spirulina extract at a dose of 200 mg/kgBW for 29 days orally using a sonde into the stomach of rats and another group of rats given aquabides as a control group. SOD activity was measured using the WST-1 colorimetric analysis method. The measurement results showed lower SOD activity in the treatment group compared to the control group with p<0.05 (Kruskal-Wallis Post Hoc Mann-Whitney test) in the 12-week group, while p>0.05 in the 18- and 24-week groups. Comparison between control groups and between treatment groups all showed significant results p<0.05 (Kruskal-Wallis Post-Hoc Mann- Whitney U test) except for the comparison results between the 12- and 24-week controls with p>0.05. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoshua Reynaldo
"ABSTRAK
Xanthone merupakan zat kimia bioaktif yang terdapat dalam banyak bagian
tumbuhan, salah satunya terkandung bagian kulit buah manggis. Dalam kulit buah
manggis, terkandung senyawa xanthone dalam jumlah yang tinggi dengan alphamangostin
sebagai komponen terbanyak. Alpha-mangostin merupakan senyawa
bioaktif yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia, dengan contoh
memiliki kemampuan antioksidan, antivirus, anti-kanker, antibakterial, antiradang,
dan lainnya. Untuk memperoleh senyawa bioaktif tersebut, proses ekstraksi adalah
cara yang umum digunakan. Dalam proses ekstraksi, kondisi operasi adalah faktor
yang sangat berpengaruh pada hasil ekstraksi secara kualitas dan kuantitas. Oleh
karena itu, diperlukan penelitian untuk menentukan kondisi operasi dalam ekstraksi
yang optimal untuk mengekstrak senyawa alpha-mangostin dari kulit manggis. Untuk
mengoptimasi operasi, metode optimasi berupa metode Response Surface
Methodology merupakan metode yang umum dan efektif dalam menentukan kondisi
operasi yang optimal. Dalam penelitian, variabel bebas yang digunakan adalah
temperatur, konsentrasi etanol, dan derajat keasaman atau pH. Hasil optimal dala
penelitian diperoleh pada temperatur 50ºC, konsentrasi etanol 70%, dan pH 2, dengan
kandungan alpha-mangostin 42.2968 mg/g simplisia

ABSTRACT
Xanthones are a bioactive compound that can be found on various part of everyday
plants, one of the prime example is mangosteen fruit rind. Mangosteen rind contains
abundant amount of xanthones, which the major compound is alpha-mangostin.
Alpha-mangsotin is a bioactive compound that has major health benefits, examples
include anti-cancerial, anti-bacterial, anti-inflammatory, antivirus, etc. To obtain the
necessary bioactive compound, extraction is the method commonly used. In
extraction process, operating conditions are the factors that significantly affect the
quality and quantity of the extract. Therefore, it is necessary to conduct a research to
found the optimal condition of the extraction process to obtain the alpha-mangostin
from the mangosteen rind. To optimize the extraction process, optimization method
Response Surface Methodology is a common method to determine the optimal
condition. The parameters used in the experiment will be temperature, ethanol
concentration, and acidity level. The optimal conditions of extraction of alphamangostin
are acquired at 50ºC, with 70% ethanol concentration in pH 2 with
42.2968 mg/g powder as the optimal alpha-mangostin yield."
2016
S63463
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gerald Alain Aditya
"Biji djenkol / Pithecellobium lobatum / Pithecellobium jiringa / Archidendron pauciflorum adalah buah dengan bau yang menyengat dan dapat dimakan. Walaupun dengan bau yang menyengat tersebut, biji djengkol ini bukan hanya sangat diminati oleh orang-orang Indonesia saja, tetapi juga diminati oleh orang-orang yang tinggal di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Thailand, dan Phillipines. Biji ini mengandung vitamin dan asam djengkol. Asam djengkol ini kaya akan sulfur sistein tioasetal formaldehid. Karena komponen tersebut, biji djengkol bisa berpotensi untuk menjadi antioksidan. Tujuan riset ini adalah untuk mengobservasi efek dari ekstrak biji djengkol dalam melindungi sel darah domba yang telah di induksi H2O2 dengan mengukur aktivitas enzim superoxide dismutase SOD . Dalam riset ini, sel darah domba diberikan lima perlakuan yang berbeda. Diantaranya adalah kontrol, H2O2, H2O2 Djenkol, Djenkol, and Djenkol H2O2. Dengan perlakuan tersebut, kami dapat melihat fungsi proteksi dan kuratif dari ekstrak biji djengkol. Hasil menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antara grup kontrol dan grup H2O2 dimana aktivitas SOD lebih tinggi pada grup kontrol. Perbedaan yang signifikan juga ditemukan pada grup H2O2 dengan grup djenkol p=0.036 , dan grup djenkol H2O2 0.011 . Tetapi, perbedaan antara grup H2O2 dengan grup H2O2 Djenkol tidak signifikan p=0.059 . Hasil ini menunjukan bahwa ekstrak biji jengkol dapat menghambat perusakan sel darah merah domba karena H2O2. Sebagai kesimpulan, ekstrak biji jengkol lebih menunjukan efek proteksi dibandingkan dengan efek kuratifnya.

Djenkol bean Pithecellobium lobatum Pithecellobium jiringa Archidendron pauciflorum is a pungent smelling consumable fruit. Despite its repulsive smell, djenkol bean is quite favored by not only Indonesian, but also by the people of the Southeast Asian region, including Malaysia, Thailand, and Philippines. It contains vitamins and substance called djenkolic acid, which is a sulfur rich cysteine thioacetal of formaldehyde. Due to its components, djenkol bean has a potential to be an antioxidant. This research aims to observe the effect of djenkol bean extract in protecting sheep rsquo s red blood cells that treated by H2O2 by measuring the superoxide dismutase SOD activities. The sheep rsquo s red blood cells were given five different treatments, which include control, H2O2, H2O2 Djenkol, Djenkol, and Djenkol H2O2. Those treatments enable us to see the protective and curative effects of djenkol bean extract. The result showed that there was a significant difference between control group and H2O2 group where control group has higher SOD activity. H2O2 group was also significantly different compared to the djenkol p 0.036 , and djenkol H2O2 group p 0.011 . However, there were no significant difference between H2O2 group and H2O2 Djenkol group p 0.059 . The result indicates that djenkol bean extract were able to prevent harm caused by the H2O2. Therefore, djenkol bean extracts are more into its protective effect rather than its curative effect."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>