Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112275 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Radite Nusa Senjaya
"Latar belakang: Hasil pemeriksaan kesehatan berkala tahun 2012 menunjukkan adanya 3.5% pekerja mengalami hematuria. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi adanya hubungan pajanan getaran seluruh tubuh terhadap kejadian hematuria serta pengaruh faktor-faktor lain pada pekerja mekanik forklift perusahaan alat berat.
Metode penelitian: Disainyang digunakan adalah potong lintang. Data primer adalah hasil pengukuran pajanan getaran seluruh tubuh dan pemeriksaan urin lengkap sesudah bekerja. Data sekunder yang digunakan adalah hasil pemeriksaan berkala tahun 2012. Dari seluruh 136 mekanik forklift, hanya 106 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
Hasil penelitian: Prevalensi hematuria pada pekerja mekanik forklift adalah 25.5%, pajanan getaran seluruh tubuh antara 0.0003 sampai 1.350m/s2. Ditemukan hubungan bermakna antara lama pajanan getaran per hari dengan hematuria (OR:2.7, 95%CI: 1.03-6.84), dan semua hematuria terpajan getaran diatas 0.21 m/s2.
Kesimpulan: Adanya hubungan antara lama pajanan getaran per hari dengan risiko kejadian hematuria, pajanan selama >3jam/hari meningkatkan risiko terjadinya kejadian hematuria. Disarankan untuk menurunkan pajanan getaran dibawah 0.21 m/s2 selain membatasi waktu pajanan.Melakukan pemeriksaan berkala terutama urin lengkap untuk pekerja mekanik forklift.

Background: Results of Medical Check-Up 2012, showed that 3.5% employee have hematuria. The objective of this study is to identify if there is a relationship between whole body vibration and hematuria other factors amongforklift mechanics in heavy equipment industry.
Method: This study used cross sectional design, primary data was whole body vibration andafter work urine sample analysis, secondary data used were results from medical check up in 2012. A total sample of 132 forklift mechanics, were recruited, but only 106 samples meet the inclusion criteria and did not meet the exclusion criteria.
Results of this study: Prevalence of hematuria was 25.5%,whole body vibration exposure was between 0.0003 until 1.350m/s2. A significant relation between daily period of vibration exposure with hematuria was found(OR:2.7, CI: 1.03-6.84), subjects with hematuria were exposed to vibration above 0.21 m/s2(
Conclusions: Daily vibration exposure>3 hours showed a higher risk for hematuria. It is recommended that the vibration should be decreased to <0.21 m/s2, besides limiting the time of daily exposure. Periodic medical examination should include urine analysis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhany Suryanto
"Nyeri punggung bawah (NPB) dapat terjadi akibat getaran seluruh tubuh. Selain itu faktor umur, IMT dan kebiasaan merokok juga merupakan faktor risiko terjadinya NPB. Pengemudi bajaj dapat bekerja lebih dari 8 jam sehari, sehingga diperkirakan risiko NPB menjadi lebih tinggi.
Penelitian ini dilaksanakan di pangkalan bajaj RKS dengan jumlah pengemudi 120 orang dan di pangkalan ojek dengan jumlah pengemudi 50 orang selama bulan Juni-Juli 2006. Desain penelitian ialah kasus kontrol yang didahului dengan penelitian potong lintang untuk mencari prevalensi NPB dan mendapatkan populasi dari kasus dan kontrol. Prevalensi NPB diantara pengemudi bajaj adalah 43,33%, sedangkan prevalensi NPB diantara pengemudi ojek adalah 4%. Kasus adalah pengemudi bajaj dan ojek yang mengalami NPB. Kontrol adalah pengemudi bajaj dan ojek yang tidak mengalami NPB. Diperoleh 54 kasus NPB dan 54 kontrol.
Pada analisis bivariat, terdapat hubungan bermakna antara total dosis getaran (p<0,0I; 95 % CI 3,54-25,84; OR 9,94) dan merokok (p<0,01; 95 % CI 4,15-158,67; OR 24,14 ) dengan NPB. Pada analisis bivariat, tidak terdapat hubungan bermakna antara IMT dengan NPB (0,01

Low back pain (LBP) can be caused by whole body vibration. Age, body mass index and smoking are also risk factors of LBP. Bajaj drivers usually work more than 8 hours/day. It was predicted that LBP among them is high.
This study was done at bajaj base RKS which has 120 bajaj drivers and at ojek shelter which has 50 ojek drivers during period of June-July 2006. This study used case-control design, which was preceded by a cross-sectional study to get the prevalence of LBP and to identify the case and control populations. The prevalence of LBP among bajaj drivers was 43,33% and among ojek drivers was 4%. Case was defined as bajaj and ojek driver who had LBP whereas control was defined as bajaj and ojek driver who had not LBP. There were 54 cases and 54 controls.
Bivariat analysis showed that there were significant relationships between total vibration dose (p<0,01; 95 % CI 3,54-25,84; OR 9,94), and smoking (p<0,01; 95 % CI 4,15-158,67; OR 24,14 ) with LBP. There was no significant relationship between BMI to LBP (0,01
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Togi Asman
"ABSTRAK
PENDAHULUAN. Salah satu penyakit akibat kerja yaitu hematuria dapat terjadi akibat para pekerja mengalami benturan berulang antara telapak tangan atau telapak kakinya dengan sesuatu permukaan alat yang keras. Hematuria karena getaran terjadi akibat hemolisis intravaskuler yang timbul akibat adanya jejas mekanik terhadap eritrosit yang terdapat pada pembuluh darah telapak tangan dan lengan. Dari data sekunder pada bulan Maret 1999 di Pusat Kesejahteraan Mahasiswa UI (Universitas Indonesia ) ditemukan keluhan badan capek, lemah, tangan kebas dan pada pemeriksaan fisik di lapangan menunjukkan konjungtiva anemis ( 28,6 %) dari pekerja pemotong rumput di kompleks UI depok.
SUBJEK PENELITIAN.Populasi penelitian ini adalah seluruh operator pemotong rumput di kompleks Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat. METODOLOGI.Penelitian ini meliputi pemberian intervensi berupa akselerasi getaran dalam sumbu x = 8 m / dtk 2 dan 10 m / dtk 2 pada frekuensi getaran 40 Hz semuanya diatas NAB (nilai ambang batas ) sesuai ketetapan Departemen Tenaga Kerja dan TLVs dari ACGIH dengan lama pajanan per hari dan mesin pemotong rumput `Tanaka RBK 250 yang digunakan operator ( pekerja ) pemotong rumput di kompleks Ul Depok, Jawa Barat.
Untuk mendapat informasi hubungan berbagai variabel metode yang digunakan adalah kuasi eksperimental (desain pre dan post test). Pada penelitian ini variabel umur, masa kerja, dan variabel penggunaan alat pelindung merupakan variabel yang dimasukkan dalam variabel para eksperimental yang akan dipelajari pengaruhnya terhadap terjadinya hematuria, ( sedimen eritrosit dalam urin ).
HASIL PENELITIAN. Dan hasil analisis diperoleh bahwa 3 orang diantara subjek penelitian terdapat hematuria (15 % ). Sedangkan terdapat hubungan yang signifikan antara lama pajanan dengan hematuria sesudah kerja ( p < 0,05 ) dengan nilai odds ratio = 1,37 pada konfiden interval 95 % . Lama pajanan getaran tangan lengan 5 - 7 jam ( X = 6,37 jam ) berhubungan dengan terjadinya hematuria, resiko menjadi hematuria dengan lama pajanan per hari > 6 jam adalah sebesar 1,37 kali dibanding dengan lama pajanan per hari 5 6 jam. Umur, masa kerja tidak berhubungan dengan hematuria demikian juga API) (pemakaian alat pelindung diri ) tidak ada hubungan yang signifikan terhadap terjadinya hematuria sesudah kerja, namun dari hasil analisa statistik didapat nilai odds ratio yang cukup besar yaitu 6,50 pada konfiden interval95 % untuk pemakaian AHD. Resiko untuk menjadi hematuria pada operator yang tidak selalu memakai API) ( sarung tangan) adalah 6,50 kali dibanding dengan yang selalu memakai APE) ( sarong tangan ) pada waktu keija.
REKOMENDASI Oleh karena itu disarankan agar lama pajanan per hari operator pemotong rumput di UI dikurangi sebaiknya lama pajanan per hari 4 - < 6 jam,serta selalu menggunakan sarung tangan pada waktu kerja, pegangan alat pemotong rumput diberi lapisan yang dapat mengurangi getaran tangan lengan. Perlu penelitian berlanjut yang lebih luas untuk mengetahui besar dan kronisitas dari hemolisis serta dampaknya terhadap fungsi ginjal.

ABSTRACT
INTRODUCTION. One of the occupational disease is Haematuria. It can happen because worker gets collision continuously between hand sole or foot sole with a hard surface. Haematuria that caused by vibration, happens because of intravasculer hemolysis that come out because of being mechanic scraped to blood vessels of hand sole and arm. According to secondary data in March 1999 at welfare Center of Indonesia University, found complaint, tired body, weak, finger numbness and physic survey in the field showed anemis conjunctiva 28,6 % (8 workers) from Grass Cutter worker at UI area in Depok.
SUBJECT OF RESEARCH. This research population is all Grass Cutter operator at University of Indonesia area in Depok, west Java.
METHODOLOGY. This research derives from giving interference namely vibration acceleration in fuse x = 8 m 1 s 2 and 10 m 1 s z on vibration frequency 40 Hz, all above NAB ( value of limit threshold) according to Manpower Department and TLVs from ACGIH by using daily exposure from Grass Cutter machine ` Tanaka ` RBK 250 that used by Grass Cutter worker at UI area in Depok, West Java.
To get relation information of kind of method variable that used is kuasi experimental ( pre and post test design ). In this research age variable, life time exposure and variable the use of protecting tool is variable that put in variable para experimental that will be studied the effect how haematuria can happen ( sediment of erytrosit in urine ).
RESULT. Result show that 3 people among subject of research got haematuria ( 15 % ). While there is a significant relation between time of exposure and haematuria after working ( p < 0,05 ) with odd ratio value = 1,37 at confident interval 95 %. Vibration exposure of 5 --- 7 hour for daily ( X = 6,37 hour, median - 6,75 ) connected by haematuria , the risk of getting haematuria with time of daily exposure > 6 iwlu is 1,37 times compared with time of daily exposure 6 hour. Age, life time exposure is not connected with haematuria also API) ( the use of self protection tool ) there is not significan relation to get haematuria after working, but the result of statistic analization was gotten a big odd ratio value namely 6,50 at interval confident 95 %. The risk of getting haematuria with worker not always uses APE) ( glove ) is 6,50 times compared with someone that always uses API) ( glove ) when worker is working.
RECOMMENDATION. It is suggested to reduce time of daily exposure Grass Cutter operator at L3I, the best time of daily exposure is 4 -
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Turnip, Fitria Florida
Depok: Universitas Indonesia, 2008
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Nurahman
"ABSTRAK
Siklofosfamid (CPA) merupakan obat sitotoksik golongan agen pengalkilasi yang telah terbukti efektif penggunaannya dalam kemoterapi kanker payudara dan berbagai jenis limfoma. Sebagai prodrug, siklofosfamid harus dimetabolisme terlebih dahulu oleh enzim sitokrom P450, salah satunya adalah CYP2B6 yang bersifat sangat polimorfik. Selain itu, siklofosfamid juga dapat menyebabkan efek samping berupa sistitis hemoragik yang ditandai dengan hematuria dan dapat berkembang menjadi kanker kandung kemih. Efek samping tersebut disebabkan oleh salah satu metabolit dari siklofosfamid, yaitu akrolein. Akrolein akan dimetabolisme kembali menjadi beberapa metabolit, salah satunya adalah asam 3-hidroksipropil merkapturat (3-HPMA) yang berada di urin dengan kelimpahan yang paling banyak. Oleh karena itu, sifat toksik akrolein dapat dimonitor dari kadar 3-HPMA dalam urin. Namun, polimorfisme enzim CYP2B6 juga perlu dianalisis karena enzim tersebut merupakan salah satu enzim pertama yang mengubah siklofosfamid menjadi metabolitnya, yaitu 4-hidroksisiklofosfamid, yang nantinya akan diubah menjadi metabolit turunan lain. Skripsi ini memuat hubungan antara kadar 3-HPMA dalam urin, polimorfisme CYP2B6, dan kejadian hematuria setelah pemberian siklofosfamid beserta metode bioanalisisnya. Berdasarkan penelusuran literatur yang dilakukan, diperoleh bahwa KCKUT-SM/SM tipe ESI positif dengan metode preparasi sampel pengasaman dan dilusi menghasilkan hasil analisis kadar 3-HPMA dalam urin setelah pemberian siklofosfamid yang optimal. Selain itu, terdapat tipe polimorf CYP2B6 yang dapat meningkatkan hidroksilasi siklofosfamid sehingga kadar 3-HPMA juga dapat meningkat. Risiko kejadian hematuria turut bertambah tinggi seiring meningkatnya kadar 3-HPMA dalam urin. Skripsi ini dapat digunakan sebagai pertimbangan tenaga medis dalam pemberian siklofosfamid untuk meningkatkan efektivitas dan keamanan terapi.

ABSTRACT
Cyclophosphamide (CPA) is an alkylating agent cytotoxic drug that has been proved effective in breast cancer and many types of lymphoma chemotherapy. As a prodrug, cyclophosphamide needs to be metabolized by cytochromes P450 enzymes, like CYP2B6 which is a very polymorphic one. Cyclophosphamide can also cause hemorrhagic cystitis that defined by hematuria that can lead to bladder cancer. That adverse effect is caused by one of the metabolites of cyclophosphamide that is acrolein. Acrolein will be metabolized into some other metabolites, one of them is 3-hydroxypropyl mercapturic acid (3-HPMA) that has the biggest abundance in the urine. Thus, acrolein toxicity can be monitored from 3-HPMA concentration in urine. However, CYP2B6 polymorphisms also must be analyzed because CYP2B6 is one of the first enzymes that breakdowns cyclophosphamide into its metabolite, which is 4-hydroxycyclophosphamide, that also will be metabolized into some other derivatives. This thesis informs the correlation between 3-HPMA urine concentration, CYP2B6 polymorphisms, and hematuria occurrences after cyclophosphamide administration and its bioanalysis methods. After the literature review, I found that positive ESI mode LC-MS/MS with acidification and dilution sample preparation method produces an optimal result for the 3-HPMA urine concentration after cyclophosphamide administration. Also, there is a type of CYP2B6 polymorph that increases CPA 4-hydroxylation which can lead to the rising of 3-HPMA concentration. The risk of hematuria also increases with the rising of 3-HPMA concentration in urine. This thesis can be used by medical personnel as a consideration in cyclophosphamide administration to increase the effectiveness and safety of the therapy.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Bernath Obet
"Latar Belakang. Keluhan nyeri punggung bawah (LBP) adalah masalah kesehatan yang dapat menyebabkan pembatasan kegiatan kerja. Getaran sepeda motor dan lama duduk pada sepeda motor dapat menyebabkan nyeri punggung bawah kronis. Pengendara ojek pangkalan menerima paparan getaran sepeda motor saat mengendarai sepeda motor. Dengan banyaknya pengemudi sepeda motor pangkalan di Indonesia, masalah kesehatan khusus (LBP) dalam kelompok ini perlu diteliti. 
Metode. Metode Penelitian  ini menggunakan desain studi cross sectional untuk meneliti hubungan pajanan getaran motor dan lama duduk terhadap kejadian keluhan nyeri punggung bawah  kronik dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Consecutive sampling. Consecutive sampling adalah cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara memilih sampel yang memenuhi kriteria inklusi sampai kurun waktu tertentu sehingga jumah sampel terpenuhi.31 Kurun waktu pengambilan sampel dalam penelitian ini selama 2 hari. Variabel yang diukur adalah nyeri punggung bawah kronis, getaran, lama duduk, usia, IMT, merokok, dan waktu kerja. Analisis data menggunakan SPSS Statistics versi 25.0.
Hasil. Sebanyak 95 subjek dilibatkan dalam penelitian ini. Berdasarkan uji Fisher, hasil korelasi keluhan nyeri punggung bawah kronis dengan getaran motorik > 0,5 m / s2 diperoleh p = 0,102; OR = N / A). Sedangkan untuk waktu duduk lama > 4 jam menghasilkan p = 0,717; OR 0,85; CI 95% = 0,34-2,09. Tidak ada perbedaan dalam keluhan nyeri punggung bawah kronis terkait usia. Pada usia> 35 tahun p = 0,722; OR 1,57; CI 95% = 0,31-7,9. Tidak ditemukan hubungan signifikan antara IMT dan nyeri punggung bawah kronis. Pada kelompok IMT> 25, p = 0,103 diperoleh; OR 2,14; 95% CI = 0,85-5,36. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada keluhan nyeri punggung bawah kronis berdasarkan status merokok, di mana kelompok merokok memiliki p = 0,451; OR 1,45; CI 95% = 0,55-3,78. Menurut uji Fisher, tidak ada perbedaan keluhan nyeri punggung bawah kronis berdasarkan usia kerja, di mana kelompok dengan> 4 tahun kerja memiliki nilai p = 0,908; OR 1,07; CI 95% = 0,31-3,91.
Kesimpulan. Dalam penelitian ini hipotesis ditolak. Tidak ada hubungan antara paparan getaran sepeda motor dan terjadinya nyeri punggung bawah kronis pada pengemudi sepeda motor pangkalan di kota Bekasi. Tidak ada hubungan lama duduk dengan terjadinya nyeri punggung bawah kronis pada pengemudi motor di kota Bekasi.

Bacground. Lower back pain (LBP) complaints are a health issue that may lead to restrictions on work activities. Motorcycles vibrations and long sitting duration on the motorcycles can cause chronic lower back pain complaints. Base motorcycles drivers receive motorcycles vibration exposure while riding a motorcycle. With the large number of base motorcycles drivers in Indonesia, the specific health problems (LBP complaints) in this group need to be examined. This research method uses a cross sectional study design to examine the relationship of motor vibration exposure and length of sitting to chronic low back pain  with sampling technique used is Consecutive sampling. Consecutive sampling is a way of taking samples by selecting samples that meet the inclusion criteria until a certain time period so that the number of samples is met. The sampling period in this study is 2 days. The variables that measured were chronic lower back pain complaints, vibration, long sitting time, age, IMT, smoking, and working time. Data analysis using SPSS Statistics version 25.0.
Results. A total of 95 subjects were included in this study. Based on Fisher's test, the result of the correlation of chronic lower back pain complaints with motor vibrations > 0.5 m/s2 was obtained p = 0.102; OR = N / A). While for long sitting time of >4 hours results in p = 0.717; OR 0.85; CI 95% = 0.34-2.09. There is no difference in age-related chronic lower back pain complaints. At age> 35 years of age p = 0.722; OR 1.57; CI 95% = 0.31-7,9.No significant association between IMT and chronic lower back pain was found. In the IMT group> 25, p = 0.103 was obtained; OR 2.14; 95% CI = 0.85-5.36.There was no significant difference in chronic lower back pain complaints based on smoking status, where smoking group had p = 0.451; OR 1,45; CI 95% = 0.55-3.78. According to the Fisher test, there was no difference in chronic lower back pain complaints based on working age, where groups with> 4 years of work had a p = 0.908 value; OR 1.07; CI 95% = 0.31-3.91.
Conclusion. In this study the hypothesis was rejected. There is no association between motorcycles vibration exposure and the occurrence of chronic lower back pain complaints in the base motorcycles driver in Bekasi city. There is no accociation long sitting time with the occurrence of chronic lower back pain complaints  in the base motorcycles driver in Bekasi city.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octarini Prasetyowati
"NIHL merupakan masalah kesehatan utama pada pekerja yang terpajan bising di industri manufakturing. Efek dari bising selain menimbulkan NIHL juga efek hiperkolesterolemia. Sudah ada penelitian sebelumnya yang menunjukkan pengaruh bising terhadapa NIHL, namun penelitian pengaruh bising terhadap hiperkolesterolemia dan pengaruh hiperkolesterolemia dengan kejadian NIHL belum banyak diteliti lebih lanjut.Tujuan Untuk mengetahui hasil analisis pajanan bising terhadap kejadian NIHL dan hiperkolesterolemia pada pekerja produsen alat beratMetode Penelitian ini menggunakan studi cohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari hasil pemeriksaan berkala perusahaan PT.X selama 4 tahun berturut-turut dari tahun 2013 sampai 2016, dimana pemilihan sampelnya menggunakan kriteria matching indeks massa tubuh. Keluarannya adalah NIHL dan Hiperkolesterolemia, dengan variabel penelitian umur, masa kerja, merokok dan konsumsi alkohol. Variabel dianalisis menggunakan univariat, bivariat dan multivariat menggunakan SPSS 20.0.
Hasil Penelitian ini menggunakan 34 sampel untuk kelompok yang terpajan bising dan 34 sampel untuk kelompok yang tidak terpajan bising. Prevalensi NIHL meningkat setiap tahunnya, mulai dari 19,1 ditahun 2014 kemudian meningkat menjadi 23,5 ditahun 2015 lalu pada tahun 2016 meningkat hampir 2 kali lipatnya yaitu 57,4. Prevalensi Hiperkolesterolemia di tahun 2014 sebesar 10,3, kemudian meningkat drastis di tahun 2015 menjadi 52,9, yang kemudian turun menjadi 41,2 pada tahun 2016. Hubungan antara pajanan bising dengan hiperkolesterolemia didapatkan nilai p=0,662, Crude RR 1,13, 95 IK 0,64-2,01, dari analisis multivariate didapatkan bahwa pekerja yang terpajan bising dengan kejadian NIHL didapatkan p=0,000, Adjusted RR 15,86 3,96-63,51 .Kesimpulan Pada responden yang terpajan bising, tidak terbukti mempengaruhi kejadian hiperkolesterolemia, sedangkan hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa presponden yang terpajan bising memiliki risiko 15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terpajan bising.

NIHL is a major health problem in workers exposed to noise in the manufacturing industry. Loud noise from work can cause NIHL and hypercholesterolemia. There have been many studies that show the influence of noise to NIHL, but the research on the impact of noise to hypercholesterolemia have not been studied further.Objective To determine the results of the analysis of noise exposure on the incidence of NIHL and hypercholesterolemia in heavy equipment manufacturersMethods This study used a retrospective cohort study using secondary data from the results of periodic medical check up PT.X company for 4 years in a row from 2013 to 2016, where its sample selection using the body mass index matching criteria. The output is NIHL and Hypercholesterolemia, with the variables are age, work time, smoking and alcohol consumption. The variables were analyzed using univariate, bivariate and multivariate analyzes using SPSS 20.0.
Result This study using 34 samples for the group exposed to noise and 34 samples of unexposed noised. The prevalence of NIHL is increasing every year, ranging from 19.1 in the year 2014 and then increased to 23.5 by 2015 and then in 2016 increased nearly 2 times, and its 57.4. The prevalence of hypercholesterolemia in 2014 was 10.3, and then increased dramatically in 2015 to 52.9, which then fell to 41.2 in 2016. The respondents were exposed to noised, not showing the incidence of hypercholesterolemia with p value 0.662, Crude RR 1.136, 95 CI 0.641 to 2.01, while the results of multivariate analysis showed that presponden exposed to noise the p value is 0,000, Adjusted RR 15,86 and 95 CI 3,96 63,51.Conclusion The respondents were exposed to noised, not showing the incidence of hypercholesterolemia, while the results of multivariate analysis showed that presponden exposed to noise had a risk 15 times higher compared to unexposed noised.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmaniar Desianti Kuraga
"Skabies merupakan infestasi dari tungau Sarcoptes scabiei varian homini. Pengobatan skabies di Indonesia adalah menggunakan krim permetrin 5% yang dioleskan seluruh tubuh dan didiamkan selama 8 - 12 jam lalu dibersihkan menggunakan sabun. Cara pengolesan krim permetrin 5% tersebut memiliki efek samping berupa rasa nyeri dan sensasi terbakar. Metode Pemakaian krim permetrin 5% hanya pada lesi telah dikembangkan untuk mengurangi efek samping permetrin dengan angka kesembuhan yang sama baiknya dengan pengolesan seluruh tubuh. Terkait manifestasi klinis skabies dapat timbul 4 minggu pasca infestasi tungau pertama di kulit, perlu dilakukan penelitian konfirmasi untuk menilai kekambuhan pasca pengolesan krim permetrin 5% hanya pada lesi dan pengolesan krim permetrin 5% seluruh tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan angka kekambuhan skabies dengan krim permetrin 5% yang dioleskan hanya pada lesi dengan pengolesan krim permetrin 5% yang dioleskan seluruh tubuh serta untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kekambuhan skabies. Studi ini adalah studi kohort yang merupakan bagian dari penelitian induk berupa perbandingan efektivitas krim permetrin 5% sebagai terapi skabies dengan pengolesan hanya pada lesi dan pengolesan seluruh tubuh. Studi ini melibatkan santri pada pesantren Al-islami, Bogor serta pesantren Tapak Sunan dan Darul Ishlah, Jakarta yang telah sembuh dari pengobatan skabies menggunakan krim permetrin 5% pada bulan September 2018 sampai Agustus 2019. Terdapat 157 santri yang memenuhi kriteria penelitian, namun hanya 148 subjek penelitian (SP) yang menyelesaikan penelitian. Subjek penelitian di follow up pada minggu keempat untuk menilai kekambuhan serta faktor yang memengaruhi kekambuhan. Angka kekambuhan pada kelompok dengan riwayat pengolesan krim permetrin 5% hanya pada lesi pada 4 minggu pasca sembuh lebih rendah dibandingkan kelompok dengan riwayat pengolesan krim permetrin 5% seluruh tubuh (10,7% vs 12,3%). Tidak terdapat perbedaan kekambuhan skabies pada kedua kelompok (p = 0,751). Faktor yang memengaruhi kekambuhan adalah perilaku tidak menjemur matras tidur secara reguler dengan odd ratio 4,219. Kesimpulan penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan angka kekambuhan pada riwayat pengolesan krim permetrin 5% hanya pada lesi dengan riwayat pengolesan krim permetrin 5% seluruh tubuh setelah empat minggu sembuh dari penyakit skabies.

Scabies is a skin disease due to the infestation of Sarcoptes scabiei var hominis. permethrin is the drug of choice for scabies in Indonesia. It is applied to the whole body and left on the skin for 8-12 hours before being cleansed. This method of application has various side effects, such as pain and burning sensations. Modification to this method by applying 5% permethrin cream only on scabies lesion has been developed to reduce the side effects and reported to have recovery rate equal to the standard method. Scabies can manifest clinically up to 4 weeks after the first mite infestation of the skin. Further investigation is required to assess the recurrence of scabies after the application of the modified 5% permethrin and standard cream. The aim of this study is to compare the recurrence rate of scabies treated with 5% permethrin cream applied only to the lesion vs the standard 5% permethrin cream applied to the whole body while determining the factors that influence the recurrence of scabies. This is a cohort study, part of a main research aiming to compare the efficacy of the only lesion 5% permethrin cream application method vs the whole body 5% permethrin cream application method as scabies therapy. The students of the Al-Islami boarding school in Bogor, Tapak Sunan and Darul Ishlah Islamic boarding school in Jakarta who had previously recovered from scabies after being treated with 5% permethrin cream between September 2018 to August 2019 were recruited into this study. 157 students met the inclusion criteria, but only 148 participants completed the whole study protocol. They were followed 4 weeks after recovery to assess their recurrency and other factors associated with recurrence. At the 4th weeks after recovery, the recurrence rate of the only lesion 5% permethrin cream application method group was lower than the whole body 5% permethrin cream application method group (10.7% vs 12.3%). There were no differences in the recurrence of scabies among the two groups (p = 0.751). One influencing factor of scabies recurrence is the specific behavior of not regularly drying sleep mattresses, with an odds ratio of 4.219. The study concludes that there was no difference in the recurrence rate among subjects who applied 5% permethrin cream using only lesion 5% permethrin cream application method compared to whole body 5% permethrin cream application method at four weeks after recovery."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Santosa
"Kurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya gaya hidup sedenter meningkatkan risiko obesitas akibat kelebihan simpanan jaringan lemak. Gaya hidup sedenter salah satunya adalah akibat pekerjaan misalnya pada pekerja kantoran. Kebugaran kardiorespirasi yang rendah adalah prediktor yang kuat dan independen dari kesehatan metabolisme pada orang dewasa. melakukan aktivitas fisik secara teratur dapat meningkatkan kebugaran kardiorespirasi sehingga menurunkan akumulasi simpanan jaringan lemak. persentase lemak tubuh dapat menggambarkan tingkat kebugaran kardiorespirasi seseorang. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan persentase massa lemak dengan kebugaran kardiorespirasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, subyek pada penelitian ini adalah pekerja kantoran laki-laki dan perempuan dengan usia 19-59 tahun. Persentase lemak tubuh dinilai menggunakan BIA dan kebugaran kardiorespirasi menggunakan YMCA step test. Jumlah subyek yang mengikuti penelitian 94 orang dengan nilai persentase lemak tubuh pada laki-laki dengan rerata 24,02 dan 39,45 pada subyek perempuan. Tingkat kebugaran kardiorespirasi yang paling banyak adalah tingkat kebugaran kardiorespirasi rata-rata yaitu sebesar 69,1% pada laki-laki dan tingkat kebugaran kardiorespirasi baik sebesar 84,6% pada perempuan. Korelasi persentase lemak tubuh dengan kebugaran kardiorespirasi didapatkan nilai r -0,44 (p<0,001). Terdapat multikolinearitas pada faktor IMT, lingkar pinggang dan lemak visceral. Setelah dilakukan analisis multivariat faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebugaran kardiorespirasi adalah jenis kelamin dan aktivitas fisik.

Lack of physical activity and an increasingly sedentary lifestyle increase the risk of obesity due to excess fat tissue stores. One of them is a sedentary lifestyle due to work, for example in office workers. Low cardiorespiratory fitness is a strong and independent predictor of metabolic health in adults. doing regular physical activity can improve cardiorespiratory fitness thereby reducing the accumulation of fat tissue stores. Body fat percentage can describe a person's cardiorespiratory fitness level. This study was to determine the relationship between fat mass percentage and cardiorespiratory fitness and the influencing factors. This study used a cross-sectional design, the subjects in this study were male and female office workers aged 19-59 years. Body fat percentage was assessed using BIA and cardiorespiratory fitness using the YMCA step test. The number of subjects participating in the study was 94 people with a body fat percentage value in men with an average of 24.02 and 39.45 in female subjects. The highest level of cardiorespiratory fitness was the average level of cardiorespiratory fitness, which was 69.1% for men and the level of good cardiorespiratory fitness was 84.6% for women. The correlation between body fat percentage and cardiorespiratory fitness was obtained with a value of -0.44 (p<0.001). There is multicollinearity in BMI, waist circumference and visceral fat. After multivariate analysis, other factors that influence cardiorespiratory fitness are gender and physical activity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Kurniawan
"ABSTRAK
Latar belakang: Pekerja di perusahaan alat berat terutama bagian pengelasan dapat terpajan berbagai macam logam berbahaya yang terdapat pada plat yang digunakan. Salah satu logam yang dapat menyebabkan kerusakan sel bahkan dapat menyebabkan kanker adalah kromium. Hati merupakan salah satu target organ dan sering mengalami kerusakan akibat logam ini. Tujuan penelitian ini adalah mencari hubungan kadar kromium di dalam eritrosit dengan status fungsi hati pekerja.
Metode: Penelitian potong lintang komparasi dilakukan terhadap pekerja yang terpajan dengan pekerja yang tidak terpajan. Data yang digunakan berdasarkan hasil pengukuran fisik, hasil pengukuran kromium eritrosit dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), serta hasil kuisioner.
Hasil: Dari 50 pekerja yang terbagi menjadi 25 orang terpajan dan 25 orang tidak terpajan, terdapat hubungan bermakna secara statistik antara kadar kromium eritrosit dengan masa kerja (p=0,044). Tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik antara kadar kromium di dalam eritrosit dengan SGPT (p=0,814).
Kesimpulan: tidak terdapat hubungan bermakna secara statistik mengenai hubungan kadar kromium dengan kadar SGPT. Namun hasil rerata kadar kromium pekerja tidak terpajan lebih tinggi daripada populasi normal lainnya.

ABSTRACT
Background: worker in heavy equipment manufacturer especially can be exposed to a various kinds of harmful metals contained in the plate. One of metal that can cause cell damage or even cancer which are often used in workplace is chromium. Liver is one of targeted organ could be damaged due to this metal. The purpose of this study is to correlate between chromium level in erythrocytes and welder?s liver function status.
Methods: A Cross Sectional Comparative study was conducted to workers who were exposed and unexposed. The data used is based on worker?s physical measurement result, chromium level erythrocytes and Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) results, and also questionnaire.
Results: From 50 workers which are consisted of 25 exposed workers and 25 unexposed workers, there is statistically significant correlation between chromium erythrocytes level and duration of employment (p=0,044). There is no statistically significant correlation between chromium level in erythrocytes and SGPT (p=0.814).
Conclusion: There is no statistically significant correlation between erythrocytes chromium level and SGPT level. But the average result of erythrocytes chromium level of the unexposed workers were higher compare to other normally unexposed workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>