Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176560 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fransisca Chondro
"Latar Belakang : Komunikasi antar sel otot jantung terjadi dengan bantuan protein connexin, terutama connexin43, yang merupakan protein utama penyusun gap junction pada sel otot jantung. Pada penyakit jantung yang disertai dengan hipertrofi, adanya perubahan ukuran pada jantung ini akan mempengaruhi produksi dan distribusi protein connexin43 pada sel otot jantung. Semakin besar ukuran sel, maka ekspresi connexin akan meningkat disertai dengan peningkatan distribusi connexin ke lateral. Lateralisasi connexin ini dapat mengganggu hantaran impuls listrik antar sel otot jantung. Latihan fisik erobik juga dapat mengakibatkan timbulnya adaptasi organ jantung berupa peningkatan ukuran dan kerja ventrikel kiri dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan metabolisme tubuh yang meningkat. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh keadaan hipertrofi fisiologis yang terjadi akibat latihan fisik, dalam hal ini latihan fisik erobik, terhadap produksi dan distribusi protein connexin43.
Tujuan : Melihat bagaimana pengaruh latihan fisik erobik dan detraining terhadap ekspresi dan distribusi protein connexin43.
Desain : Penelitian ini menggunakan studi eksperimental in vivo pada tikus.
Metode : Pada jaringan jantung tikus dilakukan pemeriksaan imunohistokimia untuk melihat bagaimana jumlah dan distribusi dari protein connexin43 serta dilakukan perbandingan antara tikus yang tidak diberi latihan fisik dengan tikus yang diberi latihan fisik erobik dan detraining.
Hasil : Pada perbandingan antara kelompok kasus dan perlakuan, terdapat perbedaan bermakna pada parameter total Cx43, Cx43 diskus interkalatus, Cx43 lateral, dan presentase Cx43 diskus interkalatus dan Cx43 lateral (p<0,05). Pada perbandingan antara kelompok kontrol, perbedaan bermakna hanya ditemukan pada perbandingan antara kelompok 8 dan 12 minggu untuk parameter total Cx43 dan jumlah Cx43 diskus interkalatus. Pada perbandingan antara kelompok perlakuan, ditemukan perbedaan bermakna untuk parameter total Cx43 pada kelompok latihan erobik 4 minggu dengan kelompok latihan erobik 4 minggu yang diikuti proses detraining 4 minggu.
Kesimpulan : Latihan fisik erobik memberikan perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan. Pada perbandingan antara perlakuan, diketahui bahwa terdapat perbedaan bermakna antar kelompok latihan fisik yang disertai/tidak disertai proses detrain.

Background: Communication between cardiomyocyte happens in the gap junction located on intercalated disk. In patologically hypertrophied heart, the bigger cardiomyocyte become, the more protein expressed and distributed to lateral side of cardiomyocyte. It will cause disturbance in electrical and metabolic coupling between cardiomyocyte. Aerobic training will also cause hypertrophy, especially left ventricle, because the heart has to pump more blood that carry oxygen that is needed in the cell. This research is done in order to analyze the effect of physiologically hypertropied heart, cause by aerobic training, on the expression and distribution of connexin43.
Objective : To see the effect of aerobic training and detraining to the expression and distribution of connexin43 in heart.
Design : This research is using experimental study on rat.
Methods : Expression and distribution of connexin43 from rat's ventricle tissue is detected using immunohistochemistry then analyzed with imageJ program. The results are compared between control group and group that’s given aerobic training and detraining.
Results : Significant differences in the amount of total Cx43, Cx43 in intercalated disc, lateralized Cx43, Cx43 intercalated disc percentage, and lateralized Cx43 percentage was found in all the aerobic groups compared with controls. Comparison between control groups show significant differences of total Cx43 and Cx43 in intercalated disc only between 8 weeks control and 12 weeks control group. Comparison between aerobic groups shows significant differences in amout of total Cx43 between 4 weeks aerobic training and 4 weeks aerobic training followed by 4 weeks detraining period.
Conclusion : Aerobic training causes an increase in amount of total Cx43, Cx43 in intercalated disc, lateralized Cx43. The increase in the amount of Cx43 will diminish during detraining period.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Kencana
"Latihan fisik aerobik banyak direkomendasikan oleh praktisi kesehatan karena banyaknya manfaat yang diberikan kepada manusia, termasuk dugaan pengaruh latihan fisik aerobik terhadap peningkatan jumlah neuron, fungsi kognitif dan memori. Berangkat dari dugaan tersebut, dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh latihan fisik aerobik dan detrain terhadap gambaran histologis nukleus sentral amigdala.
Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan menggunakan tikus jantan (Rattus sp. Strain Wistar) sebagai hewan percobaan yang dibagi menjadi tiga kelompok (masing masing n=9), yaitu kelompok kontrol, training dan detraining. Pengamatan dilakukan pada jaringan otak dengan menghitung jumlah sel normal pada nukleus sentral amigdala menggunakan optilab viewer yang dilengkapi dengan image raster. Data kemudian dianalisis dengan uji one-way ANOVA.
Hasil menunjukkan bahwa rerata presentase sel normal tertinggi adalah kelompok kontrol (58,11%), diikuti dengan kelompok perlakuan training dan detraining. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan latihan aerobik dan detrain pada nukleus sentral amigdala.

Aerobic exercise recommended by many health practitioners because it has a lot of benefit including the assumption about aerobic exercise effect that increases the number of neurons, cognitive function and memory. Departing from this assumption, a study to determine the effect of aerobic exercise and detrain to the histological features of central nucleus of amygdale was conducted.
This experimental study used male rats (Rattus sp. Wistar strain) as experimental animal, which divided into three groups (each n = 9), control group, training and detraining. Observation was done on brain tissue by counting the number of normal cells in the central nucleus of the amygdala using optilab viewer which equipped with image raster. Data were analyzed by one-way ANOVA test.
Results showed that control group has the highest mean percentage of normal cells (58.11%), followed by training and detraining group. There was no significant effect of aerobic exercise and detrain at the central nucleus of amygdala.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William
"Latar Belakang: Latihan fisik aerobik telah lama diketahui memberikan pengaruh yang baik kepada tubuh dan rutin, latihan fisik aerobik yang rutin dan dalam jangka waktu lama dapat membuat jantung mengalami remodeling. Proses remodeling ini bukan hanya terjadi pada struktur tetapi juga pada kelistrikan jantung, beberapa studi menunjukkan remodeling listrik jantung yang terjadi mengakibatkan berbagai bentuk aritmia, dan belum banyak yang diketahui tentang remodeling listrik jantung setelah henti latih.
Metode: Pemeriksaan EKG dilakukan pada tikus Wistar jantan yang telah menjalani latihan fisik aerobik 4 minggu,12 minggu, 4 minggu latihan fisik aerobik serta 4 minggu henti latih dan 12 minggu latihan fisik aerobik serta 4 minggu henti latih. Kecepatan lari pada tikus 20 m/menit durasi latihan 20 menit dengan interval istirahat 90 detik setiap 5 menit berlari.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna untuk voltase dan durasi gelombang P pada semua kelompok perlakuan. Terjadi peningkatan voltase gelombang R pada kelompok latihan fisik aerobik 4 minggu dan 12 minggu (p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna untuk voltase gelombang R pada kelompok henti latih. Terdapat pemanjangan durasi segmen dan interval PR pada kelompok latihan fisik aerobik 4 minggu, 12 minggu (terutama pada kelompok latihan fisik aerobik 4 minggu dengan p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna pada kelompok henti latih untuk durasi segmen dan interval PR. Terjadi pemanjangan durasi repolarisasi ventrikel (durasi gelombang T, interval QT) pada kelompok latihan fisik aerobik 4, 12 minggu (terutama pada kelompok latihan fisik aerobik 4 minggu, p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna untuk durasi gelombang T, interval QT pada kelompok henti latih. Terjadi penurunan frekuensi denyut jantung istirahat pada kelompok latihan fisik aerobik 4,12 minggu (terutama pada kelompok latihan fisik 4 minggu, p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna untuk frekuensi denyut jantung istirahat pada kelompok henti latih.
Kesimpulan: Terjadi perubahan aktivitas listrik jantung (interval QT, interval PR, durasi gelombang T dan voltase gelombang R) , perubahan frekuensi denyut jantung istirahat tikus Wistar jantan setelah latihan fisik aerobik 4 minggu dan 12 minggu. Henti latih mengembalikan perubahan aktivitas listrik jantung dan perubahan frekuensi denyut jantung istirahat tersebut.

Introduction: Aerobic training have long been known to give a good impact to body, aerobic training if been done routinely and with long period of time will make remodeling process to the heart. This remodeling process is not only occur in structure but also in heart electrical activity, several study reveal that this electrical activity cause many form of aritmia, there also evidence that structural remodeling that also cause electrical changes is a persistent process, if structural remodeling persistent process, what about electrical activity of this persistent structural remodeling, the answer to this question is less known.
Methods: ECG is conducted in male Wistar rat that have completed 4 weeks, 12 weeks aerobic training, 4 weeks aerobic training with 4 weeks detraining, and 12 weeks aerobic training with 4 weeks detraining. The speed that been use is 20 m/minute with 20 minute training duration and 90 second intermitten resting interval for every 5 minute training.
Results: There is no differences for P wave voltage and duration in all group. R wave voltage is increase in 4, 12 weeks aerobic training group (p<0.05). There is no significant differences for R wave voltage in detraining group. PR segment and interval is prolonged in 4, 12 weeks aerobic training group (especially in 4 weeks aerobic training group, p<0.05). There is no significant differences for PR segment and interval in detraining group. Ventricular repolarization time (T wave duration, QT interval) is prolonged in 4, 12 weeks aerobic training group (especially in 4 weeks aerobic training group, p<0.05). There is no significant differences for T wave duration dan QT interval in detraining group. Resting heart rate is lower in 4, 12 weeks aerobic training group (especially in 4 weeks aerobic training group, p<0.05). There is no significant differences for resting heart rate in detraining group.
Conclusion: Male Wistar rat heart electrical activity (QT interval, PR interval, T wave duration time and R wave voltage) and resting heart rate change after 4 weeks and 12 weeks aerobic training. Detraining restore that changes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustika Anggiane Putri
"Latar Belakang : Beberapa penelitian terbaru memperlihatkan bahwa apoptosis terjadi pada beberapa keadaan jantung patologis seperti pada keadaan kerusakan ?iskemia-reperfusi?, infark miokardium dan gagal jantung. Di sisi lain terdapat penelitian yang memperlihatkan bahwa latihan fisik dapat menurunkan apoptosis kardiomiosit. Dari beberapa jenis latihan fisik, latihan fisik aerobik merupakan latihan yang paling dianjurkan karena diyakini efektif dalam mencegah dan bahkan sebagai terapi rehabilitasi pada penyakit kardiovaskular. Keadaan henti latih pasca latihan fisik ternyata dapat mengembalikan seluruh atau sebagian adaptasi yang sudah terbentuk setelah latihan fisik.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan ingin melihat bagaimana pengaruh latihan fisik aerobik dan henti-latih terhadap apoptosis kardiomiosit ventrikel kiri dengan menggunakan protein caspase-3 sebagai parameter apoptosis. Desain : Penelitian ini menggunakan studi eksperimental in vivo pada tikus Metode : identifikasi protein caspase-3 pada jaringan ventrikel kiri jantung tikus dengan pemeriksaan pulasan imunohistokimia pada 8 kelompok tikus ( kelompok kontrol 4 minggu (K4M), kontrol 8 minggu (K4MD), kontrol 12 minggu (K12M), kontrol 16 minggu (K12MD) dan kelompok perlakuan latihan aerobik 4 minggu (AR4M), perlakuan latihan aerobik 12 minggu (AR12M), perlakuan latihan aerobik 4 minggu diikuti dengan henti-latih 4 minggu (AR4MD) serta kelompok latihan aerobik 12 minggu diikuti dengan henti-latih 4 minggu(AR12MD)).
Hasil : Analisis data menunjukan peningkatan persentase ekspresi caspase-3 kelompok pasca latihan fisik aerobik (K4M 6,40%1,78 dan AR4M 65,38%2,54, p<0,001; K12M 5,72%0,88 dan AR12M 41,81%3,21, p<0,001; K4MD 8,64%±3,59 dan AR4MD 66,55%±1,88; K12MD 7,35%±2,06 dan AR12MD 46,78%±2,45, p<0,001). Kecenderungan Peningkatan persentase ekspresi caspase-3 kelompok pasca henti latih (AR4M 65,38%2,54 dan AR4MD 66,55%1,88%, p=1,000; AR12M 41,81%3,21dan AR12MD 46,78%±2,45, p=0,230). Ekspresi caspase 3 kelompok latihan aerobik 4 minggu lebih tinggi dibanding kelompok latihan aerobik 12 minggu (AR4M 65,38%2,54 dan AR12M 41,81%3,21, p<0,001).
Kesimpulan : latihan fisik aerobik tidak menurunkan apoptosis kardiomiosit ventrikel kiri jantung tikus dan program henti latih tidak meningkatkan apoptosis kardiomiosit ventrikel kiri jantung tikus.

Background: Recent studies showed that apoptosis occurs in several pathological heart condition as in myocardial ischemia-reperfusion injury, myocardial infarction and heart failure. It has been also research showing that physical exercise can reduce apoptosis on cardiomyocyte. Of some kind of physical exercise, aerobic exercise is an exercise that is most recommended because it is believed to be effective in preventing and even as a rehabilitation therapy on cardiovascular disease. Detraining was able to restore all or part of adaptation that has been formed after the exercise.
Objective: This study aimed to see the effect of aerobic exercise and detraining on left ventricular cardiomyocyte apoptosis using caspase-3 protein as a parameter of apoptosis. Design: This study used an experimental in vivo study on rats.
Methods: Caspase-3 protein in rat cardiac left ventricular tissue is identified by immunohistochemistry staining conducted on 4 sedentary control group ( 4 weeks control group (K4M), 8 weeks control group (K4MD), 12 weeks control group (K12M), 16 weeks control (K12MD)) and 4 treatment groups ( 4 & 12 weeks post aerobic exercise group (AR4M, AR12M) and 4&12 weeks post aerobic exercise followed by 4 weeks detraining (AR4MD,AR12MD)).
Results: Analysis of the data shows an increase percentage of caspase-3 expression on post-aerobic exercise group (K4M 6,40%1,78 and AR4M 65,38%2,54, p<0,001; K12M 5,72%0,88 and AR12M 41,81%3,21, p<0,001; K4MD 8,64%±3,59 and AR4MD 66,55%±1,88; K12MD 7,35%±2,06 and AR12MD 46,78%±2,45, p<0,001) The data also shows tendency an increase percentage of caspase-3 expression on detraining group (AR4M 65,38%2,54 and AR4MD 66,55%1,88%, p=1,000; AR12M 41,81%3,21 and AR12MD 46,78%±2,45, p=0,230). Percentage of caspase-3 expression on post-4 weeks aerobic exercise group is higher than post-12 weeks aerobic exercise (AR4M 65,38%2,54 and AR12M 41,81%3,21, p<0,001).
Conclusion: Aerobic physical exercise does not decrease left ventricular cardiomyocyte apoptosis and does not improve left ventricular cardiomyocyte apoptosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melody Febriana Andardewi
"Latihan aerobik dapat meningkatkan kebugaran melalui penginduksian adaptasi fisiologis seperti peningkatan kekuatan otot kemampuan penggunaan oksigen peningkatan jumlah sel saraf serta pembuluh kapiler darah otak. Latihan fisik terkait erat dengan penggunaan otot volunter yang diatur oleh korteks motorik primer otak.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh latihan fisik aerobik dan detrain terhadap jumlah sel saraf normal korteks motorik primer tikus. Desain penelitian ini adalah eksperimental menggunakan 27 jaringan otak tikus jantan Rattus sp Strain Wistar yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok tanpa perlakuan kontrol kelompok perlakuan latihan fisik aerobik training dan kelompok perlakuan yang latihan fisik aerobik nya dihentikan detraining. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah sel saraf otak tikus bagian korteks motorik primer dengan bantuan piranti lunak Image Raster.
Hasil menunjukkan jumlah sel saraf normal pada kelompok kontrol adalah 56 kelompok training 66 dan kelompok detraining 42. Hasil uji Post Hoc Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan training p 0 046 kontrol dan detraining p 0 001 serta training dan detraining p 0 001.
Hasil dari penelitian ini mendukung teori bahwa latihan aerobik dapat memicu pertumbuhan sel saraf neurogenesis korteks motorik primer sedangkan detraining menyebabkan penurunan jumlah sel saraf normal pada daerah korteks motorik primer otak tikus Kata kunci Detrain jumlah sel saraf normal latihan fisik aerobik korteks motorik primer.

Aerobic exercise could increase body fitness by raising the physiology adaptation such as increase muscle power oxygen uptake number of neurons and new capillaries in brain structure. In aerobic exercise we use voluntary muscles which are controlled by primary motor cortex in brain.
Purpose of this research was to acknowledge effect of aerobic exercise and detraining on the number of normal neurons in rat's primary motor cortex This experimental research used 27 male rats Rattus sp Wistar strain and divided into three groups control training and detraining. The method is to observe and count the number of neurons in primary motor cortex region of the rat's brain with Hematoxilin Eosin staining using image raster.
The result showed that the percentage of normal neuron from control group was 56 66 in training group and 42 in detraining group Post Hoc Mann Whitney test showed there was significant differences between control and training p 0 046 control and detraining p 0 001 and training and detraining p 0 001.
This result showed that this research support the theory of which the aerobic exercise could induce neurogenesis in primary motoric cortex region and detraining caused decrease number of neurons in rat's primary motoric cortex.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avita Marthacagani
"Latihan fisik aerobik memiliki beberapa manfaat untuk struktur dan fungsi otak seperti meningkatkan jumlah sel saraf dan berefek positif pada pembelajaran serta memori. Namun beberapa manfaat latihan fisik tersebut pada struktur otak masih berupa dugaan dugaan. Manfaat tersebut juga akan menghilang apabila latihan dihentikan detrain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan fisik aerobik dan detrain terhadap jumlah sel saraf normal amigdala basolateral tikus. Amigdala adalah bagian dari sistem limbik yang berperan dalam menghasilkan respon perilaku yang berhubungan dengan rasa takut dan berperan juga pada pembelajaran emosional serta memodulasi memori.
Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan mengamati dan menghitung jumlah sel saraf normal pada daerah amigdala basolateral Data dianalisis dengan uji one way ANOVA dan dilanjutkan uji Post Hoc.
Hasil menunjukkan persentase sel saraf normal pada kelompok kontrol 57 kelompok training 64 dan kelompok detraining 49. Hasil uji Post Hoc menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan training p 0 05 kelompok kontrol dan detraining p 0 05. Namun terdapat perbedaan bermakna antara kelompok training dan detraining p 0 008. Terjadi peningkatan persentase sel saraf normal pada kelompok training sebaliknya terjadi penurunan persentase sel saraf normal pada kelompok detraining dibandingkan kelompok kontrol.

Aerobic exercise has several benefits for brain rsquo s structures and functions such as increasing the number of normal neuron and having positive effect on learning and memory. However some of the benefits are still conjecture These benefits will be lost if exercise stopped.
The aim of this study is to determine the effect of aerobic exercise and detraining on the number of normal neuron of basolateral amygdala. Amygdala is a part of the limbic system which plays a role in producing behavioral responses associated with fear and also plays a role in emotional learning as well as modulates memory.
This study was done experimentally by observing and counting the number of normal neuron in the basolateral amygdala region Data were analyzed by one way ANOVA test and continued by Post Hoc test.
The results showed that percentage of normal neuron were 57 in control group 64 in training group and 49 in detraining group Post hoc test results showed no significant difference between control and training group p 0 05 also between control and detraining group p 0 05 However there are a significant difference between training and detraining group p 0 008. In short there is an increase in the number of normal neuron in training otherwise there is a decline in the number of normal neuron in detraining compared with control.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabella Qisthina Laksita Dewi
"Latihan fisik aerobik yang dilakukan secara teratur dapat memberikan efek positif terhadap struktur dan fungsi otak tertentu seperti perbaikan perfusi darah peningkatan neurogenesis peningkatan fungsi kognitif dan memori Efek tersebut dapat hilang jika latihan dihentikan detrain Tujuan dilakukan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh latihan fisik aerobik dan detrain terhadap jumlah sel saraf normal di thalamus yang merupakan stasiun relay mayor impuls sensorik dan motorik antar bagian otak Penelitian dilakukan secara eksperimental pada hewan coba yakni dengan penghitungan jumlah sel saraf normal thalamus tiga kelompok tikus diberi perlakuan latihan fisik aerobik training detraining dan tidak diberi perlakuan Hasil menunjukkan bahwa terdapat peningkatan jumlah sel saraf normal thalamus pada kelompok training 73 dibandingkan dengan kelompok kontrol 59 yang akan menurun pada kelompok detraining 71 Namun uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna p 0 266 p 0 05 pada ketiga kelompok tikus Disimpulkan bahwa latihan fisik aerobik dan detrain tidak berpengaruh nyata pada jumlah sel saraf normal thalamus tikus.

Regular aerobic exercise is beneficial for certain brain rsquo s structures and functions because it can improve blood perfusion increase neurogenesis improve cognition and memory When it is stopped detrain these benefits will be lost The object of this study is to determine the effect of aerobic exercipse and detrain on the number of normal neuron of thalamus which is a major relay station for sensory and motor impulses between brain areas This study was done experimentally on animal by counting the number of normal thalamus neuron in three groups of mice training detraining and control The results showed that there was an increase number of normal neuron of thalamus in group training 73 compared with group control 59 and then decreased in group detraining However ANOVA test results indicated no difference either p 0 266 p 0 05 It was concluded that aerobic exercise and detrain have no significant effect on the number of normal neuron of thalamus rsquo mice
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Swandito Wicaksono
"Pendahuluan: Berdasarkan intensitas, durasi, dan bagaimana energi untuk kerja otot dihasilkan, latihan fisik dibagi menjadi latihan fisik aerobik dan anaerobik. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara latihan fisik dengan perubahan panjang telomer sel darah putih SDP , dan sel otot jantung. Pemendekan telomer SDP sering dihubungkan dengan penyakit kronik tidak menular, salah satunya penyakit kardiovaskular. Di Indonesia belum ada penelitian yang membandingkan pengaruh latihan fisik aerobik dan anaerobik terhadap perubahan panjang telomer SDP dan sel otot jantungTujuan: Membandingkan efek latihan fisik aerobik dan anaerobik terhadap perubahan panjang telomer SDP dan sel otot jantungMetode: Penelitian ini menggunakan 24 tikus putih jantan berusia 11-13 bulan, berat rata-rata 300 gram. Dibagi secara acak dalam 3 kelompok: 1 kontrol; 2 latihan fisik aerobik; 3 latihan fisik anaerobik. Latihan fisik dilakukan 5 kali/minggu selama 4 dan 12 minggu. Perhitungan panjang telomer relatif menggunakan Real-Time PCR.Hasil: Secara signifikan terdapat perbedaan panjang telomer relatif SDP kelompok aerobik 4 minggu dan 12 minggu dibanding kontrol 4 minggu p=0,012 dan p=0,009 . Tidak terdapat perbedaan bermakna kelompok anaerobik 4 dan 12 minggu dibanding kontrol 4 minggu p=0,208 dan p=0,141 . Tidak terdapat perbedaan bermakna panjang telomer relatif sel otot jantung kelompok aerobik maupun anaerobik dibanding kontrol.Kesimpulan: Latihan fisik aerobik memberikan efek lebih baik dibanding anaerobik dalam perubahan panjang telomer SDP. Sedangkan latihan fisik aerobik maupun anaerobik tidak mempengaruhi perubahan panjang telomer sel otot jantung.Kata Kunci: Latihan fisik aerobik, latihan fisik anaerobik, telomer, sel darah putih, sel otot jantung

Introduction Aerobic and anaerobic physical exercise are two types of physical exercise that differ based on the intensity, interval, and type of muscle fibers incorporated. Telomere length TL of leukocyte, a measure of replicative senescence, decreases with aging. Recent evidence supports that telomere length of leukocytes may be inversely correlated with the risk of several age related diseases. In Indonesia, there has been no specific research to find out the effect of aerobic and anaerobic physical exercise on changes in telomere length of leukocyte and cardiomyocyte.Methods This study was conducted on 24 male white rats Rattus norvegicus 250 300 grams age 11 13 months, randomly allocated into 3 groups 1 control 2 aerobic physical exercise APE and 3 anaerobic physical exercise AnPE . Physical exercise was performed 5 times a week, for 4 and 12 weeks. Measurement of relative telomere length using Real Time PCR.Result Relative leukocyte TL was found significantly longer in 4 and 12 weeks APE group compared to 4 week control p 0,012 and p 0,009 . Relative leukocyte TL was found not significantly different between 4 and 12 weeks AnPE group compared 4 weeks control group p 0,208 and p 0,141 . Cardiomyocyte relative telomere length APE and AnPE are no significantly better compare to control group.Conclusion Leukocyte TL is preserved in group of APE.Keywords Aerobic physical exercise, anaerobic physical exercise, telomere length, leukocyte, cardiomyocyte."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tahyatul Bariroh
"Latihan Fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kemampuan belajar dan memori melalui peningkatan neuroplastisitas. Intensitas dan durasi latihan fisik yang tepat dapat meningkatkan kemampuan belajar dan memori melalui peningkatan ekspresi protein Neuroligin dan Reseptor NMDA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas dan durasi latihan fisik terhadap fungsi memori spasial serta ekspresi protein Neuroligin dan Reseptor NMDA pada hipokampus tikus Wistar jantan. Penelitian ini merupakan studi eksperimental in vivo selama 6 minggu, menggunakan 25 ekor tikus Wistar jantan usia 6 bulan yang dibagi secara acak menjadi 5 kelompok yaitu: 1 kelompok sedenter S , 2 kelompok intensitas ringan durasi singkat R15 , 3 intensitas ringan durasi lama R30 , 4 intensitas berat durasi singkat B15 , 5 intensitas berat durasi lama B30.
Latihan fisik aerobik dilakukan dengan berlari pada animal treadmill 5 hari/minggu selama 6 minggu. Kecepatan yang digunakan adalah 20 m/min untuk intensitas ringan dan 30 m/min untuk intensitas berat, serta 15 menit untuk durasi singkat dan 30 menit untuk durasi lama. Pengukuran fungsi memori menggunakan water E maze sebanyak 4 kali pada minggu 0, 2, 4, dan 6. Pengukuran ekspresi protein Neuroligin dan Reseptor NMDA menggunakan teknik imunohistokimia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas ringan durasi lama merupakan yang terbaik dalam meningkatkan kemampuan belajar dan memori spasial melalui ekspresi protein Neuroligin dan Reseptor NMDA tikus Wistar jantan.

Physical exercise is one of factors that can improve learning and memory associated with increasing neuroplasticity. The appropriate intensity and duration of physical exercise can improve learning and memory that mediated by expression of Neuroligin and NMDA Receptor. This study aimed to investigate the effect of intensity and duration of aerobic exercise on spatial memory and expression of Neuroligin and NMDAR in male Wistar rats hippocampus. The research was an experimental in vivo for 6 weeks, using 25 male Wistar rats age 6 months old randomly divided into 5 groups 1 sedenter group S , 2 low intensity and short duration group R15 , 3 low intensity and long duration group R30 , 4 high intensity and short duration group B15 , 5 high intensity and long duration group B30.
The aerobic exercise was performed by running on animal treadmill 5 day week for 6 weeks. Low intensity was 20 m min while high intensity was 30 m min. Short duration was 15 minutes while long duration was 30 minutes. The measurement of memory function used water E maze for 4 times, on week 0, 2, 4, and 6. Protein expression of Neuroligin and NMDA Receptor was examined with immunohistochemistry technique. This research showed that the aerobic exercise with low intensity and long duration group has best memory performance and expression of neuroligin and NMDA Receptor of male wistar rats.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noortiningsih
"Ruang lingkup dan cara penelitian salah satu perubahan fisiologis sistem hormonal yang menyertai kegiatan fisik ialah terjadi peningkatan kadar endorfin dan penurunan kadar gonadotropin di dalam tubuh. Endorfin, diketahui mempunyai sifat inhibitor kuat terhadap sekresi gonadotropin, sehingga menurunnya kadar Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle-stimulating Hormone (FSH) selama kerja fisik, diduga berhubungan erat dengan meningkatnya kadar endorfin tersebut. Hal ini diduga merupakan kunci penting penyebab timbulnya gangguan fungsi sistem reproduksi, khususnya pada atlit-atlit wanita.
Dari berbagai penelitian diketahui, bahwa endorfin dan agonisnya, menurunkan sekresi LH dan FSH, sedangkan antagonisnya, meningkatkan sekresi hormon-hormon tersebut. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh latihan fisik menimbulkan gangguan terhadap fungsi sistem reproduksi melalui adanya peningkatan kadar endorfin, dilakukan pengamatan terhadap lama siklus estrus, berat ovarium, dan jumlah folikel ovarium tikus, yang diberi latihan fisik aerobik tanpa dan dengan pemberian nalokson sebagai antagonis endorfin. Penelitian dilakukan terhadap 60 ekor tikus putih betina. Latihan fisik diberikan dengan menggunakan treadmill, dengan kecepatan 800 m/jam, inklinasi nol derajad, lama kerja 30 menit/hari/satu kali kerja fisik, dengan variasi lama latihan, 20, 40, dan 60 hari. Nalokson diberikan subkutan dengan dosis 1 mg/kg berat badan.
Hasil dan Kesimpulan : Latihan fisik yang diberikan, menyebabkan siklus estrus menjadi lebih panjang (P<0,01), berat ovarium mengalami penurunan (P<0,01), tidak terdapat perbedaan jumlah folikel primer maupun sekunder (P>0,05), tetapi jumlah folikel Graaf menurun dengan nyata (P<0,05), dan terdapat peningkatan jumlah folikel atresia selama fase luteal (P<0,01). Pemberian nalokson selama latihan fisik dapat menghambat pemanjangan siklus estrus, menghambat penurunan berat ovarium, meningkatkan jumlah folikel Graaf, dan menurunkan jumlah folikel atresia, mendekati kelompok tikus kontrol.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latihan fisik yang diberikan telah mengganggu fungsi sistem reproduksi tikus percobaan, dan pemberian nalokson dapat menghambat pengaruh latihan fisik terhadap fungsi sistem reproduksi tersebut. Namun demikian penelitian ini belum menunjukkan, sejak kapan latihan fisik yang diberikan mulai mengganggu fungsi sistem reproduksi tikus percoban, karena hasil yang diperoleh tidak menunjukkan adanya interaksi antara perlakuan dengan lamanya latihan (P>0,05). "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>