Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71017 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dita Dea Desita
"Batik merupakan warisan budaya leluhur bangsa Indonesia. Periode awal kemunculan batik erat hubungannya dengan masa kerajaan Majapahit dan penyebaran Islam di tanah Jawa. Motif batik secara general dapat dibagi menjadi dua, yaitu motif batik pedalaman (keraton) dan motif batik pesisir. Motif batik pedalaman biasanya bermotif simbolik geometrik, serta corak-corak yang yang memiliki makna tertentu. Batik pedalaman biasanya berwarna hitam, cokelat, biru atau putih. Sedangkan batik pesisir biasanya memiliki motif yang banyak dipengaruhi oleh negri lain karena daerah pesisir biasanya dijadikan tempat persinggahan oleh para saudagar asing. Motif batik pesisir yang mendapat pengaruh dari negri lain, antara lain : awan, burung phoenix, naga, gajah, dll. Warnanya pun biasanya berwarna terang. Salah satu batik pesisir yang terkenal di Indonesia adalah batik mega mendung, batik ini merupakan produk asimilasi budaya antara kebudayaan Cina dan Indonesia.

Batik is the ancestral heritage of Indonesia. The initial period of batik emergence is closely connected with the Majapahit empire and the spread of Islam in Java. Batik motifs in general can be divided into two, namely the inland batik motif (palace) and the coastal batik motifs. Inland batik motif is usually symbolic geometric motifs, and the motifs that have specific meanings. Batik inland usually black, brown, blue or white. Meanwhile, coastal batik motifs usually have a lot of other lands as influenced by coastal regions typically be a haven by foreign merchants. Coastal batik motifs from other lands influenced by, among other things: clouds, phoenix, dragon, elephant, etc.. The color is usually light. One of the famous coastal batik in Indonesia is a batik mega mendung, batik mega mendung is a product of cultural assimilation between Chinese and Indonesian culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Kusuma Sugiono
"Batik Lasem merupakan tetesan budaya masyarakat Cina peranakan yang tinggal di Lasem Jawa Tengah Keunikan batik Lasem terletak pada corak dan pewarnaannya yang memadukan budaya Cina dan Jawa Melalui batik Lasem kita dapat melihat percampuran budaya Cina dan Jawa yang berkolaborasi dengan indah Corak binatang binatang Cina yamg megah dan penuh dengan falsafah hidup khas Cina dipadukan dengan bunga bunga lokal Jawa yang cantik dan mempesona ditambah dengan warna khas Lasem yang cerah dan menawan menjadikan batik Lasem sebagai suatu karya seni bernilai tinggi Batik Lasem merupakan warisan budaya yang telah dipelihara dan dilestarikan oleh masyarakat Lasem selama ratusan tahun lamanya Hingga saat ini apabila kita melihat batik Lasem kita dapat menyaksikan bukti nyata percampuran budaya Cina dan Jawa yang tertoreh dalam selembar kain batik yang indah
Batik Lasem is a cultural heritage of the Peranakan Chinese whom resides in Lasem Central Java The uniqueness of Batik Lasem lies in its patterns and coloring which incorporates Chinese and Javanese culture Through Batik Lasem we are able to see a mix of Chinese and Javanese influences in unified beauty Majestic patterns of animals which epitomizes a distinct philosophy of the Chinese merged together with the allure and charm possessed only by a local Javanese flower added with the prominent and vibrant color of Lasem is what attributes to the high value of this work of art Batik Lasem is a cultural heritage that has been preserved by the people of Lasem for decades To this day whenever Batik Lasem is sighted its striking merge of Chinese and Javanese cultures is perpetually embedded on a length of batik garment "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Labib Ilmi
"Sebagai salah satu kota pelabuhan penting di pesisir utara Jawa, Cirebon menerima banyak pengaruh kebudayaan dari berbagai Negara. Kondisi ini menjadi faktor penting dalam terciptanya motif batik yang hanya ditemukan di Cirebon, yaitu Mega Mendung dan Wadasan. Motif ini terlihat pada dua keraton di Cirebon, Kasepuhan dan Kanoman. Motif ini terletak di beberapa tempat sakral pada beberapa bagian di keraton. Pengaruh Cina diyakini telah mempengaruhi bentuk dan makna motif tersebut. Skripsi ini menyimpulkan bahwa makna padaTaoisme telah diadopsi melalui kehadiran motif Mega Mendung dan Wadasan di Keraton.

As one of the important coastal cities along the northern part of Java, Cirebon received cultural influence from various countries. This condition became an important factor in the creation of batik motifs exclusively found in Cirebon, Mega Mendung and Wadasan. The motifs appear in two Palaces of Cirebon, Kasepuhan and Kanoman. They are located at some sacred points within the palaces precincts. Chinese influence is believed to have embodied in their forms and meanings. This thesis concludes that Taoism has been adopted through the presence of Mega Mendung and Wadasan in the palaces."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43398
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Yuniati
"Ragam hias wadasan dan mega mendung merupakan ragam hias yang banyak menghiasi bangunan-bangunan di Kepurbakalaan Islam Cirebon. Dianatara bangunan_bangunan kuno di cirebon, keraton merupakan salah satu bangunan yang dihiasi oleh kedua ragam hias. Terdapat tiga keraton di Cirebon, yaitu Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan, Keraton Kacirebonan merupakan satu-satunya yang tidak dihiasi kedua ragam hias tersebut. Ragam hias wadasan telah ada sejak masa pemerintahan Sunan Gunung Jati. Hal itu terbukti dengan adanya wadasan pada area bekas Keraton Pakungwati. Sedangkan ragam bias mega mendung, menurut para ahli, merupakan ragam hias yang bentuknya dipengaruh kebudayaan Cina.
Penelitian terhadap aspek bentuk kedua ragam hias di kedua keraton menunjukkan adanya bentuk-bentuk khas yang dimiliki oleh masing-masing keraton, di samping bentuk-bentuk yang umum ditemui di kedua keraton. Bentuk-bentuk khas wadasan di Keraton Kasepuhan adalah bentuk dasar segitiga dengan puncak membulat dan segitiga dengan puncak mendatar. Bentuk wadasan yang hanya terdapat di Keraton Kanoman adalah bentuk dasar belah ketupat dan kerucut. Bentuk wadasan yang terdapat di kedua keraton adalah bentuk dasar segitiga dengan puncak meruncing.
Bentuk mega mendung yang hanya ada di Keraton Kasepuhan adalah bentuk dasar belah ketupat dengan garis-garis pembentuk yang arahnya vertikal. Keraton Kanoman tidak mempunyai bentuk mega mendung yang khas,'karena di keraton tersebut mega mendungnya adalah mega mendung yang berbentuk dasar belah ketupat dengan garis-garis pembentuk yang arahnya horisontal yang terdapat juga di Keraton Kasepuhan.
Selain perbedaan bentuk, terdapat perbedaan pemilihan bahan pembuat mega mendung pada kedua keraton. Di Keraton Kasepuhan hanya bahan tras tang dipilih untuk membentuk mega mendung, sedangkan di Keraton Kanoman, selain bahan tras, bahan kayu dan kulit binatang (sapi) juga dipakai untuk membuat mega mendung. Perbedaan pemilihan bahan tidak terlihat pada wadasan, karena wadasan di kedua keraton sama_sama dibuat dengan menggunanakan bahan kayu, tras, dan karang.
Perbedaan yang juga terlihat antara kedua aragam hias di kedua keraton juga terlihat pada keberadaan wadasan di masing-masing keraton. Di Keraton Kasepuhan, wadasan merupakan ragam hias yang lebih banyak terlihat sebagai bagian dari satu kelompok ragam hias, seperti pada relief yang memuat berbagai bentuk ragam hias, termasuk wadasan. Di Kanoman, wadasan lebih cenderung sebagai ragam hias yang mandiri, tidak menjadi bagian dari satu kelompok ragam hias.
Persamaan yang teramati, selain persamaan pemilihan bahan wadasan, pola persebaran kedua jenis ragam hias. Baik( wadasan maupun mega mendung sama-sama tersebar pada bangunan-bangunan dan benda-benda yang terletak di halaman III (halaman paling selatan kompleks bangunan) kedua keraton, kecuali wadasan yang menempel pada tembok pembatas halaman II dan III KeratonKanoman.
Adanya perbedaan-perbedaan tersebut mungkin didorong oleh pengaruh kekuasaan raja dan penghuni masing-masing keraton. Sedangkan persamaan-persamaan yang timbul agaknya dipengaruhi oleh keberadaan kaidah-kaidah yang dijadikan pegangan oleh para seniman dalam membuat atau penempatkan ragam hias wadasan dan mega mendung di keraton Kasepuhan dan Kanoman. kaidah-kaidah tersebut bisa berupa tradisi atau kebiasaan turun temurun."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S11844
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutan Takdir Alisjahbana
Jakarta : Dian rakyat, 1978
899.221 3 SUT k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sutan Takdir Alisjahbana
Jakarta: Dian Rakyat, 1992
899.221 3 SUT k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ihya Ulumuddin
"Dengan mengkaji tentang reproduksi batik sebagai cultural goods, studi ini ingin menjelaskan komodifikasi yang dilakukan tokoh batik dengan dukungan media, dan sarana yang ada untuk menghasilkan produk batik dalam ranah industri budaya. Studi ini dilakukan di Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Industri budaya dalam penelitian ini dikaji dari beberapa hal, yaitu batik sebagai cultural goods, industri dan komodifikasi batik. Melalui pendekatan kualitatif, pertama reproduksi batik sebagai cultural goods terlihat bahwa telah terjadi transformasi terhadap makna, nilai, dan simbol yang ada dalam produk batik, termasuk dalam praktik pembatikannya, di sini terjadi perubahan dari use value menjadi exchange value. Selanjutnya industri dan komodifikasi batik menunjukkan bahwa kemampuan aktor yang terlibat dalam dunia batik dalam memanfaatkan media, dan sarana yang ada bukan saja menghasilkan produk batik yang sesuai selera pasar, tapi menimbulkan stratifikasi baru yang mewujud dalam batik yang uniqueness, bahkan muncul batik high culture dalam bentuk baru yang bukan dipakai oleh Sultan atau bangsawan, tapi lebih pada kelas tertentu yang orientasi produk nya adalah nilai tukar yang memiliki keuntungan. Secara teoritis, studi ini menunjukkan bahwa kerangka industri budaya mampu melihat secara kritis mengenai fenomena reproduksi batik yang berlangsung di Kota Pekalongan, hal ini mampu menjadi landasan penting dalam memahami permasalahan sebenarnya mengenai industri budaya batik yang sedang berlangsung.

By reviewing batik reproduction as cultural goods, this study wants to explain the commodification that has been done by batik figures to produce batik in the realm of cultural industry with the support from media and existing facilities. This study was conducted in Pekalongan, Central Java. Cultural industry of batik is examined from batik as cultural goods and an industry to batik commodification. Through a qualitative approach, the reproduction of batik as cultural goods has been experiencing a transformation of meaning, value, and symbols that exist in batik products including its processing practice. It has occurred a changing value from use value to exchange value. Furthermore, the industry and the commodification of batik shows that the ability of the actors involved in the world of batik to use media and existing facilities is not only produce market-tasted batik products but also create a new stratification embodied in batik uniqueness and emerge in the form of high culture batik. It is not used by the Sultan or the nobility but rather used by a specific class whom products orientation is the profit exchange value. Theoretically, this study shows that the cultural industry framework is able to look critically about batik reproduction phenomenon which takes place in Pekalongan. It provides an important foundation to understand the real issues of cultural industry of batik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retnowati
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang Star Weekly sebagai sebuah media yang menyuarakan ide asimilasi bagi golongan Tionghoa di Indonesia sejak awal penerbitanya pada 1946 hingga majalah tersebut dibredel tahun 1961. Ide asimilasi sebenarnya telah ada di Hindia Belanda sekitar 1920-1930-an namun pada saat itu belum ada konsep asimilasi yang konkret karena Indonesia belum merdeka. Pada periode 1950-an isu kewarganegaran bagi golongan Tionghoa mendorong mereka untuk menyatakan kesetiaanya sebagai warga negara sehingga munculah pemikiran untuk berasimilasi dengan golongan pribumi yang dimuat dalam Star Weekly. Star Weekly menjadi salah satu media yang meretas wacana asimilasi yang dipenuhi dengan perdebatan hingga akhirnya asimilasi golongan Tionghoa menjadi populer dan terbentuk organisasi yang memperjuangkan asimilasi bagi golongan Tionghoa di Indonesia. Skripsi ini bertujuan untuk meninjau kembali gagasan tentang asimilasi bagi golongan Tionghoa dan diharapkan dapat menjadi acuan untuk mempelajari lebih dalam tentang posisi minoritas Tionghoa di Indonesia. Pada dasarnya skripsi ini merupakan studi literatur yang menggunakan sumber primer dan sumber sekunder.

ABSTRACT
This thesis discusses about Star Weekly as a mass media that gave its voice for the idea for Chinese Group assimilation in Indonesia since its initiation in 1946 till the prohibition in 1961. Actually, this diffusion consideration had been existed in Netherlands-Indies since approximately 1920-1930s but at those time the concept of assimilation had not been created yet due to Indonesia possessed no independence. In 1950s decade, the citizenship issue for Chinese encouraged them to state their loyalty as a part of nations so that the idea to assimilate emerged rapidly by publication of Star Weekly. Star Weekly became one of the media bridged the discourse of mixture that enlivened with some debates until this issue went popular and the organization that fought for the assimilation formed. This thesis aims to reconsider the idea of assimilation for the Chinese and is expected to be a reference about the position of Chinese minority in Indonesia. Bassically this thesis is a study of literature which uses primary and secondary source."
2016
S64485
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Kusuma
Fukuoka: The Fukuoka Art Museum, 1996
R 746.662 EKO i
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>