Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7073 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kartika Putri Karina
"Seni tradisional Jepang antara lain adalah dari bunraku, kabuki dan kebudayaan lain seperti upacara minum teh, origami dan seorang geisha. Geisha akan menjadi pembahasan dalam jurnal ini. Geisha adalah seniman tradisional Jepang yang mempunyai keahlian seni seperti seni pertunjukan, akting, memainkan alat musik tradisional Jepang seperti shamisen, tari dan lain-lain. Karakter seni make up geisha dengan warna putih tebal sebagai dasar riasan, dengan lipstik warna merah pada sebagian bibirnya dan warna hitam untuk bagian matanya yang akan dipaparkan makna filosofis yang terkandung pada setiap warna yang diaplikasikan pada wajah geisha. Warna putih pada wajah geisha menggambarkan kepolosan dan warna putih salju sedangkan warna merah adalah keindahan warna bunga dan fungsi warna hitam pada mata dan alis untuk memperindah bagian tersebut.

Traditional Japanese arts include performances of bunraku, kabuki, and other practices, the tea ceremony, origami and geisha. In this jurnal geisha will be discussed. Geisha are traditional Japanese female entertainers who act and whose skills include performing various Japanese art such as classical music of shamisen, dance etc. The traditional make up of geisha is one of their most unique characteristics. The make up of geisha features a thick white base with red lipstick and black accents around the eyes which be explained about the philosophical meaning contained in any color. The white color describes innocence, and look like a snow white, also the red describes the color of a flowers and the black beautify the eyes and eyebrows.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Golden, Arthur
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002
813.52 Gol m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Golden, Arthur
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003
813 Gol m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nagai, Kafu
Tokyo: Charles E. Tuttle, 1963
895.63 NAG g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Btari Rahma
"Situs jejaring social ada dalam berbagai bentuk dan salah satunya adalah Instagram, sebuah aplikasi berbagi foto yang berperan sebagai perantara untuk para pengguna mengunggah gambar dan berkomunikasi melalui gambar-gambar tersebut menggunakan fitur-fitur yang tersedia. Instagram yang telah umum digunakan ini menarik perhatian untuk studi ini, terutama dengan kasus pengunggahan selfie, atau foto seseorang yang biasanya diambil dengan kamera menghadap depan dan biasanya diunggah di media sosial, yang ada dimana-mana terutama Instagram.
Studi ini akan membahas arti dibalik pengunggahan selfie di Instagram terutama oleh remaja dikarenakan penggunaan situs jejaring sosial mereka dalam kehidupan sehari-hari. Studi ini menggunakan metode kajian literatur dengan konsep diri sebagai konsep dasar yang digunakan untuk mendukung temuan-temuan. Studi ini memperlihatkan bahwa remaja mengambil foto selfie dan mengunggahnya di Instagram karena selfie adalah format visual dari formasi identitas dan identitas adalah elemen penting dalam situs jejaring sosial manapun, dimana komunikasi antar remaja telah berpindah.

Social networking sites comes in many forms, and one of the is Instagram, a photo-sharing application that serves as a platform for users to upload pictures and communicate through said pictures using the features available. The common use of Instagram has draw interest to this study, especially the case of ubiquitous uploads of selfie, or a self-portrait taken by front-facing camera and is typically uploaded on social media.
This paper examined the meaning behind selfies upload on Instagram that is specifically done by teenagers because of their common use of SNS platforms in everyday life. The study used literature review with self-concept as the main concept to back up the findings. This study revealed that teenagers take selfies and upload it on Instagram because selfie is a visual format of identity formation and identity is an important element on any SNS platform, where communications between teenagers have shifted.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Satianisa
"Geisha terdiri dari kata gei yang artinya seni dan sha yang artinya orang. Yang dimaksud seni ini adalah seni pertunjukan. Bisa dibilang bahwa geisha adalah seniman yang berprofesi sebagai penghibur. Kata penghibur ini kadang berkonotasi buruk, sehingga geisha sering disalahpahamkan sebagai pekerja seks komersial. Kesalahpahaman ini muncul dari sejak zaman Edo, dimana geisha sering bekerja berdekatan dengan yuujo di distrik merah dan joro geisha yang bekerja sebagai PSK. Kedua hal ini menimbulkan miskonsepsi atau kesalahpahaman terhadap geisha. Penelitian ini membahas Miskonsepsi Geisha dalam Film Memoirs of Geisha. Penulis menggunakan Teori Miskonsepsi, Mise-en-scene dan metode penelitian deskriptif kualitatif untuk menjelaskan Miskonsepsi geisha dalam Film Memoirs Of a Geisha. Aspek Fashion dan Skenario dari mise-en-scene digunakan penulis dalam menganalisis film tersebut. Penulis menemukan bahwa dalam aspek fashion, miskonsepsi ditemukan dalam bentuk Kimono yang tidak akurat dan riasan modern yang digunakan Sayuri, Hatsumomo, dan Mameha. Dalam aspek skenario, miskonsepsi ditemukan dalam scene Tarian Solo Sayuri, scene Mizuage dan scene seks dengan Kolonel.

The word geisha consists of gei; art and sha;person. The meaning of the word art is the art of performance. It can be said that geisha is an artist that specialize in entertainment. Geisha is often misunderstood and labelled to be a prostitute. This misunderstanding takes its roots back in history, where geisha are often seen working alongside yuujo who is a prostitute and also because of the Joro geisha who is also a prostitute. These two are the main reason why the geisha is often misunderstood. In this study discusses the misconception in the memoirs of a Geisha Film. The author uses the theory of misconception, mise-en-scene and descriptive qualitative research methods to explain the misconceptions of geisha in the film Memoirs of a Geisha. The fashion and scenario aspects of the mise-en-scene are used by the author in analyzing the film. The writer finds that in the fashion aspect, misconceptions are found in the form of inaccurate kimonos and modern makeup used by Sayuri, Hatsumomo, and Mameha. In the aspect of scenario, misconceptions are found in the Sayuri Solo dance scene, the Mizuage scene, and the sex scene with the colonel. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kaninda Rizki Indriani
"Geisha, sebagai salah satu pelaku seni yang menjadi ikon kebudayaan Jepang merupakan seseorang yang memiliki kemampuan dan keterampilan dalam bidang keseninan, terutama kesenian tradisional Jepang yang bekerja untuk menghibur orang lain berdasarkan kesenian yang mereka kuasai. Geisha mulai muncul sejak zaman Edo, saat di mana kondisi politik di Jepang sedang damai. Sebagai seorang geisha, femininitas merupakan hal yang harus dimiliki. Menurut Angela McRobbie, femininitas merupakan sebuah bagian dari ideologi dominan yang berperan untuk mendefinisikan kehidupan wanita. Femininitas ini dapat dilihat dari penampilan, cara berbicara, dan cara bertindak seorang geisha. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana femininitas geisha direpresentasikan dalam autobiografi yang berjudul Geisha, a Life karya Iwasaki Mineko dan Rande Brown. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengumpulkan potongan kalimat hingga paragraf dalam autobigrafi yang dianggap berkaitan dengan penelitian. Potongan kalimat akan diambil dari autobiografi Geisha, a Life karya Iwasaki Mineko dan Rande Brown. Teori dan konsep yang akan digunakan adalah teori representasi dari Stuart Hall serta konsep femininitas berdasarkan pengertian dari Angela McRobbie. Menurut Hall, representasi merupakan produksi makna dari suatu konsep yang ada dalam pemikiran melalui bahasa. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa femininitas geisha direpresentasikan oleh Iwasaki Mineko melalui cara berpakaian yaitu dengan memakai pakaian tradisional Jepang, kimono, cara berbicara yaitu dengan menggunakan dialek Gion serta cara bertindaknya yaitu dengan memperhatikan cara berjalan, pembawaan, dan ekspresi yang diperlihatkan.

Geisha, as an artist who has become an icon of Japanese culture, is someone who has skills in arts, especially traditional Japanese arts who worked as an entertainer. Geisha began to appear since the Edo Period when the political conditions in Japan was stable. As a geisha, femininity is something that the must have. According to Angela McRobbie, femininity was part of a dominant ideology that plays a role in defining women’s lives. This femininity in geisha could be seen from the appearance, tehir way of speaking, and their behaviour. This research aims to show how geisha’s femininity was being represented in Geisha, a Life by Iwasaki Mineko and Rande Brown. This research used qualitative methods by collecting sentences to pharagraphs that are considered related to the research. These sentences and paragraphs will be taken from Geisha, a Life. The theories and concept that will be used are the representation theory bu Stuart Hall and the concept of femininity by Angela McRobbie. According to Hall, representation is the production of meaning from a concept through language. The result of this research indicates that geisha’s femininity was represented by Iwasaki Mineko through the way she dresses with using kimono, the way she talks with using Gion’s dialect, and the way she acts with how she walks, how she brings herself, and how she express herself."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Komalasari
"ABSTRAK
Jurnal ini membahas tentang persepsi mahasiswa Prodi Korea Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia tentang tata rias Korea Selatan dalam standar kecantikan Korea. Industri kecantikan Korea telah berkembang pesat dan mempunyai tren sendiri yaitu K-beauty. Industri kecantikan Korea sendiri awalnya dibangun untuk memenuhi permintaan wanita Korea yang terkenal tata riasnya di mata dunia.Tata rias Korea sendiri mempunyai ciri khas, yaitu mementingkan perawatan kulit putih-mulus dan riasan yang terlihat alami. Tujuan penelitian adalah untuk menggambarkan bagaimana persepsi mahasiswa Prodi Korea dalam membentuk standar cantik, mengetahui faktor apa saja yang kemudian mempengaruhi penggunaan tata rias Korea. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara terstrukur untuk mendapatkan informasi personal dari setiap informan yang merupakam mahasiswa Prodi Korea FIB UI dan berdasarkan kajian pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata rias Korea digunakan sebagai tata rias sehari-hari karena riasan Korea terlihat alami dan standar kecantikan Korea memengaruhi standar kecantikan yang diinginkan mahasiswa Prodi Korea. Para mahasiswa juga lebih memilih menggunakan kosmetik dan mengikuti tren riasan Korea karena selera mereka telah mengacu pada hallyu.

ABSTRACT
This journal will discuss about the perception from female students of the Faculty of Cultural Science in the Universitas Indonesia regarding South Korean cosmetics in the Korean beauty standars. The Korean beauty industry has grown rapidly and has its own trend of K beauty. The Korean beauty industry itself was originally built to meet the demand of Korean women famous for their make up in the eyes of the world. Korean make up itsef has a distinctive characteristic, emphasizing white care and natural looking make up. The objective of the study was to describe how the Korean students perception in establishing the beauty standard, knowing what factors influenced the use of Korean make up. This research applies qualitative method by doing the structured interview to get personal information from every informant who is student of Korean studies FIB UI and based on literatur review. The study found tha Korean make up is used as cosmetology everyday because Korean make up looks natural and Korean beauty standads affect the beauty standards that students of Koreans studies want. The female students also prefer to cosmetics and follow the trend of Korean make up because their tastes have been referring to hallyu."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Armani
"Penelitian ini tentang hubungan dibalik makna dan loyalitas yang terbina dalam fandom Carat sebagai seorang penggemar grup K-Pop Seventeen. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah wawancara mendalam, observasi partisipan yang dilakukan kepada Carat yang sudah tergabung minimal tiga tahun serta didukung oleh metode otoetnografi untuk membantu menyelaraskan interpretasi dari hasil temuan dengan pengalaman pribadi. Hasil penelitian pada lima Carat ini menunjukan bahwa mereka yang menjadi seorang penggemar adalah mereka yang memiliki obsesi, memiliki keterikatan secara emosional sehingga gabungan keduanya dapat menghasilkan hubungan yang kompleks antara Carat dengan Seventeen. Lebih lanjut lagi, hubungan kompleks ini merujuk kepada bagaimana makna dan loyalitas dapat dilihat sebagai fondasi dari kontinuitas fandom Carat. Keberadaan Seventeen bagi para Carat sendiri tercermin melalui empat fungsi makna yaitu, (1) Seventeen menjadi representasi atas momen dalam hidup Carat, (2) Seventeen dapat membimbing Carat, (3) Seventeen menjadi role model Carat,(4)Seventeen dapat menggugah perasaan. Loyalitas di sisi lain, sangat bergantung pada keterlibatan emosional yang berperan penting dalam memicu rasa peduli, afiliasi dan dedikasi para Carat. Loyalitas mampu mendobrak para Carat untuk melakukan sesuatu di luar yang biasa dilakukan dan dinilai sebagai wujud dedikasi mereka kepada Seventeen. Hal unik lainnya yang ditemukan adalah betapa besar dampak personal yang dirasakan oleh masing-masing informan selama menyukai Seventeen.

This study will explore the relationships behind the meanings and loyalties built into Carat's fandom as a fan of the K-Pop group Seventeen. The research employs three methods: in-depth interviews, participant observation conducted with Carat, and otoethnography. The latter method is used to harmonise the interpretation of the findings with personal experience. The research findings on five Carats clearly show that those who become fans are those who have an obsession and an emotional attachment. This combination produces a complex relationship between Carat and Seventeen. Furthermore, this complex relationship demonstrates how meaning and loyalty are the foundation of Carat's fandom continuity. Seventeen plays a significant role in Carat's life. It represents moments in Carat's life, guides Carat, acts as a role model, and evokes feelings. Loyalty, on the other hand, relies heavily on emotional engagement, which is the key to triggering Carat's sense of care, affiliation, and dedication. Loyalty motivates Carat to go above and beyond, demonstrating a dedication to Seventeen that is unparalleled. Another striking finding was the personal impact each informant felt when liking Seventeen."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Finoria Kurniawati
"Kata yang kita temui dan gunakan dalam berkomunikasi memiliki makna leksikal dan kontekstual. Makna leksikal merupakan makna kata yang sebenarnya yang belum mengalami penyesuaian dengan konteks, sedangkan makna kontekstual adalah makna kata yang yang terikat dengan konteks situasi dalam suatu peristiwa bahasa. Ada kata-kata khusus yang digunakan pada satu topik, kegiatan, dan bidang tertentu tetapi juga dapat digunakan pada topik, kegiatan, atau bidang lainnya sehingga makna leksikal dan kontekstual kata tersebut menjadi berbeda-beda.
Jurnal ini membahas mengenai makna leksikal dan makna kontekstual pada kata-kata khusus yang digunakan dalam artikel tentang make-up mata di situs Rubriek.nl, serta bagaimana penggunaan kata-kata khusus tersebut pada topik, kegiatan, dan bidang lain. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah dari sembilan kata khusus yang digunakan pada artikel make-up mata, terdapat lima kata yang juga digunakan pada konteks atau bidang lain. Kata-kata tersebut memiliki makna leksikal dan kontekstual yang berbeda-beda satu dengan yang lain. Makna leksikal pada kata khusus dalam topik make-up mata dan topik lain berbeda disesuaikan dengan konteks, bentuk dan peruntukannya sehingga menghasilkan makna kontekstual.

Words that we find and use to communicate have lexical and contextual meanings. Lexical meaning is the meaning of the word that has not been adjusted to the context, while the contextual meaning is the meaning of the word that is bound to the context of the situation in a language event. There are special words that are used on a topic, activity, and certain field but also can be used on the other topic, activity, or field so that the lexical and contextual meaning of the word becomes different.
This journal discusses lexical and contextual meaning of the specific words used in eye make-up article on the site Rubriek.nl, as well as how to use these special words on the other topic, activities, and fields. The method used is qualitative.
The result of this study is nine of specific words used in eye make-up article, there are five words that are also used in the another context or field. These words have different lexical and contextual meaning from one another. Lexical meaning of any particular word in the eye make-up topic and other different topics is adapted to the context, forms and designation so it will create contextual meaning.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>