Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113315 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Rahma Suci
"Penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia terus meningkat seiring dengan tingginya angka kejadian serta mempengaruhi pola penggunaan antibiotik difasilitas kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika golongan beta laktam pada pasien pneumonia di rumah sakit anak dan bunda harapan kita tahun 2016 yang dilakukan untuk mencapai penggunaan antibiotik yang rasional. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif dari rekam medik pasien. Sampel merupakan resep pasien pneumonia periode Januari hingga Desember 2016. Studi dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif dengan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose ATC/DDD . Antibiotik yang digunakan adalah ampisilin; amoksisilin; ampisilin-sulbaktam; seftriakson; sefiksim; sefotaksim; seftazidim; sefoperazone dan seftizoksim. DDD dengan antibiotik terbanyak yang digunakan adalah ampisilin 80,5 sedangkan DDD/100bed/hari dengan antibiotik terbanyak yang digunakan adalah amoksisilin 34,62 DDD/100bed/hari . Secara kualitatif, antibiotik yang menyusun segmen DU90 ada lima yaitu ampisilin; seftriakson; sefotaksim; sefixim; ampisilin-sulbaktam. Kesesuaian penggunaan antibiotik golongan beta laktam di rumah sakit anak dan bunda harapan kita tahun 2016 dengan Formularium Nasional sebesar 99,55.

The use of antibiotics increases as well as number of events and affect the pattern of antibiotic uses in health facilities. This study aimed to evaluate the use of beta lactam antibiotics in patients with pneumonia in Harapan Kita Mother and Children rsquo s Hospital in 2016 which is done to achieve rational drug uses. The design of the study was descriptive with retrospective data collection from patients rsquo medical records. Samples were patients rsquo prescriptions from January to December 2016. The analysis was done using Anatomical Therapeutic Chemical Defined Daily Dose ATC DDD qualitatively and quantitatively. The antibiotics were ampicillin amoxicillin ampicillin sulbactam ceftriaxone cefixime cefotaxime ceftazidime cefoperazone and ceftizoxime. DDD with most antibiotics used is ampicillin 80,5 , while DDD 100bed day with most antibiotics used is amoxicillin 34.62 DDD 100bed day . Five antibiotics which are in segment DU90 are ampicillin ceftriaxone cefotaxime cefixime ampicilin sulbactam. Compatibility of the use of pneumonia drugs with National Formulary are 99.55.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S67554
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kartika Sari Cendana
"Penisilin dari kelompok antibiotik β-laktam dianggap mampu menjadi produk antibiotik superior di pasaran global. Akibat fenomena resistensi antibiotik turunan pertama, enzim penisilin G Asilase (PGA) berperan penting pada industri antibiotik semisintetik β-laktam seperti amoksisilin. Enzim PGA dari Achromobacter xylosoxidans yang diekspresikan menggunakan teknologi DNA rekombinan pada sel inang ekspresi E. coli BL21 (DE3) dan E. coli Arctic Express (DE3) menghasilkan badan inklusi yang bersifat insoluble. Optimasi ekspresi enzim PGA dilakukan dengan parameter konsentrasi penginduksi isopropil-β-D-galaktopiranosida (IPTG) dan suplementasi media dengan CaCl2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter optimal berupa variasi konsentrasi IPTG dan penambahan CaCl2 pada ekspresi gen penyandi Penisilin G Asilase (PGA) yang berasal dari A. xylosoxidans pada sel kompeten E. coli Arctic Express (DE3) dan E. coli BL21 (DE3) serta mengamati ekspresi gen penyandi enzim PGA secara intraseluler dan ekstraseluler. Ekspresi gen dilakukan secara lambat dengan perlakuan suhu rendah, yaitu 20°C untuk E. coli BL21 (DE3) dan 10°C untuk E. coli Arctic Express (DE3), selama 16 jam menggunakan media Luria Bertani (LB). Produk enzim AxPGA dianalisis secara kualitatif menggunakan elektroforesis SDS-PAGE dan secara kuantitatif menggunakan uji Bradford dan uji aktivitas hidrolisis. Sel inang ekspresi E. coli Arctic Express (DE3) dan E. coli BL21 (DE3) mengekspresikan enzim AxPGA periplasmik dengan aktivitas 6,3 ± 0,76 U/mL dan 4,7 ± 0,05 U/mL berturut-turut, sedangkan sitoplasmik dengan aktivitas 7,3 ± 0,2 U/mL dan 4,5 ± 0,11 U/mL berturut-turut. Hasil analisis menunjukkan bahwa enzim AxPGA berhasil diekspresikan pada E. coli Arctic Express (DE3) dan E. coli BL21 (DE3) dengan induksi IPTG 0,5 mM dan penambahan CaCl2 10 mM secara optimal.

Penicillin from the β-lactam antibiotic group is capable to become a superior antibiotic product in the global market. As a result of the first-generation antibiotic resistance phenomenon, the penicillin G Acylase (PGA) enzyme plays an important role in the β-lactam semisynthetic antibiotic industry such as amoxicillin. The PGA enzymes from Achromobacter xylosoxidans which is expressed using recombinant DNA technology using E. coli Arctic Express (DE3) and E. coli BL21 (DE3) host cell expressions produce insoluble inclusion bodies Optimization of PGA enzyme expression was carried out with isopropyl-β-D-galactopyranoside (IPTG) induction and CaCl2 media supplementation parameter. This study aims to determine the optimal parameters of IPTG concentrations and CaCl2 supplementation on the expression of the penicillin G acylase (PGA) encoding gene from A. xylosoxidans in E. coli Arctic Express (DE3) and E. coli BL21 (DE3) and to observe intracellular and extracellular expressions. Gene expression carried out slowly with low temperature, 20°C for E. coli BL21 (DE3) and 10°C for E. coli Arctic Express (DE3), for 16 hours using Luria Bertani (LB) media. The AxPGA enzyme product analyze qualitatively using SDS-PAGE electrophoresis and quantitatively using the Bradford test and hydrolysis activity. E. coli Arctic Express (DE3) dan E. coli BL21 (DE3) host cells expressed the periplasmic AxPGA enzymes with activity of 6,3 ± 0,76 U/mL dan 4,7 ± 0,05 U/mL, respectively, while the cytoplasmic AxPGA enzymes with activity of 7,3 ± 0,2 U/mL and 4,5 ± 0,11 U/mL respectively. The results showed that the AxPGA enzyme was optimally expressed in E. coli Arctic Express (DE3) and E. coli BL21 (DE3) with 0,5 mM IPTG induction and 10 mM CaCl2 media supplementation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kombinasi antibiotik b-laktam dengan penghambat b-laktamasa terbukti telah dapat mengatasi resistensi yang disebabkan oleh produksi b-laktamasa. Konsentrasi Hambatan Minimal (KHM) beberapa antibiotik b-laktam terhadap isolat penghasil b-laktamasa akan dievaluasi. A.anitratus, E.koli, K.pneumoniae, Proteus sp, Pseudomonas sp, S.aureus, S.epidermidis, S.pneumoniae, S.viridans, dan b-hemolitik Streptokokkus, dipaparkan terhadap Ampisilin/Sulbaktam (AMS), Seftriaksone (CRO), dan Sefotaksime (CTX) menggunakan teknik Etest. Produksi b-laktamasa diidentifikasi menggunakan cakram Cefinase. Enampuluh empat persen isolat memiliki kemampuan menghasilkan b-laktamasa. Semua E.koli dan K.pneumoniae yang diuji merupakan penghasil b-laktamasa, namun tidak satupun Proteus sp, Pseudomonas sp, dan S.epidermidis yang diuji menghasilkan b-laktamasa. Dalam kelompok penghasil b-laktamasa, sulbaktam mampu menurunkan resistensi terhadap CFP dari 25% menjadi 5%. Sekitar 20% dari isolat penghasil b-laktamasa yang resisten terhadap CFP, ternyata peka terhadap CSL. Kepekaan S.viridans terhadap AMS, AMC, CFP, dan CSL ternyata lebih dari 80%, tetapi kurang dari 50% terhadap CRO dan CTX. S.pneumoniae ternyata kurang peka terhadap antibiotik yang diuji. Kepekaan S.aureus terhadap antibiotik uji adalah 60 sampai 70%, sedangkan Streptokokus b-haemolitikus memperlihatkan respons yang baik. Hanya 30% atau kurang K.pneumoniae dan E.koli yang peka terhadap AMS dan AMC. A.anitratus memperlihatkan kepekaan yang baik hanya terhadap AMS (78%) dan CSL (89%). Enampuluh empat persen isolat yang diamati ternyata menghasilkan b-laktamasa. Penghambat b-laktamasa dapat menurunkan resistensi organisma penghasil b-laktamasa terhadap antibiotik b-laktam dari 25 menjadi 5 persen. (Med J Indones 2004; 13: 140-5)

Combination of b-lactam antibiotic with b-lactamase inhibitor has been proven to overcome resistance caused by b-lactamase production. An evaluation to the MIC of some b-lactam antibiotics to b-lactamase producing isolates will be reported. A.anitratus, E.coli, K.pneumoniae, Proteus sp, Pseudomonas sp, S.aureus, S.epidermidis, S.pneumoniae, S.viridans, and b-hemolytic Streptococcus, were challenged to Ampicillin/Sulbactam (AMS), Amoxicillin/Clavulanic acid (AMC), Cefoperazone (CFP), Cefoperazone/ Sulbactam (CSL), Ceftriaxone (CRO), dan Cefotaxime (CTX) using ETest techniques. b-lactamase production was identified using Cefinase disk. Sixtyfour percent of isolates were capable of producing b-lactamase. All E.coli and K.pneumoniae tested were b-lactamase producer, none of Proteus sp, Pseudomonas sp, and S.epidermidis tested produced b-lactamase. In b-lactamase producing group, Sulbactam was able to reduce resistance to CFP from 25% to 5%. About 20% of b-lactamase producing isolates which were resistant to CFP, were susceptible to CSL. Susceptibility of S.viridans to AMS, AMC, CFP, and CSL was higher than 80%, but less than 50% to CRO and CTX. S.pneumoniae was less susceptible to tested antibiotics, 50 to 60% susceptibility was shown to AMC, CFP, and CSL. S.aureus was 60 to 70% susceptible, while b-haemolytic Streptococcus showed good response to the tested antibiotics. Only 30% or less of K.pneumoniae and E.coli was susceptible to AMS and AMC. A.anitratus showed good susceptibility only to AMS (78%) and CSL (89%). Sixtyfour percent of isolate studied produced b-lactamase. b-lactamase inhibitor could reduce resistance of b-lactamase producing organism to b-lactam antibiotic from 25 to 5 percent. (Med J Indones 2004; 13: 140-5)"
Medical Journal of Indonesia, 13 (3) Juli September 2004: 140-145, 2004
MJIN-13-3-JulSep2004-140
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Nisrina Yunasty
"Resistensi antibiotik sebagai konsekuensi dari penggunaan antibiotik secara berlebihan nyatanya telah menjadi salah satu ancaman kesehatan masyarakat global yang membutuhkan tindakan segera. Studi menyatakan bahwa pemberian resep yang tidak tepat, ketidakpastian diagnosis, tekanan dari pasien, dan juga persepsi publik merupakan faktor yang memengaruhi penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Pendekatan untuk mengoptimalkan penggunaan antibiotik berbasis pendidikan dibuktikan dapat meningkatkan praktik peresepan, terutama pada dokter junior. Maka dari itu, tingkat pengetahuan, sikap, dan juga perilaku terkait pemberian resep yang tepat, pengeluaran, serta penggunaan antibiotik harus diketahui pada mahasiswa kedokteran dan juga pada mahasiswa non-kedokteran sebagai langkah awal dari pemberian intervensi dalam menangani peningkatan angka resistensi antibiotik ini. Penelitian ini dilakukan menggunakan desain potong lintang deskriptif analitik pada 653 mahasiswa aktif Universitas Indonesia yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok fakultas kedokteran dan fakultas non-kedokteran yang didapatkan menggunakan metode clustered convenience sampling. Kuesioner KAPAQ oleh Karuniawati et al digunakan pada penelitian ini yang membagi skor responden menjadi tiga kategori yaitu Tinggi (>70%), sedang (50-70%), dan rendah (<50%).Uji mann-whitney dilakukan untuk menganalisis perbedaan skor PSP antara kedua kelompok program studi. Kemudian, uji chi-square dan kruskal wallis juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antar komponen PSP. Pengetahuan, sikap, dan perilaku yang tinggi dalam penggunaan antibiotik nyatanya didapatkan pada mayoritas mahasiswa di Universitas Indonesia (Pengetahuan tinggi 59,1%; Sikap tinggi 68%; Perilaku tinggi 64,2%). Hasil dari analisis yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,001) antara kedua kelompok program studi di setiap komponen PSP. Kemudian, hubungan yang bermakna juga didapatkan antara komponen pengetahuan dengan sikap (p<0,001), pengetahuan dengan perilaku (p<0,001), dan juga antara sikap dengan perilaku (p<0,001) baik pada kelompok mahasiswa kedokteran maupun non-kedokteran.Mayoritas mahasiswa di Universitas Inonesia memiliki tingkat Pengetahuan, Sikap, dan juga Perilaku yang tinggi mengenai penggunaan antibiotik. Perbedaan yang bermakna didapatkan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku penggunaan antibiotik pada mahasiswa kedokteran dan non-kedokteran di Universitas Indonesia. Hubungan positif juga ditemukan antara komponen pengetahuan, sikap, dan juga perilaku pada mahasiswa kedokteran dan mahasiswa non-kedokteran.

Antibiotic resistance as a consequence of the excessive use of antibiotics has in fact become a global public health threat that requires immediate action. Studies shows that inappropriate prescribing, uncertainty of diagnosis, pressure from patients, and also public perception are factors that influence the inappropriate use of antibiotics. Optimizing the use of antibiotics with an education-based approach has shown an improvement in prescribing practices, especially for junior doctors. Therefore, the level of knowledge, attitudes, and practice related to proper prescribing, dispensing, and use of antibiotics must be known from medical students and also from non-medical students as a first step in providing interventions to deal with this increasing number of antibiotic resistance. This study was conducted using a descriptive analytic cross-sectional design on 653 active students at the University of Indonesia which were divided into two groups, medical students group and the non-medical students group which were obtained using the clustered convenience sampling method. The KAPAQ questionnaire by Karuniawati et al was used in this study which divided the respondents's scores into three categories, High (>70%), moderate (50-70%), and low (<50%). The mann-whitney test was conducted to analyze the difference in PSP scores between the two study program groups. Then, the chi-square and Kruskal Wallis tests were also used to determine the relationship between PSP components. High knowledge, attitudes, and practice in the use of antibiotics were actually found in the majority of students at the University of Indonesia (High knowledge 59.1%; High attitude 68%; High practice 64.2%). The results of the analysis conducted in this study showed that there was a significant difference (p<0.001) between the two study program groups in each PSP component. Then, a significant relationship was also found between the components of knowledge and attitudes (p<0.001), knowledge and behavior (p<0.001), and also between attitudes and behavior (p<0.001) in both groups of medical and non-medical students. The majority of students at the University of Indonesia have a high level of Knowledge, Attitude, and Practice regarding the use of antibiotics. Significant differences were found between knowledge, attitudes, and behavior of using antibiotics in medical and non-medical students at the University of Indonesia. A positive relationship was also found between the components of knowledge, attitudes, and also behavior in both medical students and non-medical students."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fathoni
"Albertisia papuana Becc termasuk tumbuhan tropis dari famili Menispermaceae. Tumbuhan ini dikenal berkhasiat obat, diantaranya sebagai antibiotik/antibakteri. Selain tumbuhan, mikroorganisme termasuk jamur endofit juga dapat menghasilkan antibiotik. Jamur endofit termasuk mikroorganisme yang hidup pada tumbuhan inangnya. Jamur endofit di alam jumlahnya melimpah (1,5 juta dibandingkan tumbuhan sekitar 300 ribuan). Jamur endofit dapat memproduksi metabolit bioaktif yang beragam. Di lain sisi, jamur endofit belum tereksplorasi secara maksimal. Penelitian ini dilakukan untuk menskrining dan mengisolasi senyawa bioaktif dari jamur endofit dari tumbuhan A. papuana sebagai antibiotik. Dari kegiatan penelitian didapatkan 15 isolat jamur endofit yaitu dari bagian batang 8 isolat dan daun 7 isolat.
Dari skrining aktivitas antibakteri dengan metode TLC bioassay didapatkan informasi 2 isolat jamur endofit yang bersifat paling aktif yaitu DAP KRI-5 dan BAP KRI-8. Dari pemisahan dan pemurnian didapatkan 2 buah senyawa murni dari DAP KRI-5 yaitu F4.3, dan F2.3.9. Hasil dari elusidasi struktur menggunakan spektr. 1H dan 13C-NMR; UV-Vis; dan GC-MS menunjukkan F4.3 adalah C6H6O3 yaitu floroglusinol. Floroglusinol mempunyai aktivitas antibakteri melawan S. aureus sama kuatnya dengan klorampenikol dengan nilai MIC yaitu 64 𝜇g/mL, namun sampel F4.3 bersifat parsial sebagai antibakteri. Berdasarkan spektr. 1H dan 13C-NMR, 2D NMR dengan DEPT; HMBC; HMQC; dan 1H-1H COSY, spektr. UV-Vis dan IR, dan ToF ESI-MS menunjukkan F2.3.9 mempunyai rumus molekul C30H37NO6 yaitu sitokalasin D.

Albertisia papuana Becc is tropical plants that belong to the family of Menispermaceae. It was known as medicine, such as an antibiotic/antibacteria. Besides plants, microorganisms including endophytic fungi also can produce antibiotics. Endophytic fungi live in their host plant. Endophytic fungi have abundant number in the world (1.5 million compared to approximately 300 thousands of plant). They can produce diversity of bioactive metabolites. The other hand, they have not been maximized exploration yet. This study was conducted for screening and isolating of bioactive compounds of endophytic fungi from A. papuana as antibiotics. This research activities obtained 15 isolates of the endophytic fungi. The isolates are from the stem and leaf, 8 and 7 isolates respectively.
Screening of antibacterial activity with TLC bioassay obtained two isolates which have the most active as antibacterial, there are DAP KRI-5 and BAP KRI-8. Separation and purification obtained two pure compounds from KRI DAP-5, there are F4.3, and F2.3.9. The results of structure elucidation by spectr. 1H and13C-NMR, UV-Vis, and GC-MS showed F4.3 is C6H6O3, phloroglucinol. Phloroglucinol has antibacterial activity against S. aureus as well as chloramphenicol with MIC value are 64 𝜇g/mL, but F4.3 partially activity as antibacterial agent. Based on spectr. 1H and 13C-NMR, 2D NMR with DEPT; HMBC; HMQC; and 1H-1H COSY, spectr. UV-Vis and IR, and ToF ESI-MS showed F2.3.9 is C30H37NO6, cytochalasin D.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
T35558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arys Medta Pariwidjayanti
"Swamedikasi antibiotik dapat meningkatkan terjadinya resistensi antibiotik dan resiko penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan pasien terhadap bahaya penggunaan antibiotik tanpa resep. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemasangan banner terhadap pengetahuan pengunjung mengenai bahaya swamedikasi antibiotik.
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen semu menggunakan rancangan separate sample pretest-posttest. Kuesioner yang telah tervalidasi digunakan untuk mengumpulkan data sosiodemografi, riwayat penggunaan antibiotik, pengetahuan pengunjung sebelum dan setelah 1 bulan pemasangan banner. Penelitian dilakukan pada bulan November 2012-Mei 2013 di 22 apotek kota Depok. Sampel penelitian merupakan responden yang berkunjung ke apotek tersebut dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling. Jumlah responden yang diperoleh saat pretest dan posttest sebanyak 133 orang dan 44 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pengunjung mempunyai tingkat pengetahuan yang sedang, baik pada saat pretest (nilai rata-rata 9,59) dan posttest (nilai rata-rata 10,09). Pemasangan banner antibiotik tidak memberikan berpengaruh terhadap pengetahuan pengunjung apotek (p>0,05).

Self-medication with antibiotics can increase the antibiotic resistance and the risk of inappropriate use. This practice is happened because the lack of patient knowledge about the danger of antibiotic use without prescription. Education providing with banner setting in the pharmacies could be undertaken to increase the patient knowledge. The aim of this study was to analysis the influence of banner setting in the pharmacies toward visitor knowledge about the danger of sel-medication with antibitics.
This study was quasi experiment with separate sample pretest-postest design. A validated questionnaire was used to obtain socio-demographic data, history of antibiotic use, visitor knowledge before and after 1 month banner setting. This study was conducted from November 2012 to february 2013 in 22 Depok pharmacies. The sample of this study was the respondent who visited to pharmacies and meet the inclusion and exclusion criteria. A consecutive sampling method was used in this study, which involved 133 respondents in the pre-test and 44 respondents in the post-test.
The result showed that the majority of visitors had a moderate level of knowledge, both in pre-test (mean= 9.59) and post-test (mean = 10.09 ). The banner setting of antibiotics weren’t given the influence to pharmacy visitors knowledge (p<0.05).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T34988
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>