Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27880 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"[Skripsi ini menganalisis mengenai ketidakikutsertaan di kalangan lanjut usia
Jepang dalam kegiatan sosial. Teori yang digunakan dalam skripsi ini mengacu
pada argumen Li-Mei Chen (2013) bahwa lanjut usia tidak yakin pada
kemampuan fisik dan psikologis mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan
sosial. Hasil penelitian ini menemukan bahwa alasan ketidakikutsertaan yang
dikemukakan Chen hanya berlaku di Jepang secara umum, sebab, terdapat
perbedaan alasan utama ketidakikutsertaan berdasarkan lokasi dan rentang usia
pada usia lanjut., This work analyzed regarding the nonparticipation among Japanese older adults in
volunteer activities. This work used Li-Mei Chen’s (2013) argument which
explained that the older adults didn’t have confidence with their physical and
psychological ability to participate in volunteer activities. The results of this study
found that the reasons explained by Chen about the Japanese older adults’
nonparticipation is may be applied only in general, because, there are facts about
differences on the main reasons of the nonparticipation based on the location and
the age range of older adults.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57948
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahid, Wahid
"The study aims to probe the effect of perceived price, perceived quality, brand awareness, and social influence on purchase intention of South East Asian (SEA) Young Adults towards global smartphone brands. This explanatory research uses quantitative empirical data collected from 200 SEA Young Adults studying in one of the public universities in Malaysia. Stratified random sampling is used while ensuring fair representation of SEA countries, viz., Singapore, Malaysia, Philippines, Thailand, Indonesia, Vietnam, and Cambodia. Correlation and regression analysis were carried out using SPSS 20.0. The study resulted in the finding that social influence has the highest level of linear relationship and so is the most influential factor among four. The findings provide guidelines to global smartphone brands for developing value proposition and better promotion mix for smartphones promotion."
[Place of publication not identified]: Management Research Center (MRC) Department of Management, Faculty of Economics, University of Indonesia and Philip Kotler Center, 2016
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Debrina Annisa Putri
"Emerging adults berada pada masa eksplorasi diri mengenai karir, pasangan, dan pandangan hidup. Eksplorasi diri membawa kepada tantangan bagi emerging adults yang mengarah pada ketidakpastian. Oleh karena itu, mereka membutuhkan religiusitas untuk dapat melaluinya dengan baik. Religiusitas dapat ditinjau melalui motivasi yang mendasarinya, yakni orientasi religiusitas intrinsik dan ekstrinsik. Diketahui bahwa orientasi religiusitas intrinsik dan ekstrinsik berkaitan dengan bagaimana fungsi dalam keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara keberfungsian keluarga dan orientasi religiusitas pada emerging adults. Sebanyak 309 individu, laki-laki (N = 129) dan perempuan (N = 180), berusia 18-25 tahun, berpartisipasi dalam pengisian kuesioner penelitian mengenai keberfungsian keluarga (Family Assessment Device) dan orientasi religiusitas (Religious Orientation Scale-Revised). Uji korelasi dilakukan melalui teknik Spearman Rank Correlation, serta menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara keberfungsian keluarga dengan orientasi religius intrinsik (rs (307) = 0.185, p <0.05, two-tailed) dan orientasi religius ekstrinsik (rs (307) = 0.259, p <0.05, two-tailed). Dengan kata lain, peningkatan fungsi dalam keluarga disertai dengan peningkatan baik orientasi religiusitas intrinsik maupun ekstrinsik pada individu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa untuk dapat meningkatkan orientasi religiusitas, individu perlu meningkatkan keberfungsian dalam keluarga.

Emerging adults are in a period of self-exploration about careers, partners, and perspective on life. Self-exploration brings challenges to emerging adults that lead to uncertainty. Therefore, they need religiosity to get through it well. Religiosity can be seen through the underlying motivation, which are intrinsic and extrinsic religious orientation. It is known that both religiosity orientation, intrinsic and extrinsic, are related to how their family functions. This study aims to determine the relationship between family functioning and religiosity orientations in emerging adults. A total of 309 men (N = 129) and women (N = 180), between the age of 18 and 25 years old, engaged in the research by completing questionnaires on family functioning (Family Assessment Device) and religiosity orientation (Religiosity Orientation Scale-Revised). Using Spearman’s rank correlation, the results showed a positive and significant correlation between family functioning and intrinsic religiosity orientation (rs (307) = 0.185, p <0.05, two-tailed) and extrinsic religiosity orientation (rs (307) = 0.259, p <0.05, two-tailed). In other words, improved family functioning is accompanied by improved intrinsic and extrinsic religious orientation. Therefore, it may be claimed that people need to enhance family functioning in order to improve their religious orientation."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Kusuma Dewi
"
Masalah kesehatan yang kerap ditemukan pada lansia yaitu gangguan fungsi kognitif. Gangguan kognitif dapat mempengaruhi kesejahteraan dan keselamatan lansia. Pengelolaan faktor risiko perlu diperhatikan untuk menjaga fungsi kognitif, salah satunya kualitas tidur. Penelitian ini bertujuan untuk memastikan adanya hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif pada lansia. Dengan desain cross-sectional, penelitian dilakukan terhadap 152 lansia berusia 60 tahun atau lebih yang bertempat tinggal di Kecamatan Cakung. Instrumen penelitian ini menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk mengetahui kualitas tidur dan Montreal Cognitive Assessment versi Bahasa Indonesia (MoCA-Ina) untuk menguji fungsi kognitif. Berdasarkan kualitas tidur, ditemukan 54,6% responden mengalami kualitas tidur terganggu, sedangkan sebanyak 73,7% responden mengalami penurunan fungsi kognitif. Uji chi square menunjukkan nilai p = 0,031 (p < α; α = 0,05), menandakan terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif pada lansia. Nilai odd ratio (95% CI) 2,233 menyimpulkan responden dengan kualitas tidur terganggu berisiko 2,233 kali lebih besar untuk terkena gangguan fungsi kognitif. Merujuk pada hasil penelitian, program kesehatan mengenai tidur dan kognitif dapat dibentuk dan diaplikasikan secara terpadu untuk menjaga kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan lansia.

The health issue commonly found in older adults is cognitive impairment. Cognitive impairment can significantly affect the well-being and safety of the older adults. Managing risk factors is essential to preserve cognitive function, and one of these factors is sleep quality. This study aims to ascertain the relationship between sleep quality and cognitive function among the older adults. With a cross-sectional design, the study was conducted on 152 elderly individuals aged 60 years or older residing in the Cakung District. The research instruments utilized were the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) to assess sleep quality and the Montreal Cognitive Assessment-Indonesian version (MoCA-Ina) to evaluate cognitive function. Based on sleep quality, it was found that 54,6% of respondents had disturbed sleep quality, while 73,7% experienced cognitive function impairment. The chi-square test results indicated a p-value of 0,031 (p < α; α = 0,05), indicating a significant relationship between sleep quality and cognitive function among the older adults. The odds ratio value (95% CI) of 2,233 concluded that respondents with disturbed sleep quality were 2,233 times more likely to experience decreased cognitive function. Based on the research findings, integrated health programs focusing on sleep and cognitive health can be formulated and implemented to safeguard the health, well-being, and safety of the older adult population."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatira Aurelia
"Emerging adulthood (EA) adalah masa transisi seseorang dari remaja ke dewasa. Dengan karakteristik identity exploration dan instability, EA terdorong untuk berinteraksi dengan banyak orang, di mana memahami emosi ekspresi wajah lawan berbicara menjadi sangat penting. Terdapat serangkaian studi terdahulu yang mengkaji terkait bias atensi ekspresi wajah Marah dan Senang dalam sebuah kerumunan (Anger vs Happiness Superiority Effect/ ASE vs HSE). Disayangkan, hasil dari studi terdahulu tidak konsisten menjelaskan ekspresi wajah mana yang lebih kuat dalam menangkap atensi seseorang. Untuk menjembatani hal tersebut, penelitian ini menguji pengaruh Kepuasan Hidup terhadap ASE. Penelitian ini menggunakan Kepuasan Hidup (SWLS) dan pengukuran waktu reaksi saat partisipan (N = 91, 18-29 tahun, belum menikah) merespon ekspresi wajah Marah dan Senang yang dikemas dalam modified emotional stroop task (Preston & Stansfield, 2008). Hasil analisis ANOVA menunjukkan ekspresi wajah marah secara implisit diprioritaskan dalam pemrosesan informasi bila dibandingkan dengan emosi senang. Ditemukan juga bahwa kelompok Kepuasan Hidup rendah menunjukkan ASE yang lebih besar ketimbang kelompok Kepuasan Hidup tinggi. Temuan ini menjelaskan mengapa informasi berisikan emosi marah mendapatkan lebih banyak atensi dari khalayak, daripada emosi senang. Dengan temuan ini, diharapkan EA di Indonesia dapat lebih sadar akan emosi yang ada dalam informasi yang mereka terima dan meningkatkan Kepuasan Hidup mereka.

Emerging adulthood (EA) is the transition from adolescence to adulthood. With the characteristics of identity exploration and instability, EA is encouraged to interact with many people, where understanding the emotions of the other person's facial expressions is very important. Series of previous studies examined attentional bias of Angry and Happy facial expressions in a crowd (Anger vs Happiness Superiority Effect/ASE vs HSE). Unfortunately, the results from previous studies have not consistently explained which facial expressions are stronger in capturing someone's attention. To bridge this, current study examines the effect of life satisfaction on ASE. This study used Life Satisfaction (SWLS) and reaction time measurements when participants (N = 91, 18-29 years old, not yet married) responded to angry and happy facial expressions in modified emotional stroop task (Preston & Stansfield, 2008). Results of ANOVA analysis show that angry facial expressions are implicitly prioritized in information processing when compared to happy emotions. It was also found that the low Life Satisfaction group showed a greater ASE than the high Life Satisfaction group. This findings explains why information containing angry emotions gets more attention from audiences than happy emotions. With this awareness, it is hoped that EAs in Indonesia can be more aware of the emotions in the information they receive and increase their Life Satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Welan Mauli Angguna
"Dewasa muda adalah kelompok masyarakat yang menikmati kemudahan teknologi, sehingga rentan untuk memiliki aktivitas fisik yang cenderung rendah. Aktivitas fisik yang rendah di usia muda merupakan faktor risiko penyebab kematian akibat penyakit degeneratif di masa depan. Masyarakat Indonesia termasuk negara dengan aktivitas fisik yang rendah, sehingga diperlukan promosi kesehatan yang tepat sasaran dengan memperhatikan faktor psikologis. Trait kepribadian dianggap sebagai faktor psikologis kuat dalam identifikasi aktivitas fisik, khususnya trait extraversion, conscientiousness, dan openness. Namun demikian, hubungan ketiga trait ini terhadap aktivitas fisik masih belum konsisten, hal ini memungkinkan adanya variabel lain yang memediasi hubungan tersebut. Untuk mempertahankan konsistensi tingkah laku dibutuhkan otonomi yang tinggi, begitu juga konsistensi untuk aktif melakukan aktivitas fisik. Otonomi merupakan derajat yang menunjukkan seberapa individu memiliki determinasi diri untuk termotivasi melakukan tingkah laku tertentu, dan motivasi yang berasal dari dalam diri merujuk pada otonomi yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji mekanisme hubungan ketiga trait dengan aktivitas fisik melalui mediasi otonomi. Penelitian dilakukan melalui lapor diri pada 59 laki-laki dan 144 perempuan dewasa muda berusia 20-40 tahun. Melalui analisa process mediasi (Hayes) ditemukan adanya mediasi sempurna antara trait extraversi dengan aktivitas fisik melalui otonomi, dan mediasi sebagian antara trait openness dan aktivitas fisik melalui otonomi. Conscientiousness tidak signifikan memengaruhi aktivitas fisik baik secara langsung maupun tidak langsung. Trait conscientiousness disarankan untuk diuji mediasi melalui presentasi diri terhadap aktivitas fisik.

Young adults are a group of community who enjoy technology, so it made them tend to have low physical activity. Low physical activity is a risk factor of degenerative diseases that cause death. Indonesia was a country that have lowest physical activity, so it's necessary to promote active physical activity to young adults by considering psychological factors. Personality was considered as a strong psychological factor that could predicted physical activity, especially extraversion, conscientiousness, and openness. However, their effects were still inconsistent, it allowed other variable to mediate their relationships. In order to maintain the consistency of behavior like physical activity, it required high autonomy. Autonomy is a degree to indicate how individual have self-determination to be motivated to perform certain behaviors, and the motivation was derived from inner-self that show high autonomy. This study aimed to examine the mechanisms of the trait effects to physical activity through the mediation of autonomy. The study was conducted by requiring data from self-report on 59 men and 144 young adult women aged 20-40 years. We analyzed the data by using mediation PROCESS (Hayes), and it was found a perfect mediation between extraversion and physical activity mediated by autonomy, and partially mediated of autonomy to the effects of openness and physical activity. However, conscientiousness did not significantly influence physical activity directly nor indirectly. Considering the communal culture of participants, we recommended to examine the effect of conscientiousness to physical activity through the mediation of self-presentation in future research."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T50360
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josephine Maria Cristissa Windanti
"Pasangan hubungan jarak jauh semakin umum di Indonesia yang mana memiliki keterbatasan dalam bertemu dan berinteraksi secara fisik. Keterbatasan tersebut berdampak pada aktivitas seksual yang biasa dilakukan bersama pasangan sehingga dapat berpengaruh pada menurunnya kepuasan seksual. Namun seiring berkembangnya teknologi, aktivitas seksual dapat dilakukan secara daring yang salah satunya adalah sexting. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perilaku sexting terhadap kepuasan seksual pada dewasa muda berusia 20 – 30 tahun (M = 22.04, SD = 1.833) yang menjalani hubungan jarak jauh. Penelitian ini dilakukan pada 411 partisipan (93.2% perempuan, 6.8% laki-laki) yang berpacaran selama minimal enam bulan (M = 28.38, SD = 24.34), menjalani hubungan jarak jauh, melakukan aktivitas seksual dan sexting dengan pasangan. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur perilaku sexting yang dikembangkan oleh Gordon-Messer et al. (2013) dan The Global Measure of Sexual Satisfaction (GMSEX). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku sexting berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan seksual (B = .219, t(411) = 5.905, p < .05) dengan rata-rata frekuensi menerima sext sebesar 10.06 (SD = 4.003) dan rata-rata frekuensi mengirimkan sext sebesar 10.61 (SD = 4.265) sepanjang menjalin hubungan pacaran dengan pasangan. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi para pasangan berpacaran jarak jauh untuk menjaga aspek seksual dalam hubungan dengan melakukan sexting.

Long-distance relationship couples are increasingly common in Indonesia and which has limitations in meeting and interacting physically. This limitation has an impact on sexual activity that is usually done with a partner so it can affect the decrease in sexual satisfaction. However, as technology develops, sexual activity can be carried out online, one of which is sexting. This study aims to see the effect of sexting behavior on sexual satisfaction among young adults who establish long-distance relationships. This research was conducted on 411 participants (93.2% female, 6.8% male) who had been dating for at least six months (M = 28.38, SD = 24.34), establish long distance relationship, had sexual activity and sexting with partner, which were obtained by convenience sampling. The measurement tool used in this research is the sexting behavior measurement tool developed by Gordon-Messer et al. (2013) and The Global Measure of Sexual Satisfaction (GMSEX). The results showed that sexting had a positive and significant effect on sexual satisfaction (B = .219, t(411) = 5.905, p < .05) with average frequency of receiving sext is 10.06 (SD = 4.003) and average frequency of sending sext is 10.61 (SD = 4.265) during the dating relationship. The result of this study can be a reference for long-distance dating couples to maintain sexual aspects in their relationship by doing sexting"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas ndonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Rania Wiraatmadja
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kecemburuan dan harga diri pada emerging adults usia 18 hingga 25 tahun. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif kepada 1451 emerging adults. Instrumen yang digunakan adalah Multidimensional Jealousy Scale dan Rosenberg Self-Esteem Scale. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara dimensi kognitif kecemburuan dan harga diri r=-.161; p

This study was conducted to determine the relationship between jealousy and self esteem among emerging adults ages 18 to 25 years. This research uses quantitative method to 1451 emerging adults. The instrument used are Multidimensional Jealousy Scale and Rosenberg Self Esteem Scale. The results showed that there was a significant negative relationship between the cognitive dimension of jealousy and self esteem r .161 p
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67017
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad David Setiadi
"

Deteksi dini atau screening merupakan salah satu strategi penting dalam tatalaksana diabetes melitus, skrining perlu dilakukan karena memiliki manfaat positif, antara lain dapat mendeteksi faktor resiko penyakit kronis.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui intensi pada golongan dewasa muda dalam melakukan screening penyakit diabetes wilayah kerja Puskesmas Bojonggede Kabupaten Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan populasi dewasa muda (usia 18 - 40 tahun) dengan pendekatan Theory of Planned Behavior. Hasil analisis menunjukkan variabel yang mempunyai hubungan signifikan dengan intensi yaitu sikap, norma subjektif dan perceived behavior control, sedangkan yang paling dominan adalah variabel sikap. Responden dengan sikap positif mempunyai peluang 7,34 kali untuk memiliki intensi melakukan skrining diabetes yang baik setelah dikontrol oleh variabel norma subjektif dan perceived behavior control.

 


Early detection or screening is an important strategy in managing diabetes mellitus, screening needs to be done because it has positive benefits, including being able to detect risk factors for chronic disease. The purpose of this study was to determine the intention of young adults in carrying out screening diabetes in the working area of ​​the Bojonggede Public Health Center, Bogor Regency. The research method used is cross sectional with the young adult population (age 18 -40 years) with the approach Theory of Planned Behavior. The results of the analysis show that the variables that have a significant relationship with intention are attitudes, subjective norms and perceived behavior control, while the most dominant is the physical variable. Respondents with a positive attitude have a 7.34 times chance of having the intention to do a good diabetes screening after being controlled by the variable subjective norms and perceived behavior control.

 

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>