Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94104 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chairil Aditya Arifin
"Tujuan penelitian ini ada dua, yaitu: untuk mengetahui bagaimana perbedaan kualitas akrual pada saat sebelum IPO dengan sesudah IPO dengan mengukur akrual innate dan akrual diskresioner, dan untuk mengetahui apakah akrual innate dan akrual diskresioner memiliki pengaruh yang signifikan terhadap cummulative abnormal return saham perusahaan selama tiga tahun setelah IPO. Penelitian ini mengobservasi 50 perusahaan yang melakukan IPO di Indonesia dalam periode waktu antara tahun 2000-2007 dengan menggunakan uji beda t-test dan metode regresi cross-section.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan antara akrual innate tiga tahun sebelum IPO dengan tiga tahun sesudah IPO, dimana akrual innate sebelum IPO memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan sesudah IPO. Sementara, akrual diskresioner tidak terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah IPO. Penelitian ini juga menunjukkanm bahwa, dibandingkan akrual diskresioner, akrual innate lebih berpengaruh signifikan positif terhadap cummulative abnormal return setelah tiga tahun IPO.

There are two aim of purposes in this study: to describe the differences of accrual quality before IPO and after IPO, by measuring the innate accrual and discretionary accrual, and to discover whether innate accrual and discretionary accrual have a significant impact on cummulative abnormal return three years after IPO. This study includes 50 samples of firms doing IPO in Indonesia between 2000-2007 using t-test and cross-section regression method.
The result of this study proves that, there is a differences between three years before IPO and three years after IPO,where innate accrual at before IPO has a larger value than after IPO. While, discretionary accrual doesn’t show any differences at before and after IPO. This study also proves that, rather than discretionary accrual, innate accrual shows more significant and positive impact to cummulative abnormal return three years after IPO.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Azita Zandian Aridyantie
"Penelitian ini bertujuan mengetahui penggunaan manajemen laba akrual dan manajemen laba riil (manipulasi aktivitas penjualan, overproduction, serta pengurangan biaya diskresioner) pada perusahaan yang melakukan IPO di periode 2002-2011, faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi manajemen laba akrual versus manajemen laba riil, serta dampaknya pada kinerja keuangan pasca IPO. Penelitian ini menemukan perusahaan melakukan manajemen laba akrual diskresioner serta manajemen laba riil (manipulasi aktivitas penjualan ataupun overproduction) pada periode satu tahun sebelum IPO dan saat IPO. Dari faktor auditor eksternal, masa audit, serta level net operating asset (NOA), hanya level NOA ditemukan berdampak pada kecenderungan perusahaan untuk tidak memilih manipulasi aktivitas penjualan ataupun overproduction. Selain itu, ditemukan pula bahwa dari penggunaan manajemen laba akrual dan riil, hanya penggunaan manajemen laba riil pengurangan biaya diskresioner yang berdampak negatif pada kinerja perusahaan.

The purpose of this study is to investigate whether firms conducting IPO on 2002 - 2011 engaged in accrual earnings management and real earnings management (sales manipulation, over-production, and reduction in discretionary expense), factors that influence the tendency to engage in accrual versus real earnings management, and the impact of those earnings management on firm‟s performance after IPO. The results show that firms used accrual earnings management and real earnings management (sales manipulation or over-production) in one year before IPO and in IPO-year. Among external audit-firm, audit tenure, and the level of net operating asset (NOA) factors, only level of NOA is found to affect the tendency not to engage in sales manipulation or over-production. It is also found that only reduction in discretionary expense that found to significantly affect the decrease on firm‟s performance.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S56541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bondan
"Penulisan tesis ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa di satu pihak hampir semua IPO yang dilakukan periode krisis ekonomi (1997-sekarang) di pasar modal Indonesia (BEJ dan BES) ternyata tidak menguntungkan baik dalam jangka pendek maupun panjang. Tercermin dari tidak dapat dibagikannya deviden karena kinerja operasional emiten selalu underperformance serta harga saham yang terus menurun. Sedangkan di pihak lainnya, IPO-IPO tersebut rata-rata meraih sukses yang dicerminkan dengan terjadinya oversubscribed serta kenaikan harga saham pada pasar sekunder dalam periode 1 s.d. 4 minggu setelah IPO.
Penelitian dipusatkan pada 2 fenomena unik, pertama adalah pricing strategy yang selalu digunakan pada IPO-IPO tersebut, yakni teknik underpricing, kedua, adalah terjadinya kinerja operasional yang underperformance. Untuk itu diambil conoh kasus Pre IPO Acquisition yang dilakukan PT X Media Tbk. di akhir tahun 2000 di BEJ, karena secara ideal mengandung ke-2 fenomena di atas, yang bermuara pada kerugian publik selaku investor. Yang sangat mencolok ketika pada RUPS post-IPO yang kedua (2002) rnasih juga belum dapat membagikan devidennya.
Metode penelitian pada data-data yang dapat dihimpun dari publikasi-publikasi resmi dan hasil investigasi, dapat dibagi atas 3 jenis. Pertama, dengan melakukan analisis kelayakan terhadap strategi akuisisi yang ditempuh. Kedua, analisis nilai perusahaan baik pada kondisi sebelum IPO dan post IPO, dengan menggunakan teknik valuation yang paling umum digunakan di pasar modal yakni Dividend Discounted Cash flow Model. Ketiga, memetakan arus dana dengan menelusuri dasar penetapan skala akuisisi dan membandingkan antara target dengan realisasi investasi sebagaimana dijanjikan emiten.
Hasil penelitian untuk kasus PT X Media Tbk pada intinya terdiri atas 3 hal. Pertama strategi akuisisi bukan merupakan solusi terbaik dari kondisi PT X Media Tbk, sehingga pelaksanaannya sangat dipaksakan karena sulit untuk mencapai proyeksi yang dipaparkan pada publik. Kedua, harga penawaran saham perdana terlalu tinggi, sehingga kondisi underpricing yang dinyatakan penjamin emisi untuk menjamin adanya keuntungan kenaikan harga saham dalam jangka pendek / menengah adalah tidak benar. Ketiga, dana IPO ternyata tidak sepenuhnya digunakan untuk pembiayaan komitmen investasi, tetapi terutama diakumuiasikan pada grup induk (notabene shareholder lama), hal ini dimungkinkan dengan menyalahgunakan pengaturan revaluasi aktiva.
Kesimpulan tesis ini adalah adanya indikasi jelas bahwa strategi Pre IPO Acquisition bersifat merugikan publik sebagai investor, membuatnya menjadi anomali IPO yang harus diwaspadai. Analisis fundamental dan teknik valuation tidak dapat sepenuhnya mengungkap hal ini, tetapi pemberdayaan dan modernisasi pengaturan, sarana dan institusi pasar modal dapat mencegah terjadinya anomali tersebut. Berkaitan dengan hal itu, pada bagian akhir juga disertakan saran-saran spesifik kepada setiap pihak yang terlibat untuk mengembalikan manfaat IPO khususnya dan pasar modal umumnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10915
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta D.Y. Rotty
"Keberadaan anomali IPO menarik untuk diteliti karena latar belakang timbulnya anomali tersebut sampai saat ini belum menghasilkan satu konsensus tertentu yang dapat dijadikan kesimpulan utama. Pada saat teori-teori yang berdasarkan economic equilibrium ada, anomali kinerja jangka panjang yang buruk dan siklus pasar `hot' dan `cold' belum banyak disinggung. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, beberapa model dapat digunakan untuk menganalisa anomali tersebut seperti survival hypothesis dengan WIPO model, overreaction hypothesis, dan price support. Ada 3 anomali IPO yang sangat terkenal yaitu return jangka pendek yang positif yang dikenal dengan underpricing, kinerja jangka panjang saham yang buruk, dan siklus pasar `hot' dan `cold'.
Penelitian empiris tentang anomali dan faktor-faktor yang mempengaruhinya telah banyak dilakukan tidak hanya di pasar internasional tetapi juga di pasar Indonesia. Namun demikian, informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat melengkapi penelitian sebelumnya. Penggunaan data terbaru, penggunaan beberapa model dalam analisa, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi anomali, dan yang paling panting adanya periode pengamatan yang berbeda yaitu sebelum dan selama krisis adalah beberapa aspek perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
Pada bulan Juli 1997, Indonesia mengalami peristiwa yang membawa perubahan mendasar dalam kehidupan berbangsa yaitu dimulainya krisis moneter yang Dada akhirnya meluas menjadi krisis multidimensi. Terdepresiasinya mata uang Rupiah terhadap mata uang US Dollar telah menyebabkan pasar modal terpuruk. Sebagian besar investor asing yang merupakan pemain dominan melakukan aksi jual dan melarikan dananya ke pasar uang bahkan ke luar Indonesia yang disebabkan tingginya resiko dan ketidakpastian berusaha. Karakteristik pasar modal sebelum krisis yang diwarnai oleh besarnya jumlah investor asing, rendahnya nilai transaksi, kecilnya kapitalisasi pasar, dan rendahnya jumlah emiten sedikit banyak telah menyebabkan kejatuhan pasar di masa krisis. Dua kondisi pasar yang berbeda ini mendorong timbulnya penelitian ini.
Penelitian dilakukan atas perusahaan go public di Bursa Efek Jakarta pada periode Juli 1994-Juni 1998 dengan periode pengamatan yang berbeda yaitu sebelum krisis (Juli 1994-Juni 1997) dan selama krisis (Juli 1997-Juni 1998). Total perusahaan sampel sebanyak 91 emiten di mana 67 perusahaan melakukan IPO pada periode 1 (sebelum krisis) dan 24 perusahaan melakukan IPO pada periode 2 (selama krisis).
Rata-rata return jangka pendek yang diperoleh pada periode 1 dan 2 secara signifikan lebih besar dari 0 di mana pada periode 2, rata-rata (median) IR. yang diterima 10,89% (12,11 %) lebih besar dibandingkan periode 1 sebesar 6,57% (3,7%) karena tingkat risiko periode 2 yang lebih tinggi. Selain itu, pada periode-periode tertentu rata-rata IR saham IPO lebih tinggi dibandingkan rata-rata IR periode pengamatan. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan dapat menentukan kapan waktu terbaik untuk melakukan IPO (windows of opportunity).
Kinerja jangka paniang yang buruk terjadi selama tahun pertama setelah IPO. Bila dihubungkan dengan pasar `hot' dart `cold' maka pada tahun ketiga ada kecenderungan kinerja pasar `hot' Iebih buruk dari `cold'. Pada periode I dan 2, hubungan negatif antara IR dengan kinerja jangka panjang terjadi pada tahun ke-3 dan sekaligus mendukung overreaction hypothesis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing juga berbeda di antara periode tersebut. Pada periode 1, AGE, SIZE, dan FINZEV secara signifikan mempengaruhi underpricing. Hasil temuan ini mendukung overreaction hypothesis di mana investor yang sangat optimis akan kondisi perekonomian Indonesia juga optimis dalam melihat kinerja saham. Sedangkan pada periode 2, ALPHA, RRA, dan KURS dapat menjelaskan underpricing dan sekaligus mendukung signaling hypothesis karena pada periode ini perusahaan yang mempunyai fundamental kuat saja yang mampu menyerap dana dari masyarakat dengan memberikan tingkat diskon yang tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang buruk hanya dapat dideteksi pada periode I yaitu SIZE, AGE, ALPHA, dan IR. Periode yang dicirikan optimisme yang besar menyebabkan investor merespon positif kinerja saham dalam jangka panjang."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T20567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qorry Aina Syafei
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh manajemen laba terhadap underpricing saham IPO yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008-2012. Proksi utama dari manajemen laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah abnormal accruals. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan manajemen laba agresif selama periode sebelum IPO cenderung lebih underpriced dibandingkan dengan perusahaan lain. Hal ini konsisten dengan teori asimetri informasi dimana manajemen laba agresif meningkatkan ketidakpastian perusahaan IPO dan investor menuntut potongan harga atas harga saham IPO tersebut.

The aim of this study is to analyze the impact of earnings management on underpricing of IPO firms listed in Indonesia Stock Exchange in 2008-2012. The primary proxy of earnings management is abnormal accruals. This research is quantitative and used multivariate regression. This study finds evidence that firms with aggressive earnings management during pre-IPO period tend to be more underpriced than firms without it. It is consistent with the asymmetric theory of underpricing that aggressive earnings management increases the uncertainty of IPO firms and investor demands price discounts."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S54594
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqi Ramadhan Adhi Pratama
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh aktivitas merger dan akuisisi terhadap underpricing saham perusahaan yang melakukan IPO. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001-2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode analisis yang digunakan adalah ordinary least square regression dengan data crosssectional.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan dari aktivitas merger dan akuisisi terhadap underpricing harga saham perusahaan yang melakukan IPO menunjukkan bahwa semakin tingginya perusahaan melakukan aktivitas merger dan akuisisi maka kemungkinan perusahaan akan mengalami underpricing pada saat penawaran saham perdana.

This study aimed to analyze the effect of merger and acquisition activity to underpricing an IPO shares of companies. This study used a sample of companies listed on the Indonesia Stock Exchange in 2001-2014. This study uses a quantitative approach. The analytical method used is ordinary least squares regression with cross-sectional data.
Research shows that there are positive and significant impact of merger and acquisition activity towards the company's stock price underpricing an IPO shows that the higher the company conduct merger and acquisition activity, the possibility that the company will experience underpricing during the IPO."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S63928
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Muhammad Chandra Rajasa
"ABSTRAK
Underpricing adalah salah satu permasalahan yang sering terjadi pada saat perusahaan melakukan Initial Public Offerings (IPO). Permasalahan ini merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan perusahaan tidak mendapatkan keuntungan maksimal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang bisa mempengaruhi besaran underpricing, serta melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan jika saham tersebut masuk ke dalam kriteria saham syariah atau tidak. Selain itu, penelitian ini juga bermaksud untuk mengetahui apakah terdapat underpricing pada saat IPO di pasar modal Indonesia khususnya pada saham perusahaan syariah. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kuantitatif dengan menggunakan metode regresi sederhana (ordinary least square). Sampel penelitian ini terdiri dari 97 perusahaan dengan kriteria saham syariah dan 70 perusahaan yang tidak memiliki kriteria saham syariah, yang melakukan IPO pada kurun waktu 2011-2018, serta mengalami underpricing. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan, umur perusahaan, dan risiko penawaran memiliki hubungan yang signifikan terhadap besaran tingkat underpricing pada harga IPO, sedangkan saham dengan status syariah, ukuran penawaran, dan kondisi pasar tidak memiliki hubungan yang signifikan. Oleh karena itu, diharapkan hasil studi ini dapat berkontribusi dalam memperkaya literatur terkait saham dan dapat digunakan sebagai masukan khususnya bagi perusahaan yang akan melakukan IPO.

ABSTRACT
Underpricing is one of the problems that often occurs when companies carry out Initial Public Offerings (IPOs). This problem is one of the things that can cause the company not get the maximum profit. Therefore, this study aims to determine the factors that may influence the amount of underpricing, and see whether there are significant differences if the shares are included in the criteria of Islamic stocks or not. In addition, this study also intends to determine whether there is underpricing when companies doing IPO in the Indonesian capital market, especially in the shares of Islamic companies. This study uses a quantitative study approach using simple least square methods. The sample of this study consisted of 97 companies with criteria for sharia shares and 70 companies that did not have criteria for sharia shares, which conducted IPOs in the period 2011-2018, and experienced underpricing. The results of this study indicate that the variable company size, firm age, and offering risk have a significant relationship to the magnitude of the level of underpricing on IPO prices, while variable sharia status, offering size, and market condition do not have a significant relationship. Therefore, it is expected that the results of this study can contribute to enriching literature related to stocks and can be used as advice especially for companies that will conduct IPOs.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Diah Pertiwi
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh relationship lending terhadap IPO underpricing. Relationship lending terjadi ketika perusahaan melakukan hubungan pinjam meminjam dengan bank sebelum go public. Kemudian ketika perusahaan memutuskan untuk IPO, perusahaan menggunakan underwriter yang terafiliasi dengan bank yang memiliki relatonship lending. Penelitian ini menggunakan 118 sampel perusahaan yang mengalami underpricing pada periode 2007-2016 di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki relationship lending dengan bank yang terafiliasi dengan underwriter dan go public dengan underwriter tersebut dapat mengurangi tingkat underpricing.

This study aims to analyze the effect of relationship lending on IPO underpricing. Relationship lending occurs when a company has a relationship with a bank before going public. Then when the company decides to IPO, the company uses the underwriter affiliated with a bank that has relatonship lending. This paper uses 118 samples of firms experiencing underpricing in the period 2007-2016 at Indonesia Stocks Exchange. This is quantitative research using multiple regression. The results show that firms with a pre-IPO lending relationship with banks affiliated with underwriters and go public with them can reduce the level of underpricing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boby Hartanto Hadi
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh reputasi underwriter, reputasi auditor dan auditor spesialisasi industri terhadap IPO underpricing. Penelitian ini menggunakan 77 sampel perusahaan yang melakukan IPO pada periode 2008-2012 di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian ini membuktikan bahwa:
1) tidak adanya pengaruh yang signfikan antara reputasi underwriter terhadap IPO underpricing,
2) tidak adanya pengaruh yang signfikan antara reputasi auditor terhadap IPO underpricing,
3) tidak adanya pengaruh yang signfikan antara auditor spesialis industri terhadap IPO underpricing.

The main objective of this research is to analyze the effect of underwriter reputation, auditor reputation and industry differentiation auditor on IPO underpricing. This study uses sample of 77 IPO company in Indonesia Stock Exchange for the period 2008-2012.
This research finds that:
1) there is no significant relationship between underwriter reputation and IPO underpricing.
2) there is no significant relationship between auditor reputation and IPO underpricing.
3) there is no significant relationship between industry differentiation auditor and IPO underpricing.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sautma Ronni Basana
"Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering, disingkat IPO) atau go publik merupakan salah satu alternatif sumber pendanaan melalui peningkatan ekuitas perusahaan dengan Cara menawarkan saham kepada masyarakat. Penetapan harga saham perdana pada IPO atau pada saat go publik sangat sulit, karena tidak ada harga pasar sebelumnya yang dapat diobservasi untuk dipakai sebagai penetapan penawaran. Selain itu, kebanyakan dari Perusahaan yang akan go publik mempunyai sedikit atau bisa juga tidak ada pengalaman terhadap penetapan harga ini. Untuk hal tersebut di atas, Perusahaan yang hendak go publik berhubungan dengan Underwriter dalam usaha bersama menetapkan harga saham.
Terdapat Anomali dalam IPO ini yang dapat difragmentasikan menjadi tiga : Pertama, Underpricing / Positive Initial Return (IR), adapun yang dimaksud Underpricing adalah harga perdana (IPO) berada di bawah harga Pasar Sekunder yang terjadi setelah Pasar Perdana berakhir. Kondisi ini juga menyebabkan terjadinya Positive Initial Return (IR) ). Perhitungan dilakukan lewat : (Aftermarket Price - Offer Price)/Offer Price * 100%].Bukti empiris di berbagai negara menunjukkan bahwa Anomali ini terjadi juga di berbagai bursa negara lain. Kedua, Kinerja Jangka Panjang yang jelek ( Long Term Underperfbmance of IPO Shares). Ketiga, Pasar Hot dan Cold, Pada saham- saham IPO pada periode Hot mempunyai kinerja jangka panjang yang lebih jelek dibanding sahamsaham IPO pada periode Cold.
Penelitian ini mencoba menjelaskan fenomena Anomali IPO tersebut pada Pasar Modal Indonesia yang ada di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Studi yang dilakukan untuk menjelaskan fenomena tersebut menggunakan penjelasan Withdrawn IPO (WIPO) Model yang dikembangkan Roy Sembel(1996) sebagai penjelasan atau model terbaru dalam menjelaskan fenomena Anomali IPO. Model ini berpijak pada lima konsep dasar: (1) IPO dapat dilakukkan penundaan; (2) Reputasi Underwriter jadi penting; (3) Terdapat dua grup Investor: Pertama, Frequent Investor (Investor yang berpengalaman), Kedua, Occasional Investor (Investor yang tidak berpengalaman) ; (4) Keheterogenan penilaian Investor ; (5) Faktor Random dan Sistematis yang mempengaruhi Excess Demand saham IPO. Pengamatan dilakukan dari tahun 1992 hingga Maret 1998. Sampel yang digunakan adalah Perusahaan yang melakukan IPO selama kurun waktu tersebut dan ditemukan sebanyak 153 Perusahaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode 1996 hingga Maret 1998, dengan menggunakan metode Weighted Average Model, WIPO Model mampu menjelaskan 7,83% dari 13,79 % (56,78 %) fenomena anomali pada rata-rata positif IR terhadap IPO yang dapat terobservasi, sedangkan dengan menggunakan The Truncated a - Left Tail Model dan Gradually Decreasing Probability of Withdrawal Model menjelaskan 5,6328 % dan 3,6 % dari 13,79 % rata-rata positif Initial Return (IR).
Selanjutnya, Penelitian menghasilkan faktor Offer price, Age dan Risk sebagai Proxy yang baik dari Uncertainty. Hasil ini berarti ketiga faktor tersebut dalam WIPO Model dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat/level keheterogenan penilaian Investor. Penelitian juga melihat adanya hubungan positif yang signifikan antara positif Initial Return (IR) dengan Excess Demand.
Untuk Penelitian terhadap Kinerja Jangka Panjang yang jelek sebagai fenomena Anomali yang kedua, diambil sampel sebanyak 81' Emiten yang melakukan IPO pada tahun 1992,1993 dan 1994 agar Kinerja Jangka Panjang selama I tahun, 2 tahun dan 3 Tahun secara konsisten dapat teramati. Hasil menunjukkan bahwa dalam jangka panjang saham IPO berkinerja jelek, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, Kinerja Jangka Panjang saham-saham IPO (termasuk IR disertakan) adalah not hanya berada di tahun pertama saja.
Pada fenomena Anomali ketiga, Penelitian juga memperoleh hasil bahwa pada Pasar saham Hot, kinerja jangka panjangnya sesudah tahun kedua lebih jelek dibandingkan dengan kinerja jangka panjang saham Cold , hasil ini juga konsisten dengan WIPO Model."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>