Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144371 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ohorella, G.A. (Gamar Azaini)
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI , 1993
959.86 OHO t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Depdikbud, 1994
959.8 Tan
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, 1992
959.8 TAN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Gade Ismail
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , 1994
959.8 MUH t (1);959.8 Tan
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1994
959.8 IND t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Najamuddin
"Sulawesi Selatan yang dijadikan sebagai pusat pemelintahan NIT dengan
Ibukotanya Makassar antara tahun 1946 hingga tahun I949 temyata sangat
mengecewakan pihak Belanda Rencana Pemerintah Belanda menjadikan NIT sebagai
?Pilar Projek ? bagi negara-negara bentukan federal sesudahnya tidak beljalan lancar.
Secara tak terduga, di selumh kawasan Sulawesi Selatan merupakan daerah basis
Republiken penentang utama kchadiran negara federal NIT. Walaupun demikian,
perpecahan diantara nasionalis dan kaum bangsawan mcnjadi senjata ampuh bagi Belanda
untuk melanjutkan politik federalnya di daefah ini.
Kehadiran lembaga NIT yang ?dipaksakan? oleh Belanda semakin memperjelas
keberadaan dua kelompok dalam masyarakat Sulawesi Selatan, antara yang menerima dan
menolalc sistem federal. Kondisi ini lebih disebabkan oleh dua garis perjuangan yang
berbeda, tetapi pada dasamya mereka sepakat untuk satu kata ?Merdelm dari Be!anda".
Mengapa Nl'I` menjadi bagian daxi sistem yang pemah diterima oleh masyarakat
Sulawesi Selatan, setidaknya dua faktor yang menjadi penyebab;
Perrama, sistem politik pada tingkat nasional dengan pcnandatanganan
Perselujucm Linggarjali, yang oleh sebagian masyarakat Sulawesi Selatan menganggap
mereka telah diringgalkan oleh Republik, karena Indonesia Timur tidak menjadi bagian
dari RI dalarn perjanjian itu.. Bagi orang Sulawesi Selatan yang setia terhadap Republik
tidak ada jalan lain imtuk rnelanjutkan sikap Republikennya hanya dengan memasuki
stniktur yang dibangim dalam lembaga NIT. Diantara kelompok ini tidak sedikit yang
menempuh jalur militer melalui peijuangan kclasykaran
Kedua, Kererpaksaan, Belanda seoara militer dan ekonomi tclah sangat jauh
menguasai wilayah Indonesia Timur di banding wilayah Indonesia lainnya., termasuk
Sulawesi Selatan sebagai pusat pemerintahan. Bagi nasionalis yang menganut gatis
/cooperati kerjasama dengan Belanda merupakan satu keharusan Lmbuk mcmulai
perjuangan bam menuju cita-cita ?kemandirian berpemerintahan".
Dua kekuatan yang berbeda ini pada akhimya menunjukkan bahwa federal NIT
hanyalah alat dan bukan tujuan, karcna begitu kelcuatan Belanda mulai merosot maka
keduanya berbalik mcnjadi penentang utama sistcm federal dan menyatakan diri berdiri di
bawah negara kesatuan Rl pada tahun 1950.

Abstract
South Sulawesi which ww made ofthe center of the govemment ofNIT which is
capital Makassar between year 1946 till year 1949 appeared to be vary dissatisfaction the
Dutch side. The intention of the Dutch Govemment to make NIT as ?Pilot Project? for the
states formed by the Federal Government thereafter did not nm smooth Contrary to
expectation, the whole area of South Sulawesi region became a bases area for
Republicans, thc main opposing to the existence of a Federal State NIT. Nevertheless,
non unity between the national group and the nobility became very a effective weapon for
the Dutch to continue its Federal Policy in this area.
The presence of ?imposed? NIT institution by the Dutch made more clear the
existence of two groups in South Sulawesi, between those who accept and those who
reject the Federal system. These conditions were more caused by two lines of different
tights, what in essence they agree for one word ?Independent from the Dutch?_ Why NIT
became part of a system which has once been accepted by the South Sulawesi community
at least two factors were the cause:
Firstly, The political System at the National level with the signing of the
Linggarjati accord which by part of the South Sulawesi community was considered as
being lelt by the Republic, since Fast Indonesia was not part of the Republic Indonesia in
that agreement. For people of South Sulawesi were loyal to the Republic there is no other
way to' continue their Republican attitude Only by entering a structure developed by the
NIT institution. Among this group there were not a few who took the military road
through military fight."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T5295
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Kevin Farrera Lutfiano
"Indonesia mengakui keberadaan daerah istimewa dan daerah khusus sesuai dengan yang tercantum pada pada 18B Undang-Undang Dasar 1945. Daerah tersebut adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh. Daerah-daerah tersebut memiliki kewenangan-kewenangan tersendiri yang khusus dan berbeda dengan kewenangan daerah otonomin lain pada umumnya di Indonesia. Penerapan kebijakan desentralisasi asimetris ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan politis dan juga kebutuhan efisiensi pemerintahan atau administratif. Indonesia mengatur mengenai daerah-daerah khusus tersebut melalui undang-undang masing-masing yaitu Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Yogyakarta dan Undang-UndangNomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Indonesia yang menyatakan dengan tegas bahwa dirinya adalah negara kesatuan menerapkan kebijakan ini selaras dengan unsur-unsur negara kesatuan sesuai dengan teori tata negara mengenai negara kesatuan. Seluruh kewenangan khusus yang dimiliki daerah-daerah tersebut mengikuti teori-teori negara kesatuan yaitu kewenangan legislatif terdapat pada satu badan legislatif nasional, daerah tidak memiliki karakter kedaulatan, dan hanya ada satu pemerintahan yaitu pemerintah pusat. Terdapat pula negara kesatuan lain di dunia yang memiliki daerah dengan kewenangan khusus yaitu United Kingdom dengan Wales, Skotlandia dan Irlandia Utara, Cina dengan Hong Kong dan Makau serta Tanzania dengan Zanzibar. Daerah-daerah khusus di Indonesia adalah yang paling ideal dengan teori negara kesatuan dibandingkan dengan daerah-daerah khusus di negara lain. Daerah khusus di Indonesia juga sesuai dengan asas desentralisasi yaitu diserahkannya wewenang pemerintah kepada daerah otonom atau pendelegasian kekuasaan kepada tingkatan yang lebih rendah dalam suatu hirarki teritorial melalui ketentuan legislatif berdasarkan konstitusi. Seluruh daerah khusus di Indonesia didelegasikan kekuasaan khusus melalui ketentuan legislatif nasional sehingga sesuai dengan asas desentralisasi, berbeda dengan negara lain yaitu Cina dan Tanzania.

Indonesia recognizes the existence of special areas or special autonomus areas in accordance with those stated in article 18B in the Constitution of 1945. The area is a Special Capital Region of Jakarta, the Special Autonomous Region of Papua and West Papua, Yogyakarta and Aceh. These areas have their own authority which is special and different from other autonomus regions authority in general in Indonesia. Application of asymmetric decentralization policy is based on political needs or the needs of governmental or administrative efficiency. Indonesia regulating these areas with each of their own Act which is Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Yogyakarta dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Indonesia, which is a unitary state, is well-suited with the elements of a unitary state in accordance with the theory of the unitary state when applying this policy. All of the special Areas authority follow the unitary states theory which is the legislative power should be held by one national body, the local areas doesn?t have sovereignity characteristic, and the power should be held only by the central government. There is also another unitary state in the world that has a region with a special authority, namely the United Kingdom with Wales, Scotland and Northern Ireland, China with Hong Kong and Macao as well as Tanzania with Zanzibar. Special regional authority in Indonesia when compared to these areas is the most ideal when analized by the theory of unitary state. The Special Region in Indonesia is also ideal when analyzed with the theory of decentralization where the power is being transfer to autonomous region and delegating the power to the lower level in a territorial hierarchy through regulations by national legislation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>