Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130470 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Uun Nurulhuda
"Klien dengan cedera tulang belakang mengalami masa rawat yang larna dan biasanya mengalami perasaan takut untuk melakukan rehabilitasi. Dalam mengatasi rasa takut tersebut klien menggunakan mekanisme koping yang berbeda-beda baik koping yang konstruktif maupun koping yang destruktii Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi mekanisme koping pada klien cedera tulang belakang yang sedang menjalankan perawatan dan rehabilitasi. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 9 Juli sampai nngan 14 Juli 2001di ruang IRNA C dan Unit Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati dengan 30 sampel dengan teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling jenis convinience sampling. Responden terdiri dari 17 orang laki-laki dan 13 orang perempuan, sebagian besar berpendidikan SMA (33,3 %), bekerja sebagai pekerja swasta (66%) dan berusia antara 15-25 tahlm (26,7 %), Hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar klien cedera tulang belal-:ang yang menjalani perawatan dan rehabilitasi menggunakan mekanisme koping yang konstruktif (93,3 %) dan terdapat 6,7 % responden yang menggunakan mekanisme koping yang destruktif. Hal ini dapat disebabkan karena responden sebagian besar telah melalui seluruh tahapan kehilangan yaitu mengingkari (denial), marah (anger), tawar menawar (bargaining), depresi, penerimaan (acceptance), dimana lama masa rawat responden rata-rata >4 minggu (53,3%)"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
TA5052
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Safuwan
"Penelitian ini berawal dari pengamatan penulis terhadap keseriusan pekerjaan yang digeluti oleh sebagian orang sebagai pengendara angkutan umum bajaj. Di tinjau secara factual kondisi riil kota Jakarta dipenuhi oleh pelbagai situasi seperti kepadatan, keramaian, keberagaman sarana transportasi, kesumpekan, polusi udara, dsb. Kondisi yang demikian itu jelas mengandung stress psikososial yang tinggi bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ekses yang timbul dari situasi tersebut akan terasimilasi pada pelbagai segmen kehidupan, di antaranya; persaingan kerja yang tajam dalam pelbagai sector, tanggung jawab terhadap pekerjaan yang meningkat dan tuntutan pemenuhan kebutuhan yang mendesak dan stress kehidupan yang menggejala.
Tapi, para supir bajaj sebagai pengendara jenis angkutan umum yang kecil masih mampu bersaing dan kerja sama dalam aktivitasnya, mereka masih mampu eksis dalam kondisi lingkungan fisik kerja sekitar yang buruk, dan mereka juga masih mampu memnuhi tuntutan kebutuhan hidupnya. Inilah persoalan utamanya. Karenanya penulis terdorong untuk menelusuri secara ilmiah dan mendalam tentang fenomena tersebut.dari itu, penulis mengajukan judul dalam penelitian ini adalah perilaku coping kelompok supir bajaj. Melihat keadaaan yang demikian, mereka berupaya menampilkan pelbagai strategi periaku coping yang mereka yakini bias megatsi stress. Strategi itu ada yang terfokus pada masalah da nada juga yang berpusat pada emosi. Dalam upaya penggunaan strategi coping itu, kelompok supir bajaj tek perduli apakah yang mereka tampilkan itu positif atau negative, yang penting bagi mereka terbebas dari stress.
Menurut literature-literatur psikologi, dapat diidentifikasikan dan dipahami bahwa apabila seseorang atau kelompok berekasi terhadap suatu situasi, dimana situasi tersebut tidak menyenangkan dan menuntut mereka untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan obyek, maka proses yang terjadi dinamakan coping behavior. Secara umum dapat dikatakan bahwa inti dari perilaku coping adalah (1) respons tingkah laku dan pikiran terhadap stress, (2) penggunaan sumber daya yang ada pada diri individu atau lingkungannya (3) pelaksanaannya dilakukan secara sadar oleh individu (4) bertujuan untuk mengatasi atau mengurangi konflik-konflik dan meningkatkan dinamika kehidupan individu.
Pembahasan studi ini disesuaikan dengan skema proses coping dari Richard Lazarus dan strategi perilaku coping dari Taylor. Model analisis ini diambil karena kedua teori tersebut saling terkait satu sama lain pada respon coping individu. Lazarus mencoba menggambarkan [elbagai aspek yang memicu proses stress individu, hingga melakukan coping. Sedangkan Taylor berusaha menjelaskan pelbagai strategi coping yang dilakukan oleh individu dalam rangka mengahdapi situai stress. Selain itu penelitian ini juga menggambarkan individu dan kelompoknya yakni kelompok supir bajaj. Untuk itu, analisisnya akan disesuaikan dengan perspektif psikologi social tentang kelompok. Pada gilirannya secara umum perilaku coping yang ditampilkan pun menjadi perilaku coping kelompok.
Penelitian ini lebih bersifat pendeskripsian secara mendalam secara menyeluruh tentang perilaku coping yang dilakukan oleh kelompok supir bajaj. Karenanya metode penelitian kualitatif menjadi andalan utama analisisnya. Pendekatan kualitatif akan menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif. Informan penelitian ini berjumlah 20 orang (10 orang sudah kawin dan 10 orang belum kawin) dengan kriteria informan, masing-masing individu telah berkeluarga dan belum berkeluaraga, serta sudah mengendarai bajaj sekitar 2 tahun keatas. Sementara metode pengambilan data dilakukan dalam tiga bentuk, observasu terlibat pasif, wawancara konversasional dan focus group discussion (FGD).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, proses perilaku cooping yang ditampilkan dalam 3 situasi yang dikaji (1) situasi keberagaman sarana transportasi umum (2) situasi lingkungan fisik kerja sekitar (3) situasi tuntutan kebutuhan hidup adalah sesuai dengan skema proses coping yang digambarkan oleh Lazarus. Kedua: penerapan strategi perilaku coping yang dijelaskan oleh Taylor, juga berlaku pada kelompok supir bajaj. Strategi perilaku coping dilakukan kelompok supir bajaj dalam ketiga situasi tersebut, tak terpisahkan dari 8 strategi coping, 3 strategi yang berpusat pada masalah, dalam bentuk; 8konfrontasi (9 cara coping), mencari dukungan social (8cara coping), dan dalam merencanakan pemecahan masalah (20 cara coping), sedangkan 5 strategi lainnya yang terfokus pada emosi dalam bentuk; control diri (14 cara coping), membuat jarak (11 cara coping), penilaian kembali secara positif (12 coping), menerima tanggung jawab (6 cara coping) dan dalam bentuk menghindar (4 cara coping). Ketiga, supir bajaj jug adapat disebut sebgai sebuah kelompok social yang maasih eksis dalam lingkungan heterogen kelompok. Kesesuaian pemahaman tentang kelompok yang diajukan para ahli dengan kelompok supir bajaj ternyata dapat digambarkan. Selain itu, mereka juga memiliki pelbagai karakteristik umum kelompok. Kesemua ciri merek aitu akan menjadi suatu variable pembeda dan variable yang menyamakan kelompok supir bajaj dengan pelbagai kelompok yang ditemui sehari-hari.
Dalam pada itu, kesimpulan yang disimpulkan dalam studi ini adalah penerapan skema proses (Lazarus) dan strategi perilaku coping (Taylor) berlaku juga perilaku coping pada kelompok supir bajaj, sebagai salah satu kelompok marjinal yang menerima beban stress yang besar. Upaya perilaku coping yang ditempuh kelompok supir bajaj itu merupakan suatu mekanisme dan strategi mereka dalam rangka mempertahankan pekerjaan demi kelangsungan hidup di DKI Jakarta. Sementara saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah masyarakat sekitar dan pemda DKI Jakarta sudah selayaknya memberikan semacam dukungan social pada kelompok supir bajaj dan pada kelompok marjinal lainnya. Selanjutnya untuk perbaikan arena pertransportasian sebaiknya pemda DKI mengadakan semacam pelatihan agar para supir bajaj mengerti akan tata cara mengendara yang benar, berdisiplin dan sebagainya.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
T37828
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wardiyatmi
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang koping efekiif dalam mengatasi sires di Rw. 04 Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat. Metode penelitian menggunakan diskriptif sederhana dengan sampel sebanyak 30 orang. Terdiri dari remaja usia 12 - 20 tahun. Metode pengumpulan sampel menggunakan metode convinience sampling, dan alat yang di gunakan untuk mengumpulkan data berupa kuesioner yang yang terdiri dari 15 pertanyaan. Penanyaan yang bersifat positif 8 nomor,dan pertanyaan yang bersifat neganf ada 7 nomor, Data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan statistik diskriptif Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa 70 % remaja memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang koping efektif dalam mengatasi stres."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
TA5007
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Muhammad Nobel
"Plain film merupakan modalitas standar radiologi semua rumah sakit di Indonesia dan biaya relatif rendah. Dalam diagnosis kanal spinal stenosis , CT scan lebih baik tetapi plain film lebih tersedia .Rerata sagital diameter terbesar pada C6 (18mm) dan yang terkecil C4 (17,0mm). Terdapat perbedaan bermakna berdasarkan jenis kelamin, berat badan, tinggi badan sedangkan usia tidak. Korelasi kuat didapatkan pada pengukuran sagital diameter dari C3-C7 sedangkan interpedikel korelasinya lemah. Didapatkan sagital c3 (r=0,85), c4 (r=0,84), c5(0,84), c6(r=0,81) dan c7(r=0,86) sedangkan interpedikel c3(r=0,23), c4 (r=0,51), c5(r=0,47), c6 (r=0,84) dan c7(r=0,56).

Plain film is modality standar of radiology for all hospital in Indonesia and cost cheaper. In diagnosis stenosis of spinal canal, Ct scan better than Plain film but plain film more avalaible. The mean sagital diameter of the cervical canal at the biggest 18 mm (C6) and smallest 16 mm (C4). There was significantly correlation of sex,body weight, and height but no with age. Result of corelation between plain film and ct scan there was strong corelation at sagital diameter but weak at interpedikel diameter. We can see at C3 sagital (r = 0,85), C4 sagital (r= 0,84), C5 (r=0,84), C6 (r=0,81) and C7 (r=0,86). Otherwise interpedikel diameter C3 (r=0,23, p=0,11), C4 (r=0,51), C5 (r=0,47), C6 (r=0,48), and C7 (r=0,56).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Maska
"ABSTRAK
Pendahuluan. Sel punca mesenkimal merupakan salah satu alternatif pengobatan yang menjanjikan, termasuk dibidang orthopedi. Sumsum tulang masih menjadi pilihan utama sumber sel punca mesenkimal, namun dikarenakan jumlah sel punca mesenkimal yang sedikit, prosedur pengambilan yang invasif dan nyeri, jaringan adiposa mulai digunakan sebagai alternatif dengan kemampuan yang sebanding. Tindakan minimal invasive pada implantasi sel punca pada kasus tulang belakang membutuhkan alat bantu image intensifier C-arm yang menyebabkan sel punca teradiasi sinar X. Penelitian ini bertujuan mengetahui efek pajanan sinar-x c-arm terhadap viabilitas dan potensi osteogenik sel punca mesenkimal dan membandingkan antar kelompok donor. Bahan dan Metode. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilaksanakan di UPT-TK Sel Punca RSCM januari 2016-februari 2017 . Sampel penelitian adalah sel punca mesenkimal jaringan adiposa dan sumsum tulang pasca kriopreservasi. Sel punca pasca thawing dan propagasi dilakukan pajanan sinar X C-arm dengan berbagai dosis yang dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RSUPN Ciptomangunkusumo. Sel punca lalu dikultur dan dilakukan diffenrensiasi osteogenik. Peneliti melakukan analisis viabilitas, waktu penggandaan populasi dan potensi osteogenik dengan pewarnaan alizarin red. Seluruh data dianalisis dengan SPSS 20. Hasil. Tidak terdapat perbedaan viabilitas sel punca mesenkimal jaringan adiposa dan sumsum tulang pre radiasi, pasca radiasi serta pasca radiasi dan kultur pada dosis radiasi yang sama p>0,05 . Tidak terdapat perbedaan potensi osteogenik yang bermakna antara sel punca mesenkimal jaringan adiposa dan sumsum tulang p>0,05 . Terdapat penurunan waktu penggandaan populasi sel punca mesenkimal jaringan adiposa pada dosis radiasi > 5,94 mSv. Kesimpulan. Viabilitas dan potensi osteogenik sel punca mesenkimal sumsum tulang dan jaringan adiposa tidak dipengaruhi oleh paparan sinar X hingga 15,30 mSv. Sel punca mesenkimal jaringan adiposa menunjukkan waktu penggandaan populasi yang lebih pendek pada dosis yang lebih besar. Sel punca mesenkimal jaringan adiposa dan sel punca mesenkimal sumsum tulang memiliki potensi osteogenik yang sebanding

ABSTRACT
Introduction. Mesencymal stem cells MSCs is a promising alternative treatment in medicine, including in orthopedic. Bone marrow is still the main source for MSCs. Because of relative less stem cell number, limited source, pain and invasive procedure to obtain the bone marrow, adipose tissue is also considered as a valuable source of MSCs with equal potency. Minimally invasive MSC injections in spine need image intensifier C arm as guidance that potentially influence the cell viability and osteogenic potency. The aim of this study is to evaluate the radiation effects from C arm on the viability and osteogenicity among two types of MSCs. Material and Methods. This experimental study was held on Stem Cell Medical Technology Integrated Service Unit Cipto Mangunkusumo Hospital January 2016 February 2017 . Study samples were Adipose Tissue derived MSCs AT MSCs and Bone Marrow MSCs BM MSCs , which had undergone cryopreservation. After thawing and propagation process, we gave x ray radiation with a variety of doses to MSCs at the Operation Theater Cipto Mangunkusumo Hospital. After the radiation, MSCs was took back to the laboratory for culture and osteogenic differentiation. Author analyzed the viability, population doubling time, and osteogenic potential by alizarin red stain. All data were analyzed using SPSS 20. Results. There was no significant difference among MSCs groups in term of cell viability before radiation, after radiation, and after radiation and culture p 0.05 . There was also no significant difference of the osteogenic potential between the two MSCs groups p 0.05 . However, there was a reduction in population doubling time of AT MSCs radiated with more than 5.94mSv radiation dose. Conclusions. Viability and osteogenic potential of either AT MSCs or BM MSCs were not affected by x ray radiation up to 15.3 mSV. AT MSCs showed a shorter population doubling time when given larger radiation dose. AT MSCs and BM MSCs had equal osteogenic potency. "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Alhadi
"Pendahuluan: Stenosis kanal lumbal (SKL) adalah gangguan yang disebabkan oleh penyempitan kanal spinal. Derajat penyempitan kanal spinal dapat ditentukan oleh kriteria Herzog yang diukur dengan pemeriksaan MRI. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui luaran klinis pasien SKL dengan berbagai derajat stenosis setelah dekompresi dan stabilisasi posterior.
Metode: Penelitian ini menggunakan studi kohort retrospektif di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo dari bulan Agustus hingga September 2017 dengan teknik total sampling. SKL diklasifikasikan berdasarkan kriteria Herzog. Luaran klinis diukur dengan menghitung skor ODI sebelum operasi dan satu tahun setelah operasi.
Hasil: 39 subyek penelitian memiliki rerata usia 58,41±5,86 tahun dan terdiri dari 24 perempuan dan 15 laki-laki. Berdasarkan kriteria Herzog, subyek penelitian yang diklasifikasikan dalam derajat medium 12 (30,8%) dan severe 27 (69,2%). Nilai median skor ODI pada kelompok medium 57 dan severe 60. Setelah operasi, nilai median pada kedua grup turun menjadi 6. Secara statistik, terdapat perbedaan bermakna nilai skor ODI pada kelompok medium (p 0,002) dan kelompok severe (p 0,001), sebelum dan setelah operasi. Sementara itu, tidak ada hubungan bermakna antara skor Herzog dan ODI sebelum operasi (p 0,192) dan setelah operasi (p 0,249).
Diskusi: Luaran klinis pasien SKL tergolong baik karena skor ODI mengalami penurunan setelah tindakan dekompresi dan stabilisasi posterior sehingga tindakan tersebut mempengaruhi luaran klinis pasien SKL.

Background: Lumbar canal stenosis (LCS) is a disorder that caused by the narrowing of the spinal canal. The stage of narrowing is based on Herzog criteria measured from MRI examination. The aim of study was to know clinical outcomes of LCS patients in different stage of stenosis after decompression and posterior stabilization.
Methods: This research used retrospective cohort study design and carried out at Cipto Mangunkusumo General Hospital from August to September 2017 with total sampling technique. LCS was classified based on Herzog criteria. Clinical outcome was measured by counting The ODI score before the operative procedure, and one year after the operative procedure.
Results: All 39 subjects was 58.41±5.86 years old and consisted of 24 females and 15 males. Based on herzog criteria, the subjects are classified into medium 12 (30,8%) and severe stage 27 (69.2%). The median of ODI score at medium group was 57 and severe group 60. After operative procedure, the median of ODI score at each groups was decreased to 6. Statistically, there was a significant corelation bertween of ODI score in medium (p 0,002) and severe group (p 0,001), to pre and postoperative procedure. No significant correlation between herzog and ODI score preoperative (p 0,192) and postoperative (p 0,249).
Discussions: The clinical outcome of LCS patients is good because the ODI score decreases after decompression and posterior stabilization so the procedure affects clinical outcomes of LCS patients."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Theta Felicia Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara coping dan simtom depresi pada individu yang sedang menjalani rehabilitasi medik. Sebanyak 50 partisipan diminta untuk melengkapi kuesioner coping (Brief COPE) dan simtom depresi (Beck Depression Inventory). Pada penelitian ini gambaran coping partisipan tergolong sedang dan simtom depresi mereka tergolong rendah. Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara coping dan simtom depresi (r = -0.223, p > 0.05). Meski demikian ditemukan hubungan yang negatif dan signifikan antara use of instrumental support (subscale emotion focused coping) dengan simtom depresi (r = -.304, p < 0.05).

This research examined the relationship between coping and depressive symptoms in individuals who are undergoing medical rehabilitation. A total of 50 participants were asked to fill out questionnaires on coping (Brief COPE) and depressive symptoms (BDI). In this research, participants were found to have moderate coping effectivity and low depressive symptoms. The results indicated an unsignificant relationship between coping and depressive symptoms (r = -0.223, p > 0.05). Although the results also indicate that there is a negative and significant relationship between the use of instrumental support (emotion focused coping subscale) and depressive symptoms (r = - .304, P <0.05).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S54835
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marvin Pili
"Latar Belakang: Stenosis kanal lumbal SKL merupakan suatu kondisi yang potensial menimbulkan disabilitas dan seringkali ditemukan seiring meningkatnya usia populasi. Studi bertujuan menganalisa hubungan antara luaran klinis pasien SKL dan klasifikasi stenosis berdasarkan MRI.
Metode: Studi kohort prospektif ini dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM pada januari hingga juli 2016 melalui metode consecutive sampling. Tiga puluh delapan sampel didapat dan kesemuanya dilakukan tatalaksana pembedahan yang sama yaitu dekompresi dan stabilisasi posterior. Subjek dikategorikan ke dalam 4 kategori berdasarakan pemeriksaan MRI menggunakan klasifikasi Schizas. Pemeriksaan pra dan pasca operasi 3 bulan dan 6 bulan dilakukan menggunakan Visual Analogue Scale VAS, Oswestry Disability Index ODI, Japanese Orthopaedic Association Score JOA and Roland Morris Disability Questionnaire RMDQ. Analisis statistic dilakukan dengan menggunakan program SPSS v19.
Hasil: Rata ndash; rata usia dari 38 sampel yang didapatkan adalah 58.92 tahun rentang 50-70 tahun. Terdapat 16 orang laki ndash; laki dan 22 orang perempuan. Sebagian besar pasien diklasifikasikan pada grade C berdasarkan klasifikasi Schizas. Perbaikan skor klinis pada subjek laki ndash; laki didapatkan lebih tinggi dibanding perempuan dan hasilnya didapatkan bermakna pada pengukuran VAS pascaoperasi 6 bulan p=0.003 dan JOA pascaoperasi 3 bulan p=0.029. Tidak ditemukan perbedaan bermakna antara derajat klasifikasi berdasarkan MRI dengan skor perbaikan klinis preoperasi, 3 bulan dan 6 bulan pasca operasi menurut VAS p=0.451, p=0.738, p=0.448, ODI p=0.143, p=0.929, p=0.796, JOA p=0.157, p=0.876, p=0.961 dan RMDQ p=0.065, p=0.057, p=0.094.
Simpulan: Terdapat perbaikan klinis setelah dilakukan operasi dekompresi dan stabilisai posterior yang ditandai dengan perbaikan skor VAS, ODI, JOA dan RMDQ pasca operasi 3 dan 6 bulan. Tidak terdapat hubungan antara derajat SKL dengan skor VAS, ODI, JOA dan RMDQ.

Background: Lumbar canal stenosis LCS is a condition which can potentially cause disability and often discovered within the increasing age of population. The aim of this study was to analyze the correlation between clinical outcome of postoperative patients and classifications that are based from MRI assesments.
Method: This prospective cohort study was carried out a Cipto Mangunkusumo General Hospital from January till july 2016 obtained using consecutive sampling. Thirty eight samples were obtained and all of them were managed with same surgical technique that was decompression and posterior stabilization. Patients were categorized in 4 types based on MRI examination using Schizas Classification. Pre and post treatment 3 month and 6 month assessment of the patients was done according to Visual Analogue Scale VAS, Oswestry Disability Index ODI, Japanese Orthopaedic Association Score JOA and Roland Morris Disability Questionnaire RMDQ. Statistical analysis was performed using statitiscal program for social science SPSS v.19.
Result: From 38 samples that were obtained average age was 58.92 years old range 50 70 years old. There were 16 males and 22 females. Most of patients are classified in type C 21 subjects based on MRI examination. The improvement of clinical score in male subjects were better dan female subjects and significantly different in 6 month postoperative VAS p 0.003 and 3 month postoperative JOA score p0.029. In this study was found that generally VAS, ODI, JOA and RMDQ score improved along follow up time. There was no statistical differences between MRI based classification and clinical outcome in preoperative, 3 and 6 month postoperative according to VAS p 0.451, p 0.738, p 0.448, ODI p 0.143, p 0.929, p 0.796, JOA p 0.157, p 0.876, p 0.961 dan RMDQ p 0.065, p 0.057, p 0.094.
Conclusion: There was clinical improvement after decompression and posterior stabilization in lumbar canal stenosis which were manifested in 3 and 6 months post operation of VAS ODI, JOA and RMDQ score. There was no association between degree of LCS and VAS, ODI, JOA and RMDQ score.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Kezia Arihta
"Ujian Objective Structured Clinical Examination (OSCE) merupakan ujian yang dapat menyebabkan kecemasan bagi mahasiswa kesehatan. Individu berupaya dalam menangani stressor dan salah satu bentuk maladaptifnya adalah perilaku self-harm yang merupakan upaya menyakiti diri sendiri. Penanganan stressor dapat adaptif bila menggunakan mekanisme koping yang cocok dengan individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan, perilaku self-harm, dan mekanisme koping mahasiswa yang menjalani OSCE. Desain penelitian deskriptif kuantitatif. Sampel penelitian 107 responden (52 responden angkatan 2019 dan 55 responden angkatan 2020), dengan teknik proportional sampling. Instrumen yang digunakan Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A/HARS), Self-Harm Inventory (SHI), dan Brief COPE Scale. Analisis univariat dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kecemasan ringan (51%), perilaku self-harm rendah (79%) dengan memukul diri sendiri (38,31%), dan mekanisme koping sedang dengan jenis problem-focused paling banyak digunakan (72%). Saran dari penelitian ini adalah promosi kesehatan mengenai tingkat kecemasan, perilaku self-harm, dan mekanisme koping serta bagaimana solusinya.

The Objective Structured Clinical Examination (OSCE) is an exam which can cause anxiety for health students. Students are trying to deal with stressors and self-harm behavior is one of the maladaptive forms, which is defined as an attempt to hurt themselves. The coping mechanism students using to handle stressor can adaptive if it matches for each individual. This study aims to see the characteristics of respondents and the overview of the level of anxiety, self-harm behavior, and student coping mechanisms during OSCE. This research is quantitative descriptive. The research sample consisted of 107 FIK UI students consisting of 52 respondents from class of 2019 and 55 respondents from class of 2020 with a proportional sampling technique. The instruments used are the Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A/HARS), the Self-Harm Inventory (SHI), and the Brief COPE Scale. This study uses univariate analysis with the results showed that students experienced mild levels of anxiety (51%), low self-harm behavior (79%), and moderate use of problem-focused coping mechanisms (72%). The main suggestion of this research is health promotion regarding anxiety levels, self-harm behavior, and coping mechanisms and how to solve them."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Susanti
"Di Indonesia penyandang autisme cenderung meningkat. Sepuluh tahun lalu jumlah penyandangnya sekitar 1 per 5.000 anak. Dewasa ini telah mencapai 3 per 5,000 anak, dan peningkatan ini akan terus berlangsung, di mana di Indonesia setiap tahunnya diperkirakan ada sekitar 6.900 anak menyandang autisme. Autisme terjadi di belahan dunia manapun. Tidak peduli pada suku, ras, agama maupun status sosial (Kesehatan Masyarakat, 2002).
Terdapatnya peningkatan kasus kecemasan dari ibu-ibu yang memiliki anak penyandang autisme menimbulkan masalah dalam menghadapi kehidupan. Kecemasan yang tak terarah dapat menyebabkan stres bagi ibu tersebut sehingga mereka akan mengalami kemampuan koping yang kurang baik dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Dukungan sosial merupakan salah satu alternatif yang dapat dicari oleh mereka dalam mengatasi hal tersebut, baik dari kelompok atau individu itu sendiri sehingga mereka mampu mengendalikan perasaan, emosi, sikap dan perilaku.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen semu (Quasi experimental) dengan rancangan non-equivalent prestest posttest with control group. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh intervensi dinamika kelompok terhadap kemampuan koping dan tingkat stres ibu yang mempunyai anak penyandang autisme. Variabel yang diteliti meliputi kemampuan koping dinilai dengan skala F-COPES dan tingkat stres dinilai dengan skala CES-D sebagai variabel dependen dan karakteristik individu (usia ibu, status pekerjaan, sosial ekonomi, pendidikan, pengetahuan, usia autisme, jenis kelamin, lama terapi, no unit kelahiran) sebagai faktor confounding, Analisis dilakukan secara univariat, bivariat.
Hasil analisis diketahui bahwa ada peningkatan kemampuan koping ibu setelah dilakukan intervensi dinamika kelompok. Dari hasil penelitian diharapkan bagi ibu-ibu yang mempunyai anak penyandang autisme untuk menurunkan kecemasan pada diri mereka agar dapat mencari dukungan sosial di dalam masyarakat baik dalam bentuk kelompok atau individu.

There is a tendency of increasing the number of autism cases in Indonesia. The ratio of the autism patient in the last 10 years is 1 in 5000 children. At the moment the number of autism patient is reaching the ratio of 3 in 5000 children, where in Indonesia every year is estimated around 6900 children with autism. The autism can be happened on every country, people with any culture, race, religion and social status (Public Health, 2002).
The mother of autism child may have anxiety as an affect of the child's condition. This anxiety may affect the quality of the family life. The anxiety experienced by the mother would contribute to the ability of mother to use the positive coping mechanism. The social support can be as one of positive coping alternating of the mother in dealing with psychosocial problem. The social support could be provided by the group of mother with similar problem in dealing with their feeling, emotion and behavior.
This study was using quasi experiment approach with non-equivalent pre-test post-test using control group. The goal of this study was to determine the influence of group dynamic intervention towards coping ability and stress level of the mother with autistic child. The variable of this study were the ability of the mother analyzed by F-copes scale and the level of stress by the CES-D scale as the dependent variable and the demographic data (age, working status, social economic background, educational background, the age of autistic child, sex, and duration of the therapy) as the confounding factor. The analyze process used univariate and bivariate.
The result of this study depicted that there was an improvement of the coping ability of the mother after intervention. The recommendation of the study was proposed that the group dynamic intervention can be properly used by the group of the mother with autistic child to share the problems and their solutions so that there would be decreased level of anxiety and also improved social support both from the community and their own group.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2005
T18688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>