Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122324 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Gunung Agung, 1983
923.292 SUD
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Gusmi Ratih
"

ABSTRAK

Nama : Irma Gusmi Ratih
Program Studi : Epidemiologi
Judul : Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Measles Rubella
(MR) Dengan Status Imunisasi MR Pada Anak Usia 9 – 59 Bulan Saat
Kampanye Imunisasi MR Di Provinsi Banten, DKI Jakarta, Dan Jawa
Barat Tahun 2017
Pembimbing : Dr. dr. Tri Yunis Miko Wahyono, M.Sc
Latar Belakang. Kampanye Imunisasi MR Tahun 2017 di Pulau Jawa berakhir dengan
hasil belum optimalnya cakupan imunisasi MR, dimana cakupan imunisasi MR di
Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat lebih rendah dibandingkan 3 provinsi
yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan
status imunisasi MR pada anak usia 9-59 bulan saat Kampanye Imunisasi MR. Metode.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan desain studi cross sectional.
Sebanyak 3.099 responden yaitu ibu dari anak berusia 9-59 bulan di 3 provinsi yaitu
Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat menjadi populasi studi. Hasil. Analisis
multivariat dengan regresi logistik didapatkan POR hubungan pengetahuan ibu tentang
penyakit campak dengan status imunisasi MR sebesar 1,345 (95% CI 1,098 – 1,647)
setelah dikontrol oleh variabel pengetahuan ibu tentang penyakit rubella; POR
hubungan pengetahuan ibu tentang penyakit rubella dengan status imunisasi MR
sebesar 2,578 (95% CI 1,495 – 4,446) dengan berinteraksi dengan variabel kepercayaan
dan dikontrol oleh variabel akses informasi; POR hubungan pengetahuan ibu tentang
imunisasi dengan status imunisasi MR sebesar 2,190 (95% CI 1,167 – 4,111) dengan
berinteraksi dengan variabel pendidikan ibu, dan sebesar 0,420 (95% CI 0,226 – 0,780)
dengan berinteraksi dengan variabel dukungan masyarakat, dan dikontrol oleh variabel
akses informasi, dukungan tenaga kesehatan, dan tempat pelayanan imunisasi.
Kesimpulan. Pengetahuan ibu tentang imunisasi MR yang meliputi pengetahuan
tentang penyakit campak, penyakit rubella, maupun pengetahuan tentang imunisasi itu
sendiri sangat berdampak dalam upaya meningkatkan cakupan imunisasi.
Kata Kunci: Kampanye MR, Pengetahuan Ibu


ABSTRACT

Name : Irma Gusmi Ratih
Study Program : Epidemiology
Title : Relationship Between Mother's Knowledge About Measles
Rubella Immunization (MR) With MR Immunization Status in
Children Aged 9-59 Months in MR Campaign at Banten, DKI
Jakarta, and West Java Province at 2017
Counsellor : Dr. dr. Tri Yunis Miko Wahyono, M.Sc
Background. MR Campaign at 2017 in Java Island ends with the results of not yet
optimalized MR immunization coverage, which MR immunization coverage in Banten,
DKI Jakarta and West Java Provinces is lower than 3 other provinces. This study aims
to determine the relationship of knowledge of mothers with MR immunization status in
children aged 9-59 months during the MR Campaign. Method. This study uses
secondary data with a cross sectional study design. A total of 3,099 respondents which
were mothers from children aged 9-59 months in 3 provinces becoming the study
population. Results. Multivariate analysis with logistic regression found the POR
relationship between mother’s knowledge of measles with MR immunization status of
1,345 (95% CI 1,098 - 1,647) after being controlled by knowledge of mothers about
rubella disease; POR relationship between mother's knowledge about rubella with MR
immunization status of 2,578 (95% CI 1,495 - 4,446) by interacting with believ and
controlled by the information access; POR relationship between maternal knowledge
about immunization and MR immunization status of 2.190 (95% CI 1.167 - 4.111) by
interacting with mother’s education, and by 0.420 (95% CI 0.226 - 0.780) by interacting
with community support, and controlled by information access, support from health
workers, and immunization service place. Conclusion. The mother's knowledge about
MR immunization, which includes knowledge of measles, rubella disease, and
knowledge about immunization itself is very influential in efforts to increase
immunization coverage.
Keywords: MR Campaign, Mother’s Knowledge

"
2019
T52799
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djuariah M. Utja
"Perkawinan anak-anak adalah perkawinan yang diselenggarakan pada saat seseorang berusia dibawah ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang berlaku pada jaman Hindia Belanda ( 1900 - 1942 ) usia perkawinan adalah 15 tahun ke atas untuk perempuan dan 18 tahun ke atas untuk laki-laki.
Pada waktu itu penduduk keresidenan Banten, terutama yang tinggal di pedesaan, melaksanakan perkawinan pada saat seseorang berusia kurang dari 12 tahun. Mereka akan sangat malu dan takut apabila anak, terutama anak perenpuan, setelah usia tersebut masih belum menikah. Pandangan bahwa sebutan perawan tua sangat hina dan mempengaruhi kehidupan keluarganya, telah mendorong orang tua untuk mengawinkan anaknya sedini mungkin. Untuk mencapai keinginannya para orang tua, yang mempunyai anak berusaha membuat suatu hubungan untuk mengawinkan anak-anak mereka. Hubungan tersebut kemudian membentuk suatu ikatan yang disebut bebesanan.
Ada beberapa faktor yang mendorong terbentuknya Bebesanan, yaitu karena ekonomi, agama, sosial. Keluarga yang kaya ingin membentuk ikatan bebesanan dengan keluarga yang kaya lagi, atau orang yang kaya bersedia berbesanan dengan keluarga yang miskin karena perlu tenaga kerja atau karena si calon menantu seorang santri. Orung Banten termasuk yang taat dalam menjalankan ajaran agama Islam. Orang yang pandai dalam agama Islam menempati tempat yang terhormat, sehingga setiap orang ingin mendapatkan nenantu yang dapat mengajarkan keimanan kepada keluarganya. Adat kebiasaan yang hidup pada masyarakat mengharuskan orang tua nengawinkan anaknya, terutama anak perempuan, sebalum ia menjadi dewasa. Batasan dewasa tidak ditentukan oleh usia, melainkan oleh faktor fisik.
Pmerintah Hindia Belanda, setelah mendapat informasi dan komentar dari berbagai pihak, mengenai adanya kebiasaan perkawinan anak-anak, mengeluarkan peraturan yang melarang kebiasaan tersebut dilakukan. Peraturan tersebut berlaku untuk seluruh penduduk (pribumi) Hindia Belanda.
Sebelum peraturan dari pemerintah itu dikeluarkan pada masyarakat Banten telah berlaku norma yang mengatur perkawinan, yaitu norma adat dan agama. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa hukum perkawinan di Banten adalah pluralistis. Untuk peristiwa perkawinan berlaku lebih dari satu sistem hukum, yaitu hukum adat, hukum Islam dan hukum Negara. Berlakunya hukum majemuk, telah memungkinkan seseorang warga masyarakat memilih salah satu norma atau mengkombinasikan norma-norma yang dianggapnya paling tepat. Penduduk Banten mengambil norma agama dan norma adat sebagai dasar dari perilakunya khusuanya dalan bidang perkawinan.
Kenyataan bahwa penduduk, bahkan petugas, orang dari daerah setempat, yang berwenang mengawinkan tidak sepenuhnya mentaati norma hukum negara. Keharmonisan hidup di masyarakat lebih utama dari pada yang lainnya. Mereka berupaya agar kebiasaan bisa dilaksanakan tampa menentang penerintah. Salah satu cara adalah manipulasi. Mengahadapi kondisi demikian penerintah Hindia Belanda tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali mencari jalan lain untuk memonitor keadaan masyarakat. Kebiasaan perkawinan anak-anak, sampai sekarang masih masih tetap dipertahankan oleh sebagian penduduk Indonesia, terutama yang tinggal di pedesaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Karya-karya drama pada masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942?1945) pada umumnya sarat dengan propaganda
pemerintah militer Jepang yang berusaha mengajak masyarakat Indonesia untuk membantu peperangan melawan
Amerika dan Inggris dalam Perang Dunia II. Karya sastra dija
dikan alat propaganda yang tepat, terutama drama, karena
masyarakat dapat langsung menerima pesan-pesan dan menc
ontoh apa yang seharusnya dilakukan dalam masa perang
itu. Para seniman kemudian dihimpun oleh Kantor Dinas Propaganda (
Sendenbu) untuk bekerja dalam lapangan kesenian masing-masing untuk memberi semangat kepada rakyat Indonesia. Sejumlah penulis drama, antara lain seperti Usmar Ismail, El Hakim, Armijn Pane, Soetomo Djauhar Arifin, dan Merayu Sukma menyambut dengan semangat program pemerintah tersebut dengan menghasilkan karya-karya drama dan dimainkan oleh grup sandiwara yang juga
banyak bermunculan pada saat itu.

Abstract
Many plays in Japanese occupation period (1942?1945) were full of propaganda of Japanese Military Government that
tried to influence Indonesian people to assist Japanese tr
oops in fighting American army in World War II. Literature
was used as a proper propaganda tool,
especially plays, where people could ge
t the message directly about what they
should do in war situation. A lot of artists were gathered
by the Propaganda Service Office
(Sendenbu) to work on their
fields of creativity (music, sculpture, literature, drama, pain
ting) in order to encourage Indonesian people to participate
in the war. Some playwrights such as Usmar Ismail, El Hakim. Armijn Pane, Soetomo Djauhar Arifin, and Merayu
Sukma enthusiastically welcomed the program. They wrote many plays that were played by various drama groups that
sprang up in that period."
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Liastuti U.
"Sejak awal terbentuknya Jieitai, (Pasukan Bela Diri Jepang), di dalam diri bangsa Jepang sendiri telah timbul pertentangan. Masyarakat Jepang menolak kehadiran Jieitai, sedangkan di pihak pemerintah memberi dukungan yang positif. Hal ini semakin menarik karena berhubungan dengan UUD Jepang 1947 khususnya pasal 9, yang menyatakan bahwa bangsa Jepang sesungguhnya adalah negara yang cinta perdamaian. Karena adanya pertentangan itulah maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih jelas bagaimana sebenarnya pandangan dan pendapat masyarakat Jepang tentang Jieitai, dan apakah Jieitai itu diperlukan atau tidak oleh bangsa Jepang. Akhir dari penelitian yang penulis lakukan dari bulan Mei 1992 sampai Desember 1992, ternyata menyimpul_kan bahwa masyarakat Jepang ternyata masih memerlukan Jieitai untuk melindungi kedaulatan Jepang dari segala macam ancaman yang ada. Selain itu masyarakat Jepang pun mengakui keberadaan Jieitai sebagai badan pertahanan nasional negara, dan mereka ikut aktif membantu segala kegiatan yang dilakukan oleh Jieitai."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S13570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maudina Aisya
"Pada tanggal 4 Juni 1942, Angkatan Laut Jepang mengalami kekalahan atas Amerika Serikat dalam pertempuran di Pulau Midway, Hawaii, Samudra Pasifik. Pertempuran Midway merupakan titik balik Perang Pasifik. Dalam pertempuran Midway, Angkatan Laut Jepang kehilangan empat kapal tempur mereka yaitu Akagi, Kaga, Hiryu, dan Soryu. Kekalahan Jepang diakibatkan oleh berhasilnya intelijen Amerika dalam memecahkan informasi rahasia Angkatan Laut Jepang, sehingga pihak Amerika dapat mengantisipasi serangan dan menyerang kembali pihak Jepang. Keberhasilan intelijen Amerika memecahkan informasi rahasia adalah kegagalan besar bagi pihak intelijen Angkatan Laut Jepang. Kegagalan tersebut disebabkan oleh; (1) pihak Angkatan Laut Jepang yang mengesampingkan faktor intelijen dalam setiap operasi pertempuran, (2) terdapat kendala bahasa karena pihak intelijen Angkatan Laut Jepang tidak memiliki staf yang fasih berbahasa Inggris, (3) arogansi Angkatan laut Jepang yang didasarkan oleh kemenangan sebelumnya dalam Penyerangan Pearl Harbour, sehingga Angkatan Laut Jepang kurang waspada dalam persiapan operasi penyerangan Midway.

On June 4th, 1942 Japanese Navy was defeated by the United States in Midway Atoll, Hawaii, Pacific. The Battle of Midway was a Pacific War turning point. In the Battle of Midway, Japan lost her four battleship Akagi, Kaga, Hiryu, and Soryu. The loss was caused by United States Intelligence s success in breaking the Japanese Navy secret code. Hence, the United States Navy managed to surmount strike and did counterattacks against the Japanese Navy. The United States Intelligence s success in breaking the code is a big loss for Japanese Intelligence. The cause of the failures are; (1) the Japanese Navy underestimated their own intelligence in every battle operation, (2) there were language barriers because Japanese Navy intelligence did not have any staff who is fluent in English, (3) Japanese Navy was arrogant after their previous victories in Pearl Harbor attack, so the Japanese Navy was not vigilant in preparing for the Midway attack operation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Putri Prawisyara
"Serangan Jepang terhadap Pangkalan Militer Amerika Serikat di Pearl Harbor bertujuan
untuk menghilangkan kekuatan Amerika Serikat di Pasifik. Setelah keberhasilannya dalam
serangan tersebut, Jepang berusaha untuk merebut pulau-pulau yang berada di bawah kuasa
Amerika Serikat. Selain itu, untuk menunjang kekuatan angkatan lautnya, Jepang
membangun sebuah lapangan udara di pulau Guadalkanal. Namun, pembangunan lapangan
udara ini diketahui oleh Amerika Serikat, sehingga Amerika Serikat mengirimkan
pasukannya untuk merebut lapangan udara tersebut. Keberhasilan Amerika Serikat dalam
merebut lapangan udara yang sedang dibangun Jepang dan usaha Jepang dalam merebut
kembali lapangan udara tersebut, mengakibatkan pecahnya Pertempuran Laut Guadalkanal.
Penelitian ini akan membahas mengenai strategi militer Jepang dalam Pertempuran Laut
Guadalkanal pada tahun 1942. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan tujuan untuk mendeskripsikan strategi militer yang digunakan Jepang dalam studi
kasus yang diambil. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Jepang memilih strategi
militer ofensif dalam melawan Amerika Serikat, walaupun pada akhirnya Jepang
mengalami kekalahan.

The Japanese attack on the United States Military Base at Pearl Harbor aims to eliminate
the power of the United States in the Pacific. After the success in their attack, Japan tried to
seize the islands that was under control of the United States. In addition, to support its
naval power, Japan built an airfield on Guadalcanal. However, the development of the
airfield is known by the United States, so the United States sends their troops to seize the
airfield. The success of the United States in seizing the airfield that was being built by
Japan and Japanese efforts to reclaim the airfield resulted in the outbreak of the Naval
Battle of Guadalcanal. This study discussed the Japanese military strategy in the Naval
Battle of Guadalcanal in 1942. This study used qualitative research methods in order to
describe the military strategy used by Japan in the case studies taken. The results of this
study indicates that Japan chose an offensive military strategy against the United States,
although suffered defeat in the end.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlita Widyasari
"Penelitian ini berfokus pada peran Jieitai (Pasukan Bela Diri), khususnya Kaij_ Jieitai (Pasukan Bela Diri Laut) dan K_j_ Jieitai (Pasukan Bela Diri Udara) dalam keamanan energi Jepang. Pentingnya pengamanan energi mulai disadari oleh Pemerintah Jepang setelah Jepang mengalami krisis pertama energi minyak tahun 1973 dan krisis kedua energi minyak tahun 1979. Pengamanan energi khususnya penjagaan pasokan minyak harus dilakukan Jepang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) sebagai negara industri. Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dengan metode deskriptif analisis. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku referensi, artikel, karya ilmiah, dan sumber-sumber internet. Dari analisis kepustakaan diperoleh bahwa : 1) konsep keamanan energi Jepang adalah proses mengamankan kebutuhan energi yang diperlukan untuk keseharian masyarakat Jepang dan kepentingan ekonomi. Konsep keamanan energi menurut Jepang harus meliputi 3 faktor yang disebut 3 E_s, yaitu Economic Growth (Pertumbuhan Ekonomi), Environmental Protection (Perlindungan Lingkungan), dan Energy Security (Keamanan Energi). Hal terpenting yang harus dilakukan Jepang adalah menyeimbangkan Environmental Protection dan Energy Security untuk memajukan pertumbuhan ekonomi Jepang; 2) Peran Jieitai dalam keamanan energi Jepang terus ditingkatkan. Pemerintah Jepang meningkatkan kemampuan Jieitai, khususnya Kaij_ Jieitai (Pasukan Bela Diri Laut) dan K_j_ Jieitai (Pasukan bela Diri Udara) untuk menjaga pasokan minyak Jepang mengingat kemungkinan potensi konflik militer dengan Cina terkait keamanan energi. Selain itu, Jieitai juga berperan penting dalam menjaga dan mengawasi pasokan minyak yang melewati SLOC (Sea Lanes of Communication) maupun beberapa choke points penting di kawasan Asia Pasifik, seperti Kepulauan Spratly, Selat Singapura, dan Selat Malaka.

Abstract
This research focused at Jieitai_s roles (Self-Defense Force) in Japan_s energy security, especially Kaij_ Jieitai (Maritime Self-Defense Force) and K_j_ Jieitai (Air Self-Defense Force). The importance of energy security was realized by Japan Government after had oil crisis in 1973 and 1979. Energy security, especially the security for Japan_s oil custody must be done in order to improve Japan_s economic growth as an industrial state. This research use historical approach with analytical descriptive method. The data collected bibliography in the form of reference books, articles, erudite masterpieces, and sources of internet. From the analysis it could be concluded that 1) Japan_s concept for energy security is a process to secure the energy that use by Japan_s public for their lives and economic interest. Japan_s energy security has to cover 3 factors that called 3 E's. They are Economic Growth, Environmental Protection, and Energy Security. The important thing that Japan has to do is the balance Environmental Protection with Energy Security to improve Japan_s Economic Growth; 2) The Role of Jieitai in Japan_s energy security has to be improved. Government of Japan improve the ability of Jieitai, especially Kaij_ Jieitai and K_j_ Jieitai to take care Japan_s oil because there are possibilities for potency of military conflict with China related to Japan_s energy security. Moreover, Jieitai is also important to take care the oil_s flow via SLOC (Sea Lanes of Communication) and choke points in Asia Pacific, like Spratly Islands, Malacca, and Singapore Straits."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13762
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ervilia Lupita Adriyanti
"Dengan tidak sedikitnya jumlah pertempuran yang terjadi selama berlangsungnya perang Boshin dari tahun 1868—1869, klan Aizu memiliki peranan penting di dalamnya. Selanjutnya, makalah ini membahas keterlibatan salah satu pasukan perang milik klan Aizu yang bernama Byakkotai. Selama ini Byakkotai lebih dikenang melalui sebuah kisah memilukan saat ke-20 tentaranya melakukan ritual harakiri di gunung Iimori. Namun, makalah ini akan memberikan pula pemaparan mengenai keterlibatan pasukan Byakkotai secara langsung di dalam perang Boshin selama berjuang mempertahankan klan mereka.

With a large number of battles that occurred during the Boshin war in 1868—1869, Aizu clan has such a significant role on it. Therefore, this paper discusses the involvement of one of the Aizu’s clan military unit named Byakkotai. All this time, people remembered Byakkotai through their heartbreaking story when these 20 young troops attempted harakiri at the Iimori mountain. However, this paper will also provide an examination of their direct involvement in Boshin war while fighting for their clan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Oslan Amril
"Keberadaan Pasukan Bela Diri sebagai ujung tombak kebijakan pertahanan nasional Jepang yang terganjal oleh Konstitusi Jepang khususnya pasal 9 merupakan sebuah fenomena tersendiri. Pihak pemerintah merasa perlu dengan pembentukan pasukan Bela Diri sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat, di lain pihak masyarakat Jepang yang trauma dengan akibat Perang Dunia II tidak menginginkan kembalinya kekuatan militer. Pemerintah tetap yakin bahwa konstitusi tidak melarang kepemilikan akan kepentingan kekuatan persenjataan dalam tingkat kepentingan minimal pertahanan diri. Kebijakan pertahanan Jepang yang berorientasi pada pertahanan eksklusif bermakna bahwa kekuatan militer tidak dapat digunakan sampai ada agresi atau serangan bersenjata. Pasukan Bela Diri Jepang harus dapat mendefinisikan bahwa tingkatan penggunaan kekuatan pertahanan harus tetap dijaga seminimal mungkin untuk tujuan pertahanan diri. Kebijakan pertahanan Jepang tidak dapat dipisahkan dengan aliansi Jepang-Amerika Serikat. Peran militer Jepang baik domestik maupun global akan sangat dipengaruhi oleh peran militer Jepang."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T20230
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>