Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5537 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ensink, J.
Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1967
899.222 ENS o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ensink, J.
's-Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1967
BLD 899.222 ENS o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cok Sawitri
Jakarta: kaki langit kencana, 2009
899.221 COK s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Kropak asal Bali, berisi teks Jawa Kuna Cantakaparwa, yang menyerupai ensiklopedi tentang cerita-cerita epos, terutama dari siklus Mahabharata dan Ramayana. Teks dimulai dengan terciptanya dunia beserta segala isinya, seperti serangga, serba yang bernyawa, adanya gunung, matahari, bintang, dan lain-lain serta asal-usul atau arti kata-kata yang menjadi uraian dalam teks Cantakaparwa ini. Selain itu juga sebutan sejumlah tokoh-tokoh Bhagawan, Mahabharata seperti Darmadewa, Janardana, Kangsa, Kama, Rama Prasu, dan lain-lain. Teks dilanjutkan dengan uraian tentang bidadari di Surga, cerita Arjuna tapa, keterangan tentang pengertian guru lagu secara panjang lebar, cerita tentang raksasa Sunda dan Nisunda (anak sang Purbaka) sampai lahirnya Marica, cerita Bhagawan Daksa, Rama Prasu, patih Suwanda, dan lain-lain. Dalam naskah ini disinggung juga tentang Lapitaparwa yang menguraikan sirnanya para Korawa, Kresna, Arjuna, Nakula, dan Sahadewa. Kemudian uraian tentang kelahiran para kera (wanara) seperti Hanoman, Sugriwa dan lain-lainnya yang mengabdi dan membantu Rama memerangi Dasamuka. Teks berakhir dengan cerita Prabhu Yaksa (Maraja Lingga Bawa), yang berputra Wignatsawa dan Madasga. Wignatsawa bertempat di kraton Joti Prabamandala. Raja ini sangat sakti dalam perang, sehiingga dapat hadiah bidadari dari Sanghyang Prajapati bernama Bidadari Pracasti. Dari perkawinan mereka lahirlah sang Waladewa dan sang Wignahetu. Naskah ini selesai ditulis pada hari Buda (Rabu) Pon Wayang, sasih 10 (Kedasa) sekitar bulan April tanpa angka tahun (h.246b). Lontar ini rupanya diperoleh I Gusti Jlantik, Singaraja, pada tahun 1892. Pada lempir terakhir terdapat catatan tambahan, menyebutkan bahwa A.A.G. Jlantik selesai membacanya pada tanggal 10 September 1967. Bandingkan dengan koleksi Kirtya 295 dan LOr 9246, yang juga memuat teks Cantakaparwa."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CP.21-LT 228
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Lontar ini berisi teks Kakawin Sutasoma, yaitu kisah upaya Sang Sutasoma sebagai titisan Sang Hyang Buddha untuk menegakkan dharma. Sutasoma, putra Prabu Mahaketu dari kerajaan Astina, lebih menyukai memperdalam ajaran Buddha Mahayana daripada harus menggantikan ayahandanya menjadi raja. Sutasoma pergi ke hutan untuk melakukan semadi di sebuah candi dan mendapat anugerah. Kemudian beliau pergi ke gunung Himalaya bersama beberapa pendeta. Di sebuah pertapaan, beliau mendengar cerita tentang raja raksasa bernama Prabu Purusada yang gemar makan daging manusia. Para pendeta dan Batari Pretiwi membujuk Sutasoma agar membunuh Prabu Purusada. Sutasoma menolak bujukan tersebut karena ingin melanjutkan perjalanan. Beliau bertemu dengan raksasa berkepala gajah pemakan manusia dan ular naga. Keduanya takluk dan bersedia menjadi muridnya untuk mempelajari agama Budha. Sutasoma juga bertemu dengan harimau betina yang akan memakan anaknya sendiri. Dalam perkelahian ini Sutasoma mati tetapi dihidupkan kembali oleh Batara Indra. Tersebutlah sepupu Sutasoma bernama Prabu Dasabahu, berperang dengan anak buah Prabu Kalmasapada (Purusada). Anak buah Prabu Kalmasapada kalah dan minta perlindungan Sutasoma. Prabu Dasabahu yang terus mengejar, akhirnya tahu bahwa Sutasoma itu sepupunya, lalu diajak ke negerinya dan dijadikan ipar. Setelah kembali ke Astina, Sutasoma dinobatkan sebagai raja bergelar Prabu Sutasoma. Cerita dilanjutkan dengan kisah Prabu Purusada dalam membayar kaul kepada Batara Kala. Prabu Sutasoma bersedia menjadi santapan Batara Kala, sebagai ganti atas ke-100 orang raja sitaan Purusada. Mendengar permintaan raja Astina tersebut, Prabu Purusada menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji tidak makan daing manusia lagi. Judul luar teks yang berbunyi Sri Bajra Jnana (tulisan latin), rupanya keliru, karena sesungguhnya merupakan baris pertama dari bait pertama, yang dituangkan ke dalam pupuh Sragdhara (pupuh I). Naskah ini dikarang oleh Mpu Tantular pada jaman Majapahit (h.l47a baris ke-4). Nampak beberapa teks telah diperbaiki dengan tulisan pensil. Keterangan penulisan atau penyalinan teks ini tidak diketahui secara jelas, hanya disebutkan tempat penyalinan wesma Sri Gandi, oleh sangapatra: awirbhuja putraka siwa sudda (?). Informasi tentang daftar pupuh dari Kakawin Sutasoma ini, lihat Kakawin Sutasoma suntingan I G. B. Sugriwa, yang diterbitkan oleh toko buku Bali Mas Denpasar Bali, dan dalam Kalangwan karya P.J. Zoetmulder. Informasi mengenai teks Sutasoma ini dapat dilihat pada Pigeaud 1970: 402; MSB/L.449; Kirtya/114, 974, 910, 2352, 1148, 2290; Brandes. III: 147-157; PNRI/000 L 557; Juynboll I: 140-143."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CP.27a-LT 236
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Lontar ini berisi teks Kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular. Lihat Zoetmulder 1983 untuk keterangan seperlunya. Teks ini menguraikan kesaktian atau kehebatan Betara Sutasoma dan Betara Kala dalam usaha penumpasan segala ulah manusia yang berbuat jahat atau senantiasa mengganggu ketentraman dunia lewat perubahan wujudnya seperti desti, leyak, dan makhluk lain yang serba menyeramkan. Segala ulah manusia jahat tersebut dapat ditundukkan oleh Betara Sutasoma bersama Betara Kala lewat mantra-mantra sakti beliau. Dengan mantra-mantra sakti tersebut Betara Sutasoma dapat menggoncangkan jagat raya lewat wujud-wujud seremnya di hadapan manusia yang berulah jahat, sehingga dengan mudah dapat tertundukkan. Betara Kala pun tidak tinggal diam. Beliau menampakkan segala wujud seram dan kehebatannya sehingga berpengaruh besar terhadap dunia. Semua ulah manusia jahat seperti mahluk-mahluk di atas dapat ditundukkan oleh Betara Kala secara mudah. Para Dewa yang menyaksikan kesaktian Betara Sutasoma dan kehebatan Betara Kala tercengang keheranan. Teks berakhir dengan mantra Regina Sastra Bahu yang berfungsi menetralisir kembali dunia beserta isinya, yang memakai sarana tertentu, di antaranya Sata Panca Warna, Sgawu, Tepung Tawar dan lain-lain yang diantar dengan puja-puja dan dipendam secara terpisah di keempat penjuru arah mata angin (nyatur) dalam suatu tempat atau pekarangan. Untuk naskah lain dengan judul Sutasoma, lihat Kirtya 974, yang berbeda bentuknya dengan CP.27b ini. Informasi penulisan teks maupun penyalinan naskah ini tidak disebutkan secara jelas."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CP.27b-LT 233a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Teselkin, A. S.
New York: Modern Indonesia Project Southeast Asia Program Cornell University, 1972
499.222 TES o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zoetmulder, Petrus Josephus
The Hague : Martinus Nijhoff, 1974
899.222 ZOE k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tantular, Mpu
Jakarta: Komunitas Bambu, 2009
959.8 MPU k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tantular, Mpu
Depok: Komunitas Bambu, 2019
959.8 MPU k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>