Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47031 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Fajarisman
"Pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, diselenggarakan berdasarkan prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sebagaimana tercantum di dalam UU No.32 Tahun 2009 pasal 1 ayat (3) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Fakta di lapangan menunjukkan perkembangan industri yang pesat dalam mengeksploitasi sumber daya alam cenderung memaksimalkan keuntungan yang diraih sementara pemulihan sumberdaya alam dan kelestarian lingkungan akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan belum terantisipasi dengan baik. Adalah penting untuk mempertimbangkan konsep pemindahan risiko tersebut, dapat dianalogikakan dengan asuransi kerugian, namun dalam hal ini yang diasuransikan adalah risiko tercemarnya atau rusaknya lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kegiatan industri. Konsep asuransi lingkungan dapat menjadi alternatif upaya mewujudkan pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan. Bagaimana kelayakan dan urgensi penerapan asuransi lingkungan ini, merupakan masalah yang diteliti dalam penelitian ini. Metode yang dipergunakan secara deskriptif normatif.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa asuransi lingkungan merupakan alternatif upaya yang layak untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan mengingat permasalahan lingkungan sudah menjadi isu global yang harus mendapat perhatian yang khusus dari para pihak yang terkait. Berdasarkan kasus-kasus lingkungan yang terjadi, sudah urgen asuransi lingkungan tersebut diberlakukan wajib kepada industri terutama yang menghasilkan limbah B3, demi melindungi kelestarian lingkungan hidup sehingga masyarakat dan lingkungan sekitar industri tetap dapat melanjutkan kehidupannya sesuai hak asasinya.

National economic development, as mandated in Article 33 paragraph ( 4 ) of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, organized by the principles of sustainable and environmentally friendly. Environmentally sustainable development as set out in the Act 32 of 2009 section 1 (3 ) of the Environmental Protection and Management is a conscious and planned effort that combines aspects of environmental, social, and economic development strategies to ensure the environmental integrity life and safety, capability, welfare, and quality of life of the present generation and future generations.
Facts on the ground show the rapid industrial development in the exploitation of natural resources tend to maximize the benefits achieved while the recovery of natural resources and preservation of the environment from pollution and environmental damage has not been properly anticipated. It is important to consider the concept of the transfer of risk, analogous to insurance losses, but in this case the insured is risk of contamination or damage to the environment caused by the industry. The concept of environmental insurance can be an alternative to efforts to achieve economic development is environmentally friendly. How does insurance eligibility and urgency of implementing this environment, an issue examined in this study . The method used is descriptive normatif.
The results of the study explained that the insurance environment is a viable alternative efforts to realize economic development of environmentally friendly considering environmental issues have become a global issue that should receive special attention of the parties concerned. Based on environmental cases that occur, it is proper that imposed mandatory environmental insurance industry, especially the B3 waste, in order to protect the health of the environment so that people and the environment surrounding the industry could continue an existence worthy of human rights.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Soerjani
Jakarta: Yayasan Institut Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan, 2007
333.7 MOH l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Supriadin
"Salah satu upaya untuk mencegah dan mengurangi pencemaran yang disebabkan ofeh aktivitas perkantoran adalah dengan menerapkan manajemen lingkungan dari ISO 14000 di lingkungan perkantoran melalui program eco-office atau green office. Eco-office adalah salah satu upaya yang efektif untuk rnewujudkan efisiensi penggunaan sumberdaya sekaligus menjadikan komunitas ramah lingkungan. Ecaoffce sebagaimana sifat dari suatu standar ini bersifat umum sehingga dapat diterapkan di berbagai jenis perkantoran seperti kantor pemerintahan pusat maupun daerah, swasta, publik atau privat, kantor besar dengan jumlah karyawan yang banyak maupun kantor kecil dengan karyawan beberapa orang saja.
Tujuan dari penelitian ini, pertama adalah mendapatkan baseline data mengenai faktor-faktor penerapan Program eco-office seperti konsumsi energi, konsumsi air bersih, pengadaan barang, penggunaan kertas/stationery, upaya pengurangan timbulan sampah dan pengolahannya, dan penggunaan kendaraan. Data tersebut akan digunakan menjajaki kemungkinan penerapan eco-office di lingkungan kantor pemerintahan. Kedua adalah untuk mengkaji penerapan era-office di kantor yang menentukan kebijakan lingkungan dibandingkan kantor yang bukan penentu kebijakan lingkungan. Untuk studi kasus dipilih Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah 1) Jika konsep eco-office dapat diterapkan di setiap perkantoran di Indonesia, maka dapat menghemat penggunaan energi dan air, dan jumlah sampah yang dihasilkan dapat direduksi; 2) Kantor penentu kebijakan lingkungan akan lebih banyak menerapkan aspek eco-office dibandingkan dengan kantor yang bukan penentu kebijakan lingkungan.
kWh/orang/bulan. Konsumsi listrik di KPDT rata-rata pada dari bulan Pebruari-Desember 2004 adalah 76036,4 kWh perbulannya dan rata-rata perorang tiap bulannya adalah 337,94 kWh/orang/bulan; 3) Pengadaan Barang: Pengadaan barang di KLH dan KPDT yang dipenuhi oleh Bagian Kerumahtanggaan hanya bersifat pengadaan rutin sedangkan untuk kebutuhan suatu proyek tertentu dipenuhi masing-masing; 4) Konsumsi Kertas: Konsumsi kertas perorang tidak dapat diketahui karena tidak ada informasi yang jelas jumlah pengadaannya, karena tersebar di tiap-tiap unit kerja berdasarkan kebutuhan nyata/proyek. Pegawai di kedua kantor rata-rata terlibat aktif dalam pengurangan jumlah sampah kertas. Manajemen penggunaan kertas lebih banyak menggunakan prinsip reuse, 5) Timbulan Sampah dan Pengelolaannya: Rata-rata timbulan sampah perhari 972,6 Titer/hari di KLH dan 165,4 liter/hari di KPDT. Jadi rata-rata tiap prang menghasilkan sampah 1,273 liter/prang/had di KLH dan 0,735 liter/orang/hari di KPDT. Sosialisasi pemilahan sampah pemah ada di KLH dan fasilitas tempat sampah berdasarkan jenisnya juga tersedia, akan tetapi belum berjalan semestinya. Sudah tersedia fasilitas pengomposan dan program pengomposan. Di KPDT belum ada sosialisasi tersebut dan fasilitas tempat sampahnya masih disatukan; 6) Penggunaan Kendaraan: KLH mempunyai kebijakan pengujian emisi kendaraan pegawainya, sedangkan di KPDT belum ada; 7) Persepsi Pegawai: Pegawai di masing-masing kantor memberikan respon dan persepsi yang baik pada konsep eco-office.
Kesimpulan dari studi kasus ini yaltu: 1) Kebijakan lingkungan yang secara khusus dikeluarkan berkenaan dengan pelaksanaan eco-office belum ada, balk di KLH maupun di KPDT. Di KLH kebijakan iingkungan mengenai eco-office ini bare dirumuskan dan masih dalam tatanan konsep yang akan segera diformulasikan menjaadi suatu kebijakan 2) Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa KLH sebagai institusi penentu kebijakan lingkungan hidup mempunyai kelebihan dari KPDT dalam beberapa aspek eco-office yaitu kebijakan pengelolaan lingkungan kantor, jumlah pemakaian air bersih dan listrik, pengelolaan sampah, program uji emisi kendaraan.
Saran-saran: 1) Pembuat kebijakan di tiap kantor dapat segera menerapkan program eco-office sebagai upaya kesadaran terhadap lingkungannya dengan prioritas pada konservasi energi dan air bersih serta reduksi timbulan sampah perkantoran. Konsep SML pada ISO 14001 dapat menjadi rujukan untuk pengembangan yang berkelanjutan; 2) Penyediaan fasilitas tempat sampah yang memadai dan terdistribusi secara merata berdasarkan jenisnya disertai dengan pelabelan yang jelas, sosialisasi yang baik serta pengawasannya yang kontinyu; 3) Penyediaan tempat sampah khusus untuk kertas (paper bin) di setiap sumber penghasilnya seperti dekat mesin fotokopi dan printer; 4) Berkenaan dengan penghematan energi maka perlu diupayakan pengaturan waktu penggunaan elevator/lift pada jam jam tertentu untuk menghemat penggunaan energi listrik, penyetelan mode stand by pada tiap komputer, mematikan listrik di ruangan pada saat istirahat atau tidak ada prang, reformulasi arsitektural dengan mempertimbangkan kelimpahan energi terbaharukan dan konsep green building, 5) Menurut pengamatan visual maka terjadi ketidakefisienan dari pemakaian AC yang disebabkan oleh sistem penyekatan ruangan. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan sistem penyekatan ruangan dengan mempertimbangkan hal tersebut; 6) Untuk mengurangi jumlah sampah, maka penggunaan kertas perlu menjadi perhatian khusus tenatama dengan membudayakan penggunaan double sided dan paradigma 3R dengan mengutamakan tahapan reduce, reuse dan recycle. Dengan dihubungkan saran ke-3 maka pengefolaan sampah kertas terpisah dari sampah Iainnya. Untuk keperiuan makan-minum pada saat ada kegiatan seminar, sidang, rapat, daan lain-lain disediakan dengan sistem perasmanan; 7) Penerapan eco-office menyentuh masalah teknis dan pengelolaan melalui Sistem Manajemen Lingkungan maka berkenaan dengan INPRES No.5 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi sebaiknya pemerintah menerapkan secara komprehensif dengan mendukung terciptanya eco-oft ceaeco-project-eco-city.

The implementation of environment management from ISO 14000 through eco-office or green office will be one of pollution prevention and reduction effort in office activities. Eco-Office is an effective effort to establish resources efficiency and environmentally communities. Eco-Office can implement in various office activities including central and regional government office, private sector office as well as big and small office.
The objective of research are as follow, first, to collect data baseline in regard to eco-office implementation factor e.g. energy and clean water consumption, material supplying use of paper/stationery, waste and its handling and, vehicle use. The data will be use for possibility of implementation of eco-office program in government offices. Second, to investigate eco-office implementation in office that issued environmental regulatory compared to another office. The State Ministry of Environment (KLH) and The State Ministry of Less Developed Region (KPDT) have been chosen for this case study. The purpose of research hypothesis are 1) if concept of eco-office is applied to office in Indonesia, energy and clean water consumption can be minimized and reduction of waste generation; 2) the office that issued environmental regulatory should be applied better eco-office aspects rather than another office.
The results of research from each office show that 1) water consumption: average KLH's water consumption in 2004 is 1818,83 m3 per month or 2,3807 m3/person, whereas the average of clean water consumption in KPDT from June 2004 to March 2005 is 1962,3 m3 per month or 8,7213 m3/person; 2) energy consumption: average KLH's electrical consumption in 2004 is 167200 kWh per month or 218,85 liter/person in KPDT. Publication of waste separation has been applied in KLH and waste disposal facilities are also available for each type of waste, however this program didn't work properly. Composting facility and its program has been established. Whereas in KPDT both of them were not applied yet; 6) vehicle use: transportation emission test has been implemented for employing KLH, however it is not done in KPDT; 7) employees perception: employees in both of offices have given a positive response and good perception to eco-office concept.
The conclusion of this case study are as follow 1) especially in KLH or KPDT there ware no regulation of eco-office which implemented. But in KLH, they will establish the concept of eco-office to regulation 2) based on study it known that KLH was better efforts than KPDT in eco-office aspect e.g. regulatory of office environment, clean water and electric consumption, waste management, test of vehicle emission.
Recommendations: 1) the policy authorized in each could be immediately implemented eco-office program as environmental effort awareness which conservation of water and energy, and waste minimize. EMS in ISO 14001 can be referenced to sustain development; 2) the facilities of waste disposal should be in good manner, distributed properly for its types of waste, and a clearly label, a good publication and monitoring; 3) specific waste disposal for paper is provided near to the source e.g. photocopier machine and printer; 4) management of elevator/lift use at certain time, establish stand by mode in all computers, turn off the lighting of room in rest time or if no one, architecture reformulation to use renewable energy and green building concept for electrics energy efficiency; 5) Visually, there are inefficiency of AC system caused by room partitioning system, thus it is necessary to modify the system; 6) reduction of waste amount that produced from food accomplishment at the seminar activity, conference, meeting of group, and others are provided by "prasmanan" and separately handling for waste paper, double sided printing, and implement the 3R principle; 7) implementation of eco-office is improved technically and its management from EMS aspects. Therefore the INPRES No. 5 of 2005 regarding Energy Efficiency should be comprehensively implemented by fully support ecooffice-ecoproject eco-city.
"
Lengkap +
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Arni Sarah
"ABSTRAK Rata-rata tonase sampah yang masuk ke TPA sampah Sumur Batu Kota Bekasi dari tahun 2011 ke tahun 2015 meningkat sebesar 503,53 ton/hari. Volume sampah yang terus meningkat membuat pemerintah Kota Bekasi berupaya menambah jumlah bank sampah. Saat ini Kota Bekasi telah memiliki Bank Sampah sejumlah 1.030 Bank Sampah yang tersebar di 12 Kecamatan. Namun dari jumlah tersebut hanya 124 Bank Sampah yang aktif dalam mengelola sampah. Sisanya belum beroperasi secara maksimal. Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis peran perempuan penggerak dalam pengelolaan lingkungan; 2) Menganalisis pengetahuan, sikap dan perilaku ibu rumah tangga dalam pengelolaan lingkungan; 3) Mengetahui keterkaitan peran perempuan yang aktif mengelola lingkungan dengan elemen pemangku kepentigan lainnya dilokasi tempat tinggalnya. Riset ini menggunakan pendekatan kualitatif. Meskipun demikian, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah concurrent mixed methode (metode campuran konkuren). Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Perempuan memiliki peran yang strategis sebagai agen perubahan dalam pengelolaan lingkungan permukiman berkelanjutan; 2) Sebanyak 96,1% ibu rumah tangga memiliki pengetahuan terkait pengelolaan lingkungan permukiman, 53,03% ibu rumah tangga menunjukkan sikap baik dalam pengelolaan lingkungan dan 58,1% ibu rumah tangga menunjukan perilaku sangat peduli dalam pengelolaan lingkungan permukiman; 3) Perempuan Koordinator Wilayah sebagai pemain utama dalam pengelolaan lingkungan.
ABSTRACT The average waste tonnage that enters the Bekasi City Sumur waste landfill from 2011 to 2015 increased by 503.53 tons / day. The increasing volume of waste has made the Bekasi city government try to increase the number of garbage banks. At present the City of Bekasi has a Waste Bank of 1,030 Waste Banks spread across 12 Districts. But of these only 124 Waste Banks are active in managing waste. The rest have not been operating optimally. Based on these problems, the purposes of this study are: 1) Analyzing the role of women activists in environmental management; 2) Analyzing knowledge, attitudes and behavior of housewives in environmental management; 3) Knowing the role of women who actively manage the environment and their interactions with other stakeholders in their location. This research uses a qualitative approach. However, the method used in this study is concurrent mixed method (concurrent mixed method). The results of the study can be concluded that: 1) Women have a strategic role in sustainable settlement environment management; 2) A total of 96.1% of housewives have knowledge related to residential environmental management, 53.03% of housewives show good attitude in environmental management and 58.1% of housewives show very caring behavior in the management of residential environments; 3) Regional Coordinator Women as the main players in environmental management.

"
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2019
T51943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilin Budiati
Bogor: Ghalia Indonesia, 2002
333.7 LIL g (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Chaezienul Ulum
"buku ini membahas tentang suatu reaksi multi level yang dilakukan dalam ranah kebijakan terkait lingkungan."
Malang: UB Press, 2017
363.7 CHA e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Yoana Kartika
"Penelitian ini menganalisis hubungan kinerja lingkungan hidup, pengungkapan lingkungan hidup, dan sistem manajemen lingkungan dan kinerja lingkungan ekonomi terhadap 55 perusahaan yang terdaftar di BEI yang merupakan industri ekstraktif dan industri dasar dan kimia yang mengikuti PROPER 2009-2010 serta menerbitkan laporan tahunan atau laporan keberlanjutan pada tahun tersebut. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik biner dan regresi linear berganda terhadap model leadlag.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara kinerja lingkungan hidup pada masa lampau dengan kinerja ekonomi perusahaan tahun dasar, tidak terdapat hubungan antara kinerja keuangan pada masa lampau dengan kinerja keuangan tahun dasar, antara kinerja lingkungan hidup dan sistem manajemen lingkungan hidup berdasarkan sertifikasi ISO 14001 dengan pengungkapan lingkungan hidup.

This study analyzes the relationship of environmental performance, environmental disclosure, environmental management systems and economi performance of 55 companies listed on the Indonesian Stock Exchange in extractive industry and industry base and chemical, rated by PROPER 2009-2010 and publish annual reports or sustainability reports for the year of study. Testing was conducted using binary logistic regression analysis and multiple linear regression of the lead-lag models.
The results of this study indicate that there is a significant positive relationship between environmental performance in the past with the economic performance of companies in the base year, there is no relationship between financial performance in the past with the financial performance in the base year, environmental performance and environmental management system with environmental disclosure.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Wibowo
"Ruang Terbuka Hijau (RTH) aktual tahun 1999 yang luasnya mencapai 41% dari Iuas wilayah Jakarta, mempunyai kandungan biomassa hijau 330.556 ton. Kondisi ini hanya mampu mendukung sekitar dua per tiga penduduknya. Berkurangnya ruang terbuka hijau maka daya dukung untuk memenuhi kebutuhan udara bersih bagi penduduk menurun pula. Hal ini akan memberikan dampak negatif yakni penurunan kualitas lingkungan hidup di wilayah tersebut. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang menginformasikan terjadinya penurunan Iuas RTH 13 DAS yang melalui Jakarta dari tahun 1970 - 2000 di seluruh wilayahnya, dari Iuas RTH tahun 1970 yakni 52.179.33 ha berubah menjadi 15.117.77 ha pada tahun 2000.
Dalam paparan di BPLHD DKI Jakarta dinyatakan bahwa meningkatnya luas bangunan beton, plesteran da aspal ± 18.798,5 ha atau + 28,7% Iuas daratan Jakarta, hingga menyebabkan tingginya laju limpasan air hujan dan laju tingkat erosi 152,7 ton/ha/tahun pada wilayah kikisan, serta meluasnya wilayah endapan sebagai akibat hasil sedimentasi yang berpengaruh, bahkan memberikan dampak terhadap semakin meluasnya wilayah genangan musiman ± 5.640 ha atau 8,6% dari luas daratan Jakarta. Dengan meningkatnya bangunan berdinding kaca f 4.061 ha atau 6,25 % dari luas daratan Jakarta, menyebabkan meningkatnya kutub-kutub panas kota, yaitu dari suhu udara rata-rata dari 28°C menjadi 29,1°C. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, tampak bahwa telah terjadi kerusakan lingkungan. Secara mendasar kondisi lingkungan hidup terus menurun di kawasan perkotaan, dikarenakan terus menurunnya luas daerah terbuka, sehingga menurunkan daya dukung lingkungan (fungsi ekologi vegetasi) Kota Jakarta. Berkaitan dengan permasalahan di atas, yaitu perubahan penggunaan tanah menyebabkan menurunnya daya dukung lingkungan, tujuan penelitian ini adalah Pertama, mengetahui hubungan antara jenis penggunaan tanah dan perubahannya dengan daya dukung lingkungan di wilayah Kota Jakarta. Kedua, mengetahui kapasitas daya dukung lingkungan di wilayah Kota Jakarta. Ketiga, mengetahui kaitan antara manusia dengan perubahan penggunaan tanah dan daya dukung di wilayah Kota Jakarta. Pendekatan penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan metode expostfactoyang dibahas secara deskriptif analitis. Data yang digunakan berupa data table dan peta yang diambil dari instansi terkait. Daya dukung yang diteliti hanya fungsi ekologis vegetasi yakni memperbaiki suhu (ameliorasi iklim) dan penyerap air hujan (hidrologis). Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: Pertama, suhu dan air larian dipengaruhi oleh jenis penggunaan tanah, yaitu: (a) perbedaan jenis penggunaan tanah menyebabkan perbedaan suhu yang terjadi. Lokasi sekitar Kantor Walikota Jakarta Barat memiliki suhu paling rendah dari lokasi lainnya. Wilayah Kota Jakarta Timur tahun 2003 memiliki suhu paling rendah dari Jakarta Pusat dan Kota Jakarta Selatan. (b) perbedaan jenis penggunaan tanah menyebabkan perbedaan air larian. Lokasi Kantor Walikota Jakarta Barat persentase air larian lebih sedikit dari lokasi lainnya. Wilayah Kota Jakarta Timur air larian lebih sedikit dari Wilayah Kota Jakarta Pusat dan Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa luasan vegetasi punya peran dalam perbedaan suhu dan air larian sebagal daya dukung lingkungan hidup dalam hal fungsi ekologis, maka terlihat kaitan antara penggunaan tanah dengan daya dukung lingkungan hidup. Kedua, perubahan penggunanan tanah menyebabkan penurunan Iuasan vegetasi yang berakibat dengan berubahnya suhu dan kemampuan untuk meresapkan air, sehingga air larian menjadi meningkat. Tahun 1940 penggunaan tanah terbangun dan terbuka proporsinya adalah 20 : 80, sedangkan tahun 2003 penggunaan tanah terbangun dan terbuka proporsinya adalah 74 : 26, hal ini menyebabkan: (a) Jakarta pada tahun 1940 suhu masih dibawah angka 27°C (suhu nyaman) yakni 26,48°C, sedangkan pada tahun 2003 suhu sudah melebihi suhu nyaman yakni suhu mencapai angka 31,48°C. (b) Persentase air larian pada tahun 1940 adalah 22% dari volume hujan setahun, sedangkan tahun 2003 telah mencapal 60.38% dari volume ar hujan setahun. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan penggunaan tanah menyebabkan penurunan luasan vegetasi, yang mengakibatkan perubahan daya dukung lingkungan hidup dalam hai fungsi ekologis, sehingga suhu dan air larian meningkat. Hal ini menunjukkan adanya kaitan antara perubahan penggunaan dan penurunan daya dukung Iingkurigan hidup di wilayah Jakarta.
Ketiga, kapasitas daya dukung Jakarta tahun 1940 masih melebihi 100% sedangkan tahun 2003 menurun 86,76% untuk memperbaiki suhu (ikiim), sedangkan kapasitas daya dukung menyerap air hujan tahun 1940 masih 100% sedangkan tahun 2003 menurun menjadi 66,25% setahun, untuk proporsi penggunaan tanah terbangun dengan terbuka 76 : 24 pada tahun 2003. Berdasarkan hal ini maka pada tahun 2010 sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Jakarta proporsi penggunaan tanah terbangun dengan terbuka 87 : 13 dapat diprediksikan suhu menjadi lebih panas dan air larian meningkat yang menjadi potensi banjir akan semakin meluas. Keempat, manusia tidak hanya jumiahnya yang mempengaruhi perubahan penggunaan tanah, melainkan aktivitas yang membutuhkan ruang. Tahun 1940 jenis pekerjaan adalah lebih banyak petani sehingga luasan lahan pertanian (sawah, ladang, kebun, tambak) masih luas. Tahun 2003 luasan permukiman lebih luas dari lahan pertanian. Hal ini menggambarkan profesi petani tergantikan dengan profesi non petani (pegawai, jasa, di!). (b) perubahan penggunaan tanah memberikan dampak pada penurunan daya dukung lingkungan yakni kenaikan suhu dan menyebabkan banjir yang berkibat timbuinya biaya perbaikan dan biaya pengobatan.
Berdasarkan hasii peneiitian ini maka beberapa saran yang diajukan adalah sebagai berikut: Pertama, pemerintah hares melakukan pemantauan perubahan penggunaan tanah dan mempertahankan luasan vegetasi yang masih ada serta meningkatkan kualitasnya, agar tercipta strata tajuk yang Iengkap dan rapat agar fungsi ekologinya meningkat. Kedua, pemerintah dan masyarakat perlu meningkatkan kuantitas luasan vegetasi dengan cara membuat tanaman rambat dengan jaring di dinding (rumah, perkantoran atau pertokoan) atau membuat pot tanaman yang diletakkan vertikal di sepanjang dinding, yang disesuaikan dengan jenis tanaman dan estetika. Ketiga, memperbesar kuantitas air hujan yang terserap ke dalam tanah dengan memberlakukan secara ketat pelaksanaan sumur resapan di rumah perkantoran dan pertokoan, sehingga dapat menjadi asupan air tanah agar tidak terjadi dampak banjir di musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau. Keempat, membangun sumur resapan dan saluran air di sepanjang jalan, baik jalan utama maupun jalan lokal, sebagai tempat limpasan air saat hujan, serta membuat saluran air tersebut juga berfungsi sebagai sarana resapan air dengan tidak membuat bagian dasamya kedap air.

In the year of 1999, existing green area in Jakarta reached 41% of the total area, and it contains 330.556 tons of green biomass. This condition only could support two-third of its population. With the lack of green area, it makes the carrying capacity to fulfill the need of clean air for the population also decreasing. This situation gives a negative impact on the environment, and it was strengthened by Tambunan's research in 2005 which described on decreasing green area of 13 watersheds which passed trough Jakarta from 52.179,33 hectares in the year 1970 becoming 15.117,77 hectares in 2000. The increasing area of concrete buildings, cements, and asphalt surface in Jakarta ± 18.798,5 Ha or ± 28,7% of Jakarta causes the high surface run off and erosion in the area or 152,7 tons/ha/year, also creating a vast sedimentation area and effecting on the wide spreading of inundation area ± 5.640 hectare or 8,6% of Jakarta. This meant the increasing number of glass buildings ± 4.061 hectare or 6,25 % of Jakarta causes the increasing of the city temperature from 28°C to 29,1°C. Based on the background, it looks like there has been an environmental damage. Basically, the conditions of the environment in the cities are always descending because of the decreasing of the open area and also causing the deteriorating of environment carrying capacity (vegetation ecological function). Related to the problems that certain land use changes cause the descending of environment carrying capacity, the purposes of this research are: (1) To observe the relationship between land use with its changes and the environment carrying capacity in Jakarta City. (2) To observe the environment carrying capacity in Jakarta City. (3) To observe the relationship between human being and land use change and the carrying capacity in Jakarta City.Quantitative approach of this research is carried out by using the ex post facto method and analyzed by descriptive analytic method. The data that being used are tabular data and spatial (maps) data taken from related institutions. Several conclusions of this research can be withdrawn: First, run off and temperature influenced by type of land use, that is: (a) the type of land use affecting the temperature condition of the area. Location around West Jakarta City Hall office has the lowest temperature than other location. Temperatures in East Jakarta are lower than Central and South Jakarta. (b) Difference of type East Jakarta are lower than Central and South Jakarta. (b) Difference of type land use cause difference run off. Location around West Jakarta City Hall has the lowest run off than other location. Run off in East Jakarta are lower than Central and South Jakarta. This matter indicate that vegetation area have a role in run off differentiation and temperature as environmental carrying capacity in the case of ecological function, it shown that there is a relationship between land use and environmental carrying capacity.
Second, land use changes cause the decreasing of vegetation area and gives impact on the increasing temperature and run off. In 1940 the proportion of build up and open area was 20 : 80, while in 2003 the proportion of build up and open area are 74 : 26, this matter cause: (a) Jakarta in 1940 temperature still below 27°C (balmy temperature) which is 26,48°C, while in 2003 temperature have exceeded balmy temperature namely tired temperature of 31,48°C. (b) Percentage run off in 1940 is 22% of one year rain volume, while in 2003 has reached 60.38% of one year rain volume. This indicate that the changing of land use cause the changing of vegetation area, and environmental carrying capacity, resulting on the increasing of temperature and run off. It shown that there is a relationship between the changing of land use and carrying capacity. Third, In 1940 carrying capacity still over 100% and in 2003 carrying capacity become 86,76% to get the ideal temperature and carrying capacity for water absorption still 100% and in 2003 carrying capacity for water absorption become 66,25% to get the ideal water absorption, those condition for proportion of build up and open area of 74 : 26. Base on those conditions in 2010 the proportion of build up and open area are 87 : 13, this mean the temperature and run off will be higher. Fourth, the human being also can affect the environments by their occupation and quantities: (a) the occupation on 1940 most of the farmer's causes the agriculture area (paddy field, plantation, and fishpond) still vast. In 2003 the settlement area more than the agriculture area. (b) land use changes cause the decreasing carrying capacity which is the high temperatures and flood, causing the government and people's spent more money for healthy and maintenance cost.
Several recommendations are: First, the government has to conduct monitoring of usage of land use and maintain the green area and also upgrade the quality, to create a complete and closed vegetations canopy, so it will increase the ecological function. Second, Government and society should improve amount of green area in their homes and office. Third, to create a large amount of water that can be absorb by soil, by creating an absorption well in house and office in order to mitigate the effect of flood and a water supply in the dry season. Fourth, to create abso;ption well and aqueduct alongside the main road and also local road; as place for run off, and also make the aqueduct also function as a medium for absorption without making its base waterproof.
"
Lengkap +
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anies
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006
363.7 ANI m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>