Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 212835 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lia Gardenia Partakusuma
"Rumah Sakit sebagai sebuah institusi perlu menerapkan good corporate governance dan good clinical governance dalam meningkatkan mutu pelayanannya secara berkesinambungan. Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pemerintah menyadari perlunya keleluasaan praktik berbisnis yang sehat di berbagai instansinya, sehingga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 (PP 23/2005) mengenai Pengelolaan Keuangan BLU dan mengijinkan penerapannya dapat dilaksanakan di berbagai instansi pemerintah termasuk Rumah Sakit. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi tata kelola pada 4 (empat) Rumah Sakit Vertikal Kelas A di Jawa dan Bali.
Terdapat perbedaan implementasi pada ke 4 (empat) RS Vertikal tipe A di Jawa dan Bali yang diteliti. Perbedaan tersebut adalah perbedaan pencapaian kelengkapan persyaratan dokumen tata kelola serta perbedaan pada 4 (empat) unsur tata kelola BLU sesuai PP 23/2005 yang meliputi 12 (dua belas) faktor terkait peningkatan mutu pelayanan menurut skema Donabedian dan Glickman, yaitu budaya korporat, penetapan BLU, hospital by laws, Renstra & RBA, pengembangan layanan, pengadaan barang & jasa, standar pelayanan, penetapan tarif, pejabat pengelola, penetapan remunerasi, kepegawaian, pembinaan & pengawasan.
Perlunya peningkatan pemahaman pejabat pengelola satuan kerja, peningkatan kualitas pembinaan dan pengawasan, pembentukan pengelola khusus BLU di Kementerian Kesehatan, pembentukan tim terpadu yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Diperlukan juga perubahan budaya organisasi, seleksi & evaluasi RS BLU, pemenuhan syarat kelembagaan BLU, reward & punishment, peraturan yang jelas, rencana strategis & rencana bisnis anggaran yang sesuai. Kebijakan publik yang tepat sangat dibutuhkan dan menentukan keberhasilan suatu negara dalam mencapai tujuannya.

A hospital as an institution needs to implement good corporate governance and good clinical governance to improve service quality continuously. Public Service Agency (BLU) is a government agency established in order to provide services to the community in the form of supply of goods and/or services being sold without profit and doing activities based on the principles of efficiency and productivity. The government realized the needs for flexibility in healthy business practices of various institution, so it has issued Government Regulation No. 23, 2005 (PP 23/2005) of the Financial Management BLU and allow its application to be implemented in a variety of government agencies including the hospitals. The purpose of this research is to evaluate governance at four (4) type A vertical hospitals in Java and Bali.
The result of this study in four (4) type A vertical hospitals in Java and Bali showed that there are differences in the implementation. These include differences in achievement of the completeness document on good corporate governance as well as governance requirements documents as well as differences in the 4 (four) elements of governance from PP 23/2005 that includes 12 (twelve) related factors of Donabedian and Glickman’s scheme which are corporate culture, BLU establishment, hospital by laws, strategic planning & business plan budget, service development, procurement of goods and services, service standards, tariffs, management officer, remuneration, staffing, training and supervision.
This research suggested the need for improved understanding of work force management officer, the quality of guidance and supervision, the establishment of specialized managers in BLU in Ministry of Health, the establishment of an integrated team involving all stakeholders. Improvements needed in change organizational culture, BLU’s hospital selection & evaluation, BLU's institutional requirements, reward & punishment system, clear rules and strategic plan & business plan budget. Appropriate public policy to determine the success of a country in achieving its objectives is needed.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T39229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia G. Partakusuma
"Rumah Sakit sebagai sebuah institusi perlu menerapkan good corporate governance dan good clinical governance dalam meningkatkan mutu pelayanannya secara berkesinambungan. Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pemerintah menyadari perlunya keleluasaan praktik berbisnis yang sehat di berbagai instansinya, sehingga diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 (PP 23/2005) mengenai Pengelolaan Keuangan BLU dan mengijinkan penerapannya dapat dilaksanakan di berbagai instansi pemerintah termasuk Rumah Sakit. Tujuan: Mengevaluasi tata kelola pada 4 (empat) Rumah Sakit Vertikal Kelas A di Jawa dan Bali. Hasil penelitian: Terdapat perbedaan implementasi pada ke 4 (empat) RS Vertikal tipe A di Jawa dan Bali yang diteliti. Perbedaan tersebut adalah perbedaan pencapaian kelengkapan persyaratan dokumen tata kelola serta perbedaan pada 4 (empat) unsur tata kelola BLU sesuai PP 23/2005 yang meliputi 12 (dua belas) faktor terkait peningkatan mutu pelayanan menurut skema Donabedian1.a dan Glickman2.a, yaitu budaya korporat, penetapan BLU, hospital by laws, Renstra & RBA, pengembangan layanan, pengadaan barang dan jasa, standar pelayanan, penetapan tarif, pejabat pengelola, penetapan remunerasi, kepegawaian, pembinaan dan pengawasan. Diskusi: Perlunya peningkatan pemahaman pejabat pengelola satuan kerja, peningkatan kualitas pembinaan dan pengawasan, pembentukan pengelola khusus BLU di Kemenkes, pembentukan tim terpadu yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Diperlukan juga perubahan budaya organisasi, seleksi dan evaluasi RS BLU, pemenuhan syarat kelembagaan BLU, reward and punishment, peraturan yang jelas, rencana strategis dan rencana bisnis anggaran yang sesuai. Kebijakan publik yang tepat sangat dibutuhkan dan menentukan keberhasilan suatu negara dalam mencapai tujuannya."
Depok: Pusat kajian administrasi kebijakan kesehatan (FKM_UI), 2014
351 JARSI 1:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Wibowo
"Terdapat selisih antara klaim INA-CBG dengan pendapatan Rumah Sakit di 4 Rumah Sakit kelas A yaitu RSUP Fatmawati, RSUP Dr. Kariadi, RSUP Dr. Sarjito dan RSUP Dr. Hasan Sadikin. Dalam 6 bulan terdapat selisih terkecil Rp 1.091.205.671 di RSUP Dr. Kariadi dan terbesar Rp 10.142.004.398 di RSUP Fatmawati. Perbedaan selisih terutama dipengaruhi perbedaan pada komponen biaya untuk jasa medis dan farmasi pada seluruh kasus yang dilayani maupun kasus sectio cesarea tingkat keparahan 3. RSUP Dr. Kariadi dan RSUP Dr. Hasan Sadikin adalah Rumah Sakit yang efisien, sedangan RSUP Fatmawati dan RSUP Sarjito adalah Rumah Sakit yang inefisien.
Metode pembayaran INA-CBG meningkatkan upaya pengendalian biaya Rumah Sakit melalui pembayaran jasa medis yang lebih kecil, penggunaan obat generik serta pengendalian pemeriksaan penunjang laboratorium dan radiologi. Setiap Rumah Sakit mempunyai karakteristik dalam melakukan pengendalian biaya untuk meningkatkan efisiensi dan dapat menjadi model pembelajaran bagi Rumah Sakit lain. RSUP Fatmawati dalam menerapkan clinical pathway, RSUP Dr. Kariadi dalam pengendalian alat medik habis pakai, RSUP Dr. Sarjito dalam menerapkan jasa pelayanan yang sama untuk semua kelas perawatan dan RSUP Dr. Hasan Sadikin dalam hal kebijakan mewajibkan penggunaan obat generik.

There is a difference between the claims of INA - CBG with hospital revenue in the fourth class A hospitals; Fatmawati, Dr. Kariadi, Dr . Sarjito and Dr. Hasan Sadikin . Within 6 months, difference range between Rp 1,091,205,671 in Dr. Kariadi Hospital and Rp 10,142,004,398 in Fatmawati Hospital . The difference is mainly influenced by the difference of cost component for medical service payment and pharmacy cost in all cases and cesarean section severity level 3. Dr. Kariadi and Dr. Hasan Sadikin Hospital are an efficient hospitals, on the other hand Fatmawati and Sarjito Hosital are an inefficient hospitals.
INA-CBG payment method enhance the cost containment efforts through smaller medical service payment, the use of generic drugs, control of laboratory and radiological investigations. Each hospital has the characteristics in costs containment to enhance hospital efficiency and can be a learning model for other hospitals. Fatmawati hospital in implementing clinical pathways, Dr. Kariadi hospital in the control of medical equipment consumables, Dr. Sarjito hospital in implementing the same payment services to all class care and Dr. Hasan Sadikin hospital in policies require the use of generic drugs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T39320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasy Amelia Nurdin
"Sejak beralih menjadi rumah sakit yang sepenuhnya melayani pasien COVID-19, RSUD Jati Padang sudah mengubah tata kelolanya dan memiliki strategi dengan membuat beberapa kebijakan berupa surat keputusan direktur, standar prosedur operasional, pengaturan zonasi, hingga mengubah alur layanan untuk mencegah penularan COVID- 19 pada tenaga kesehatannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seperti apa tata kelola RSUD Jati Padang yang telah diterapkan dalam mencegah penularan COVID-19 pada tenaga kesehatannya, Penelitian ini dilakukan secara kualitatif melalui telaah dokumen, observasi, wawancara mendalam, dan terakhir focus group discussion dengan manajemen RSUD Jati Padang. Hasil dari penelitian ini didapatkan terjadi perubahan dalam tata kelola RSUD Jati Padang sejak melayani pasien COVID-19. Strategi sudah dilakukan secara administratif, merubah alur pelayanan hingga pemenuhan sarana yang dibutuhkan. Masih terdapat beberapa hal yang perlu peningkatan dalam penerapan tata kelola di RSUD Jati Padang yaitu komunikasi tentang kebijakan internal antara manajemen dan petugas di RSUD Jati Padang, kedisiplinan petugas, dan menambah sarana untuk meningkatkan pencegahan penularan COVID-19 pada tenaga kesehatan. Tindak lanjut yang dapat dilakukan dalam jangka pendek ialah meningkatkan komunikasi terkait kebijakan yang ada, membentuk tim supervisi yang bertanggung jawab pada pimpinan, meningkatkan koordinasi antar unit dan menyusun kebijakan terkait yang belum dimiliki rumah sakit. Untuk tindak lanjut jangka panjangnya yang berkaitan dengan anggaran yaitu pemenuhan sarana dan prasarana dan pemberian reward and punishment untuk karyawan dalam meningkatkan kedisplinannya.

Since turning into a hospital that fully serves COVID-19 patients, the Jati Padang Hospital has changed its governance and has a strategy by making several policies in the form of a director's decree, standard operating procedures, zoning arrangements, to changing the flow of services to prevent COVID-19 transmission in health workers. The purpose of this study was to find out what the governance of the Jati Padang Hospital has been in preventing the transmission of COVID-19 to its health workers. This research was conducted qualitatively through document review, observation, in-depth interviews, and finally a focus group discussion with the management of the Jati Hospital. The results of this study showed that there had been a change in the governance of the Jati Padang Hospital since serving COVID-19 patients. The strategy has been carried out administratively, changing the service flow to the fulfillment of the required facilities. There are still several things that need improvement, namely communication about internal policies between management and officers at the Jati Padang Hospital, officer discipline, and the fulfillment of facilities to increase the prevention of COVID-19 transmission to health workers. Follow-up that can be done in the short term is to improve communication related to existing policies, form a supervision team that is responsible to the leadership, improve coordination between units and formulate related policies that are not yet owned by the hospital. For the long-term follow-up related to the budget, namely the fulfillment of facilities and infrastructure and the provision of rewards and punishments for employees in improving their discipline."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ade Erni Kurniati
"Tesis ini membahas analisis Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Pada Instalasi Rawat Inap Di RSUD Kabupaten Ciamis Sebelum Dan sesudah Menjadi Badan Layanan Umum Daerah di Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam dari informan terpilih.
Hasil penelitian menunjukkan dari aspek SPO, SDM, sarana prasarana pada instalasi rawat inap sesudah menjadi BLUD lebih lengkap dari segi kuantitas maupun kualitas meskipun dari aspek SPO masih ada tindakan yang tidak sesuai dengan SPO, sedangkan dari aspek SDM masih kekurangan dokter spesialis, dan dari aspek sarana dan prasarana masih kurang dalam sistem pemeliharaannya. Kesimpulannya, pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal di instalasi rawat inap belum dilaksanakan secara maksimal, karena keadaan rumah sakit yang masih mempunyai kelemahan dan kekurangan.
Saran peneliti bagi RSUD Kabupaten Ciamis diharapkan dapat lebih bekerja sama dan melakukan koordinasi yang baik dengan pihak Pemerintah Daerah agar dapat dicarikan solusi yang terbaik, dan diperlukan evaluasi berkala SPM agar pelaksanaannya lebih baik.

This thesis studied an analysis of the implementation of Hospital Minimum Service Standards of Ciamis District General Hospital at Inpatient Care Unit which was held before and after becoming Local Public Service Institution in 2013. This research used a qualitative approach by conducting detailed interview to selected interviewees.
The result of the research showed that aspects of SPO, Human Resources, infrastructures at Inpatient Care Unit, viewed after the hospital's becoming Local Public Service Institution are more quantitatively and qualitatively complete although if viewed from SPO there are still acts which are not appropriate with SPO, meanwhile viewed from Human Resources, it is still lack of specialists, and from its infrastructures, it’s maintenance system is regarded still inadequate. The Minimum Service Standards implementation at Inpatient Care Unit has not been maximally implemented because of the hospital's weaknesses and lack.
The researcher suggestion for Ciamis District General Hospital is that hopefuly there will be more cooperative good coordination with the local government in order to find the best solution, and the Minimum Service Standards periodic evaluations is required so that the implementation will be better conducted.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T33733
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Suhendra
"Angka Kematian Ibu (AKI) karena kehamilan dan persalinan merupakan salah satu tolok-ukur dari derajat kesehatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat, AKI di Indonesia masih yang tergolong tertinggi diantara negara-negara ASEAN.
Atas dasar hal tersebut, maka pada tahun 1996 oleh Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dicetuskan suatu program intervensi, Program tersebut dinamakan Program Gerakan Sayang Ibu (GSI), dimana kabupaten Karawang ditunjuk sebagai salah satu kabupaten di Indonesia untuk melaksanakan uji coba yang berlangsung sampai saat ini. Program tersebut terdiri dari 2 komponen yaitu Program Kecamatan Sayang Ibu (KSI) yang berperan untuk meningkatkan kepedulian aparat pemerintah dan masyarakat terhadap wanita. Sedangkan Program Rumah Sakit Sayang Ibu (RSSI) berperan untuk meningkatkan fungsi Rumah Sakit Kabupaten sebagai Rumah Sakit rujukan untuk menangani kasus-kasus kegawat-daruratan obstetrik.
Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran proses penatalaksanaan kasus ibu hamil, bersalin dan nifas risiko tinggi beserta upaya perbaikan dalam rangka Program Rumah Sakit Sayang lbu.
Metodologi penelitian dilakukan secara kualitatif yaitu dengan cara observasi dan wawancara mendalam dengan para pelaksana disetiap unit pada instalasi kebidanan Rumah Sakit Umum Karawang untuk menggali permasalahan yang ada beserta pemecahan masalah yang ideal sesuai dengan persepsi dari para pelaksana disamping saran jangka pendek dan jangka panjang.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, ditemukan permasalahan sebagai berikut: masih belum optimalnya Pelayanan Obstetrik Emergensi Komprehensif terutama untuk pelayanan purna waktu, masih adanya hambatan dalam pengadaan darah dan prosedur administratif beserta pengaturan ketenagaan yang belum menunjang upaya perbaikan proses penatalaksaan ibu hamil, bersalin dan nifas risiko tinggi.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah belum optimalnya dukungan manajerial dalam proses penatalaksanaan kasus ibu hamil, bersalin dan nifas risiko tinggi di Rumah Sakit Umum Karawang. Untuk itu disarankan agar Rumah Sakit Umum Karawang, khususnya Instalasi kebidanan lebih meningkatkan lagi pemanfaatan sumber daya manusia yang ada baik tenaga medis maupun paramedis beserta perbaikan prosedur administratif dan pengaturan ketenagaan yang lebih efisien, melengkapi prasarana penunjang dan pengadaan Bank darah. Sedangkan terhadap Dinas Kesehatan dan Instansi Lintas Sektoral disarankan untuk meningkatkan peranan koordinasi dalam pembinaan jaringan rujukan.

"The Analyze of the Management of Pregnant Women, Parturition and Puerperal with High Risk in Mother-Friendly Hospital Initiative Program at Karawang General Hospital"
Maternal Mortality Rate (MMR) because of pregnancy and birth is one of indicators from people health degree and people prosperity level, the MMR in Indonesia is still classified as the highest number among ASEAN countries.
From above statement, so in year 1996 The Minister of Women Role Affair declared an intervention program, this program called "Gerakan Sayang Ibu" (GSI}, Karawang regency was pointed as one of regencies in Indonesia to do the trial which continue until this time. This program has 2 program units; they are "Kecamatan Sayang Ibu" (KSI) program which has purposed to improve the government staff and the people awareness to the women. In the other hand Mother-friendly Hospital Initiative Program has purposed to improve the function of Regency Hospital as Referral Hospital to handle obstetric emergency cases.
This research is made in order to get the pictures of the management process of pregnant women, parturition and puerperal with high risk and also to improve Mother-friendly Hospital Initiative Program.
This research method is done by qualitative method, they are observation and in-depth interview with the entire medical person in every unit in obstetric installation of Karawang General Hospital to find the problem which occurs and the ideal problem solving that appropriate with the perception of the medical person besides short term and long term advice.
Based on the research result which has been done, there are some problems namely: The Obstetric Emergency Comprehensive Service is still not optimal especially for full time service, there are still obstruction in blood providing and administrative procedures and also to manage the human resources, which has not support the improvement in the management process of pregnant women, parturition and puerperal with high risk.
The conclusions of this research are: the managerial support in the management process of pregnant women, parturition and puerperal with high risk is still not optimal. To handle that, there is an advice to Karawang General Hospital especially Obstetric Installation to improve the human resources and to repair the administrative procedure and the human management in order to make it more efficient, and to make support equipment and Blood Bank complete. Otherwise to the Regency Health Office and Other Institution is suggest to improve the coordination role in referral network establishment."
2000
T7869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Aditya Saputra
"Keterlambatan waktu mulai sebuah operasi elektif dapat mengakibatkan penundaanmulainya operasi berikutnya, mengurangi utilisasi kamar operasi, serta risikomenimbulkan keluhan pasien dan operator. Metode penelitian ini adalah action research,yaitu dengan melakukan observasi untuk mengamati alur proses pelayanan operasi elektifagar diperoleh rekomendasi dan usulan perbaikan dalam upaya mengurangiketerlambatan waktu mulai operasi elektif dan meningkatkan utilitas kamar operasidengan pendekatan lean thinking dan six sigma. Hasil penelitian menunjukkan bahwaaktivitas yang tidak memberi nilai tambah non value added selama proses operasi elektifadalah sebesar 62,92 pada pasien yang menggunakan jaminan asuransi, 59,80 padapasien umum, dan 52,34 pada pasien rawat inap. Usulan perbaikan denganmenggunakan pendekatan lean thinking dan six sigma menghasilkan perbaikan padaproses pelayanan operasi elektif dengan menurunkan kegiatan non value added secaraberturut-turut menjadi 34,62 untuk pasien asuransi, 36,41 untuk pasien umum, serta14,50 untuk pasien rawat inap.Kata kunci: waktu mulai operasi, metode lean thinking, six sigma, kegiatan value added,kegiatan non value added.

The delayed time of starting an elective operation can cause delay to the next scheduledoperation, decrease utilization of an operating room, increase risk of complaint frompatients and operator doctors. This study was an action research study by observing toanalyzing the current state of elective operating room process and value flow, in purposeto reduce the delayed starting time of elective operation and increasing the utilization ofoperating room using lean thinking and six sigma approach. The result of this study showsthat the non value added activities of elective operation process is 62,92 for patientwho use insurance, 59,80 for the out of pocket patient, and 52,34 for inpatientcategory. By the implementation of recommended solution for the operation process ableto decrease the non value added activities to 34,62 for patient with insurance, 36,41 for out of pocket patient, and 14,50 for inpatient category.Keyword start time of operation, lean thinking and six sigma method, value added, nonvalue added."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Chaerani
"Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya perubahan lingkungan rumah sakit di Indonesia yaitu globalisasi dan desentralisasi. Kebijakan desentralisai mempengaruhi kebijakan kesehatan termasuk rumah sakit di daerah terutama menyangkut pembiayaan. Selama ini masalah pembiayan tergantung pada kebijakan pemerintah pusat saat ini beralih menjadi kewenangan pemerintah daerah dan tergantung kepada sumber dana yang tersedia di daerah padahal dana yang tersedia terbatas. Hal ini menyebabkan rumah sakit dituntut meningkatkan kemampuannya untuk mendapatkan sumber pembiayaan baik dari pemerintah maupun non pemerintah atau masyarakat.
Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Ajjappannge Soppeng sebagai rumah sakit daerah pada tahun 2002 telah mencapai cakupan pelayanan cukup tinggi dengan BOR 70%. Namun pendapatan dari retribusi pelayanan masih rendah. Hal ini disebabkan tarif pelayanan masih rendah juga belum dihitung berdasarkan biaya satuan dan analisa biaya. Maka untuk meningkatkan pendapatan unit rawat inap dari retribusi perlu melakukan analisis tarif rawat inap untuk mobilisasi dana dari masyarakat melalui penyesuaian pola tarif.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tarif rawat inap yang ditetapkan berdasarkan biaya satuan pada masing-masing kelas perawatan di RSUA Soppeng. Termasuk didalamnya untuk mengetahui total biaya, cost recovery rate (CRR), kebijakan maupun kemampuan membayar dari masyarakat sebagai dasar penetapan tarif. Jenis penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan analisis biaya rawat inap menggunakan metode simple distribution di RSUA Soppeng tahun anggaran 2001.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tarif yang belaku pada kelas I, II dan III kecuali VIP berdasarkan Perda Kabupaten Soppeng no 4 tahun 1998 masih di bawah. biaya satuan aktual sebesar Rp 51.696,- demikian pula biaya satuan normatif sebesar Rp 34.975,31. Hasil pada simulasi tarif dapat meningkatkan CRR dari 25 % manjadi 44,7 %, terjadi peningkatan mobilisasi dana untuk menutupi sebagian biaya pelayanan unit rawat inap di Rumah Sakit Ajjappannge Soppeng.
Peneliti menyarankan untuk dilakukan penyesuaian tarif pelayanan rawat inap yang dibuat berdasarkan biaya satuan, tingkat pemulihan biaya, kebijakan dan kemampuan membayar masyarakat.

Analysis of Inpatient Tariff at General Hospital of Ajjappannge Soppeng, South Sulawesi, 2001. This research was initiated due to environmental change in the hospital setting in Indonesia that is globalization and decentralization. Decentralization policy affects health care and hospital policies at district government, especially on the issue of financing.
Under previous mechanism, the central government subsidized directly to the district hospitals. After the implementation of autonomy, financing of district hospitals has shifted to the local government through Dana Alokasi Umum (DAU) whereas that financing source is limited. As a consequence, has to improve their capability to seek for additional of financing both from government and public sector.
Utilization rate of inpatient care units of General Hospital of Ajjappannge Soppeng South Sulawesi was quite high which showed in 2000 where Bed Occupancy Rate (BOR) indicate 70 %, although the revenue from retribution inpatient care units was still low. One potential cause is due to low tariff that is set by the local government; this tariff is not based on the unit cost analysis. Resource mobilization should be explore from both public and government sector. One of the attempts is to adjust tariff that is base on unit cost. The research aim to estimate inpatient tariff that state base on unit cost in each class ward at inpatient care units at General Hospital of Ajjappannge Soppeng. Include the analysis to estimate total cost, cost recovery rate (CRR), tariff policy, and community ability to pay (ATP) as the basis in the deciding the tariff.
This is a case study; using cost analysis of in patient ward with simple distribution method at General Hospital of Ajjappannge Soppeng used the year of budget 2001.
The result of this study showed that the tariff of inpatient care in each class (The 151, 2nd and 3rd class except VIP class) ward by Perda Kabupaten Soppeng No 4 Tahun 1998 is lower than units cost services, Actual Unit Cost is Rp 51.696; and Normative Unit Cost is Rp 34.975,31.
The tariff pattern on simulation of inpatient care, would improvement CRR from 25,5 % to 44,7 %, it means that resource mobilization may increase financing in the inpatient unit.
Finally the researcher suggests the inpatient care tariff which stated base on unit cost, cost recovery, policy and ability to pay.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 10655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Mayanda
"Rumah sakit sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan mum yang baik dan biaya yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Untuk dapat memenuhi usaha di atas rumah sakit harus berkembang dan memenuhi kemajuan teknologi kedokteran yang ada.
Mengingat bahwa bidang usaha perumahsakitan yang kompleks, dinamis, padat teknologi, padat modal dan padat karya, multidisiplin serta dipengaruhi oleh lingkungan yang selalu berubah, maka manajemennya juga sangat kompleks. Salah satu komponen manajemennya adalah manajemen keuangan rumah sakit, yang apabila dikelola dengan baik akan menunjang dalam pengembangan rumah sakit, dimana sasaran pokoknya adalah peningkatan pendapatan fungsional rumah sakit agar biaya operasional dan investasi dapat ditutupi (Cost recovery).
Dalam manajemen keuangan rumah sakit yang perlu mendapat perhatian khusus adalah pengelolaan piutang pasien (Patient account receivable). Dengan pengelolaan piutang yang baik diharapkan terjadi pembayaran yang penuh terhadap semua pelayanan yang diberikan rumah sakit. Pos piutang dalam neraca biasanya merupakan bagian yang terpenting dari aktiva lancar dan oleh karenanya perlu mendapat perhatian yang cukup serius agar perkiraan piutang ini dapat dikelola dengan cara yang seefisien mungkin. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Pasar Rebo dari bulan Mei sampai dengan Juni 2002, bertujuan untuk mendapatkan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efektifitas manajemen sistem piutang di RSUD Pasar Rebo. Rancangan penelitian yang digunakan adalah research operasional untuk menganalisis sitem penagihan piutang yang mempengaruhi keberhasilan penagihan piutang. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan melakukan pengamatan langsung dan wawancara mendalam.
Dari data keuangan RSUD Pasar Rebo didapat bahwa piutang pasien rawat inap terjadi setiap tahunnya sebesat 0,6 % dari total pendapatan. Piutang ini berasal dari pasien yang bayar sendiri. Pasien jaminan perusahaan dan ASKES tidak mempunyai piutang. Tetapi bila dibandingkan dengan pendapatan rawat inap piutang tersebut telah mencapai 2,5 % pada tahun 2001. Dari piutang ini yang dapat ditagih hanya sebesar 5-10 %, sisanya menjadi piutang yang tak tertagih yang secara terus menerus akan membebani keuangan rumah sakit. Dan juga mengingat perkembangan RSUD Pasar Rebo ke depan yang akan menjadi BUMD, maka perlu dilihat kembali bagaimana sistem manajemen piutang yang berlaku di rumah sakit Pasar Rebo.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1.Piutang yang terjadi dibandingkan dengan biaya operasional rumah sakit sebesar 0,68 % pada tahun 2000 dan 0,64 % pada tahun 2001.
2.Sistem deposit hanya untuk pasien jaminan perusahaan
3.Sistem pemulangan pasien telah melewati prosedur medis dan administrasi
4.Tidak tegasnya petugas dalam menarik uang muka perawatan.
5.Tidak adanya bagian pra penerimaan dan penerimaan yang khusus menangani pasien rawat inap. Kegiatan ini dipegang oleh bagian informasi (front office).
6.Tidak ditemukannya beberapa standard operating proceduer dari masing-masing tahapan piutang.
7.Pemberitahuan jumlah tagihan pasien telah dilakukan secara periodik setiap 3 hari.
8.Banyaknya tugas rangkap pada petugas yang bersifat pelayanan maupun penerimaan piutang.
9.Kurangnya usaha rumah sakit untuk menagih piutang yang ada pada pasien.
10.Penutupan piutang pasien berdasarkan peraturan Pemerintah Provinsi DKI.
Saran yang diberikan adalah:
1.Perlunya sosialisasi uang muka pada masyarakat
2.Perlunya ketegasan petugas dalam menarik uang muka
3.Melengkapi/membuat semua SOP pada setiap pelaksanaan tahapan piutang sebagai landasan petugas bekerja.
4.Mengoptimalkan fungsi penerimaan pasien
5.Pengadaan tim verifikator alamat.
6.Memisahkan fungsi pelayanan dan penerimaan keuangan
7.Perlunya mekanisme kontrol antara pemberi jasa dan penerima keuangan.
8.Pengadaan kasir 24 jam
9.Peningkatan keaktifan rumah sakit dalam menagih piutang.
10.Membentuk tim khusus untuk menagih piutang dan pemberian reward pada petugas yang berhasil menagih piutang.

Analysis of Accounts Payable Management System of Pasar Rebo District Hospital's In-Patient Department in the Year 2001Hospital is one of health services that are required to provide good quality of services within affordable price for the society. A hospital is an enterprise with characteristics of dynamic, technological based, large capital investment and requires a considerable amount of personnel, and multidiscipline. In addition, the enterprise is also highly interactive with its environment, which in result requires a highly complex management. Financial management is an essential component of hospital management and if it is properly managed will significantly contribute to the development of the hospital, with the specific focus on the effort to increase the functional income of the hospital. This increase will in turn recovers the operational and investment cost (cost recovery).
In the hospital financial management, the attention should be given to patient account receivable with specific target to fulfill all charged cost of health care services received by the patient. Account receivable is the most important factor in the balance sheet; therefore it should be granted the most attention of all in terms of the efficiency of projected.
This qualitative study used direct observation and in-depth interview on the success rate of the collection of account-receivable, in Pasar Reba Hospital during May - June 2002, with the design of the study is operational research in account collection's system analysis.
From RSUD Pasar Rebo's financial data, it recorded that account receivable frin in-patient patients is 0.6 % from total income or if calculated from the total in-patient income is 2.5 % in the year 2001. This account receivable are source from out of pocket patient, and then is no problem from in patient from coorporate company and ASKES, because all of the service give by hospital will pay after that. From this percentage, the success ratio of collection is around 5-10%, and the rest would become un-collected account receivable. With the intention on becoming State Enterprise, these issues should get more attention.
From the research's results:
1. Account receivable is compare with operational budget is more than 0,68 % at 2000 and 0,64 % at 2001.
2. Deposit system for corporate company patients
3. Discharge system patients has done medical and administrative procedure
4. Weak firmness of employee to receive down-payment for in-patient services
5. There no standard operating procedure (SOP) in each steps of account collection and no pre admission and admission department
6. Joint appointment in service area and financial area
7. Regularly informs account receivable patient
8. Little effort was conducted by the hospital to collect the account receivable.
As suggestion are:
1. There is a need to socialize down payment to all hospital customers and community.
2. Develop necessary SOP at each step of collection.
3. Optimalization admission department function.
4. Separate service functions and payment receiving to simplify control.
5. Develop a verificator patients address
6. Establish 24 hours cashier
7. Improve the hospital?s effort to collect account receivables.
8. Make a special team for collect account receivable and give reward to the team by hospital if they successfully collate the account receivable.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T4452
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>