Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189414 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jemmy Wilson Tanod
"Latar belakang: Dalam setiap kunjungan pra anestesia, penilaian jalan nafas sangat penting, terutama pada pasien anak. Namun, pedoman yang ada pada dewasa tidak dapat dipakai pada populasi pediatri.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara lima ukuran parameter kraniofasial dengan skor Cormack-Lehane pada populasi anak usia 4-12 tahun di Indonesia.
Metodologi: Data dikumpulkan secara consecutive pada 134 pasien yang menjalani anestesia umum. Dilakukan pengukuran jarak tepi bawah bibir ke ujung mentum, jarak angulus mandibula ke ujung mentum, jarak tragus telinga ke sudut bibir, jarak mentohioid dan jarak antara angulus mandibula kanan dan kiri. Dilakukan penilaian tingkat kesulitan laringoskopi menggunakan skor Cormack-Lehane, kemudian dibagi menjadi mudah dan sulit laringoskopi. Kemudian dilakukan analisa data untuk mencari hubungan antara lima parameter ini dengan skor Cormack-Lehane.
Hasil: Insidens skor Cormack-Lehane I sampai IV masing-masing 47,4%; 43,6%; 6,8%; dan 2,3%.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan bermakna antara lima parameter kraniofasial dengan skor Cormack-Lehane pada anak usia 4-12 tahun.

Background: In every pre anesthesia visite, airway assessment is very important, especially in pediatric patient. However, adult airway guidelines can not be applied in pediatric population.
Objective: To perform the association between five craniofacial parameters and Cormack-Lehane score for 4 to 12 year-old pediatric in Indonesia.
Methods: Data collected consecutively in 134 patients who underwent general anesthesia. The distance of lower lip to mentum, mandible angle to mentum, ear tragus to mouth, mentohyoid distance and distance of left and right mandible were measured. Laryngoscopic view were counted using Cormack-Lehane score and divide into two groups: easy and difficult for laryngoscopic view. The associations of these five parameters with Cormack-Lehane score were analyzed.
Results: Incidence of Cormack-Lehane score grade I to IV was 47,4%; 43,6%; 6,8%; and 2,3%.
Conclusion: There are no significant association among the craniofacial parameters and Cormack-Lehane score in 4 to 12 years-old pediatric patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risha Ayuningtyas
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penilaian jalan napas saat ini menjadi suatu standar prosedur yang harus dilakukan setiap kunjungan pra-anestesia, termasuk pada populasi pediatrik. Namun demikian, pedoman yang sudah ada pada populasi dewasa tidak dapat begitu saja dipakai untuk populasi pediatrik.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara beberapa ukuran parameter kraniofasial dengan skor Cormack-Lehane pada populasi anak di Indonesia.
Metodologi: Data dikumpulkan secara consecutive pada 121 pasien yang akan menjalani anestesia umum. Dilakukan pengukuran jarak tepi bawah bibir ke ujung mentum, jarak tragus telinga ke sudut mulut, jarak angulus mandibula ke ujung mentum, jarak mentohioid, dan jarak horizontal antara angulus mandibula kanan dan kiri. Dilakukan penilaian tingkat kesulitan laringoskopi menggunakan klasifikasi Cormack-Lehane, yang kemudian dibagi menjadi mudah dan sulit laringoskopi. Kemudian dilakukan analisa data untuk mencari hubungan antara ukuran parameter-parameter ini dengan skor Cormack-Lehane.
Hasil: Insidensi skor Cormack-Lehane I sampai IV masing-masing 67,8%; 23,1%; 6,6%; dan 2,5%. Semua ukuran parameter kraniofasial yang diukur memiliki hubungan bermakna dengan skor Cormack-Lehane (p<0,05).
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara ukuran parameter kraniofasial dengan skor Cormack-Lehane.

ABSTRACT
Background: Airway assessment is now becoming a standard of procedure in every pre-anesthesia visit, including in pediatric population. However, guidelines for adults may not be applied readily for pediatric population.
Objective: This study was performed to determine the association between craniofacial parameters and Cormack-Lehane Score in pediatric population in Indonesia.
Methods: We collected data on 121 consecutive patients who were scheduled for general anesthesia. The distance from lower lip to menthom, ear tragus to mouth, mandible angle to menthom, mentohyoid distance, and the horizontal length of right and left mandible were measured. Laryngeal view were graded using the Cormack-Lehane classification and divided into two groups: easy and difficult for laryngoscopic visualization. The association of these parameters with the Cormack-Lehane Score group was analyzed.
Results: The incidence of Cormack-Lehane Score grade I to IV was 67,8%; 23,1%; 6,6%; and 2,5% respectively. All the craniofacial parameters we measured have a significant association with the Cormack-Lehane Score (p<0,05).
Conclusion: There are significant association between craniofacial parameters and Cormack-Lehane Score."
2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arinando Pratama
"ABSTRAK
Title : Comparison on the effectiveness of the insersion of i-gel based on
the ear size and body weight in children 1-11 years old in Cipto
Mangunkusumo Hospital
Objective To compare the effectiveness of i-gel insertion in children aged 1-
11 years based on the ear size and body weight.
Study design 104 subjects were included in the inclution criteria for
randomization.. Patients was given midazolam for premedication
0,01-0,02 mg / kg as needed. Patients who has no prior venous
access were induced with sevoflurane 8%, 50% oxygen fraction
combined with air, and patient who has venous access induction
was done with propofol 2-2.5 mg / kg, then continue administering
100% oxygen. Ear measurement by ruler measurement vertically,
from the top to the bottom and horizontally from the tragus to the
outer portion of the ear. Anesthesia continue by administration of
fentanyl 2 mcg / kg, and atracurium 0.5 mg / kg. After 3 minutes
insertion i-gel was performed. Data of seal pressure, the number of
the insertion attemp, post-discharge complications of blood stains
and sore throat 24 hours after surgery were obtained.
Results This research was followed by 104 children aged 1-11 years with
general anesthesia using i-gel. There were no differences in
demographics between the two groups The statistical results were
p> 0.05 for each variable seal pressure criteria, the number of
insertion attempts, complications of blood stains and sore throat.
Conclusion Insertion of i-gel based on the ear size has an equal effectiveness
with body weight

ABSTRACT
Judul : Perbandingan keefektifan pemasangan i-gel berdasarkan ukuran
daun telinga dengan berat badan pada anak 1-11 tahun di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan
keefektifan pemasangan i-gel pada anak usia 1-11 tahun yang
pemilihan ukurannya didasarkan kepada ukuran daun telinga
dengan ukuran berat badan.
Metode 104 subjek yang masuk dalam kriteria inklusi dilakukan
randomisasi. Pasien diberikan premedikasi midazolam 0,01-0,02
mg/kgBB sesuai dengan kebutuhan. Pasien yang tidak terpasang
akses vena dilakukan induksi dengan gas sevofluran 8%, fraksi
oksigen 50 % kombinasi dengan air, pada pasien yang sudah
terpasang akses vena induksi dengan propofol 2-2,5 mg/kgBB dan
dilajutkan dengan pemberian oksigen 100%. Pengukuran daun
telinga menggunakan penggaris secara vertikal, dari bagian teratas
sampai dengan terbawah dan horizontal dari tragus sampai dengan
bagian terluar daun telinga. Anestesi dilanjutkan dengan pemberian
fentanyl 2 mcg/kgBB dan atrakurium 0,5 mg/kgBB. Setelah 3
menit dilakukan insersi i-gel. Dinilai seal pressure, jumlah upaya
pemasangan, komplikasi noda darah pasca pelepasan dan nyeri
tenggorok 24 jam pasca operasi.
Hasil Penelitian ini diikuti oleh 104 anak usia 1-11 tahun dengan anestesi
umum menggunakan i-gel. Secara demografi tidak terdapat
perbedaan diantara kedua kelompok. Hasil penelitian didapatkan
p>0,05 pada masing-masing uji statistik untuk kriteria seal
pressure, jumlah upaya pemasangan, komplikasi noda darah dan
nyeri tenggorok.
Kesimpulan Pemasangan i -gel berdasarkan ukuran daun tel inga sama
efekt ifnya dengan berat badan"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58548
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Rosanti Khalid
"Latar Belakang : Tingkat kepuasan pasien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan anestesia, baik rawat inap maupun rawat jalan. Bedah rawat jalan menawarkan banyak kelebihan dibandingkan rawat inap, sehingga berkembang sangat pesat di Indonesia khususnya di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta dan sebagian besar jenis anestesia pada bedah rawat jalan adalah anestesia umum. Perkembangan ini harus diimbangi dengan peningkatan kualitas pelayanan anestesia. Oleh karena itu perlu dilakukan penilaian terhadap tingkat kepuasan pasien dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Tingkat kepuasan pasien dapat memberikan feedback untuk meningkatkan kualitas pelayanan anestesia pada instalasi bedah rawat jalan.
Tujuan : Mengetahui tingkat kepuasan pasien yang menjalani anestesia umum pada instalasi bedah rawat jalan di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan faktor yang memengaruhinya.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian potong lintang. Dilakukan penilaian tingkat kepuasan pada 76 pasien dengan menggunakan kuesioner yang telah divalidasi. Kriteria penerimaan adalah usia 18-65 tahun yang menjalani pembiusan umum pada instalasi bedah rawat jalan di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, dapat berbahasa Indonesia, membaca dan menulis, bersedia berpartisipasi dan menandatangani surat persetujuan penelitian, pulang dihari yang sama setelah pembedahan atau dirawat kurang dari 24 jam. Hasil kuesioner akan diolah menggunakan perangkat lunak SPSS dengan uji univariat dan bivariat.
Hasil : Uji univariat menunjukkan tingkat kepuasan pasien terhadap anestesia umum rata-rata diatas 70 %. Sedangkan dari uji bivariat, faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien adalah usia, jenis kelamin dan pekerjaan.
Kesimpulan : Pasien merasa puas terhadap pelayanan anestesia umum pada instalasi bedah rawat jalan di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Karakteristik pasien yang memengaruhi tingkat kepuasan pasien adalah usia, jenis kelamin dan pekerjaan.

Background : Patient satisfaction has been one of quality indicators in anesthesia services whether it is inpatient or outpatient. Ambulatory surgery offers more advantages compares to inpatient services, thus it developed nicely in Indonesia especially in RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta where most patients undergone general anesthesia. This development is yet to be offset by improvement in anesthesia quality services. Thus, it is needed to assess patient satisfaction and factors. Patient satisfaction can give feedback to improve quality of anesthesia services in ambulatory surgery.
Purpose : The purpose of this study was to know patient satisfaction toward general anesthesia and influencing factors in ambulatory surgery RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Methods : This is a cross sectional study. Patient satisfaction was assessed in 76 patients using validated questionnaire. The inclusion criteria were age 18-65 undergoing general anesthesia in Ambulatory Surgery, Bahasa speaking, able to read and write, and agreed to participate in this study by signing research consent and discharged on the same day or hospitalized less than 24 hours after surgery. Result was processed using SPSS with univariate and bivariate test.
Results: Univariate test showed patient satisfaction toward general anesthesia was above 70%. While Bivariate test indicated factors influencing patient satisfaction were age, gender and occupation.
Conclusion : Patients were satisfied with general anesthesia services in Ambulatory Surgery RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Patient characteristics influencing patient satisfaction were age, gender and occupation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Kusuma Ningrum
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penelitian yang menghubungkan parameter kraniofasial dengan
kesulitan visualisasi laring banyak dilakukan, namun tidak satu pun digunakan
secara baku dalam pemeriksaan praoperatif pasien anak. Penelitian serupa pada
ras Melayu baru dilakukan satu kali dan tidak menentukan parameter yang paling
berkorelasi dengan kesulitan visualisasi laring.
Metodologi: Penelitian ini merupakan penelitian prospektif. Pengumpulan data
dilakukan secara konsekutif pada 295 pasien anak 1-3 tahun yang akan menjalani
anestesia umum. Dilakukan pengukuran jarak tepi bawah bibir ke ujung mentum,
jarak tragus telinga ke sudut mulut dan jarak mentohioid. Tingkat kesulitan
visualisasi laring menggunakan klasifikasi skor Cormack-Lehane dengan kategori
mudah dan sulit visualisasi laring. Dilakukan analisis data untuk mencari
parameter yang paling tepat untuk memprediksi kesulitan visualisasi laring.
Hasil: Kesulitan visualisasi laring (Cormack-lehane III dan IV) ditemukan
sebesar 8.1%. Analisis multivariat dengan variabel bebas skala numerik
menunjukkan tidak ada parameter yang berkorelasi dengan kesulitan visualisasi
laring (p>0.05) sedangkan berdasarkan variabel bebas berskala kategorik
didapatkan jarak tragus telinga ke sudut mulut memiliki hubungan bermakna
dengan kesulitan visualisasi laring (p=0.013), namun hasil ini secara klinis tidak
bermakna.
Kesimpulan: Parameter kraniofasial tidak dapat memprediksi kesulitan
visualisasi laring anak ras Melayu usia 1-3 tahun. Harus dicari parameterparameter
lain pada anak ras Melayu yang lebih baik memprediksi kesulitan
visualisasi laring.

ABSTRACT
Background: Many research have been done to observe correlation between
craniofacial parameters with difficulty of larynx visualization, but none of them
are used as a gold standard for preoperative examination in children patients. A
similar research in Malay race children has ever done but it did not determine
which parameters that most correlated with difficulty of larynx visualization.
Methodology: In a prospective study, data collection was performed
consecutively in 295 pediatric patients 1-3 years whose received general
anesthesia. Distance from edges lower lip to mental tip, ear tragus to the mouth
angle and mentohioid are measured in this study. Difficulty level of larynx
visualization is using Cormack-Lehane scores and categorized into easy and
difficult larynx visualization. Data analysis was performed to find the most
appropiate parameters which can predict difficulty of larynx visualization.
Results: Difficulty of larynx visualization (Cormack-Lehane III and IV) was
found as many as 8.1%. Multivariat analysis with numeric scale as independent
variable show no parameter correlated with the difficulty of larynx visualization
(p> 0.05). Multivariat analysis with categoric scale as independent variable
obtained only distance from ear tragus to the mouth angle which has significant
relationship (p = 0.013), but these results is not clinically significant.
Conclusion: Craniofacial parameters can not be used to predict difficulty of
larynx visualization in Malay race children 1-3 years. Research using other better
parameters should be done to predict difficulty of larynx visualization."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Soraya
"Berbagai studi dan penelitian telah dilakukan di berbagai negara untuk mengetahui pengetahuan pasien terhadap anestesia namun tidak ada instrumen kuesioner yang baku untuk menilai pengetahuan pasien tentang anestesia, dan hal ini belum pernah dilakukan di Indonesia khususnya di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Kuesioner pengetahuan yang valid dan reliabel diharapkan menjadi standar untuk menilai pengetahuan masyarakat terhadap anestesia, dan dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.
Metode: Kuesioner pengetahuan anestesia sebelumnya telah melalui tahapan pretest oleh ahli dan uji pilot, hasil kuesioner uji pilot disempurnakan sehingga dianggap layak diujicobakan. Penelitian dilakukan pada bulan Januri 2014 sampai dengan Maret 2014 terhadap subyek secara consecutive sampling yang akan menjalani pembiusan dan diperiksa di klinik preoperatif RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Teknik uji validitas menggunakan validitas konstruk dengan koefisien korelasi minimal 0,3 dapat dianggap valid dan uji reliabilitas menggunakan teknik konsistensi internal dengan nilai cronbach α minimal 0,4 dianggap reliabel.
Hasil: Penelitian ini diikuti oleh 95 subyek dengan 1 subyek dikeluarkan dari penelitian karena tidak mengisi kuesioner secara lengkap. Kuesioner pengetahuan terdiri dari 20 pertanyaan, 8 pertanyaan diantaranya dinilai tidak valid dan reliabel yang dapat disebabkan oleh pertanyaan dan jawaban kuesioner yang tidak dapat dimengerti oleh subyek, pembahasan terlalu dalam dan penggunaan istilah medis yang tidak familiar. Beberapa jawaban pertanyaan memiliki kesamaan yang dapat membingungkan subyek, serta terdapat inkonsistensi jawaban yang diberikan oleh subyek. Tingkat penghasilan dan pendidikan subyek yang rendah serta pengalaman dan informasi yang kurang, sangat mempengaruhi pengetahuan subyek terhadap anestesia, tercermin dari rendahnya rerata tingkat pengetahuan subyek sebesar + 31,6%.
Kesimpulan: Kuesioner penilaian pengetahuan tentang anestesia pada pasien di klinik preoperatif RSUPN Cipto Mangunkusumo tidak dapat dijadikan sebagai suatu standar instrumen yang baku oleh karena dinilai tidak valid dan reliabel.

Various studies and researches have been conducted abroad to determine the patient?s anesthesia knowledge, although no standard questionnaires exist. Research on anesthesia?s knowledge questionnaires have never been done specifically in Cipto Mangunkusumo hospital. A valid and reliable questionnaire is aimed to be a standard instrument assessing the community?s knowledge on anesthesia, and as a foundation for future researches.
Methods: The anesthesia knowledge questionnaires has been evaluated through a pre-test phase done by experts and pilot test, the results was then revised until it is acceptable and can be tested. Researches was conducted on January 2014 until March 2014 on subjects by consecutive sampling who are going to undergo anesthesia and evaluated at the preoperative clinic Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. Validity test techniques using construct validity with the minimal correlation coefficient 0.3 is valid. Reliability tests using internal consistency techniques with minimal cronbach alpha value 0.4 is reliable.
Results: Research was participated by 95 subjects with 1 subject excluded from the research because of not filling in the questionnaire completely. The knowledge questionnaire included 20 questions, whereas 8 questions was marked to be invalid and unreliable that may be caused by questions and answers were not fully understood by the subjects, the contents was too spesific, usage of medical terms that aren?t familiar. Some of the given answers have similarities that may confuse the subject, and also inconsistency from the subject?s answers. Low level of salary and education with lacking of experience and information from the subjects, has significant influence on the subjects knowledge on anesthesia which is reflected by the low average level of the subject`s knowledge which is + 31.6%.
Conclusions: Anesthesia knowledge questionnaires on patients at preoperative clinic Cipto Mangunkusumo hospital is invalid and unreliable therefore fail to be a standard instrument."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santun Setiawati
"Karya Ilmiah Akhir ini merupakan gambaran pelaksanaan praktik ners spesialis keperawatan anak selama 2 semester. Karya Ilmiah Akhir ini memfokuskan pada aplikasi Self-Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) yang dikembangkan oleh Orem pada klien anak dengan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan. SCDNT terdiri dari 3 teori yang saling berhubungan yaitu teori self-care, self-care deficit, dan nursing system. Asuhan keperawatan dimulai dengan pengumpulan data. Diagnosa keperawatan yang ditetapkan berdasarkan pada therapeutic self-care demands dan keadekuatan dari self-care agency. Prescriptive operations dibuat dengan melibatkan klien anak dan keluarga sehingga dapat ditetapkan nursing of methods yang tepat berdasarkan nursing system yang dibutuhkan klien anak. Residen melaksanakan regulatory operations dan menerapkan Family Centered Care (FCC). Selanjutnya residen melakukan control operations, dimana dari kelima kasus yang dikelola oleh residen 3 klien telah teratasi dan 2 klien belum teratasi (masih dirawat di rumah sakit). Berdasarkan hal tersebut residen merekomendasikan bahwa SCDNT dapat diaplikasikan pada klien anak dengan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan.

This Final Scientific Work describes of specialist nursing practice in pediatric nursing for 2 semesters. This Final Scientific Work focuses on the application Self-Care Deficit Nursing Theory (SCDNT) developed by Orem on the child client with fluid imbalances. SCDNT consists of three interrelated theories, namely the theory of self-care, self-care deficit, and nursing system. Nursing care begins with data collection. Nursing diagnosis is determined based on therapeutic self care demands and the adequacy of self-care agency. Prescriptive operations made with the involvement of children and families so that clients can set the proper nursing of methods based on the nursing system required the child client. Resident had done regulatory operations and implement Family Centered Care (FCC). The next resident to control operations, which of the five cases are managed by the resident 3 clients have been resolved and 2 clients have not been resolved (still being treated in hospital). Based on the resident recommended that SCDNT can be applied to a client meeting the needs of children with fluid imbalances.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Titin Sutini
"Tujuan Karya ini adalah untuk memperoleh gambaran penerapan Teori Konservasi dari Levine dalam pemenuhan kebutuhan cairan pada bayi risiko tinggi, Serta memberikan gambaran pencapaian,-kompetensi dalam Praktik Residensi Spesialis Keperawatan Anak. Asuhan keperawatan berdasarkan Model Konservasi menurut Levine digambarkan pada 5 kasus yang dikelola, Masalah keperawatan secara yang terjadi pada kasus kelolaan adalah tidak efektifnya bersihan jalan nafas, risiko gangguan pertukaran gas, ketidakseimbangan nutrisi dan termoregulasi, risiko infeksi cemas pada orangtua dan perubahan bonding attachment. Setelah diberikan asuhan keperawatan 3 kasus berhasil mencapai konservasi dan 2 kasus lainnya gagal. Keberhasilan asuhan dipengaruhi oleh peran perawat dan tenaga kesehatan lainnya kondisi bayi Serta lingkungan.

The objective of this thesis is to get a description of Levine conservation theory, especially in liquid fulfillment for high risk babies. It also shows competency accomplishment by pediatric nursing internship. Nursing care is based on Levine conservation model, which is described in 5 different cases. In general, frequent problems occurred are ineffective airways, gas exchange disturbance, imbalanced liquid and electrolyte, risk of malnourished, thermoregulation change and infection, parents anxiety and bonding attachment change. After given nursing care, 3 out of 5 cases are in conservation stage. The successes are influenced by the role of nurses, other healthcare providers, baby’s condition and environment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Montolalu, Gabriela
"Latar Belakang: Saat ini prevalensi kebutuhan anestesi umum pada pasien geriatri semakin meningkat. Tanpa modalitas pemantauan yang memadai, pemberian agen anestesi yang berlebihan dapat menciptakan plana anestesi yang lebih dalam. Bispectral index (BIS) merupakan alat pemantauan kedalaman hipnosis melalui pengolahan data elektroensefalogram (processed EEG). Penelitian ini bertujuan membandingkan durasi deep hypnotic time (DHT) pada pasien geriatri yang menjalani anestesi umum dengan penambahan pemantauan BIS dibandingkan pemantauan standar.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal melibatkan 44 pasien geriatri yang menjalani anestesi umum untuk prosedur operasi. Subjek dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok perlakuan yang mendapatkan tambahan pemantauan BISTM dan kelompok kontrol dengan pemantauan standar sesuai ASA. Data BISTM dari kedua kelompok akan direkam secara kontinyu untuk dianalisis selanjutnya. Terhadap subjek, dilakukan pemeriksaan MMSE prabedah dan pascabedah serta pencatatan waktu emergence.
Hasil: Penambahan pemantauan BISTM dapat menurunkan durasi DHT bila dibandingkan dengan pemantauan standar dengan durasi DHT untuk kelompok BIS dan kontrol masing-masing sebesar 12 menit (0-122) dan 21,5 menit (0-200 menit) (nilai p = 0,36). Pada populasi penelitian didapatkan nilai BIS loss of consciousness (BIS LOC) sebesar 80,55 ± 6,48. Penurunan nilai MMSE pascabedah lebih kecil pada kelompok BIS (0,5 vs 2,0; nilai p = 0,06). Durasi waktu pulih sadar didapatkan lebih panjang pada kelompok BIS yakni 28,45 ± 13,48 bila dibandingkan dengan kelompok kontrol sepanjang 22,35 ± 7,81 (nilai p = 0,09; IK 95% -1,01 s/d 13,21 menit). Terdapat kecenderungan terjadinya anestesi yang lebih dangkal pada pemantauan standar yang ditunjukkan oleh nilai BIS tertinggi intraoperatif dan durasi BIS >60. Nilai BIS tertinggi didapatkan lebih tinggi pada kelompok kontrol (73,2 ± 11,41 vs 69,4 ± 8,31) dengan durasi BIS >60 yang lebih panjang pada kelompok kontrol (30 menit vs 8,5 menit)
Simpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara durasi DHT pada pasien geriatri yang menjalani anestesi umum dengan penambahan pemantauan BISTM dibandingkan pemantauan standar.

Background: The current need for general anesthesia in geriatric population has increased. Without adequate monitoring modality, the administration of anesthetic agents can create unnecessary deeper anesthetic plane. Bispectral index (BIS) is an equipment to monitor the depth of hypnosis through processing raw EEG data. This study aims to compare the duration of deep hypnotic time (DHT) in geriatric patients undergoing general anesthesia with additional BIS monitor compared to standard monitoring.
Methods: This study was a randomized, single-blind clinical trial involving 44 geriatric patients undergoing general anesthesia for surgical procedures. Subjects are divided into two groups, one with additional BISTM monitor and the other with standard monitoring according to ASA. Data acquired from BISTM will continually be recorded to be analyzed afterward. Subjects will be eveluated with MMSE prior and after undergoing general anesthesia and emergence time will be recorded.
Result: Additional BISTM monitor can decrease duration of DHT compared to standard monitoring with DHT for BIS and control group, respectively, 12 minutes (0-122) and 21.5 minutes (0-200 menit) (p value = 0.36). In study population, BIS value for loss of consciousness (BIS LOC) is 80.55 ± 6.48. The decrease of MMSE value post operative is smaller in BIS group compared to control group (0.5 vs 2.0; p value = 0.06). Emergence time is longer in BIS group (28.45 ± 13.48 minutes) compared to control group (22.35 ± 7.81 minutes) with p value = 0.09, 95% CI - 1.01 s/d 13.21 minutes. There was tendency of light anesthesia conduct in control group as shown in comparison of intraoperative highest BIS value and duration of BIS value >60. Higher BIS value is observed in control group (73.2 ± 11.41 vs 69.4 ± 8.31) with longer duration of BIS value >60 compared to BIS group (30 minutes vs 8.5 minutes, respectively).
Conclusion: There is no significant difference in duration of DHT between geriatric population undergoing general anesthesia with additional BISTM monitor compared to standard monitoring.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Wahyudi
"ABSTRAK
Latar Belakang : Kami mengevaluasi kegunaan dari pemeriksaan rasio jarak
hiomental (HMDR,hyomental distance ratio), yang didefinisikan sebagai rasio
dari jarak hiomental (HMD,hyomental distance) posisi kepala ekstensi maksimal
dengan posisi kepala netral, dalam memprediksi kesulitan visualisasi laring pada
pasien-pasien normal, yang dilakukan pemeriksaan prediktor-prediktor jalan
napas praoperasi dengan skor Mallampati dan jarak tiromental (TMD,
tyhyromental distance) sebagai pembanding.
Metode Penelitian : Praoperasi, kami menilai empat prediktor jalan napas pada
169 orang dewasa yang menjalani anestesi umum. Pelaku laringoskopi adalah
residen anestesiologi minimal tahun ke 2, dan menilai skor Cormack-Lehane(CL)
yang dimodifikasi. Sulit visualisasi laring (DVL,difficult visualization of the
larynx) didefinisikan sebagai CL derajat 3 atau 4. Titik potong optimal (The cutoff
point) untuk setiap tes ditentukan pada titik maksimal daerah di bawah
kurva dalam kurva ROC (Receiver Operating Characteristic). Skor Mallampati
dengan derajat ≥ 3 sebagai prediktor DVL. Untuk TMD ≤ 65 mm dianggap
sebagai prediktor DVL.
Hasil : Didapatkan 21 (12,4%) orang pasien dengan sulit visualisasi laring(DVL).
HMDR memiliki hubungan yang bermakna terkait dengan DVL. HMDR dengan
titik potong optimal 1,2 memiliki akurasi diagnostik yang lebih besar (dengan area
di bawah kurva 0.694), dibandingkan prediktor tunggal lainnya (P <0,05), dan
HMDR sendiri menunjukkan validitas diagnostik yang lebih besar (sensitivitas,
61,9%, spesifisitas, 69,6%) dibandingkan dengan prediktor lainnya.
Kesimpulan :HMDR dengan ambang batas uji 1,2 adalah prediktor klinis handal
dalam memprediksi kesulitan dalam visualisasi laring.

ABSTRACT
Background: We evaluated the usefulness of the hyomental distance (HMD) ratio
(HMDR), defined as the ratio of the HMD at the extreme of the head extension to
that in the neutral position, in predicting difficult visualization of the larynx
(DVL) in apparently normal patients, by examining the following preoperative
airway predictors: the modified Mallampati test, HMD in the
neutral position, HMD and thyromental distance at the extreme of head extension
and HMDR.
Methods : Preoperatively, we assessed the four airway predictors in 169 adult
patients undergoing general anesthesia. A second years resident, performed all of
the direct laryngoscopies and graded the views using the modified Cormack and
Lehane scale. DVL was defined as a Grade 3 or 4 view. The optimal cutoff points
for each test were determined at the maximal point of the area under the curve in
the receiver operating characteristic curve. For the modified Mallampati test,
Class ≥ 3 was predefined as a predictor of DVL. And thyromental distance (TMD)
≤ 65 mm was predefined as a predictor of DVL.
Results : The larynx was difficult to visualize in 21 (12,4%) patients. The HMDR
with the optimal cutoff point of 1.2 had greater diagnostic accuracy (area under
the curve of 0.694), with significantly related to DVL (P <0.05), and it alone
showed a greater diagnostic validity profile (sensitivity, 61,9%; specificity,
69,6%) than any other predictor.
Conclusions : The HMDR with a test threshold of 1.2 is a clinically reliable
predictor of DVL."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>