Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121266 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kornelius Septyo Pramudito
"ABSTRAK
Daya tarik perkotaan telah mendorong terjadinya urbanisasi yang ditandai dengan perpindahan penduduk dan perubahan kegiatan dari pertanian menjadi non pertanian. Secara fisik hal ini terlihat dari perembetan lahan terbangun ke wilayah pinggiran perkotaan. Sebagai daerah pinggiran Kota Jakarta, Kabupaten Bogor dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan yang tinggi dan alih fungsi lahan yang meluas. Sebagai wilayah penyangga, perkembangan wilayah perkotaan di Kabupaten Bogor tentu harus dikendalikan karena pertumbuhan perkotaan yang terjadi di wilayah ini tentu akan berdampak pada munculnya dampak negatif seperti berkurangnya lahan pertanian produktif. Penurunan jumlah lahan pertanian produktif ini tentu akan berdampak pada menurunnya jumlah produksi pangan dan mengakibatkan semakin lebarnya kesenjangan kebutuhan pangan yang harus dipenuhi. Tingginya konversi lahan menjadi lahan terbangun mendorong perlunya upaya pengendalian perkembangan lahan terbangun di Kabupaten Bogor. Untuk itu dalam penelitian ini akan dilakukan analisis mengenai pola perkembangan lahan terbangun dan pengaruhnya terhadap lahan pertanian serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan lahan terbangun.
Penelitian ini bersifat experimental research dengan menggunakan teknik penelitian spatial statistik yang merupakan kombinasi pemanfaatan data statistik yang terdistribusi secara spasial yang ditampilkan dan dianalisis dengan menggunakan perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG). Beberapa teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, analisis spasial, analisis korelasi dan anaisis kebijakan. Penelitian ini menggunakan data citra satelit LANDSAT dengan periode perekaman antara 2000, 2005 dan 2010. Untuk data sekunder penelitian ini menggunakan basis data Potensi Desa (PODES).
Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa pola perkembangan lahan terbangun di wilayah perkotaan memiliki laju konversi dan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi (14% per tahun dan indeks sprawl sebesar 3,61) sehingga ini akan mendorong perubahan lahan terbangun yang cukup pesat. Tetapi berdasarkan hasil uji korelasi, perkembangan lahan terbangun yang tinggi tersebut ternyata tidak memiliki hubungan korelasi terhadap penurunan jumlah luas lahan pertanian. Hal ini disebabkan kemampuan elastisitas lokasi lahan pertanian yang cenderung berpindah dan/atau meningkat luasannya pada daerah peralihan dan zobikotdes. Selain itu, faktor yang mempengaruhi pola perkembangan lahan terbangun secara berurutan tingkat pengaruhnya adalah (1) Ketersediaan jalan; (2) Kepadatan Penduduk, (3) Kesesuaian Lahan; (4) Rasio Jalan per luas lahan terbangun; (5) Rasio fasilitas kesehatan; (6) Jumlah Fasilitas Ekonomi; (7) Rasio jalan per penduduk (8) Jumlah Penduduk dan (9) jumlah rumah tangga pengguna listrik PLN.

ABSTRACT
The attractiveness of urban areas, has led to the occurrence of urbanization that is marked by the movement of population and activity changes from agricultural to non-agricultural. Physically , it is seen from the spillovers of built up area to the urban fringe areas. As a suburb of Jakarta , Bogor Regency influenced by high growth rates and widespread land conversion. As a buffer area , development of urban areas in Bogor Regency necessarily have to be controlled due to urban growth that occurred in the region will certainly have an impact on the emergence of negative impacts such as reduced productive agricultural land. The decrease in the number of productive agricultural land will certainly decrease the amount of food production and lead to the widening gap of food needs. The high conversion of land into built-up areas, requiring the need to control the development of the built up area in Bogor Regency. For that in this study will analyze the patterns of development of the built up area , and its effect on agricultural land as well as to identify the factors that influence the development of the built up area.
This study is an experimental research study using spatial statistical techniques that combine the use of statistical data that are spatially distributed and displayed and analyzed using the Geographic Information System (GIS). Some of the analytical techniques used in this research is descriptive statistical analysis, spatial analysis, correlation analysis and policy analysis. This study uses LANDSAT satellite image data with recording period between 2000, 2005 and 2010. This study used secondary data obtained from the Village Potential data (PODES).
Based on the results of this study found that the pattern of urban development in Bogor Regency has a high conversion rate and population growth (14 % per year and the sprawl index by 3.61 ) so that this will encourage changes in the built up area quite rapidly. But based on the results of the correlation, the correlation between the development of the built up area to decrease the amount of agricultural land showed no significant value. This happens due to the elasticity of the location capability of agricultural land is likely to shift and / or increase its range in the "daerah peralihan" and zobingkotdes. In addition , factors that influence the development of the built up area in sequence rate effect is (1) Availability of roads , (2) Population Density , (3) Land Suitability ; (4) Ratio Road to the extensive built-up area ; (5) Ratio of facility health, (6) number of facilities Economics ; (7) Ratio of road per resident (8) population and (9) the number of household users of electricity.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Handayani
"Perkotaan di negara berkembang seperti Indonesia sedang menghadapi tantangan terkait dengan kebutuhan vital yaitu hunian di lahan yang kian terbatas sebagai dampak dari tingginya angka urbanisasi. Investasi hunian meningkat dengan pengendalian ruang yang tak terkendali dengan adanya peluang dan ketertarikan atas rendahnya harga lahan. Hasil kajian awal memperlihatkan tumbuh dan berkembangan hunian di dalam wilayah dataran banjir sepanjang sungai Ciliwung Kabupaten Bogor. Berbagai faktor melatarbelakangi daerah rawan banjir itu berkembang dan mengalami ketimpangan berupa irisan dari fungsi dan peran wilayahnya. Hal ini menjadi fenomena perkembangan perkotaan terencana. Studi ini menelaah lebih jauh dengan memodelkan wilayah dataran banjir pada perumahan pengembang yang merupakan salah satu bagian dari perkotaan terencana. Menggunakan perangkat GIS dan HEC-GeoRAS untuk mendeliniasikan wilayah dataran banjir baik topografi dan hidrologis. Termasuk di dalamnya evaluasi kebijakan terkait yang mendasari perencanaan di wilayah studi. Serta tindaklanjut dengan analisis persepsi pemangku kepentingan (penghuni perumahan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor) terhadap wilayah dataran banjir yang dihasilkan dari permodelan. Hasil dari permodelan dataran banjir pada wilayah studi dimulai dari periode ulang 5 tahun dengan area limpasan seluas 163 Ha hingga periode ulang 50 tahun seluas 398 Ha. Jenis tutupan lahan dan rencana pola ruang yang telah disandingkan dengan hasil permodelan menunjukkan adanya pengaruh keberadaan wilayah dataran banjir dengan perkembangan perkotaan terencana di Kabupaten Bogor. Pengaruh signifikan berada pada wilayah dengan jenis permukiman perkotaan pada tutupan lahan dan perumahan perkotaan pada rencana pola ruang. Keberadaan perumahan pengembang pada wilayah dataran banjir yaitu sebanyak 12 perumahan dan didapati bahwa perkembangan perkotaan terencana ditinjau dari keberadaan perumahan pengembang dipengaruhi 7,04% oleh wilayah dataran banjir.

Urban in developing countries such as Indonesia is facing challenges related to the vital needs of residential land that are increasingly limited as the impact of high urbanized figures. Residential investment increases with uncontrollable space control with opportunities and interest in low land prices. Preliminary review results showed growing and developing occupancy in flood plains along the Ciliwung River Bogor Regency. Various factors are behind the flood prone areas are developing and experiencing inequality in the form of slices from the function and role of the region. This became a planned urban development phenomenon. This study further studied by modeled the flood plains area on the developers estate which was one part of planned urban areas. It uses GIS and HEC-GeoRAS devices to delineate areas of flood plains both topographical and hydrological. It includes the evaluation of the related policies underlying planning in the study area. As well as a follow up with the analysis of stakeholder perception (housing and local government of Bogor Regency) to the flood area resulting from the modelling. The results of the floodplain modelling in the study area began from a 5-year anniversary with the area of hydrological flood plains in the form of the area of 163 Ha to the anniversary of 50 years of 398 Ha. The type of land cover and spatial plan that has been paired with the result of the modeling indicates the presence of the flood plains area with planned urban developments in Bogor Regency. Significant influence is on the territory with the type of urban settlements on land cover and urban housing on the plan of spatial patterns. The existence of residential developers in the flood plains area is a total of 12 housing and found that the planned urban development is reviewed from the existence of developers housing influenced by 7.04% by flood plains area."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T54865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Hasoloan
"RINGKASAN
Kabupaten Dati II Bogor mempunyai luas wilayah 3.440,72 Km2 atau 344.072 Ha. Ada seluas ± 101.138 Ha atau 29,39% dari luas wilayah tersebut berada dalam Kawasan Puncak yaitu wilayah penanganan khusus penataan ruang dan penertiban serta pengendalian pembangunannya diatur dalam Keppres Nomor 48 Tahun 1983 dan Keppres Nomor 79 Tahun 1985. Wilayah penanganan khusus dimaksud secara administratif untuk Kabupaten Dati II Bogor terdiri atas 11 kecamatan (sekarang menjadi 13 kecamatan) yaitu:
Kecamatan Ciawi
Kecamatan Cibinong
Kecamatan Cimanggis
Kecamatan Cisarua
Kecamatan Citeureup
Kecamatan Gunung Putri
Kecamatan Gunung Sindur
Kecamatan Sawangan
Kecamatan Kedung Halang (Sukaraja)
Kecamatan Parung
Kecamatan Semplak (Kemang)
Kecamatan Megamendung
Kecamatan Limo
Dua wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Ciawi dan kecamatan Cisarua termasuk Kawasan Pariwisata Puncak, di samping itu Kawasan Puncak memiliki keunikan dan peran, diantaranya yang terpenting adalah :
Konservasi tanah dan air bagi wilayah aliran sungai Ciliwung dan Cisadane.
Konservasi Flora dan Fauna.
Di samping kedua peranan di atas, juga Kawasan Puncak memiliki keindahan alam, udara nyaman dan sejuk, sehingga mendorong terjadinya migrasi dan pertambahan penduduk dan tidak dapat dihindari hukum ekonomi terjadi yaitu tingginya permintaan atau keinginan untuk menguasai atau memiliki tanah oleh berbagai pihak, mengakibatkan harga tanah di Kawasan Puncak menjadi mahal dan dapat digunakan sebagai komoditi ekonomi. Dengan demikian kawasan ini cenderung untuk dieksploitir dengan cara pembangunan rumah, vila dan hotel oleh masyarakat, tanpa memperhatikan kriteria lokasi dan standar teknis pembangunannya, bahkan membuat danau buatan yang diairi dengan cara merombak dan membendung aliran sungai Ciliwung.
Menyadari betapa besarnya kontribusi Kawasan Puncak terhadap fungsi lingkungan, maka pemerintah berupaya untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang berlarut-larut dengan cara pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana detail tata ruang Kawasan Puncak. Hal ini memerlukan usaha penertiban kembali agar pengendalian dan usaha penertiban pemanfaatan Kawasan Puncak khususnya yang berada di Kabupaten Dati II Bogor dapat dicapai, diperlukan adanya suatu sistem administrasi.
Tujuan Penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui hubungan sebab-akibat tetapi tidak timbal balik antara kebijaksanaan pemerintah, struktur organisasi , koordinasi unit kerja terkait sebagai satu kesatuan yang merupakan satu sistem administrasi dan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian "Pengukuran Sesudah Kejadian" (PSK) yaitu penelitian yang tidak ada perlakuan yang dilakukan si peneliti atau ada perlakuan yang terjadi sebelum diadakan pengukuran tetapi perlakuan dimaksud tidak dilaksanakan oleh peneliti sendiri.
Hipotesis Penelitian ini adalah :
Tidak ada hubungan antara kebijaksanaan yang ditetapkan dan pelaksanaannya dalam pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Tidak ada hubungan antara struktur organisasi dan pelaksanaan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Tidak ada hubungan antara koordinasi unit kerja terkait dan pelaksanaan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Kesimpulan hasil analisis adalah
Sesuai dengan hasil penelitian diketahui, bahwa sistem administrasi dalam pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor belum berfungsi secara optimal. Hal ini disebabkan tiga komponen utama dalam sistem administrasi yaitu kebijaksanaan pemerintah mengenai pengelolaan Kawasan Puncak, struktur organisasi sebagai unit kerja pelaksana pengelolaan Kawasan Puncak dan koordinasi unit kerja terkait belum tertata dengan baik.
Berdasarkan pembahasan atas ketiga komponen sistem administrasi dimaksud, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut
1. Kebijaksanaan pemerintah yang menetapkan tujuan penataan ruang Kawasan Puncak, tidak relevan untuk pengelolaan Kawasan Puncak, karena Kawasan Puncak memiliki keunikan (kekhususan) fungsi.
2. Kebijaksanaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Dati II Bogor, di dalam pengelolaan Kawasan Puncak terdapat perbedaan-perbedaan yang meliputi perbedaan penetapan alokasi pemanfaatan ruang dan luas areal dari masing-masing lokasi perbedaan penetapan lokasi peruntukan.
3. Sesuai dengan fungsi Kawasan Puncak yang harus tetap dijaga dan dipertahankan, makes perlu dilakukan tindakan sebagai berikut
mencabut beberapa pasal dalam Keppres Nomor 79 Tahun 1985.
mencabut beberapa pasal dalam Perda Nomor 3 Tahun 1988.
mengatur dan menetapkan kembali pasal-pasal dalam Keppres dan Perda tersebut di atas setelah dilakukan penyesuaian.
Khusus mengenai tujuan, agar ditetapkan dalam suatu redaksi yang lebih proporsional yaitu mencegah pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan rencana peruntukan yang telah ditentukan.
4. Organisasi atau unit kerja yang diberikan wewenang untuk mengendalikan dan menertibkan pembangunan di Kawasan Puncak, balk di tingkat Propinsi Dati I Jawa Barat maupun di tingkat Kabupaten Dati II Bogor tidak mempunyai struktur organisasi, sehingga tidak memperlihatkan dengan jelas pembagian pekerjaan, departementalisasi, rentang kendali, dan pendelegasian wewenang. oleh karena itu, agar Menteri Dalam Negeri meninjau kembali Keputusan Menteri Islam Negeri Komar 22 Tahun 1989 tentang Tatalaksana Penertiban dan Pengendalian Pembangunan Kawasan Puncak, sebagai landasan hukum pembentukan organisasi atau unit kerja.
5. Pembentukan struktur organisasi yang akan menangani Kawasan Puncak dapat berbentuk lini dan staf, dengan sebutan Badan Otorita Kawasan Puncak. ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pandekatan yang lebih terpadu, lintas sektoral dan lebih berpandangan jauh ke depan di dalam pengambilan keputusan.
6. Pengelolaan Kawasan Puncak dengan pola organisasi seperti sekarang, larut dalam tugas-tugas rutinnya, sehingga dalam pengelolaannya umumnya bersifat reaktif yaitu lebih menanggapi masalah setelah masalah itu berkembang, mengakibatkan penanganannya menjadi mahal dan sulit dibanding bila masalah itu dicegah sebelum timbul. Oleh karena itu, unit kerja atau organisasi yang mengelola Kawasan Puncak lebih ideal berdiri sendiri yang setingkat dengan Bappeda Kabupaten dan bertanygung jawab langsung kepada Gubernur KDH Tingkat I Jawa Barat.
7. Koordinasi adalah penyatupaduan gerak dan seluruh potensi organisasi, agar benar-benar mengarah pada sasaran yang sama secara efisien . Penyatu paduan gerak di maksud meliputi aspek keterpaduan kegiatan, keterpaduan waktu dan pelaksanaan serta aspek keterpaduan sasaran atau tujuan. Penyatupaduan gerak yang meliputi ketiga aspek tersebut belum sinkron dilaksanakan oleh TAT Pembinaan dan Pengendalian Pembangunan Kawasan Puncak baik di tingkat Propinsi Dati I Jawa Barat, maupun Kabupaten Dati II Bogor. oleh karena itu, agar penyatupaduan gerak dari seluruh organisasi benar-benar mengarah pada sasaran yang sama, maka pola organisasi yang sekarang harus diganti dengan struktur organisasi lini dan staf, sehingga lebih memudahkan penyusunan jaringan koordinasinya baik secara interen maupun eksteren.
ABSTRACT
The Administration System in the Management of Puncak Area in Bogor RegencyBogor Regency has an area of 3.440, 72 Km2 or 344-.072 Ha. The area is about 101.138 Ha or 29.39% of the area is located in Puncak Area i.e. the special management are for spatial planning and order and development control provided for in Presidential Decree Number: 48/1983 and Presidential Decree Number: 79/1985. It's mentioned that special management area, administratively for Bogor Regency comprises 11 subdistricts (now 13 subdistricts) i.e..
Ciawi Subdistrict
Cibinong Subdistrict
Cimanggis Subdistrict
Cisarua Subdistrict
Citereup Subdistrict
Gunung Putri Subdistrict
Gunung Sindur Subdictrict
Sawangan Subdistrict
Kedung Halang (Sukaraja) Subdistrict
Parung Subdistrict
Semplak (Kemang) Subdistrict
Megamendung Subdistrict
Limo Subdistrict
Two subdistrict i.e. Ciawi and Cisarua Subdistrict belong to Puncak Tourism Area; besides this Puncak Area has uniqueness and role, among others, the most important is:
Soil and water conservation for Ciliwung and Cisadane watersheds.
Flora and Fauna conservation.
Besides the two roles above, Puncak Area also has natural beauty, fresh air, which encourages migration and increased number of population and economic law cannot be prevented from occurring i.e. high demand or wish to control or posses land by various parties, resulting in the price of land in Puncak Area becoming expensive and can be used as an economic commodity. Thus, this area tends to be exploited by developing houses, villas and hotels by the people, without taking into consideration the criteria of location and technical standards of criteria of location and technical standards of development, indeed a manmade lake has been constructed which is watered by damming the water of Ciliwung River.
Realizing the great contribution of Puncak Area to the environmental functions, the government is making the effort to overcome prolonged environmental damage by utilization of the space in accordance with the detailed spatial planning of Puncak Area. This requires reorganization so that control and management of Puncak Area particularly those in Bogor Regency can be achieved through a system of administration.
The objective of the Study is:
To find out the cause-effect relations but not reciprocal between government policy, structure of organization, coordination of related work units as a unit constituting a system of administration and management of Puncak Area in Bogor Regency.
Methods of Study is :
The method of research used is that of "Measuring After the Event" that is a research without any treatment made by the researcher or if any made before measurement it is not done by the researcher himself.
The hypothesis of the Study are:
There is no related between the policy and its implementation in the management of Puncak Area in Bogor Regency.
There is no related between the organizational structure and the management of Puncak Area in Bogor Regency.
There is no related between work unit coordination and the management of Puncak Area in Bogor Regency.
Conclusion of the analysis are:
According to the results of the research, it is found out that the administrative system in the management of Puncak Area has not been functioning optimally. This is caused by three main components in the administration system i.e. Government Policy on Puncak Area management, structure of organization as an executive unit of management of Puncak Area and related work unit coordination has not yet been well ordered.
Government policy which determines the objective of spatial planning of Puncak Area is not relevant to the management of Puncak Area, because it has a specific function.
There are differences in the management of Puncak Area between central government and the regional differences in the allocation of spatial utilization and the areas of respective allocations differences in location of allocation.
According to Puncak Area functions which should continue to be maintained and preserved, the following actions need to be taken:
to revoke several articles in Presidential Decree Number 79 of 1985.
to revoke several articles in Regional Regulation Number 3 of 1988.
rearranging and restating the articles in the Presidential Decrees and Regional Government Regulations mentioned above after adjustments.
a. Regarding the objectives in particular, these should be stated in a more proportional edition i.e.: to prevent the use of land which does not conform with stipulated allocation plan.
The organization or work unit authorized to manage and control the development in Puncak Area at West Java Provincial level and at Bogor Regency level have no structure of organization, so that there is no clear job description, departmental division, span of control and delegation of authority. Therefore, the Minister of Domestic Affairs should review the Decree of the Minister Domestic Affairs Number 22/1989 concerning Procedures of Reorganization and Control of Development in Puncak Area, as the legal basis for the formation reorganize them.
The structure of organization which will be managing Puncak Area may take the form of line and staff, called Puncak Area Authority. This is intended to guarantee more integrated approach, inter-sectoraly and be more forward looking in decision making.
Puncak Area management under the present pattern of organization is more involved in routine tasks, so that in general management it is reactive in nature i.e. responding to problems only after the develop resulting in more expensive and difficult handling than if the problems are prevented before emerge. Therefore, it is more ideal that they work unit or organization managing Puncak Area should be independent at equal level with Regency Bappeda and reports directly to the Governor of West Java.
Coordination is the union of movements of a l l organizational potentials, so that they really go towards common targets efficiently'. The union of movements concerned covers the aspects of activity integration time, integration and the implementation and aspects of integrated targets or objectives. The integration of movements covering all three aspects have not been synchronized implemented by TAT Development and Control of Puncak Area Development at West Java Provincial level as well as at Bogor Regency level. Therefore, so that the integration of movements of the entire organization is really going towards common targets, present pattern of organization should be changed to line and staff structure of organization, so that it will be better, internally as well as externally.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elkana Catur Hardiansah
"ABSTRAK
Kota yang berbasis sektor pertambangan kerap kali menemui masalah ketika kegiatan
produksi tambang berhenti. Kota Sawahlunto mengalami persoalan penurunan jumlah
penduduk, perlambatan aktivitas perekonomian dan kerusakan lingkungan pasca PT BAUPO
menghentikan kegiatan produksi batubaranya. Untuk mengatasi persoalan tersebut,
Pemerintah Kota Sawahlunto mengeluarkan serangkaian kebijakan yang diharapkan
dapat memulihan kondisi perkotaan seperti sediakala.
Kebijakan regenerasi kota yang diluncurkan oleh Pemerintah Kota Sawahlunto ditujukan
untuk mengembalikan perkembangan kota Sawahlunto melalui transformasi ekonomi,
sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh terhentinya kegiatan produksi pertambangan.
Regenerasi yang terjadi Sawahlunto merupakan proses menarik untuk dipelajari dalam
konteks perkembangan kota yang kembali bangkit dari kemunduran yang dialami sektor
pertambangan.
Penelitian ini akan menggali mekanisme penyusutan kota yang terjadi di akhir abad 20.
Pemahaman mengenai faktor-faktor yang mendorong perkembangan kota diharapkan
dapat memberikan latar belakang yang cukup dalam menemukenali proses penyusutan
kota di Sawahlunto. Pemahaman mengenai proses regenerasi kota yang terjadi di
Sawahlunto akan dilakukan melalui eksplorasi terhadap fenomena penyusutan kota yang
terjadi di Sawahlunto pada akhir abad 20.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan strategi penelitian
studi kasus tunggal. Pengumpulan data primer didapat melalui wawancara mendalam
yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada informan.
Sedangkan pengumpulan data sekunder yaitu dengan studi kepustakaan dengan
menghimpun data dari berbagai literatur seperti buku-buku, artikel, majalah, surat kabar
dan sebagainya yang berhubungan dengan topik penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka penyusutan kota Sawahlunto
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi serta situasi sosial politik di tingkat global dan
nasional. Kesimpulan ini didapatkan melalui data bahwasanya fenomena penyusutan kota
telah beberapa kali terjadi di Sawahlunto. Respon yang diambil dalam menghadapi
persoalan penyusutan kota di masa lalu menjadi perbandingan sekaligus pembelajaran
dalam menilai respon yang diambil saat ini dalam menghadapi penyusutan. Proses
perkembangan kota Sawahlunto merefleksikan bagaimana kota-kota di Indonesia yang
pembentukan awalnya disebabkan oleh kepentingan global dan kemudian secara mandiri
mendefinisikan kembali falsafah kehidupan kotanya.
Pilihan kebijakan dan strategi untuk merespon penyusutan kota amat ditentukan oleh
pihak yang memegang peran sebagai otoritas pembangunan kota. Saat ini Pemerintah
Kota memegang peran lebih besar dalam proses pembangunan kota Sawahlunto.
Pemerintah Kota memberikan ruang yang lebih besar kepada warga untuk terlibat dalam
proses regenerasi kota. Aksesibilitas terhadap ruang kota yang lebih besar mempengaruhi
efektivitas program regenerasi yang diusung oleh Pemerintah Kota Sawahlunto.
Keberadaan Pemerintah Kota sebagai aktor utama proses regenerasi menunjukkan sebuah
pembelajaran yang baik bagi Pemerintah Daerah yang akan menghadapi persoalan serupa dengan Sawahlunto. Perkembangan kota Sawahlunto adalah bentuk nyata
bagaimana transisi pengelolaan kota dari perusahaan tambang kepada pemerintah sipil
berjalan dengan baik. Transisi ini yang kemudian menjadi salah satu faktor keberhasilan
dalam melakukan proses regenerasi kota.
Pemerintah Kota yang memberikan akses yang sama terhadap proses penyusunan
kebijakan ataupun tahapan pelaksanaan regenerasi kota adalah langkah manajemen
pembangunan kota yang patut diimplementasikan di wilayah lain dengan persoalan
serupa.

ABSTRACT
Mining sector-based cities are often encountering problems when the mining activities
closed down. Sawahlunto, a city once well known for its coal mines, has experienced a
decrease in population, economic downturn, environmental damage and other problems
after PT BA-UPO closed down its coal mining operation in the city. To overcome this
problem, Sawahlunto Municipality Administration has issued a series of policies which
are expected to be able to restore the city’s condition.
The city’s regeneration policies aimed at restoring the development of Sawahlunto
through the transformation of economic, social and environment that have been spoiled
due to the closing down of mining activities in the city. The regeneration policies that
takes place in Sawahlunto has been an interesting process to be studied in the context of
urban development whereby a city has managed to revive from economic downturn as the
domino effect of the setback suffered by the mining sector.
This study will explore the city shrinkage mechanism that occurred at the end of the 20th
century. An in-depth comprehension on factors that encourage the development of a city
is expected to provide sufficient background in the process of identifying city shrinkage
in Sawahlunto. The comprehension on regeneration process that occurs in Sawahlunto
will be obtained through the exploration of the city shrinkage phenomenon that took place
in Sawahlunto Municipality at the late 20th century.
This study deploys a qualitative research approach with a single case study as its research
strategy. The primary data collection was carried out through in-depth interviews
conducted by asking questions directly to appropriate infromant. The secondary data
collection was carried out through literature study, collecting data from a variety of
literatures such as books, articles, magazines, newspapers and other media related to this
research topic.
Based on the results of the study, the shrinkage of Sawahlunto Municipality is affected by
global economic condition and socio-political situation at the national level. This
conclusion is made based on the data obtained which suggests that city shrinkage
phenomenons have taken place in Sawahlunto for several times. Responses taken towards
the city shrinkage issues in the past have become the comparison and lesson learned in
assessing the response made in tackling the same issue this time. The development
process of Sawahlunto reflects how the cities in Indonesia, which are originally formed
based on global importance, independently redefine the philosophy of their lives.
The policy and strategy option to respond to the city shrinkage is heavily determined by
any party who holds the role as the urban development authority agency. Currently, the
city administration holds a greater role in the development process of Sawahlunto. The
city administration provides a larger space for the community to be involved in the
regeneration process of the city. The larger accessibility to urban space affects the effectiveness of the regeneration program promoted by Sawahlunto Municipality
Administration.
The existence of city administration as the main actor of the regeneration process in
Sawahlunto has shown a good lesson for any other local governments who will face
similar problem. The development of Sawahlunto is a real tremendous example on the
transition of urban management from mining company to a public government. It is
indeed this transition that become one of the success factors in the regeneration process of
the city.
The Urban Local Government that provides equal access towards the policy making
process or the city regeneration phases is the urban development management measures
that should be implemented in other local governments with similar problems"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hayati Sari
"Fokus dari disertasi ini adalah memodelkan interaksi antara guna lahan, transportasi, dan lingkungan dalam meningkatkan dan mengatur kualitas perkotaan. Salah satu konsep untuk menggabungkan ketiga aspek tersebut adalah Pembangunan Berorientasi Transit, yaitu konsep pengaturan pertumbuhan ruang pada koridor transit dengan ciri-ciri guna lahan campuran, kompak, kemudahan untuk berjalan kaki, dan pembangunan yang difokuskan di sekitar kawasan transit.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun konsep pengaturan pembangunan perkotaan yang fokus pada konsep TOD ramah lingkungan. Penelitian ini mengusulkan tapak ekologis, emisi karbon, dan daya dukung ruang terbuka hijau sebagai indikator pembangunan perkotaan berkelanjutan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis guna lahan perkotaan dengan SIG, analisis transportasi, dan memprediksi skenario-skenario kebijakan pembangunan dengan menggunakan system dynamics.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa pemuatan konsep pembangunan berorientasi transit menjadi penting, tidak hanya untuk merestrukturisasi pertumbuhan guna lahan perkotaan secara efektif, atau meningkatkan penggunaan moda transportasi publik, namun juga dapat meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan.

The focus of this study is the modelling of interaction between land use, transportation, and environment in improving and managing urban quality. One of the concepts to integrate those three aspects is Transit Oriented Development (TOD). It is a concept of managing urban growth in transit corridor with the characteristics of mixed land use, compact, walking-distance, and development focused around public transit area. The purpose of this study is to build a concept for managing urban development with the focus of green TOD concept.
This study proposes ecological footprint, carbon emission, and green open space carrying capacity as sustainable urban development indicators. The methods applied for this research consist of urban land use analysis using GIS, transport analysis, and forecasting the development scenarios using system dynamics.
The simulation result reveals that the introduction of transit oriented development concept is of importance not only for restructuring urban land use growth effectively or regaining the modal share of public transport but also improving the urban environment quality.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gustaaf Prihatin
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39399
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Rahmat Topo Susilo
"Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Kota Terpadu Mandiri (KTM) merupakan kunci keberhasilan pembangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan partisipasi masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa masyarakat telah berpartisipasi pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan, namun kewenangan tetap ada ditangan pemerintah. Faktor pendorong untuk berpartisipasi adalah masyarakat sudah terbiasa dengan program pemerintah, bermanfaat, kebutuhan masyarakat dan adanya stimulan. Sedangkan penghambat partisipasi meliputi seringnya pergantian pejabat, pembangunan KTM terlalu singkat, kesibukan warga dan bencana alam. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abimanyu T. Alamsyah
"Universitas dan lembaga-lembaga riset selama ini telah menyelanggarakan penelitiannya secara terpisah sesuai dengan orientasi, tujuan dan agenda kegiatannya masing-masing. Bidang perkotaan merupakan salah satu Pola Ilmiah Pokok dalam Statuta Universitas Indonesia dan program jangka panjang dalam mewujudkan "universitas riset". Selama perkembangannya telah banyak kajian perkotaan yang telah dilakukan oleh jurusan, fakultas dan lembaga riset yang ada di Universitas Indonesia dengan berpedoman pada aspek ilmu yang melatarbelakanginya. Belum adanya suatu rangkaian menyeluruh terhadap hasil kajian bidang perkotaan yang disertai dengan sistem informasi terpadu di lingkungan Universitas Indonesia memungkinkan terjadinya tumpah tindih kajian antar disiplin ilmu yang ada. Di samping itu hal ini menimbulkan kesan terpilah-pilahnya kajian perkotaan di Universitas Indonesia, sehingga harapan akan adanya satu. kesatuan sistem kajian bidang perkotaan yang komprehensif, bersifat multi dan inter disiplin serta berkelanjutan kurang dapat terwujud dengan baik.
Kenyataan tersebut di atas menuntut dilakukannya inventarisasi, pengolahan serta kajian keterkaitan antar berbagai hasil kegiatan yang berkaitan dengan perkotaan di Universitas Indonesia melalui "Meta Riset kajian bidang perkotaan di Universitas Indonesia". Meta riset ini akan dilakukan melalui penghimpunan seluruh hasil kajian bidang perkotaan di Universitas Indonesia melalui studi pustaka dan wawancara terhadap beberapa pakar bidang perkotaan di Universitas Indonesia. Kegiatan meta riset ini bertujuan menghasilkan kesatuan sistem informasi dan data dasar tingkat universitas yang akan menjadi acuan bersama dalam melakukan pendidikan, penelitian, serta pengabdian masyarakat oleh warga Universitas Indonesia. Diharapkan dengan demikian akan diperoleh basis konseptual serta pendekatan kajian perkotaan "verse Universitas Indonesia yang bersifat komprehensif, multi, inter atau bahkan trans disiplin."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
LP 2000 6
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Gallion, Arthur B.
Princeton: D. Van Nostrand, 1963
711.4 GAL u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Johara T. Jayadinata
Bandung: ITB Press, 1986
307.1216 JOH t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>