Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192095 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agung Hidayatulloh Syam Putra
"ABSTRAK
Ranitidin dan Antasida obat yang digunakan pada pasien yang mengalami keluhan lambung. Ranitidin dan antasida digunakan sebagai premedikasi tindakan anestesi. Bahaya timbul jika cairan lambung masuk paru-paru (mendelsons syndrome) disertai pH<2,5, volume >0,4 cc/kgBB. Ibu hamil terjadi perubahan fisiologi anatomi yang mendukung terjadinya resiko aspirasi. Penelitian dilakukan tiga kelompok perlakuan. Pertama ranitidin intra vena 50 mg, kedua antasida sirup 10 ml ketiga kombinasi keduanya. Desain penelitian true experimental design dilakukan pengukuran pH pada menit 0, 5, 15, 30, 45, 60. Analisis statistik menggunakan one way anova. Tidak didapatkan hasil yang signifikan dari tiap perlakuan.

ABSTRACT
Ranitidine and antacids are drugs commonly used in gastric complaints . Ranitidine, antacids used as premedication, given prior to anesthesia . Dangerous will happen if the gastric fluid come into the lungs, Mendelsons syndrome, pH < 2.5 and volume > 0.4 cc / kg. Pregnant women, changes in physiology, anatomy contribute risk of aspiration . This study conducted with three groups . First, ranitidin 50mg intravenously , second antacid syrup 10 ml , third uses combination. Design of this study is a true experimental design, the changes in pH values are measured at minute 0 , 5 , 15 , 30 , 45 and 60 . Statistic analysis performed by one way ANOVA . There were no significant results from each treatment groups."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artiningsih
"Suspensi antasida merupakan suatu sediaan yang banyak dipergunakan untuk mengobati penderita gangguan gastrointestinal. Telah dilakukan penelitian formulasi sediaan antasida dengan tujuan untuk mendepatkan formula suspensi antasida yang reletif baik dan stabi1 secara fisik. Zat berkhasiat yang dipakai dalam suspensi adalah : A1luminium hidroksida
koloidal, Magnesium trisi1ikat dan Dimetil polisiloxan, dengan zat pensuspensi C.M.C, Veegum dan kombinasi Aerosil dengen "Tween 80. Evaluesi stabi1itas suspensi dilakukan dengan mengukur para
meter : rupa sediaan (appearance), volume sedimentasi (Hu/ho), diameter partike1, sifat a1iran dan viskositas dari
sediaan setelah pembuatan dan se1ama penyimpanan hingga 3 bulan. Dari data diperoleh hasi1 formu1a antasida yang re1atif baik dan stabil secare fisik ada1ah sediaan dengan zat
pengental campuran C.M.C. dan Veegum ± 2% b/v dengan konsentrasi masing-masing ± 1% b/v dan Aerosi1 3-4% dikombinasikan dangen Tween- 80 0,1%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 1977
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamilah Muhammad Hafidz
"Latar belakang. Teknik Target Controlled Infusion untuk anestesia umum semakin banyak digunakan. Jumlah pasien geriatri yang harus menjalani prosedur operasi semakin bertambah, serta memerlukan pertimbangan khusus mengingat risiko operasi dan pembiusan yang lebih tinggi pada golongan ini. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan konsentrasi plasma (Cp) dan konsentrasi effect site (Ce) propofol menggunakan rumusan Marsh pada pasien geriatri ras Melayu di RSCM dengan dan tanpa pemberian premedikasi fentanil.
Metode. Empat puluh pasien geriatri orang Indonesia Asli status fisik ASA 2, usia > 60 tahun dan BMI 18-30 kg/m2 dirandomisasi. Satu kelompok (20 pasien) mendapatkan Fentanil-Propofol, lainnya (20 pasien) mendapatkan NaCl-Propofol. Pemberian propofol menggunakan TCI rumusan Marsh dengan target konsentrasi plasma. Target Cp dimulai dari 1 µ/ml dinaikkan 1 µ/ml tiap menit sampai tercapai loss of consciousness (LoC) dan diteruskan sampai nilai BIS 45-60 selama 5 menit (steady state).
Hasil. Pada kelompok Fentanil-Propofol saat LoC didapatkan Cp 3,15+0,35 µ/ml dan Ce 1,53+0,53 µ/ml dan saat BIS stabil didapatkan Cp 4,14+0,59 µ/ml dan Ce 2,63+0,60 µ/ml. Pada kelompok Nacl-Propofol saat LoC didapatkan Cp 4,20+0,61 µ/ml dan Ce 2,26+0,56 µ/ml dan saat BIS stabil didapatkan Cp 4,78+0,38 µ/ml dan Ce 3,30+0,52 µ/ml. Pasien-pasien yang mendapatkan fentanil terlebih dahulu memiliki Cp dan Ce yang lebih rendah baik saat LoC maupun saat nilai BIS stabil (P < 0,05).
Kesimpulan. Terdapat perbedaan bermakna antara Cp dan Ce propofol yang diberikan premedikasi fentanil dan yang tidak.

Background. The application of Target Controlled Infusion (TCI) technique in general anesthesia is progressively growing. Number of geriatric patients scheduled for operations increases every year, while this group needs special consideration following the higher risk of surgery and anesthesia. The purpose of our study was to compare the estimated plasma concentration (Cp) and the effect site concentration (Ce) of propofol using Marsh pharmacokinetic model for geriatric patients in Cipto Mangunkusumo Hospital with and without the administration of fentanyl premedication.
Methods. Forty patients, physical status ASA 2, aged > 60, BMI 18-30 kg/m2 randomly assigned to a fentanyl-propofol group or a saline-propofol group. TCI propofol was initiated using Marsh pharmacokinetic model. Initial plasma concentration in each group was 1 µ/ml and increased by 1 µ/ml every minute until there was no eyelash reflex, which defined as loss of consciousness (LoC). Propofol plasma concentration was increased and decreased to reach a stable BIS value between 45-60, considered as Cp and Ce at steady state.
Results. In the fentanyl-propofol group the estimated Cp at loss of consciousness was 3,15+0,35 µ/ml and Ce 1,53+0,53 µ/ml. At steady state, Cp was 4,14+0,59 µ/ml and Ce 2,63+0,60 µ/ml. In the saline-propofol group Cp 4,20+0,61 µ/ml and Ce 2,26+0,56 µ/ml. At steady state, Cp was 4,78+0,38 µ/ml and Ce 3,30+0,52 µ/ml. The estimated Cp and Ce in the fentanyl-propofol group were lower than saline-propofol group (p < 0.05).
Conclusion. There is a significant difference between Cp and Ce in the salinepropofol group and fentanyl-propofol group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Hadinata
"Latar Belakang. Propofol merupakan salah satu jenis obat induksi intravena yang paling sering digunakan dalam pembiusan umum tetapi propofol dapat menimbulkan rasa nyeri pada lokasi injeksi dengan angka kejadian hingga 88%. Penggunaan campuran lidokain dalam propofol dapat mengurangi nyeri tersebut, akan tetapi nyeri masih dapat terjadi, sementara penggunaan premdikasi lidokain perlakuan torniket jarang digunakan karena prosedur yang lebih lama dan tidak semudah campuran lidokain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan premedikasi lidokain perlakuan torniket selama 1 menit dan campuran lidokain untuk mengurangi derajat nyeri pada saat induksi anestesi menggunakan propofol.
Metode. Penelitian ini merupakan uji klinis tersamar tunggal, bersifat eksperimental. Pasien dengan kriteria klinis ASA I-II sejumlah 50 orang dilakukan randomisasi sederhana menjadi 2 kelompok perlakuan dan mendapatkan perlakuan premedikasi lidokain 40 mg iv dengan perlakuan torniket selama 1 menit, diikuti injeksi propofol dan derajad nyeri dinilai berdasarkan verbal rating score. Kelompok lainnya dilakukan pemberian campuran lidokain 40 mg iv dalam propofol dan dilakukan injeksi campuran tersebut serta dilakukan penilaian Verbal Rating Score.
Hasil. Hasil penelitian menunjukkan pemberian lidokain perlakuan torniket dapat menurunkan derajad nyeri yang lebih baik (96% tidak nyeri, 4% nyeri ringan)) dibandingkan kelompok campuran lidokain dalam propofol (40% tidak nyeri, 44% nyeri ringan, 16% nyeri sedang) dengan nilai p = 0.000 (p bermakna < 0.05) pada uji statistik menggunakan mann whitney.
Kesimpulan. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa premedikasi lidokain perlakuan torniket bermakna secara klinis dan statistik dalam menurunkan derajat nyeri propofol dibandingkan pemberian campuran lidokain dalam propofol.

Background. Propofol is one of the intravenous anesthesia drugs mostly used in general anesthesia but It might cause pain during injection with the incidence until 88%. The technique using premixed lidocaine with propofol is commonly used to reduce the pain, but incidence of pain during the injection still can happen, while the use of lidocaine premedication with torniquet is not common due to complicated and longer time to perform the procedure. The aim of the study is to compare the premedication using torniquet for 1 minute and premixed lidocaine with the degree of pain during anesthesia injection with propofol.
Methods. This research is a single blind experimental study. Total of 50 Patient with ASA I-II were divided into two groups using simple randomized method and received 40 mg of iv lidocaine and torniquet performed for 1 minute, followed with propofol injection and pain evaluation using verbal rating score. The other group were given lidocaine 40 mg mixed with propofol and followed with injection of the mixing and evaluated for Verbal Rating Score.
Result. The result of this study described that premedication of lidocaine using torniquet can decrease degree of pain better than premixed lidocaine and propofol (no pain 96%, mild pain 4% versus no pain 40%, mild pain 44%, moderate pain 16%) with p value of 0.000 (significant p < 0.05) using mann whitney statistic test.
Conclusion. Conclusion of this research is that premedication of lidocaine using torniquet is clinically and statistically significant in reducing degree of propofol pain injection compare with premixed lidocaine in propofol.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Permatasari
"Menggigil pasca anesthesia merupakan komplikasi yang potensial bagi pasien pasca bedah yang dapat mengakibatkan Iiipoksemia karena peningkatan konsumsi oksigen jaringan dan peningkatan kadar C02 dalam darah. Hal ini berbahaya tenriama bagi pasien dengan riwayat penyakit jantung iskemi atau pasien-pasien dengan fungsi cadangan ventilasi yang terbatas. Teiah banyak upaya pencegahan maupun penanggulangan dilakukan untuk mengatasi menggigil pasca anestesia, obat yang lazim digunakan adalah petidin. Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa ketamin juga efektif untuk mencegah menggigil pasca anestesia.
Penelitian ini bertujuan membuktikan apakah ketamin lebih efektif dibandingkan petidin untuk mencegah menggigil pasca anestesia inhalasi N20/02/isofluran, Penelitian ini bersifat uji klinis tersamar ganda yang membandingkan keefektifan ketamin intravena 0,5 mg/kb BB dengan petidin 0.35 mg/kg BB. Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RSCM dengan jumlah sampel 40, laki-laki dan perempuan, usia 16-65 tahun, status fisik ASA I-II. Kriteria penolakan adalah mempunyai riwayat alergi terhadap petidin dan ketamin, memiliki riwayat kejang, hipertensi dan penyakit jantung koroner, jika suhu tubuh sebelum induksi >38 °C atau <36°C dan bila pasien mengkonsumsi obat inhibitor monoamine oksidase. Kriteria pengeluaran jika operasi berlangsung >180 menit atau kurang dari 30 menit, mendapatkan darah atau komponen darah, memerlukan perawatan di ruang rawat intesif pasca pembedahan., mengalami komplikasi selamaanestesia seperti syok atau henti jantung dan bila intra operatif pasien mendapatkan obat klonidin, prostigmin, petidin dan ondansetron."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roniza Basri
"Latar belakang: Skor Mallampati dan jarak tiromental (TMD) banyak digunakan sebagai prediktor kesulitan visualisasi laring preoperatif, namun akurasi kedua penanda tersebut masih dipertanyakan. Penelitian ini mengevaluasi kemampuan memprediksi kesulitan visualisasi laring (DVL) dari prediktor preoperatif baru yaitu rasio lingkar leher (NC) terhadap jarak tiromental TMD dibandingkan dengan skor Mallampati dan jarak tiromental.
Metode: Sebanyak dua ratus tujuh belas pasien yang menjalani anestesia umum untuk bedah elektif dievaluasi dengan menggunakan skor Mallampati, TMD dan rasio NC/TMD. Dan titik potong untuk masing-masing prediktor jalan nafas adalah skor Mallampati III dan IV, < 6,5 cm, ≥ 5. Pada saat dilakukan laringoskopi langsung, visualisasi laring dinilai berdasarkan klasifikasi Cormack Lehane (CL). Skor CL derajat III dan IV dianggap sulit visualisasi. Kemudian ditentukan dan dibandingkan nilai area dibawah kurva (AUC), sensitifitas, spesifisitas untuk setiap prediktor jalan nafas.
Hasil: Kesulitan untuk memvisualisasi laring ditemukan pada 20 (9,7%) pasien. Area dibawah curve (AUC) rasio NC/TMD (96,2%) lebih baik dibandingkan dengan skor Mallampati (64%) dan TMD (83%).
Kesimpulan: Akurasi rasio NC/TMD lebih baik dibandingkan dengan skor Mallampati dan TMD.

Background: Mallampati score and thyromental distance (TMC) has widely use to identify potentially difficult laringoscopies preoperative, however it's predictive reliability is unclear. This research purpose are to evaluate the ability to predict difficult visualization of the larynx (DVL) from new preoperative airway predictors neck circumference ratio to thyromental distance (NC/TMD) compare to Mallampati score and thyromental distance.
Methods: Two hundred and seventeen consecutive patients undergoing general anesthesia for elective surgery were evaluated using the Mallampati score, TMD, NC/TMD ratio and the cut-off points for the airway predictors were Mallampati score III and IV; ≤ 6,5 cm; ≥ 5. During direct laryngoscopy, the laryngeal view was graded using the Cormack and Lehane (CL) classification. CL grade III and IV were considered difficult visualization. Area under curve (AUC), sensitivity, specificity for each airway predictors were determined and compared.
Result: Difficult to visualize the larynx was found in 20 (9,7%) patients. The AUC of NC/TMD ratio (96,2%) is better tcompared to TMD (83%) and much better if compared to Mallampati score (64%).
Conclusion: NC/TMD ratio had better accuracy in predicting difficult laryngoscopy than Mallampati score and TMD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58581
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Yasir
"Latar belakang : Telah dilakukan penelitian untuk waktu optimal pemberian fentanil 2 .tg/kg BB dengan tujuan menekan respon kardiovaskuler akibat laringoskopi dan intubasi dengan membandingkan waktu pemberian fentanil 5 dan 7 menit sebelum dilakukan tindakan laringoskopi dan intubasi.
Metode:Tiga puluh enam pasien ASA 1 dan ASA 2 dibagi dalam dua kelompok secara acak masing-masing tediri dari delapan belas pasien. Kelompok pertama diberikan fentanil dosis 2 µglkg BB waktu 5 menit sebelum laringoskopi dan intubasi, sedangkan kelompok kedua diberikan dosis yang sama dengan waktu 7 menit sebelum laringoskopi dan intubasi , data tekanan darah sistolik , diastolik, tekanan arteri rata-rata dan laju jantung dari kedua kelompok dibandingkan sampai 5 menit setelah intubasi.
Hasil : Secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok yang dibandingkan (p>0.05) dalam hal tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, tekanan arteri rata-rata dan laju jantung akibat laringoskopi dan intubasi.
Kesimpulan : Waktu optimal untuk injeksi fentanil 21tg kg BB-' untuk dapat menekan respon hemodinamik akibat laringoskopi dan intubasi adalah 5 dan 7 menit sebelum tindakan tersebut dilakukan.

Background :This study was designed to examine the optimal time of injection of 2 gg/kg fentanyl to Attenuate circulatory responses due to laringoscopy and tracheal intubation that compared between 5 minute and 7 minute before laringoscopy and tacheal intubation.
Method : Thirty six patients ASA 1 and ASA 2 were randomly in two groups which each group eighteen patients. The patients in group 1 received fentanyl 2 pg/kg 5 minute and group 2 received the same dose 7 minute before laringoscopy and tracheal intubation.
Result : The result of this study were no statistical significant values both of groups in systolic, diastolic, mean arterial pressure and heart rate due to laringoscopy and intubation
Conclusion : The effective time to administer fentanyl 2pg kg _I to protect circulatory response to laringoscopy and tracheal intubation are 5 minute and 7 minute before intubation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18015
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Riviq Said
"Tujuan: Membandingkan keefektifan klonidin dan meperidin dalam mencegah menggigil pasta anestesia umum.
Metode: Uji KIinik Acak Tersamar Ganda. Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RSCM pada bulan Maret sampai Mei 2006, dengan jumlah sampel 61 ()rang dan dikeluarkan 5 sampel, sehingga tersisa 56 sampel yang menjalani operasi berencana dan anestesia umum. Pasien dibagi secara acak kedalam 2 kelompok; 28 pasien mendapatkan klonidin 1,54g/kgBB sebagai premedikasi dan 28 pasien Iainnya mendapatkan meperidin 0,35mg ketika isofluran dihentikan. Dilakukan pencatatan pasta operasi kejadian menggigil pada kedua perlakuan, dilakukan juga pencatatan terhadap efek samping pada kedua kelompok perlakuan. Analisa statistik untuk melihat perbedaan kekerapan antara kedua perlakuan dilakukan uji Chi Square.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok perlakuan dalam haI kekerapan kejadian menggigil.

Objective: To compare the effectiveness of Clonidin and Meperidin in preventing the post-anesthesia shivering.
Methods: Double-blinded, randomized clinical trial. The study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital Central Surgery Room from March until May 2006 to 61 adult patients who went to elective surgery and were planned to be under general anesthesia, 5 of them were excluded The rest were divided randomly into two groups; 28 patients were given 1,5 pg/kg BW Clonidin intravenously as premedication and the other 28 patients were given 0,35 mg/kg BW Meperidin intravenously when Isoflurane was stop. The incidence of post-anesthesia shivering and adverse-effect on both groups were recorded. Chi Square method was performed to identify the frequency difference between the two groups.
Result: There were no significant statistical differences' between the two groups in a matter of frequency of shivering.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Soraya
"Berbagai studi dan penelitian telah dilakukan di berbagai negara untuk mengetahui pengetahuan pasien terhadap anestesia namun tidak ada instrumen kuesioner yang baku untuk menilai pengetahuan pasien tentang anestesia, dan hal ini belum pernah dilakukan di Indonesia khususnya di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Kuesioner pengetahuan yang valid dan reliabel diharapkan menjadi standar untuk menilai pengetahuan masyarakat terhadap anestesia, dan dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.
Metode: Kuesioner pengetahuan anestesia sebelumnya telah melalui tahapan pretest oleh ahli dan uji pilot, hasil kuesioner uji pilot disempurnakan sehingga dianggap layak diujicobakan. Penelitian dilakukan pada bulan Januri 2014 sampai dengan Maret 2014 terhadap subyek secara consecutive sampling yang akan menjalani pembiusan dan diperiksa di klinik preoperatif RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Teknik uji validitas menggunakan validitas konstruk dengan koefisien korelasi minimal 0,3 dapat dianggap valid dan uji reliabilitas menggunakan teknik konsistensi internal dengan nilai cronbach α minimal 0,4 dianggap reliabel.
Hasil: Penelitian ini diikuti oleh 95 subyek dengan 1 subyek dikeluarkan dari penelitian karena tidak mengisi kuesioner secara lengkap. Kuesioner pengetahuan terdiri dari 20 pertanyaan, 8 pertanyaan diantaranya dinilai tidak valid dan reliabel yang dapat disebabkan oleh pertanyaan dan jawaban kuesioner yang tidak dapat dimengerti oleh subyek, pembahasan terlalu dalam dan penggunaan istilah medis yang tidak familiar. Beberapa jawaban pertanyaan memiliki kesamaan yang dapat membingungkan subyek, serta terdapat inkonsistensi jawaban yang diberikan oleh subyek. Tingkat penghasilan dan pendidikan subyek yang rendah serta pengalaman dan informasi yang kurang, sangat mempengaruhi pengetahuan subyek terhadap anestesia, tercermin dari rendahnya rerata tingkat pengetahuan subyek sebesar + 31,6%.
Kesimpulan: Kuesioner penilaian pengetahuan tentang anestesia pada pasien di klinik preoperatif RSUPN Cipto Mangunkusumo tidak dapat dijadikan sebagai suatu standar instrumen yang baku oleh karena dinilai tidak valid dan reliabel.

Various studies and researches have been conducted abroad to determine the patient?s anesthesia knowledge, although no standard questionnaires exist. Research on anesthesia?s knowledge questionnaires have never been done specifically in Cipto Mangunkusumo hospital. A valid and reliable questionnaire is aimed to be a standard instrument assessing the community?s knowledge on anesthesia, and as a foundation for future researches.
Methods: The anesthesia knowledge questionnaires has been evaluated through a pre-test phase done by experts and pilot test, the results was then revised until it is acceptable and can be tested. Researches was conducted on January 2014 until March 2014 on subjects by consecutive sampling who are going to undergo anesthesia and evaluated at the preoperative clinic Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. Validity test techniques using construct validity with the minimal correlation coefficient 0.3 is valid. Reliability tests using internal consistency techniques with minimal cronbach alpha value 0.4 is reliable.
Results: Research was participated by 95 subjects with 1 subject excluded from the research because of not filling in the questionnaire completely. The knowledge questionnaire included 20 questions, whereas 8 questions was marked to be invalid and unreliable that may be caused by questions and answers were not fully understood by the subjects, the contents was too spesific, usage of medical terms that aren?t familiar. Some of the given answers have similarities that may confuse the subject, and also inconsistency from the subject?s answers. Low level of salary and education with lacking of experience and information from the subjects, has significant influence on the subjects knowledge on anesthesia which is reflected by the low average level of the subject`s knowledge which is + 31.6%.
Conclusions: Anesthesia knowledge questionnaires on patients at preoperative clinic Cipto Mangunkusumo hospital is invalid and unreliable therefore fail to be a standard instrument."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ireng Ambasari
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh penyuntikan ekstrak Apium graveolens Linn, beberapa kadar secara intravena terhadap elektrokardiogram tikus. Digunakan 25 ekor tikus putih jantan berusia 6 bulan yang dibius dengan uretan secara intraperitoneal. Hewan terbagi atas 5 kelompok perlakuan, yaitu kontrol tanpa perlakuan (I), penyuntikan secara intravena 1 ml pelarut akuabidestilata (II), ekstrak berkadar setara dengan 0,25, 0,50, atau 1,00 g serbuk (III, IV, V). Elektrokardiogram dicatat pada waktu sebelum dan setelah perlakuan pada menit ke-0, 10, 20, 40, 60, dan 120. Dibuat grafik rata-rata nilai perubahan frekuensi denyut jantung, besar tegangan P, R, T, dan interval P-R, QRS, Q-T dari kelima kelompok perlakuan pada setiap waktu pengamatan . Hasil uji Kruskal-Wallis ( oc = 0,05) terhadap ketujuh nilai perubahan tersebut pada setiap waktu pengamatan menunjukkan tidak ada perbedaan antar perlakuan, kecuali pada menit ke-60 nilai perubahan besar tegangan gelombang R, yang dengan uji Dunn (α = 0,20) diketahui terdapat perbedaan antara kelompok III-I dan III-V. Diduga perlakuan pada kelompok III meningkatkan kerja jantung, dan pada kadar yang besar, kerja jantung makin berat, sehingga terjadi hipertrofi ventrikel.
ABSTRACT"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>