Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30018 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amy Karmia Marku
"Gedung Pola tidak hanya berfungsi sebagai ruang pamer yang dibangun khusus untuk memamerkan gagasan perencanaan arsitektur dan kota berdasarkan pemikiran utopia dari Sukarno atas nasionalisme dan modernism tapi juga pameran menjadi sebuah strategi politik dan arsitektur kemudian dimanfaatkan sebagai ruang politik yang representatif bagi propaganda idealis Sukarno untuk publik Jakarta (khususnya) dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Tesis ini mencoba untuk mengungkapkan bagaimana pameran bukan hanya sebagai media representasi visual tapi juga menjadi sebuah strategi politik ruang. Pemikiran Sukarno akan dicoba untuk ditelusuri melalui pembacaan archives sebagai evidence yang akan diinterpretasikan melalui pendekatan hermeunitical approach dari Heidegger.
Selain itu tesis ini juga mencoba memandang artefak arsitektur sebagai suatu fenomena sejarah. Pendekatan ini dipilih oleh karena dalam membaca archives, jejak yang tertinggal akan diinterpretasikan secara fenomenologi sebagai upaya untuk menjawab kehadiran ruang politik dalam Gedung Pola dan juga untuk mengungkap bagaimana sebuah pameran, dapat menjadi strategi dari sebuah politik ruang.

Gedung Pola was not only function as an exhibition room built specifically to exhibit Soekarno’s Utopian vision on achitecture and city planning based on Nasionalism and Modernism, but also become a place to exhibit his political strategy, used as a representative political space for Sukarno’s ideal propaganda for Jakarta citizen in specific and all Indonesian citizen in general.
This thesis try to elaborate on how an exhibition was not only use as a representative medium for visual, but also become a political strategy space. Sukarno’s idealogy will be tried to understood through reciting his archives as the evidence, that will be interpreted through Hermeunitical approach from Heideger.
Moreover, this thesis also try to view architecture artefact as a historical phenomenon because in reciting the archives, traces that was left will be interpreted phenomenologically, as a way to answer the existence of political space in Gedung Pola, and also to reveal how an exhibition can be a strategy for political space.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42335
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Aditya Santosa
"Skripsi ini membahas mengenai hubungan penyampaian narasi dalam film dan di dalam ruang pameran. Hal ini dikarenakan film dan arsitektur mempunyai banyak kesamaan. Narasi dan penataan ruang serta waktu yang merupakan karakteristik karya arsitektur tak terhindarkan juga ada di setiap ekspresi sinematik. Jika arsitektur memanifestasikan narasi dalam bentuk program dan ruang dalam wujud fisik, narasi dalam film disampaikan secara sequence melalui struktur montase dalam sebuah konsep ruang yang disebut surrogate space. Dalam ruang pameran, persepsi manusia akan elemen spasial dalam ruang membentuk yang namanya framing. Montase di dalam ruang terjadi ketika framing ini dialami secara sequential oleh pengunjung. Pemilihan dari framing didasarkan sifat visibilitas dan permeabilitas yang terbentuk dari persepsi elemen spasial jika dilihat dalam egocentric space. Secara lebih lanjut dalam skripsi ini mencoba memahami narasi melalui struktur montase dalam suatu ruang pameran.

This thesis discusses the relationship between narrative delivery in films and in exhibition space. This is because film and architecture have a lot in common. Narrative and the arrangement of space and time that are the characteristic of architectural works are unavoidable in every cinematic expression. If architecture manifests narrative in the form of programs and physical form, narrative in film is delivered in sequence through a montage structure. This montage is happening in a space concept called surrogate space. In exhibition space, human perception of spatial elements in the space forms what is called framing. Montage in an exhibition occurs when these framings are experienced sequentially by the visitor. The selection of framings is based on visibility and permeability properties which are formed from the perception of spatial elements when viewed in egocentric space. This thesis then tries to understand narrative in an exhibition space through the said montage structure."
Lengkap +
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Rumaisyah
"ABSTRACT
Ruang transisi tidak hanya berfungsi sebagai ruang untuk bersikulasi. Akan tetapi, menurut teori Boettger 2014, ruang transisi juga dapat berperan sebagai ruang pameran. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini ingin melihat peran elemen ruang transisi sebagai sarana pameran. Pendekatan masalah pada skripsi ini menggunakan studi literatur mengenai ruang transisi dan ruang pameran dan mengaitkanya dengan studi kasus di Kampung Bekelir, Tangerang yang merupakan kampung wisata mural. Pada bagian akhir, skripsi ini menemukan bahwa elemen ruang transisi berperan dalam memfasilitasi berbagai aspek yang seharusnya terdapat pada ruang pameran.

ABSTRAK
The transitional space is not only serves as a space for circulation. However, according to Boettger 39 s theory 2014, the transitional space can also serves as an exhibition space. Therefore, this thesis would like to see the role of transitional space elements as a medium of exhibition. This thesis uses literature study about transitional space and exhibition space and relate it with case study in Kampung Bekelir, Tangerang which is mural tourism kampung. In the final section, this thesis finds that the elements of transitional space play a role in facilitating various aspects that should be in the exhibition space. "
Lengkap +
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Megawati Asellia Putri
"ABSTRACT
Dalam sebuah pameran, terdapat komposisi solid dan void yang keduanya saling berhubungan untuk mengakomodir struktur pameran secara keseluruhan. Oleh karena itu, void merupakan elemen yang penting dalam struktur pameran. Pameran terdiri dari struktur spasial dan narasi yang masing-masing memiliki komposisi void di dalamnya. Maka dari itu, void tidak hanya dibaca dalam wujud fisik struktur spasialnya, namun lebih jauh lagi, void dapat dibaca sebagai sebuah konsep yang memiliki perluasan makna dalam struktur narasinya. Skripsi ini mempelajari lebih dalam mengenai wujud, peran, dan mekanisme void dalam pameran Dunia Komik yang diselenggarakan di Galeri Nasional. Melalui pembacaan void dalam pameran tersebut, makna void menjadi lebih luas karena memiliki wujud dan peran yang bermacam-macam.

ABSTRACT
In an exhibition, there is a relationship between the composition of solid and void that accomodate the whole exhibition structure. Therefore, void is an important element in the exhibition structure. The exhibition consists of spatial and narrative structure that each have a void composition within. Void is not only read in the physical form of spatial structure, but also can be read as a concept that has an extension of meaning in its narrative structure. This thesis examines more about forms, roles, and void mechanisms of the Dunia Komik exhibition which held at the Galeri Nasional. Through the reading of void in the exhibition, the meaning of void becomes more extensive because it has a variety of forms and roles."
Lengkap +
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Dwiananta A.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1994
S48005
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariansyah Eka Prasetyo
"Gangguan jiwa telah menjadi salah satu isu kesehatan global yang semakin mendesak untuk diperhatikan. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2019, sekitar 970 juta orang di seluruh dunia hidup dengan gangguan jiwa, kecemasan dan depresi. Dalam konteks kesehatan mental, peran institusi budaya seperti museum dapat menjadi media yang krusial, khususnya dalam membahas perkembangan penanganan medis untuk publik. Museum Kesehatan Jiwa Lawang merupakan salah satu museum yang menyajikan pameran kesehatan jiwa. Namun, dalam pelaksanaanya museum ini masih menerapkan konsep tradisional yang cenderung collection oriented, dan hanya berfokus pada kegiatan preservasi dan konservasi benda-benda bersejarah saja. Konsep new museum hadir membawa ideologi baru yang merubah museum menjadi suatu instansi yang lebih people oriented, edukatif, dan bersifat inklusif. Untuk mewujudkan konsep new museum dirumuskanlah rumusan permasalahan yang merujuk pada pertanyaan bagaimana merancang konsep tata pamer Museum Kesehatan Jiwa Lawang yang komunikatif dan inklusif sehingga sejalan dengan tujuan dan prinsip new museum? Proses rekonstruksi akan menggunakan pendekatan arkeologi kolonial, sosial-historis, yang dikombinasikan dengan analisis konten multimedia untuk menghimpun isu-isu kesehatan mental terkini. Hasil penelitian ini berupa rancangan tata pamer museum yang sudah disesuaikan dengan konsep new museum yang edukatif, rekreatif, dan inklusif.

Mental health disorders have become one of the pressing global health issues that require increasing attention. According to the World Health Organization (WHO) in 2019, approximately 970 million people worldwide live with mental health disorders, including anxiety and depression. In the context of mental health, cultural institutions such as museums can play a crucial role, particularly in addressing the development of medical treatments for the public. Museum Kesehatan Jiwa Lawang is one such museum that exhibits mental health themes. However, in its implementation, this museum still applies a traditional concept that tends to be collection-oriented, focusing only on the preservation and conservation of historical objects. The concept of the new museum introduces a new ideology that transforms museums into more people-oriented, educational, and inclusive institutions. To realize the concept of the new museum, the problem formulation refers to the question of how to design a communicative and inclusive exhibition layout for Museum Kesehatan Jiwa Lawang, aligning with the goals and principles of the new museum? This analysis process will utilize colonial archaeology and socio-historical approaches, combined with multimedia content analysis to gather current mental health issues. The results of this research are a museum exhibition design tailored to the new museum concept, which is educational, recreational, and inclusive."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Tyas Awangsari Nastiti
"Glodok merupakan salah satu tempat yang ditetapkan oleh PT.MRT sebagai tempat pemberhentian stasiun MRT, selain itu, sebagai desa wisata.  Seiring dengan berjalannya waktu, Glodok semakin hilang nilai hostorisnya, seperti misalnya nanyian tradisional yang dibawakan oleh orang Tionghoa pada saat masyarakat berjalan melalui glodok, tanah lapang (tempat kuda), penamaan gang yang mulai hilang (gang madat, jalan cengkeh, jalan kopi, jalan pala). Secara daily culture panggilan nci-nci, asuk-asuk sudah mulai hilang secara perlahan dengan adanya perubahan dari dunia yang mulai modern. Faktor lain yang membuat hilangnya nilai sejarah Glodok adalah semakin sedikit penduduk asli glodok yang menetap di daerah Glodog, dan kurangnya pelestarian sejarah di lokasi tersebut. Padahal, budaya Tionghoa sendiri memberikan andil yang besar, seperti kaligrafi dan lukisan, sulaman, lentera, layangan dan keramik. Selain itu banyak akulturasi dari budaya Tionghoa-Betawi seperti, gambang kromong. Namun, hal ini kurang adanya pelestarian, seperti yang dikatakan oleh oleh Metta Setiandi bahwa, “We’re adapting but it’s changing all the time” yang membuat nilai sejarah Glodok hilang secara aktivitas dan kultur. Untuk mendukung pelestarian ini maka diperlukan sebuah wadah yaitu museum/exhibition center, serta memberikan wawasan kepada masyarakat sebagai perspektif baru dalam memandang etnis Tionghoa.

Glodok is one of the places determined by PT.MRT, as a stop for the MRT station. In addition, as a tourist village. Over time, glodok lost its historical value, such as the traditional songs sung by the Chinese when walking through glodok, the field (place for horses), the naming of alleys that began to disappear (alley madat, clove street, coffee street, nutmeg street). In the daily culture, calls are nci-nci, asuk-asuk which have started to disappear slowly with the changes in the world that is starting to be modern. Apart from that, other factors that make the historical value of Glodok disappear are the fewer native people who live in the Glodok area and the lack of historical preservation in that location. In fact, Chinese culture itself contributed greatly, such as calligraphy and painting, embroidery, lanterns, kites and ceramics. Apart from that, there is a lot of acculturation from the Chinese-Betawi culture, such as the Gambang Kromong. However, this lacks preservation. Therefore Metta Setiandi said that, "We're adapting but it's changing all the time" which makes the historical value of glodok lost in terms of activity and culture. To support this preservation, a forum is needed, namely a museum/exhibition center. As well as providing insight to the community as a new perspective in viewing the Chinese ethnicity."
Lengkap +
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alisha Putri Ramadhanti
"ABSTRACT
Pameran keliling harus dapat memamerkan informasi dengan cara yang sama di tempat yang berbeda-beda dan hal ini menjadi faktor utama yang mempengaruhi proses mendesain pameran keliling. Sehingga, keseimbangan antara kebutuhan representasi pameran yang spesifik dan kebutuhan untuk dapat berpindah-pindah sangat penting untuk diperhatikan. Strategi yang spesifik hadir untuk membentuk elemen arsitektural pameran keliling yang bersifat portabel dengan memanfaatkan material yang spesifik pula yakni plywood. Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan, penulis melakukan analisis secara langsung di Pameran Pink Floyd: The Mortal Remains yang berlokasi di London; wawancara online dengan pihak penyelenggara pameran terkait dan menganalisis video konstruksi pameran terkait. Berdasarkan studi kasus yang telah dilakukan, sistem konstruksi modular yang bersifat repetitif serta berbentuk frame dan panel dan juga dipasang menggunakan metode dry-assembly menjadi strategi yang utama ketika membentuk elemen arsitektural pameran yang dapat berdiri sendiri dan bersifat independen dari konteksnya. Hal ini dilakukan agar modul-modul dapat dilepas pasang secara efisien dan dipindahkan ke lokasi selanjutnya secara flat-packed. Dampak dari penggunaan plywood yang sedemikian rupa adalah pameran dapat dibangun tepat waktu 2 minggu pameran berhasil dipindahkan ke lokasi selanjutnya secara efektif hal yang tidak dapat dihindari adalah perlunya penyesuaian dengan cara memproduksi ulang beberapa modul untuk disesuaikan dengan konteks yang baru.

ABSTRACT
A travelling exhibition is slightly different with a general one, because a travelling exhibition has to represent a story in a specific way and also focus on the portability function of the exhibition itself. In order to achieve those needs, a specific strategy has to be used to utilize a specific material in this case is plywood to build a portable architectural element of the travelling exhibition. An analysis of a travelling exhibition called Pink Floyd The Mortal Remains in London 2017 was done and it turns out, modular system and dry assembling method was used to create the exhibition. Framing and panel method and repetitive module method were also used to utilize the material. These module was turned into to be flat packed when being transported to the next exhibition location. In conclusion, those strategies helped the travelling exhibition to be assembled effectively in 2 weeks. Portable construction that was used to create the exhibition was also compatible with three Vitruviuss design aspect firmitas, utilitas, and venustas based on J. Postell view point. Apparently, some adjustment still has to be done by producing a custom module for the new context. "
Lengkap +
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Drasthya Ayhodha Nareshwari
"Museum masa kini harus mampu menarik perhatian masyarakat untuk datang berkunjung, sayangnya museum di Indonesia diidentikan dengan kesan tua dan tidak menarik. Maka untuk mengatasinya diperlukan desain display yang diharapkan dapat mengundang pengunjung. Namun bagaimana jika bangunan yang digunakan sebagai museum bukanlah bangunan yang didesain untuk museum, melainkan bangunan lama cagar budaya. Memasukan fungsi museum seni sebagai identitas baru sebuah bangunan lama merupakan proses yang tidak mudah. Perlu adanya kesesuaian antara fungsi baru museum dan elemen bangunan lama yang dijaga. Melalui kajian teori dan studi kasus terhadap Museum Seni Rupa dan Keramik ditemukan bahwa display dalam ruang pamer dapat menghubungkan kedua kebutuhan lama dan baru, sehingga aspek dalam merancang alat bantu display tidak lagi terbatas pada segi informatif dan persepsi manusia, tetapi keadaan objek yang dipamerkan dan bangunannya.

Museum nowadays, must be able to attract visitors to come to visit. Sadly, museums in Indonesia are identified with old and unattractive impressions. Hence, to overcome it, it is necessary for displays are designed so they can draw in visitors. However, instead of using building that originally designed as a museum, what if it is an old building of cultural heritage re-functioned to become a museum. To incorporate art museum as the new identity of an old building is not an easy process. Adjustment between the new function and the elements of the preserved heritage building are needed. Through relevant theories and case studies on Museum Seni Rupa dan Keramik, the researcher found that the display in the exhibition space could act as a tool to connect both the needs of old and new. This makes designing exhibition displays are no longer limited in terms of informative and human perception aspects, but also the collection and the heritage building needs.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64151
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>