Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151197 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dalimunthe, Pahrur Rozi
"Kreditur pemegang hak tanggungan memiliki kedudukan yang diutamakan atau hak mendahului dari kreditur-kreditur lainnya (droit de preference) sebagai bentuk kepastian hukum pengembalian piutang kreditur jika debitur cidera janji. Menjadi masalah ketika kreditur pemegang hak tanggungan berhadapan dengan kreditur pemegang hak mendahului lainnya dalam suatu kasus atas objek kebendaan debitur yang terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan terhadap kreditur pemegang hak mendahului lainnya, khususnya terhadap pemegang hak istimewa pajak dan pekerja yang sering bersengketa pada perusahaan yang pailit. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kedudukan kreditur pemegang hak istimewa pajak lebih tinggi daripada kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan, dan kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan lebih tinggi dari pada kedudukan kreditur pemegang hak istimewa pekerja, sesuai dengan ketentuan pasal 1134 KUH Perdata yang mengatur hubungan dan kedudukan antara piutang yang memiliki hak mendahului.

Creditor with burden right holder has a prominent position compare to other creditors (droit de preference) as a certain restitution if debitor breaks his promise. It becomes a problem if burden right creditor faces with another kind of creditor who has a right to precede in a case of limited object that creditor has. However, this research purposes to explain the position of burden right creditor against precedence creditor, especially special right of taxes and labours which are often fight each other when corporation bankrupts. Normative judicial is the way to do this descriptive research. Based on result, we can conclude that the position of special right of taxes creditor is higher than the burden right creditor. And the position of burden right creditor is higher than special labours right creditor, based on section 1134 of KUH Perdata which controls the relation and position between credit and precedence."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S54415
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisda Feby Susanto
"Perkembangan ekonomi yang sangat pesat membuat kepastian hukum untuk lembaga-lembaga keuangan sangatlah diperlukan untuk menjamin kembalinya hak yang dimilikinya. Hal tersebut mengaikbatkan diperlukannya jaminan untuk memperkuat kepastian hukum yang dimiliki oleh pemegang jaminan untuk didahulukan apabila si pemberi jaminan cidera janji atau wanprestsasi. Namun pada kenyataannya banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan pemegang jaminan tersebut kehilangan jaminannya tersebut. Salah satu diantaranya hapusnya Hak Tanggungan yang dimiliki oleh pemegang hak tanggungan diakibatkan itikad buruk dari pemberi hak tanggungan. Oleh karena itu diperlukan kepastian hukum lebih lanjut agar terjaminnya perlindungan dan kedudukan kreditur dalam pemberian jaminan.
Dalam Tesis ini mengangkat mengenai putusan Makhamah agung Republik Indonesia Nomor 396/K/Pdt/2009 mengenai pembebasan Tanah yang dijadikan jaminan utang dari pembebanan hak tanggungan yang membuat kerugian bagi pihak pemegang hak tanggungan. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelittian kepustakaan, data yang diperlukan adalah data sekunder. Penulisan tesis ini membahas mengenai perlindungan kreditur sebagai pemegang hak tanggungan atas pembebasan tanah yang dijadikan jaminan utang dari pembebanan hak tanggungan dalam perjanjian kredit dan upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang hak tanggungan untuk bisa mendapatkan haknya sebagai pemegang hak tanggungan.

The rapid economic growth requires the legal certainty for financial institutions to guarantee the return of the owned rights. Therefore, warranty is necessary to strengthen the legal certainty of the guarantee holder if the guarantor violates the contract. However, in the reality, many holders lose their guarantee due to the breaches. One of them is the voidance of Mortgage Right of its holder by reason of the ill will of the mortgage giver. Thus, further legal certainty is requisite to guarantee the creditor protection and position in the guarantor.
This thesis discusses the verdict of Indonesian Supreme Court No. 396/K/Pdt/2009 on land acquisition as loan guarantee which causes loss for the mortgage right holder party. This thesis uses library research, for the data to be used is secondary data. This thesis discusses creditor protection as mortgage right holder of land acquisition as loan guarantee from mortgage burden in the credit agreement and legal actions of the mortgage right holder to obtain the right as the mortgage right holder.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugraha Adi Prasetya
"Perjanjian Kredit kepada Bank merupakan praktek yang umum dilakukan oleh debitur untuk memperoleh kredit yang dibutuhkannya. Dalam prakteknya, perjanjian ini menggunakan jaminan hak tanggungan dimana format dan bentuknya telah ditentukan dalam perjanjian kredit tersebut. Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) diberlakukan dalam hal debitur tidak bisa datang langsung dan sebagai syarat agar dapat segera ditindak lanjuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). SKMHT pada prinsipnya diberikan untuk jangka waktu tertentu. Tujuan ini diberlakukan dalam rangka mencegah berlarut-larutnya waktu pelaksanaan SKMHT. Namun dalam praktek kadangkala penggunaan SKMHT menemui berbagai permasalahan yang mengakibatkan posisi kreditur sebagai pemegang hak tanggungan dirugikan. Permasalahan yang timbul terutama akibat adanya pembatasan jangka waktu SKMHT dibahas dalam penelitian ini terutama dalam hal resiko yang dihadapi kreditur bank bilamana terjadi cidera janji (wanprestasi) debitur dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk dapat melindungi kreditur bank dalam penggunaan SKMHT.

Bank credit agreement are common practice by debitor to receive the credit they need. In practice, this agreement are using securities right insurance where the form and contents had been determined in those credit agreement. The impose attorney mortgage are used in situation where the giver mortgages unable to attend and as a condition to make the Deed of Encumbrance. The impose attorney mortgage is given for some amount of time. The reason for this time limitation is to prevent the longer time more than needed to make this attorney imposing mortgage runs. However, sometimes the practice of this attorney imposing mortgage had met some problems that make the position of creditor not good. The discussion focused on problems that occur because of the time limitation especially the risk that creditor need to face when the delinquent payment occur with the alternate solution that can be chosen to protect the creditor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30367
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arika Yuanita
"ABSTRAK
Persamaan kedudukan dari kreditor bersama tidak hanya dapat diterobos oleh
adanya penentuan undang-undang atau perjanjian seperti halnya yang terjadi pada
privilege dan hipotik, melainkan dapat juga diterobos oleh adanya hak retensi
yang memberikan kreditor hak untuk menahan bendanya sampai piutang yang
bertalian dengan benda itu dibayar lunas. Pada dasarnya pemegang hak retensi
tidak memiliki hak untuk didahulukan sehingga ia merupakan kreditor konkuren.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur pada prinsipnya pemegang
hipotik dan pemegang hak istimewa memiliki hak didahulukan dibandingkan
kreditor konkuren. Namun dalam hal kepailitan dalam kondisi dimana benda yang
ditahan oleh pemegang hak retensi dapat menguntungkan harta kepailitan, maka
menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, kurator wajib membayar piutang pemegang hak retensi terlebih dahulu
sebelum melakukan pemberesan harta kepailitan. Hal ini berarti dalam kondisikondisi
tertentu pemegang hak retensi dapat memiliki kedudukan yang lebih
diuntungkan dari kreditor pemegang hak istimewa dan kreditor pemegang hipotik.

ABSTRACT
The equality position of the collective creditors not only may be intruded by any
determination of law or agreement as seen on privileges and mortgages, but may
also be intruded by retention right that gives creditor the right to hold the object
until the claim relating to the object is fully paid. Basically a retention right holder
has no right to take precedence so he is an unsecured creditor. Indonesian Civil
Code in principle stipulates that a mortgagee and a preferential right holder have
the right to take precedence over unsecured creditor. However in the event of
bankruptcy, if the object held by the retention right holder is profitable to the
bankruptcy assets, then according to the Law on Bankruptcy and Suspension of
Debt Payment Obligations, the curator must pay the retention right holder before
performing the settlement of bankruptcy assets. This means that under certain
conditions the retention right holder may have a more advantaged position over
the preferential right holder and the mortgagee."
2013
T35304
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrianita Melissa Purnamasari
"Penelitian hukum ini membahas mengenai urgensi penghapusan bank sebagai kreditor separatis pada proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau Pailit debitor-nya, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, serta membahas mengenai bagaimana implikasi dari adanya penghapusan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian normative yuridis dengan bentuk preskriptif, karena penelitian ini akan membahas mengenai permasalahan bank sebagai kreditor separatis dalam proses PKPU dan Kepailitan, sehingga akan memberikan saran dan solusi dari permasalahan yang dibahas. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa urgensi dari dilakukannya penghapusan bank sebagai kreditor separatis dalam proses PKPU dan pailit karena begitu banyak permasalahan dan kendala yang dihadapi bank sebagai kreditor separatis serta hak bank sebagai kreditor separatis yang telah dilindungi oleh KHUPerdata dan juga undang-undang tentang hak jaminan kebendaan lain bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, sehingga perlu adanya perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Selain itu Implikasi dari adanya penghapusan bank sebagai kreditor separatis memberikan dampak bagi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU sendiri, kreditor lain debitor, pengurus/curator, dan juga bundle pailit.

This legal research discusses the urgency of the elimination of banks as separatist creditors in the process of Postponing Debt Payment Obligations or Bankruptcy of their debtors, which is regulated in Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and PKPU. And also discusses the implications of elimination of the bank. This research is a normative juridical research with a prescriptive form, because this research will discuss the problems of banks as separatist creditors in the PKPU and Bankruptcy process, so will provide suggestions and solutions to the problems. The results of this research is indicate that the urgency of the elimination of banks as separatist creditors in the PKPU and bankruptcy process is because there are so many problems and obstacles faced by banks as separatist creditors and the rights of banks as separatist creditors which have been protected by the Civil Code and also the law on property security rights are contrary to Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and PKPU. So it is necessary to amend Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and PKPU. In addition, the implication of the abolition of banks as separatist creditors has an impact on Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and PKPU itself, other creditors, debtors, administrators/curators, and also the bankruptcy bundle. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Handayani
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana kedudukan hak privilege negara terhadap hak preferensi pemegang Hak Tanggungan apabila objek yang dibebani Hak Tanggungan dilakukan penyitaan terkait tindak pidana. Untuk menjelaskannya penulis menjabarkan bagaimana objek HT dapat dilakukan sita oleh negara sehingga mengalihkan status hukum dari benda jaminan menjadi benda sitaan negara dan berada dibawah kewenangan negara. Lalu penulis mengaitkan proses peralihan status tersebut dengan hak istimewa (privilege) yang dimiliki negara, yang timbul karena objek jaminan yang disita negara termasuk dalam lingkup piutang negara yang dapat mengesampingkan preferensi pemegang HT. Oleh karena itu penulis juga menjabarkan bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang HT yang harus mengalah terhadap privilege negara. Hasil dari skripsi ini bahwa atas penyitaan objek HT kedudukan hak privilege negara diutamakan dari preferensi pemegang HT. Namun penyitaan objek HT masih menimbulkan perdebatan oleh Para Ahli terutama mengenai kedudukan yang harus didahulukan antara pemegang HT dan Negara atas objek jaminan yang terkait hasil tindak pidana korupsi. Seiring dengan berkembangnya modus kejahatan berdalih jaminan Hak Tanggungan, maka saran dari penulis perlu pengaturan yang tegas dalam UUHT atas penyitaan objek yang dibebani Hak Tanggungan dan batasan ruang lingkup yang jelas atas definisi Piutang Negara yang dinyatakan dalam penjelasan umum angka 4 UUHT.

This thesis discusses how the privileged position of state against the preference position of mortgage right holder when collateral objects are confiscated by state - related to the crime. The author describes by explaining how the collateral object could be confiscated by the state which had divert the legal status of collateral objects into confiscated objects under the authority of the state. Then author describes how the transition process of object with special rights (privilege) held by state, which is confiscated, emphasize on the scope of national accounts so have to override the preference of mortgage holders. Therefore, the authors also describe how the legal protection is given to creditors as mortgage right holders, which has correlation with collateral objects confiscated by the state in corruption cases and the legal action could be done by the creditors. The result of this thesis is that preference position of mortgage right holder is under the privileged position of state when collateral objects are confiscated by state. Meanwhile, the Confiscation of mortgage is still debating within the expert, due to the conflict of interest between the state and the creditors (the state is considered more important than the creditors). Along with the development mode of mortgage fraud over the past few years, the suggestion that the author can give is the need for clear regulation in the Mortgage Law about confiscation of collateral objects and also clear limits the scope of National Accounts definitions set out in item 4 general description of UUHT."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62101
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Fatma Hasiah
"ABSTRAK
Hak Tanggungan adalah salah satu hak jaminan hutang
yang bersifat kebendaan yang dibebankan pada hak atas tanah
dan lahir dari perjanjian tertentu (kontraktual) yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor
tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Keberadaan Hak
Tanggungan selalu diperjanjikan sebagai perjanjian ikutan
(accessoir) yang harus didahului oleh perjanjian pokoknya
berupa perjanjian kredit. Tanpa perjanjian kredit tidak
akan ada Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Salah satu sebab
hapusnya Hak Tanggungan adalah apabila terjadi perubahan
status hak atas tanah yang berakibat hapusnya hak atas
tanah yang dibebani Hak Tanggungan oleh karena diajukannya
perpanjangan dan/atau permohonan peningkatan hak dari Hak
Guna Bangunan atau Hak Pakai menjadi Hak Milik. Pada kedua
peristiwa hukum ini, perlindungan hukum terhadap hak
kreditor dipertanyakan, apakah telah diatur dalam ketentuan
perundangan yang berlaku di Indonesia saat ini dan upayaupaya
hukum lain apa yang dilakukan Bank selaku pemegang
Hak Tanggungan serta alternatif penyelesaian yuridis yang
bisa dilakukan pada peristiwa hukum tersebut. Hasil dari
kajian teoritis dan peraturan yang ada yang kesemuanya
merupakan bahan hukum sekunder dengan analisa metode
kualitatif, dapat disimpulkan bahwa kreditor pemegang Hak
Tanggungan terlebih dahulu meminta pemegang hak atas tanah
menandatangani SKMHT yang berlaku selama proses Hak Milik
belum diperoleh yang berarti tidak ada hak prioritas atas
jaminan."
2007
T38053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumardi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21375
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifah Niffari
"Skripsi ini mengkaji tentang Kreditur yang tidak mendaftarkan piutangnya kepada Kurator serta akibat hukumnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta Undang-Undang lain khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Pada intinya berdasarkan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kreditur yang tidak mendaftarkan piutangnya kepada Kurator tidak dapat mengunakan hak tagihnya kepada Debitur Pailit karena melalaikan kewajibannya sebagai Kreditur Pailit. Kreditur Pailit juga tidak dapat melakukan penagihan kepada Debitur pailit setelah Kreditur pailit kehilangan hak tagihnya meskipun prosedur kepailitan telah selesai berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Hasil penelitian menyarankan bahwa pemerintah perlu menyempurnakan ketentuan tentang Pencocokan Piutang dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 khususnya mengenai dampak Kreditur yang tidak mengajukan daftar piutang kepada Kurator.

This thesis examines about Creditors who do not register claims to the Curator and its legal consequences pursuant to Act No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment and other law especially the Book of the Law of Civil Law (KUHPER). The method used in this research is normative juridical. In essence based on the Bankruptcy Act and the Suspension of Payment, Creditors who do not register claims to the Curator can not examine the bill rights to Debtor Bankruptcy because of neglecting the duty as a Bankruptcy Creditor. Bankruptcy Creditors also can not do the billing to the Bankrupt Debtor after the Bankruptcy Creditor loses the bill right even though bankruptcy procedures have been completed pursuant to Act No. 37 of 2004. The research results suggest that the government needs to improve provisions on Verification of Claim in Law Number 37 Year 2004 specifically on the implication for Creditors who do not submit accounts to the Curator."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43900
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Ryan Lucky Bahara
"Pembiayaan Multiguna dalam pembelian kendaraan mobil yang menitikberatkan permasalahan pada pembiayaan mobil, diikat berdasarkan perjanjian multiguna antara perusahaan pembiayaan sebagai kreditur dengan debiturnya. Keikutsertaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam permasalahan kreditur dan debitur pada suatu perjanjian pembiayaan menambah metode penyelesaian permasalahan pembiayaan diluar pengadilan yang secara awam memunculkan perbedaan pandangan dimana pada dasarnya BPSK adalah lembaga yang mengurusi urusan konsumen dengan produsen atau penyedia barang/jasa yang diberikan pada konsumen namun juga melaksanakan penyelesaian sengketa hubungan kreditur dengan debitur. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian kualitatif yang berangkat dan berdasarkan pada data-data yaitu peraturan perundang-undangan yang telah ada dan berjalan di Indonesia yang dikaitkan pula dengan yurisprudensi/putusan-putusan pengadilan sebagai data lapangan yang telah ada dan digunakan yang mencoba memecahkan rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian. Undang-Undang hanya menyebutkan BPSK berperan sebagai alternatif penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan namun dalam prakteknya dengan didasarkan pada tugas pokok dan aturan-aturan ternyata masih ada celah kecil BPSK tidak menjadi efektif walaupun bersifat final dan binding tapi masih ada bisa dilakukan upaya lain yang dapat mengubah hasil putusannya.

Nunpurpose Financing in the purchase of vehicles that focuses on problems in car-loan financing, is bound by a nunpurpose agreement between the financing company as the creditor and the debtor. The participation of the Consumer Dispute Resolution Agency (BPSK) in creditors and debtor problems in a financing agreement adds to the method of solving out-of-court financing problems which in general raises different views where basically BPSK is an institution that deals with consumer affairs with producers or providers of goods / services provided at consumers but also carry out dispute resolution between creditors and debtors. The research method that the author uses in this paper is a qualitative research method that departs and is based on data, which are existing and current laws and regulations in Indonesia which are also associated with jurisprudence / court decisions as field data that already exists and is used which tries to solve the problem formulation discussed in the research. The law only states that BPSK acts as an alternative to resolving consumer disputes outside the court, but in practice based on the main task and regulations, it turns out that there is still a small gap that BPSK is not effective even though it is final and binding but there are still other efforts that can change the result of the verdict."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>