Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133081 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Putranto Setiawan
"Trembesi merupakan tanaman kering yang hidup di daerah tropis yang berasal dari Amerika pusat yang menyebar luas hingga Venezuela dan Kolombia. Tanaman ini selain dimanfaatkan untuk mengurangi polusi udara dan menyerap air, biji dan daunnya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat. Sampai saat ini belum ada bukti apakah biji trembesi aman atau tidak untuk dikonsumsi. Oleh karena itulah peneliti merasa perlu untuk mengetahui toksisitas tanaman ini.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan Uji toksisitas akut (LD50) untuk melihat efek toksisitas. Uji ini dilakukan dengan melihat kategori dosis manakah yang mampu membunuh 50% populasi sampel yang dicekoki trembesi. Setelah didapatkan, maka dapat ditentukan trembesi termasuk kategori dosis yang mana. Kategori dosis toksisitas yang dipakai pada penelitian ini adalah dosis moderately toxic. Pada penelitian ini organ yang diperiksa oleh peneliti adalah hati, karena hati merupakan organ yang berperan dalam menetralisasi zat-zat racun terutama yang masuk ketubuh melalui saluran pencernaan.
Setelah dilakukan pencengkokan dengan ketiga rkstrak tersebut, tidak ada hewan coba yang mati. Kemudian setelah diamati sejak pemberian trembesi hingga hari ke-14. Tidak didapatkan mencit yang mati. Setelah itu, organ hati dari masing-masing hewan coba diambil untuk dibuat sediaan mikroskopiknya. Dari pemeriksaan, tidak ditemukan kelainan mikroskopik pada hati. Dapat disimpulkan bahwa trembesi terbukti tidak memiliki efek toksik pada hati mencit. LD50 untuk ketiga ekstrak tersebut adalah practically non-toxic.

Trembesi is plants that live in the tropics. This plant comes from central America who spread to Venezuela and Colombia. This plant is used in addition to reducing air pollution and absorb water, seeds and leaves are used by the community as a drug. Until now there has been no evidence whether the trembesi seeds is safe or not for consumption. That is why researchers find it necessary to know the toxicity of this plant.
In this study, researchers will use acute toxicity test (LD50) to see the effects of toxicity. This test is done by looking at what dose category are able to kill 50% of the sample population is fed a trembesi. Once obtained, trembesi can be categorized into six doses: supertoxic, extremely toxic, highly toxic, moderately toxic, slightly toxic, or Practically non-toxic. In this study the organ being examined by investigators is the heart, because the liver is the organ that plays a role in neutralizing toxic substances that enter through the gastrointestinal tract.
After the experiment, all mice survived. During the observation until the 14th day. There were no mice died. After that, the liver of each animal was taken for microscopic preparations made. From the examination, there was no microscopic abnormalities in liver Now, we can concluded that the trembesi didn’t show any toxic effects on the liver of mice. LD50 for the three extracts are Practically non-toxic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Oktaviyanti
"Pencemaran logam berat menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem perairan karena sifatnya yang persisten dan mudah terakumulasi dalam jaringan tubuh biota oleh sebab itu pada penelitian ini dilakukan uji toksisitas akut (EC50- 24h) dari logam berat Pb, Cd, Cr, Ni, dan As pada Daphnia magna yang mengacu pada OECD 202 Guidelines. Data immobilisasi yang diperoleh diolah menggunakan analisis probit (SPSS 15). Selain itu dilakukan pengujian toksisitas melalui simulasi fraksi sedimen dan analisis kadar logam berat dalam fraksi sedimen di Perairan Teluk Jakarta dengan ekstraksi menggunakan 3 variasi pH, yaitu pH 3, 5 dan 7. Pembuatan fraksi asam pH 3 dan 5 menggunakan prosedur TCLP (toxicity characteristic leaching prosedure). Sedimen yang telah dipreparasi di analisis dengan Atomic Absorbance Spectoscopy (AAS).
Dari hasil pengujian diperkirakan nilai EC50-24h Cd, As, Ni, Cr, Pb terhadap Daphnia magna adalah 1,663 μg/l; 2,369 mg/l; 2,471 mg/l; 12,225 mg/l, 23,136 mg/l. EC50-24h Pb jauh lebih besar dari literatur karena terjadi pengendapan yang diduga menurunkan bioavailabilitas logam terhadap Daphnia. Hasil dari analisa logam berat dalam sedimen diperoleh kadar logam berat dengan fraksi pH 3 umumnya lebih besar dari fraksi pH 5 dan 7. Hasil pengamatan toksisitas dari simulasi fraksi sedimen menunjukkan toksisitas pada keseluruhan hewan uji yang menandakan bahwa Perairan Teluk Jakarta berpotensi membahayakan bagi kehidupan biota. Pengujian toksisitas campuran logam Cd-Cr-Ni-As dengan konsentrasi yang mengacu pada nilai EC50-24h Cd memperlihatkan efek sinergis walaupun tidak signifikan.

Heavy metals pollution adverse impacts on aquatic ecosystems because of its persistent and easy to accumulate in biota tissue and therefore in this study tested the acute toxicity (EC50-24h) of the heavy metals Pb, Cd, Cr, Ni, and As in Daphnia magna which refers to the OECD Guidelines 202. The data obtained were statistically evaluated with probit analysis method (SPSS 15). In addition, it has also been conducted of toxicity test through simulation of sediment fraction and observation heavy metals content in the sediment fraction at Jakarta bay waters by extraction using 3 variations of pH such as pH 3, 5 and 7. Preparation pH 3 and 5 acid fraction using the TCLP procedure (toxicity characteristic leaching prosedure). Heavy metals content in sediment has analysed by Atomic Absorbance Spectroscopy (AAS).
The EC50-24h of Cd, As, Ni, Cr, Pb to Daphnia magna was estimated to be 1,663 μg/l; 2,369 mg/l; 2,471 mg/l; 12,225 mg/l, 23,136 mg/l, respectively. The EC50-24h of Pb has larger value than literature due to the precipitation reaction which reduce the bioavailability of this metal to Daphnia. The result of heavy metals content in sediment showed that the average concentration in pH 3 fraction was higher than pH 5 and pH 7 fraction. The toxicity result from sediment fraction simulation showed the overall toxicity in organism test which indicated Jakarta bay waters are potentially harmfull to aquatic ecosystem. Testing the toxicity of Cd-Cr-Ni-As mixture which refers to EC50-24h of Cd showed a synergistic effect, although not significantly.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43422
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gladys Hanggorowati Sujatmiko
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai toksisitas dengan metode BSLT berdasarkan prinsip senyawa aktif dan sifat toksiknya yang dapat membunuh larva udang Artemia salina L. sebagai hewan uji. Sintesis senyawa turunan asam risinoleat teroksidasi dengan asam amino, yaitu glisin dan fenilalanin dimulai dengan oksidasi rangkap membentuk diol menggunakan KMnO4 encer dalam suasana basa, esterifikasi dengan dry methanol dengan katalis ZnCl2, dan reaksi amidasi membentuk amida dengan asam amino, glisin atau fenilalanin. Karakterisasi dilakukan menggunakan KLT dan FTIR. Hasil FTIR menunjukkan adanya pita serapan ulur N-H dan O-H yang tumpang tindih pada bilangan gelombang 3474.89 cm-1 pada risinoleat teroksidasi-glisin dan 3306.64 cm-1 pada risinoleat teroksidasi-fenilalanin. Selain itu, terdapat puncak serapan medium CN dan C=O amida sekunder pada masing-masing senyawa produk dengan bilangan gelombang 1276,17 cm-1 dan 1696,41 cm-1 untuk risinoleat teroksidasi-glisin serta 1262,47 cm-1 dan 1614,55 cm-1 pada risinoleat teroksidasi-fenilalanin. Uji Toksisitas BSLT terhadap Artemia Salina L. menghasilkan nilai LC50 dari produk lipoamida glisin dan lipoamida fenilalanin secara berurutan sebesar 117,48 dan 42,65 ppm. Hasil tersebut menunjukkan nilai LC50 < 1000, sehingga dapat dikatakan produk yang dihasilkan memiliki toksisitas tinggi. Uji aktivitas antimikroba dari produk kedua menghasilkan zona penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri E. coli, tetapi tidak memberikan zona penghambatan terhadap bakteri S. aereus. Zona penghambatan terhadap bakteri E. coli yang dihasilkan yaitu 11,5 mm untuk risinoleat teroksidasi-glisin dan 6,5 mm untuk risinoleat teroksidasi-fenilalanin.

This study aims to determine the toxicity value of the BSLT method based on the principle of active compounds and their toxic properties that can kill Artemia salina L. shrimp larvae as test animals. The synthesis of oxidized ricinoleic acid derivatives with amino acids, namely glycine and phenylalanine, begins with double oxidation to form diols using dilute KMnO4 in an alkaline solution, esterification with dry methanol with ZnCl2 catalyst, and the amidation reaction to form amides with amino acids, glycine or phenylalanine. Characterization was carried out using TLC and FTIR. The FTIR results showed that there were overlapping N-H and O-H stretching absorption bands at wave numbers of 3474.89 cm-1 for glycine-oxidized ricinoleic and 3306.64 cm-1 for phenylalanine-oxidized ricinoleic. In addition, there are absorption peaks of CN and C=O secondary amide medium in each product compound with wave numbers 1276.17 cm-1 and 1696.41 cm-1 for glycine-oxidized ricinoleic and 1262.47 cm-1 and 1614.55 cm-1 in phenylalanine-oxidized ricinoleic. BSLT Toxicity Test against Artemia Salina L. produced LC50 values ​​of glycine lipoamide and phenylalanine lipoamide products, respectively, of 117.48 and 42.65 ppm. These results indicate the value of LC50 < 1000, so it can be said that the resulting product has high toxicity. The antimicrobial activity test of the second product resulted in an inhibition zone for the growth of E. coli bacteria, but did not provide an inhibition zone for S. aereus bacteria. The zone of inhibition against E. coli bacteria produced was 11.5 mm for glycine-oxidized ricinoleic and 6.5 mm for phenylalanine-oxidized ricinoleic."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jane Sarah Giat
"Penelitian mengenai uji toksisitas dan distribusi kandungan fikotoksin pada kerang hijau (Perna viridis) telah dilakukan di kawasan budidaya kerang hijau, Kamal Muara pada bulan Mei 2012. Penelitian bertujuan untuk mendeteksi keberadaan fikotoksin penyebab Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), serta mengetahui tingkat toksisitas dan distribusi fikotoksin pada bagian visceral, mantel, dan otot dari kerang hijau. Berdasarkan Jellet Rapid Test, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat racun penyebab PSP dalam kerang hijau.
Berdasarkan BSLT, hasil menunjukkan bahwa terdapat senyawa aktif yang bersifat toksik pada seluruh bagian tubuh kerang yang diuji karena semua nilai LC50 yang didapatkan kurang dari 1.000 ppm. Nilai LC50 yang terendah pada bagian visceral (63,75 ppm, 105,5 ppm, dan 74,64 ppm) diikuti dengan jaringan mantel (211,8 ppm, 335,74 ppm, dan 306, 67 ppm) dan jaringan otot (459,95 ppm, 529,05 ppm, dan 492,06 ppm). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat racun penyebab PSP pada kerang hijau, namun terdapat fikotoksin lain pada sampel kerang hijau yang terdistribusi pada bagian tubuh yang berbeda dengan konsentrasi tertinggi pada bagian visceral.

The research on toxicity test and phycotoxin distribution in green mussel (Perna viridis) had been done on Kamal Muara aquaculture area in May 2012. The research aimed to detect the Paralytic Shellfish Poisoning (PSP) causing phycotoxin and to know the toxicity levels and distribution on green mussels viscera, mantle, and muscles. Based on Jellet Rapid Test, the result showed that there were no PSP toxins inside the mussels.
Based on Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), there was other active compound with toxic properties for all the LC50 levels that were lower than 1.000 ppm. The LC50 levels were lowest on the viscera (63,75 ppm, 105,5 ppm, and 74,64 ppm), followed by the mantle (211,8 ppm, 335,74 ppm, and 306, 67 ppm) and muscles (459,95 ppm, 529,05 ppm, and 492,06 ppm). Those results indicated that there were no PSP toxins inside mussels, but there were other phycotoxins distributed in different body parts with highest concentration in viscera.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukiswo Setiadi
"ABSTRAK
Penentuan toksisitas Cadmium Chlorida terhadap ikan tombro (Cyorinus. carnio, L) dengan panjang tubuh 5 - 6 cm, berumur lebih kurang 2 bulan mendapatkan hasil sebagai berikut :
a. Perlakuan dengan aerasi, LC50 untuk 96 jam didapatkan hasil = 8,15 ppm.
b. Perlakuan tanpa aerasi, LC50 untuk 96 jam didapatkan hasil = 8,72 ppm.
Pengamatan kualitas air uji yang meliputi pH, temperatur, dissolved oxygen (DO) dan Carbon dioksida terlarut, menunjukkan bahwa bahan pencemar Cadmium Chlorida sangat kecil pengaruhnya terhadap perubahan kualitas perairan.
Hasil pengamatan mikroanatomi mengenai pengaruh pathologi terhadap organ-organ tubuh yang meliputi branchia dan ren menunjukkan terjadinya kerusakan seluler organ-organ tersebut di atas pada ikan-ikan yang masih hidup sesudah 96 jam.
Kerusakan seluler branchia ditunjukkan terjadinya Oedema pada lamella, yaitu masuknya air (cairan) ke dalam lamella mengakibatkan sel penyokong dengan sel pilaster terpisah dan hyperplasia pada pangkal basis proximal dari epithelium lamella secundaria.
Kerusakan ren (mesonephros) yang menonjol adalah nucleus membesar terjadi pycnosis dan kariolisis. Terjadi kerusakan endothelium kapiler dan erythrocyt bernucleus menyebabkan kerusakan struktur seluler kapiler darah yang akan berpengaruh terhadap fungsi ren."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmanin Aldilla
"Infestasi Pediculus humanus capitis banyak terjadi di negara berkembang namun masih terabaikan. P. h. capitis telah menjadi resisten terhadap insektisida umum di dunia. Sebagai alternatif, diperlukan senyawa aktif yang berasal dari ekstrak tanaman yang dapat memberantas infestasi P. h. capitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi toksisitas in vitro 6-paradol terhadap P. h. capitis dan mendeskripsikan mekanisme toksisitas tersebut yang dimediasi oleh pengamatan aktivitas enzim detoksifikasi dan perubahan ultrastruktur P. h. capitis. Stadium dewasa P. h. capitis dipaparkan dengan kertas filter yang ditetesi larutan 6 paradol (0,5; 1,0; 1,5 ppm) dan permethrin (1%). Perubahan ultrastruktur P. h. capitis diperiksa dengan scanned electrone microscope (SEM). Bioassay in vitro dilakukan selama 10, 20, 30, dan 60 menit. Aktivitas asetilkolinesterase (AChE), glutation-S-transferase (GST), sitokrom C-oksidase (COX) dianalisis menggunakan metode CDC (Centers for Disease Control). Berdasarkan hasil penelitian, 6-paradol menyebabkan kerusakan yang serius (bentuk kepala, toraks, abdomen tidak normal, kerusakan spirakel di bagian abdomen, kerusakan lapisan kitin, serta kerusakan rambut sensori). Permethrin tidak menyebabkan perubahan ultrastruktur yang berarti. 6-paradol memperlihatkan toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan permethrin. 6-paradol meningkatkan aktivitas AChE, GST dan COX. Permethrin meningkatkan aktivitas AChE, GST, dan COX. 6-Paradol bersifat lebih toksik dan lebih merusak ultrastruktur P. h. capitis dibandingkan permethrin melalui peningkatan aktivitas AChE, GST, dan COX.

Pediculus humanus capitis infestation happens a lot in some developing country but still neglected. P. h. capitis has become resistant to common insecticides worldwide. As an alternative, bioactive compound from plant extracts are needed so that it can eradicate P. h. capitis. This study aims to evaluate the in vitro toxicity of 6-paradol against P. h. capitis and to describe the mechanism of the toxicity which mediated by detoxification enzymes activity and changes in the ultrastructure of the headlice. Adult stage of P. h. capitis were exposed to filter paper that has been dripped with 6-paradol (0.5, 1.0, 1.5 ppm) and permethrin (1%). Ultrastructural changes P. h. capitis was examined with scanned electrone microscope (SEM). In vitro bioassays were performed for 10, 20, 30, and 60 minutes. The activities of acetylcholinesterase (AChE), glutathione-S-transferase (GST), and cytochrome C-oxidase (COX) were analyzed using the CDC (Centers for Disease Control) method. As a result, 6-paradol caused serious damage (abnormalities in head, thorax, and abdomen, spiracle damage in the abdomen, chitin layer damage, and sensory hair damage). Permethrin did not cause significant ultrastructural changes. 6-paradol showed higher toxicity than permethrin. 6-paradol increases the activity of AChE, GST, and COX. Permethrin increases AChE, GST, and COX activity. 6-paradol is more toxic and causes more damage in the ultrastructure of P. h. capitis than permethrin by increasing the activity of AChE, GST, and COX."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayu Widya Ningrum
"Hingga saat ini di Indonesia belum ada metode uji toksisitas akut limbah yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Organization for Economic Cooperation & Development (OECD) merupakan salah satu organisasi yang sudah mengeluarkan prosedur standar pengujian toksisitas lingkungan OECD 425 secara internasional.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis apakah metode OECD 425 memenuhi persyaratan validasi yaitu akurasi dan presisisi serta dapat digunakan sebagai metode standar pengujian toksisitas akut limbah di Indonesia. Pada penelitian ini digunakan tembaga (II) sulfat pentahidrat sebagai reference toxicant untuk mengetahui nilai LD50 dan pengaruh pemberian larutan tersebut pada hati dan ginjal. Hewan uji berupa mencit betina galur DDY sebanyak 120 ekor. Kelompok perlakuan diberi tembaga (II) sulfat pentahidrat dengan dosis berturut-turut 840 dan 2150 mg/kg bb, sedangkan kelompok kontrol diberi akuades. Nilai LD50 ditentukan dengan software AOT425StatPgm, kemdian dilakkan validasi nilai LD50 tersebut.
Hasil uji toksisitas akut oral OECD 425 menunjukkan nilai LD50 tembaga (II) sulfat pentahidrat 1344 mg/kg bb yang sesuai dengan literatur. Pemeriksaan histologi hati dan ginjal menunjukkan adanya pengaruh pemberian dosis 840 mg/kg bb dan 2150 mg/kg bb. Metode pengujian toksisitas akut oral OECD 425 memenuhi persyaratan akurasi dan presisi serta dapat menjadi metode acuan untuk pengujian toksisitas akut oral limbah di Indonesia.

Up to this time in Indonesia, an acute oral toxicity test of waste hasn?t been accreditated by the National Accrediatation Committee (KAN). Organization for Economic Cooperation & Development (OECD) is one of the organization which published an OECD 425 guideline method for environmental toxicology testing internationally.
This study was intended to find out whether the OECD 425 method can satisfy the accuracy and precision of validation criteria and can be used as the standard acute toxicity test for waste in Indonesia. Copper (II) sulphate pentahydrate was used as a reference toxicant in order to determine the LD50 value and determine the effect of the solution on liver and kidney. One hundred and twenty DDY female mice were used in the trial. Treated groups were given the reference toxicant solution of copper (II) sulphate pentahydrate with dose of 840 and 2150 mg/kg bw, while control group was given the aquadest. LD50 value was determined by AOT425StatPgm software.
The results of the acute oral toxicity OECD 425 test showed that LD50 value of copper (II) sulphate pentahydrate was 1344 mg/kg bw which was in agreement with literature. The histology examinations data showed that administration of the reference toxicant solution dose 840 mg/kg bw and 2150 mg/kg bw affect the liver and kidney of mice. Acute oral toxicity OECD 425 method has proved its accuracy and precision of validation criteria, thus can be used as the reference acute toxicity method for waste in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42763
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amirah Deandra Diba
"ABSTRACT
Di Indonesia, kanker kolorektal termasuk dalam kanker dengan insidensi tinggi yang
memiliki rata-rata kematian sebanyak 10.2% pada pria dan 8.5% pada wanita.
Meskipun kemoterapi adalah terapi standar untuk kanker kolorektal, efek samping yang
disebabkan masih tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan agen antikanker potensial yang
berasal dari herbal sebagai terapi baru atau tambahan. Berdasarkan penelitian
sebelumnya, kulit Garcinia mangostana L. (mangostin) mengandung α- mangostin yang
berpotensi sebagai agen antikanker karena dapat memicu apoptosis dan memiliki
kandungan antioksidan yang tinggi. Untuk meningkatkan efikasinya di area kolon,
fraksinasi ekstrak etil asetat dari G. mangostana L. diformulasikan ke dalam bentuk
mikropartikel dan dienkapsulasi dengan kitosan-alginat yang bersifat targeted-release
pada area kolon. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan LD50 dari fraksinasi etil
asetat ekstrak G. mangostana L. dengan mikroenkapsulasi. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah uji toksisitas akut oral dengan menggunakan 20 mencit
BALB/c betina nulipara yang dibagi menjadi 4 kelompok (n=5) yang diberikan dosis
tunggal 2, 3, dan 5 g/kgBB dan satu kelompok kontrol. Administrasi ekstrak pada
mencit BALB/c pada dosis tunggal mangosteen 2, 3, dan 5 g/kgBB tidak menunjukkan
gejala toksisitas selama 14 hari observasi. Hasil dari penelitian ini mengindikasikan
bahwa mikropartikel ekstrak fraksi etil asetat G. mangostana L. tidak menunjukkan
toksisitas pada dosis tunggal 2, 3, dan 5 g/kgBB. Untuk memastikan tingkat keamanan
dari partikel ini, perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi dan biokimia serta uji
toksisitas subkronik.

ABSTRACT
In Indonesia, colorectal cancer is included in the list of cancers with high incidence with
estimated death rate of 10.2% in men and 8.5% in women. Although chemotherapy is a
standard therapy for colorectal cancer, it leaves a problem of adverse side effects that
need to be sought from potential anticancer agents from herbs to be used as a new or
additional therapy. Based on previous studies, Garcinia mangostana L. (mangosteen)
pericarp contains α- mangostin that is potential as an anti-cancer agent as it can induce
apoptosis and has a high antioxidant content. To improve its efficacy in the colon area,
fractionation of ethyl acetate extract of G. mangostana L. was then formulated into
microparticles encapsulated by chitosan-alginat material which targeted-release aiming
the colon area. This research aims to identify the LD50 microencapsulated fractionation
of ethyl acetate extract of G. mangostana L. The method used in this experiment was
oral acute toxicity test using 20 nulipara female BALB/c mice that were divided into 4
groups (n=5) that were given intragastric administration of a single dose of 2, 3, and 5
g/kg.BW and one control group. Administration of this extract to BALB/c mice at a
single dose of 2, 3, and 5 g/kg body weight mangosteen produced no toxicity signs
during 14 days of observation. The results of this study indicate that encapsulated of
ethyl acetate fraction microparticles of G. mangostana L. extract cause no toxicity at a
single dose of 2, 3, and 5 g/kg body weight. To ensure the safety level,
histopathological, biochemical examination and subchronic toxicity test are necessary."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eem Masaenah
"Sambiloto (Andrographis paniculata), jamblang (Syzygium cumini), dan secang (Caesalpinia sappan) umumnya digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati diabetes melitus. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antidiabetes dan toksisitas akut kombinasi ekstrak (1:1:1) sambiloto, jamblang, dan secang (ASCE). Aktivitas antidiabetes diuji menggunakan tikus model yang diberi pakan tinggi lemak dan injeksi streptozotocin dosis ganda 35 mg/kg BB. Tikus diabetes diterapi dengan ASCE 75 mg/kg BB dan 150 mg/kg BB untuk kelompok uji dan diterapi dengan metformin 250 mg/kg BB untuk kelompok kontrol. Setelah 7 hari perlakuan, glukosa darah puasa (GDP), jumlah sel β pankreas, sel lemak adiposa, profil lipid, dan ekspresi GLUT4 digunakan untuk menganalisis aktivitas antidiabetes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASCE 150 mg/kg BB secara bermakna menurunkan kadar GDP (p < 0,01), kadar kolesterol (p < 0,05), kadar LDL (p < 0,05), tetapi tidak menurunkan trigliserida, dibandingkan dengan kontrol diabetes. Efek ini sebanding dengan pengobatan metformin. Selain itu, jumlah sel β pankreas kemungkinan meningkat setelah terapi ASCE yang bergantung pada dosis. Berpotensi juga dalam menurunkan jumlah sel lemak adiposa. Sedangkan dalam peningkatan ekspresi GLUT-4 belum menunjukkan hasil sebaik metformin. Hasil uji toksisitas akut oral menunjukkan bahwa pemberian ASCE dosis tunggal hingga 5000 mg/kg BB, tidak menunjukkan efek toksisitas akut. Aman pada tingkat organ dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan hati dan jantung. Oleh karena itu, dapat disimpulkan kombinasi ASCE berpotensi memiliki aktivitas antidiabetes dan aman untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai obat alternatif.

Sambiloto (Andrographis paniculata), jamblang (Syzygium cumini), and secang (Caesalpinia sappan) are commonly used as traditional medicines to treat diabetes mellitus. This study aimed to examine the antidiabetic activity and the acute toxicity of combined extract (1:1:1) of sambiloto, jamblang, and secang (ASCE). The antidiabetic activity was tested using the rats model which induced by a high-fat diet and double dose of streptozotocin injection of 35 mg/kg BW. Diabetic rats were treated with 75 mg/kg BW and 150 mg/kg BW of ASCE for experimental groups and treated with metformin 250 mg/kg BW for the control group. After 7 days of treatment, fasting blood glucose (FBG), pancreatic β-cells number, adipose fat cells, lipid profiles, and expression of GLUT4 were used to analyze the antidiabetic activity. The results showed that administration of 150 mg/kg BW ASCE was significantly reduced FBG (p < 0.01), cholesterol levels (p < 0.05), LDL levels (p < 0.05), but not trglycerides, compared to diabetes control. This effect was comparable to metformin treatment. In addition, pancreatic β-cells number were likely increased after ASCE treatment in a dose-dependent manner. The ASCE also has the potential to reduce the number of adipose fat cells. Meanwhile, the increase in GLUT4 expression was not as good as metformin The acute oral toxicity test showed that the administration of single dose of ASCE up to 5000 mg/kg BW did not show an acute toxicity effect. Safe at the organ level and does not cause liver and heart tissue damage. Therefore, it can be conclude ASCE has a potential antidiabetic activity and safe to be developed further as alternative medicine."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Rizky Oktari
"Pendahuluan: Mg (magnesium) yang merupakan salah satu komponen alamiah tubuh mulai banyak diteliti sebagai bahan dasar implan biodegradabel orthopaedi. Salah satu kekurangan Mg adalah tingginya tingkat korosi jika bersentuhan dengan udara. Cara untuk mengurangi tingkat korosi Mg adalah dengan mencampurnya dengan material lain (alloy), melapisi dengan material lain, atau melakukan teknik severe plastic deformity (SPD). Carbonate apatite (CA) dipilih untuk menjadi campuran komposit Mg karena CA merupakan komponen non organik tulang, dan kemampuan osteokonduktivitas nya yang baik. Kendala dari komposit MgCA adalah komposit ini terdegradasi dengan sangat cepat. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahyussalim dkk terhadap komposit MgCA dengan teknik produksi kompaksi menunjukkan tingkat toksisitas yang tinggi pada sel punca tali pusat manusia. Salah satu penyebab tingginya toksisitas adalah proses korosi. Densifikasi (ekstrusi) merupakan salah satu cara untuk mengurangi proses korosi komposit MgCA. Pada penelitian ini kami membandingkan uji toksisitas pada kelompok komposit MgCA yang difabrikasi dengan menggunakan proses sintering dan ekstrusi.
Metode: Komposit MgCA dibuat melalui metode fabrikasi sintering dan ekstrusi (E2010 dan E1210) di Laboratorium Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Komposisi komposit yang dihasilkan adalah Mg, Mg5CA, Mg10CA dan Mg15CA. Uji toksisitas dilakukan di Laboratorium Stem Cells and Tissue Engineering IMERI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Uji toksisitas dilakukan dengan uji kontak langsung dan uji ekstrak dengan sel punca mesenkimal.
Hasil: Implan dengan proses ekstrusi (E2010) memiliki nilai densitas lebih dan kekerasan yang lebih tinggi, laju korosi lebih rendah jika dibandingkan dengan implan dengan proses sintering. Uji ekstrak (MTT) implan yang diproduksi dengan ekstrusi (E2010) menunjukkan hasil non toksik (viabilitas sel >75%), sedangkan implan dengan teknik produksi sintering dan kompaksi menunjukkan hasil toksik (viabilitas <75%). Mg15CA ekstrusi (E2010) menunjukkan viabilitas sel terbanyak. Uji kontak langsung menunjukkan toksisitas pada semua jenis implan (viabilitas sel <70% dibanding kontrol).
Kesimpulan: Implan ekstrusi (E2010) memiliki nilai viabilitas sel paling tinggi jika dibandingkan dengan sintering pada uji ekstrak. Semua implan tergolong toksik pada uji kontak langsung.

Introduction: Mg (magnesium), which is one of the body's natural components, has increasing interests as the basic material for orthopaedic biodegradable implants. One of the disadvantages of Mg is its high corrosion rate when in contact with air. The way to reduce the corrosion rate of Mg is to mix it with other materials (alloys), coat it with other materials, or undergo severe plastic deformity (SPD) technique. Carbonate Apatite (CA) was chosen to be a composite of Mg mixture because CA is an inorganic component of bone, and has good osteoconductivity. The problem with MgCA composite is that they degrade very quickly. Previous research conducted by Rahyussalim et al on MgCA composites with the production technique of compaction showed a high level of toxicity in human umbilical cord stem cells. One of the causes of high toxicity is the corrosion process. Densification (extrusion) is one way to reduce the corrosion process of MgCA composites. In this study, we compared the toxicity test on a group of MgCA composites fabricated using sintering and extrusion processes.
Method: The MgCA composites are made through conventional sintering (CS) and extrusion fabrication methods (E2010 and E1210) at the Mechanical Engineering Laboratory, Faculty of Engineering, University of Indonesia. The composition of resulting composite is pure Mg, Mg5CA, Mg10CA and Mg15CA. The toxicity test was carried out at the Stem Cells and Tissue Engineering (SCTE) Laboratory of IMERI, Faculty of Medicine, University of Indonesia. Toxicity test was done by direct contact test and extraction test to the mesenchymal stem cells (MSC).
Results: Implants with extrusion process (E2010) have more density and rigidity, lower corrosion rate when compared to other implants that underwent sintering process. Extract test (MTT) of implants produced by extrusion (E2010) showed non-toxic results (cell viability >75%), while implants with sintering and compaction production techniques showed toxic results (viability <75%). Mg15CA (E2010) extrusion showed the highest cell viability. Direct contact test showed toxicity to all types of implants (cell viability <70% compared to control).
Conclusion: The extrusion implant (E2010) had the highest cell viability value when compared to sintering in the extracted test. All implants were categorized as toxic in the direct contact test.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>