Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16207 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Yohanes Aryo Wijanarko
"ABSTRAK
Dalam lingkup perdagangan internasional, masing-masing pihak yang terlibat didalamnya akan mempunyai suatu 'kepentingan' yang bisa dinilai secara komersial. Terjadinya wan prestasi atau tidak terpenuhinya unsur-unsur dalam pelayanan di bidang transportasi laut maupun peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan yurisdiksi negara atau konvensi internasional akan menjadi suatu konflik yang dalam istilah pelayaran didefinisikan sebagai sengketa maritim. Dengan adanya ketentuan Konvensi Internasional 1999 Tentang Penahanan Kapal, telah diatur bahwa penahanan kapal milik pihak tergugat bisa dilakukan menurut hukum nasional masing-masing negara guna memperoleh security/jaminan penyelesaian sengketa maritim yang mempunyai kekuatan eksekutorial atas putusan p,rbitrase maupun patusan pengadilan. Permasalahan yang menjadi wacana menarik ialah bagaimanakah keterkaitan antara sengketa maritim dengan ancaman penahanan kapal ? bagaimanakah implikasi pemberlakuan konvensi tersebut bagi industri pelayaran ? serta bagaimanakah suatu sengketa maritim itu bisa diselesaikan dan diantisipasi ?
Penelitian ini bersifat deskriptif karena bermaksud memberikan gambaran mengenai suatu permasalahan tertentu secara sistematis dengan metode kualitatif sehingga prasangka maupun penilaian subjektif dari penulis tertuang secara argumentatif. Data-data primer diperoleh melalui informan, institusi terkait maupun para ahli sedangkan data-data sekunder diperoleh melalui sumber-sumber tertulis seperti peraturan perundang-undangan, artikel maupun korespondensi. Penelitian ini dilakukan melalui prosedur pengamatan, wawancara sampai dengan penelusuran dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian.
Siklus kegiatan usaha (business cycle) dalam industri pelayaran sangat dipengaruhi oleh maju mundurnya perekonomian negara-negara industri utama dan seiring dengan hal itu, konflik antar perusahaan juga semakin berkembang dan bermacam-macam jenisnya. Keterkaitan antara sengketa maritim dengan ancaman penahanan kapal terletak pada security/jaminan yang dipakai oleh pihak penggugat untuk menaikkan posisi tawar dalam bemegosiasi pada tahap-tahap mediasi. Ketentuan ini menjamin kepastian hukum bagi penggugat atas kasus sengketa maritim yang dihadapi dan sebaliknya industri pelayaran dengan segala karakteristiknya harus memiliki prediksi jangka panjang dan strategi dalam menghadapi resiko maupun konflik intemasional.
Dari hasil penditian dapat disimpulkan bahwa, walaupun kasus sengketa maritime sedang dalam proses negosiasi maupun sidang, pihak penggugat tetap bisa mengajukan permohonan penahanan kapal milik tergugat sebagai jaminan. Bagi pemilik kapal, tentu saja hal ini sangat merugikan dan mengganggu kegiatan operasional perusahaan karena adanya ancaman loss on asset, loss of trust dan loss of earning sebagai akibat penahanan kapal. Besamya kerugian ini bisa lebih besar daripada nilai yang disengketakan itu sendiri. Apapllil h&sil putusan akhir, potensial loss ini tidal( bisa dialihkan kepada siapapun termasuk perusahaan asuransi karena coverage yang diberikan sangat terbatas dan belum tentu menjamin resiko ini.
Implikasi atas pemberlakukar. konvensi ini lebih menempatkan pemilik kapal selaku tergugat kedalam posisi yang dirugikan. lmplikasi tersebut bisa berupa implikasi secara finansial (membengkaknya biaya untuk retensi resiko), ekonomis (Loss of earning), bisnis (pengaruh terhadap kompetisi dan pemasaran) dan psikologis (image dan ketakutan yang berlebihan). Untuk itu diperlukan strategi-strategi khusus untuk
menyelesaikan kasus sengketa maritim serta strategi untuk melakukan antisipasi terhadap kemungkinan penahanan kapal atau resiko maritim lainnya.
Penyelesaian sengketa maritim bisa dilakukan melalui jalur pengadilan maupun jalur arbitrase atau jalur mediasi. Penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase atau mediasi sifatnya tertutup sedangkan putusannya final dan langsung mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kemampuan dalam melakukan pendekatan dan negosiasi merupakan strategi kunci penyelesaian sengketa. Pendekatan bisa dilakukan baik dalam hal pemberian jaminan/security, pembuatan rumusan security wording maupun pada saat
sidang. Masalah biaya dan waktu merupakan faktor utama yang mendorong para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan kasus di luar jalur pengadiian dan sccara umum penanganan kasusnya terbukti lebih efektif dan efisien.
Sengketa maritim ialah resiko bisnis. Diperlukan kemampuan manajemen untuk melakukan minimalisasi resiko maupun penghilangan resiko. Gugatan berantai dalam suatu . sengketa maritim menyebabkan pelaku bisnis melakukan tindakan defensif dan antisipatif. Pemilik kapal bisa menerapkan tahapan-tahapan konsep manajemen resiko guna melakukan identifikasi dan analisis resiko sehingga interval resiko dalam perusahaan bisa terjangkau oleh manajemen. Konsep ini sangat berguna bagi manajemen
untuk mengambil keputusan apakah tindakan antisipasi terhadap sengketa maritim cukup dilakukan dengan retensi sendiri (self insurance) atau mengalihkan resiko terse but kepada pihak lain (institusi asuransi).
"
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Menurut sistem hukum acara perdata Indonesia, penahanan kapal merupakan bentuk khusus penyitaan sebagai jaminan pelunasan utang, sementara dari sudut pandang hukum acara pidana, penahanan kapal dimungkinkan untuk pemeriksaan tindak kejahatan, khususnya untuk pembuktian alat bukti kejahatan..."
JHB 23:1(2004)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aruan Sakidjo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
T36425
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firza Achmad Singgih Afero
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan sewa guna-usaha dengan objek kapal di Indonesia serta dampak tidak diratifikasinya Konvensi Penahanan Kapal (Arrest of Ships) terhadap Lessor (Perusahaan Pembiahyaan Dalam Negeri) dan pengaruhnya terhadap perjanjian sewa guna-usaha. Penulis memperoleh kesimpulan bahwa dengan tidak diratifikasinya konvensi tersebut memiliki dampak yang cukup signifikan kepada Lessor serta berpengaruh terhadap kegiatan pembiayaan kapal melalui sewa guna-usaha di Indonesia. Ratifikasi atas Konvensi Penahanan Kapal merupakan suatu aspek legal dalam pembiayaan kapal melalui sewa guna-usaha, namun hingga saat ini ratifikasi atas konvensi tersebut masih belum terlaksana.

This thesis discussed the regulation of the leasing of ship as well as the impact to the Lessor (National Finance Company) regarding to the Convention on the Arrest of Ships which has not been ratificated and the effect to the lease contract. Author concluded that ratification of the Convention on Arrest of Ships which has not been carried out since today have a significant impact to the Lessor as well as effects the transaction of ship financing through leasing in Indonesia. Ratification of the Convention on the Arrest of Ships plays as an important role as one the legal aspect in ship financing through leasing, but until today the ratification of the convention mentioned has not been carried out.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S61107
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Ilhamsyah
"Pelayaran rakyat sebagai cikal bakal pelayaran nasional memiliki potensi dan keunggulan dibandingkan jenis pelayaran lainnya, akan tetapi pada saat ini keberadaan pelayaran rakyat sedang terpuruk karena kapal pelayaran rakyat yang mengangkut kayu yang merupakan komoditas utama pelayaran rakyat dianggap sebagai pelaku illegal logging. Berlakunya UU Nomor 41 Tahun 1999 menjadi dasar bagi aparat untuk menahan kapal-kapal pelayaran rakyat yang mengangkut kayu tanpa disertai dokumen yang sah. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk melihat bagaimana permasalahan yang dihadapi pelayaran rakyat dalam kaitannya dengan penahanan kapal. Melihat harmonisasi ketentuan UU Nomor 41 Tahun 1999 terhadap ketentuan KUHAP, SKB Nomor 3 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan SKB Nomor 12 Tahun 2006 dan Konvensi Internasional Mengenai Penahanan Kapal, 1999 serta melihat bagaimana penerapan UU Nomor 41 Tahun 1999 dalam hal penahanan kapal pelayaran rakyat. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode kajian kepustakaan yang bersifat normatif dan analisa data secara kualitatif. Materi yang dibahas dalam skripsi ini menjelaskan mengenai kekhasan pelayaran rakyat, dasar hukum, tipe kapal yang digunakan, batasan tanggung jawab, kelembagaan dan pelayaran rakyat setelah berlakunya UU Nomor 41 Tahun 1999 serta membahas mengenai penahanan kapal ditinjau melalui peraturan perundang-undangan dan konvensi internasional yang terkait dengan penahanan kapal antara lain KUHAP, SKB Nomor 3 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan SKB Nomor 12 Tahun 2006 dan Konvensi Internasional tentang Penahanan Kapal. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah kapal sebagai benda tetap tidak dapat ditahan atau disita melainkan melalui izin dari Ketua Pengadilan Negeri (KPN) setempat. Akan tetapi pada prakteknya kapal-kapal pelayaran rakyat tersebut ditahan tanpa disertai dengan surat izin dari KPN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24388
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Widjajati
"Dalam mengkaji masalah penahanan kapal, dilihat dari segi Hukum Indonesia dan hukum lain, khususnya hukum Common Law, diusahakan menemukan kesamaan dan perbedaannya, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman dalam usaha perencanaan dan pembentukan hukum maritim di Indonesia. Masalah 'penahanan kapal' hukum Indonesia yang menganut sistem Civil Law ternyata berbeda dengan sistem Common Law yang banyak diikuti oleh konvensi Internasional, tetapi dengan adanya konvensi untuk unifikasi peraturan penahanan kapal (arrest kapal) dapat diakomodasikan dalam Hukum Acara Perdata Nasional. Jika diperhatikan ketentuan beberapa negara yang menganut sistem Eropa Kontinental, prosedur tuntutan terhadap penahanan kapal agak berbeda dengan negara-negara yang menganut sistem Common Law, terutama mengenai jenis-jenis klaim yang dapat menimbulkan tuntutan terhadap penahanan kapal. Praktek di Pengadilan Negeri eksekusi terhadap hipofik kapal sama dengan eksekusi hipotik tanah (barang tidak bergerak) karena menggunakan Pasal 224 HIR jo 195 HIR sampai dengan 200 HIR dan tidak menggunakan Pasal 559 - 599 Rv. Apabila dibandingkan, praktek pelaksanaan arrest kapal sebagai sita jaminan di Indonesia dilakukan oleh juru sita dengan menyampaikan penetapan Ketua Pengadilan kepada Nahkoda dan Syahbandar di mana kapal tersebut ditahan, oleh karena itu prosedur sita terhadap kapal, baik sita jaminan atau sita eksekusi, agak berlarut-larut, sedangkan menurut sistem hukum Common Law, prosedur untuk menahan kapal sejak diajukan aplikasi permohonan hanya memakan waktu tiga hari, dan tergugat baru dapat melepaskan kapalnya setelah menyerahkan sejumlah uang jaminan sebesar utang yang dituntut kepada pengadilan. Dalam tulisan ini, Penulis mengkaji masalah penahanan kapal, berturut turut penahanan kapal Joharmanik I dan II dan selanjutnya penahanan kapal Niaga XXXI, serta perkara perdata antara Ambach Marine Ltd. sebagai penggugat dan PT Pelayaran Badra Samudra Antar Nusa sebagai Tergugat yang menyangkut di dalamnya sita jaminan dan eksekusi atas kapal. Dalam permohonan Peninjauan Kembali PT Pelayaran Badra Samudra Antar Nusa sebagai Penggugat dan Hima Shipping (PTE) Ltd sebagai Tergugat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudargo Gautama
Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1977
346.043 SUD k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andit Koeskamdani P.
1986
S21654
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>