Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8664 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989
781.635 98 APA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Musik pop merupakan salah satu musik legendaris di dunia. Hampir semua orang pecinta musik dari dahulu hingga zaman sekarang menggemari musik pop yang diperkirakan telah lahir sejak era 60-an. Di Indonesia, musik pop merupakan musik yang paling dicintai oleh penikmatnya. Koes Plus sebagai pelopor grup musik pop di Indonesia tidak akan pernah dilupakan hingga saat ini. Setelah menghilangnya Koes Plus, maka muncul lagi generasi musik pop berikutnya. Belakangan ini perhatian kita sudah benar-benar teralihkan dengan hadirnya Boy Band dan Girls Band grup musik pop inovasi baru di era tahun ini disebut musik ala Korean Pop (K-pop). Terinspirasi dari grup musik Korea, dengan menyanyi bersama, menari secara kompak dan berpenampilan dengan gaya rambut, pakaian dan kostum mirip seperti band Korea. Grup musik pop baru ini sering tampil di layar kaca maupun di berbagai kesempatan."
JNANA 18:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wallach, Jeremy
""This book is an ethnographic investigation of Indonesian popular music genres and their producers and listeners during a period of dramatic political and cultural transformation." --introd.
"The book is divided into two parts. The first half examines the cultural dynamics of particular sites for the production, mediation, and reception of popular music, including record stores, recording studios, video shoots, roadside food stalls, and other public and private spaces where music is performed, consumed, discussed, and debated by Indonesians form all walks of life. The second half of the book investigates spectific live performance events as occasions when musical production, mediation, and reception processes occur simultaneously. The chapters in that half focus on three major youth-oriented popular music genre categories: dangdut, pop, and 'underground' rock." --pref."
Depok: Komunitas bambu, 2017
780.598 WAL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ramond Mirza Gusputra Tiwow
"Musik merupakan hal yang tidak terlepaskan dari kehidupan manusia. Manusia hidup dikelilingi oleh musik dari berbagai macam genre dan pembuatan masing – masing musik pun memiliki tujuannya masing – masing. Alasan mengapa berbagai jenis musik dan lagu dibuat dengan tujuan masing – masing karena kegunaan musik yang cukup beragam yang salah – satunya paling utama yaitu mempengaruhi khalayak pendengarnya. Lagu yang diciptakan memiliki pesan dari setiap penciptanya, dengan tujuan mencurahkan isi hati tentang perasaan atau pengalaman yang dialaminya. Dengan kata lain, lagu diciptakan untuk mengkomunikasikan pesan yang ada dalam lagu, tersirat maupun tersurat. Tujuan dari makalah ini adalah untuk melihat apakah musik dapat menjadi sarana komunikasi yang penting dalam menyampaikan kritik sosial masyarakat Indonesia terhadap isu dan masalah sosial melalui analisis deskriptif lagu “Pembebasan” dari Safi’I Kemamang yang juga mengumpulkan dan membahas beberapa jurnal terkait musik dan kritik sosial di Indonesia. Ada lima temuan umum yang sering dibahas dalam literatur yang berkaitan dengan musik Indonesia dan kiritk sosial, yaitu: (1) penelitian tentang musik Indonesia biasanya merupakan kajian semiotik dengan paradigma kritis dan berkualitas,(2) penelitian tentang musik Indonesia sebagai media penyampaian kritik sosial, khususnya yang berkaitan dengan era Orde Baru,(3) musisi dan kelompok musik kritis di Indonesia,(4) gerakan sosial kolektif & kritik melalui musik,(5) alasan efektifitas penggunaan musik sebagai media kritik sosial. Berdasarkan temuan artikel ini, peneliti meyakini bahwa musik dapat mengkomunikasikan pesan penulis lagu melalui lirik yang ada dan menjadi medium yang efektif dan berpengaruh untuk kritik sosial di Indonesia.

Music is something that cannot be separated from human life. Humans live surrounded by music from various genres, and the making of each music has its purpose. Different types of music and songs are made with their own purpose because the uses of music are quite diverse, and the most important one is to influence the audience. The songs that were created have a message from each of the creators, to pour out one's heart about the feelings or experiences. In other words, songs were created to communicate the message that is in the song, implied or express. The purpose of this paper is to see whether music can be an important means of communication in conveying social criticism of Indonesian society on social issues and problems through a descriptive analysis of Safi'I Kemamang's song "Pembebasan" which also collects and discusses several journals related to music and social criticism in Indonesia. There are five common things which are commonly discussed among the literature that relates to Indonesian music and social criticism; (1) research on Indonesian music is usually a semiotic study with a critical and quality paradigm,(2) research on Indonesian music as a medium that convey social criticism, especially related to the New Order era,(3) critical musician and music groups in Indonesia,(4) collective social movement & criticism through music,(5) reasons on the effective use of music as medium for social critique. Based on this article's findings, researchers believe that music can communicate songwriters' messages through existing lyrics and become an effective and influential medium for social criticism in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Limisgy Ramadhina Febirautami
"Industri musik di Indonesia merupakan salah satu prioritas utama oleh Badan Ekonomi Kreatif BEKRAF untuk ditingkatkan daya saingnya. Dalam meningkatkan daya saingnya, industri musik dihadapi dengan tantangan utama yaitu sumber daya manusia yang kurang memadai serta pemanfaatan pasar yang belum optimal. Oleh karena itu, industri musik di Indonesia perlu mengembangkan strategi terbaru untuk menghadapi tantangan tersebut. Seiring berkembangnya teknologi di industri musik, data terkait musik seperti tangga lagu, fitur audio, serta lirik lagu semakin mudah didapatkan. Data tersebut berpotensi memberikan informasi penting dan karakteristik terkait lagu yang sedang tren dan diminati oleh masyarakat Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik lagu yang populer atau diminati oleh masyarakat Indonesia menggunakan music mining. Penentuan karakteristik dilakukan dengan mengklasifikasikan lagu keseluruhan, lagu lokal, dan lagu internasional yang populer di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian ini, algoritme pohon keputusan C5.0 mampu memberikan karakteristik yang detail dan optimal untuk lagu keseluruhan, lagu lokal, dan lagu internasional dengan akurasi yang baik. Terdapat beberapa kesamaan dan perbedaan karakteristik yang dimiliki antara lagu secara keseluruhan, lagu lokal, dan lagu internasional yang berkaitan satu sama lain. Keterkaitan tersebut dapat digunakan menjadi strategi dan rekomendasi pelaku industri musik dalam memproduksi lagu yang sesuai dengan preferensi masyarakat.

Music industry is one of main priority to improve its competitiveness by BEKRAF. Music industry is faced by main challenges such as insufficient human resources and unoptimized market utilization. Thus, music industry in Indonesia needs to develop new strategy to handle the challenges. Nowadays, the developing of technology in music industry data related to music, e.g. top charts, audio features, and song lyric are easily obtained. Those data are potential to give important information and characteristics related to trending songs and songs preferred in Indonesia.
This study aims to know the characteristics of popular or preferred songs in Indonesia using music mining. Determining the characteristic was done by classifying overall songs, local songs, and international songs that are popular. Based on this study, C5.0 decision tree is able to give detail and optimal characteristics of overall songs, local songs, and international songs. There are some similarities and differences among them that are related to each other. Those relations among characteristics can be used to be the strategy and recommendation for music industry in producing songs that are preferred in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vitorio Mantalean
"ABSTRAK
Kemapanan major label yang notabene pihak paling berpengaruh dalam industri musik populer mengalami guncangan akibat demokratisasi akses yang disebabkan oleh revolusi digital, tak terkecuali di Indonesia. Hal tersebut membuat major label perlu mencari berbagai sumber pemasukan baru sejak bisnis music sales tak lagi dapat diandalkan sebagai tumpuan pendapatan. Grup band Nidji yang masuk pada saat industri musik populer Indonesia tengah limbung rupanya tetap mampu bertahan di saat banyak grup band seusianya lenyap tertelan ganasnya ombak industri. Melalui pendekatan kualitatif, penelitian studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Nidji sanggup mempertahankan diri sebagai grup band yang tetap populer dan produktif pada era keterpurukan industri musik populer Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesediaan Nidji menjadi ujung tombak pemasukan Musica Studio dalam bisnis manajemen artis membuat Nidji tetap dapat produktif dan populer selagi menguntungkan Musica Studio sebagai major label yang menaunginya. Selain itu, Musica Studio sebagai major label juga menerapkan sejumlah strategi guna menciptakan efisiensi produksi karya musik seraya melakukan ekspansi bisnis ke bidang-bidang lain.

ABSTRACT
The democratization of access caused by digital revolution shook the status quo of major label as the most influencing and decisive player in the pop music industry, including in Indonesia. It urged major labels to search for new sources of revenue since music sales business was no longer reliable. Music group Nidji, that stepped in at the time of Indonesia 39 s pop music industry was unsteady, apparently are still able to survive until now while other groups their age are drowning. Using qualitative approach, this case study research aims to find out how Nidji could maintain themselves as productive and popular music group in the adversity era of Indonesia pop music industry. The result shows that Nidji rsquo s willingness to be the spearhead of Musica Studio rsquo s revenue in artist management business kept themselves productive and popular while at the same time helped Musica Studio securing their revenue stream. In the other hand, Musica Studio as the major label also applied some strategies to create production efficiency while expanding their business to another sectors. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995
781.959 8 DLO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Nurul Maliki
"Sebenarnya musik telah menjadi bagian dari hidup manusia selama berabad-abad lamanya. Musik lahir dari kecintaan manusia pada kehidupan dan dilandasi oleh ingatan manusia akan pengalaman-pengalaman hidupnya (Campbell, 1997: 142). Jika ditelaah kapan musik itu mulai tumbuh, mungkin jawabannya adalah ketika manusia terlahir di Bumi. Sebagai titik tolak, untuk pertama kali musik Progressive itu lahir dari ketidakpuasan, atau ingin mencari suatu bentuk baru yang di luar kebiasaan atau minat orang kebanyakan. Terjadinya akuiturasi dan asimilasi yang begitu kuat menyerang pada individu dan masyarakat, maka tercetuslah musik Progressive. Perkembangan musik aliran ini memang berasal dari Barat (Eropa). Berawal dari eksperimentasi musisi rock saat itu, diinspirasi oleh The Beatles dan The Beach Boys, band musik rock asal inggris, di mana mulai menggabungkan musik tradisional, musik kiasik, dan jazz ke dalam komposisi mereka, hal ini dikenal sebagai aliran musik rock Progressive (Progressive Rock).
Timbulnya musik-musik underground ini, khususnya yang beraliran Progressive merupakan suatu bentuk apresiasi seni musik yang jauh dari unsur kapitalisme. Hal ini terjadi karena saat ini seni tidak lagi dihargai menjadi sebuah nilai kesenian. Seni diukur hanya lewat uang belaka. Ringkasnya seni musik khususnya telah menjadi industri. Padahal suatu karya seni apapun jenisnya merupakan hasil suatu pemikiran yang otentik dan orisinil terhadap realita sosial yang tertuang melalui media baik lukisan, lagu, puisi dan sebagainya. Namun saat ini, hal itu mulai bergeser jauh, dimana orang hanya meniiai seni dengan 'uang semata' dan seperti pemyataan Walter Benjamin: 'Seni akan kehilangan auranya.' (dalam Connerton, 1980: 281).
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah wujud komunitas musik underground progressive melalui rekaman independent-nya merupakan wadah penolakan terhadap kapitalisme yang mengarah pada fetisisme (dari konsep Adomo dan Thornton), di mana dalam masyarakat modem saat ini tercipta masyarakat yang pasif dan terdoktrin pada keinginan ?pasar? sehingga membentuk suatu kesadaran palsu atas rasionalitas masyarakat. Paradigma kritis dipakai sebagai landasan penelitian dengan mengaplikasikan metode etnografi. Pengetahuan dan realitas dalam kerangka pemikiran kritis bersifat emansipatoris dan menggali fenomena yang mendalam. Proses pemahamannya tidak dapat mengabaikan faktor historis dan kultural. Oleh sebab itu, etnografi dipilih sebagai metode untuk menggali data alamiah dengan Iebih dalam, berkaitan dengan kebutuhan informasi historis dan kuttural. Aplikasi metode penggalian data menggunakan tehnik observasi langsung, observasi terlibat, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa Semua elemen yang terkandung dalam seluruh sistem produksi karya seni berada dalam lingkupan sosial-historis. Karya seni lahir dari sejarah seni dan sejarah masyarakat yang masing-masing punya sejarah sosial sendiri yang melibatkan relasi-relasi antar kelompok, kekuasaan institusi, konvensi-konvensi yang berlaku, serta perubahan setera masyarakat. Dengan demikian terbangun dua konsep pembentukan pasar dalam hal ini. Mereka adalah musik pada jalur mainstream dan musik pada jalur underground. Masing-masing memiliki misi yang berujung pada kapitalisme yang idealis. Konsep pertama menganggap bahwa sesuatu yang popular dapat menjadi sumber keuntungan karena mewakili homogenitas selera masyarakat dan selera masyarakat tersebut akan terbentuk dengan intensitas strategi penjuatan yang tinggi. Di lain pihak pada konsep yang kedua menganggap bahwa setera masyarakat seharusnya terbentuk atas dasar latar belakang individu atau kelompok secara natural tanpa intervensi kekuatan sebuah institusi sehingga karya yang tercipta akan semakin beragam, karena hakikat manusia yang unik dengan beragam pengalaman hidup yang berlainan merupakan anugerah yang tidak dapat dipungkiri. Kesadaran akan hat ini membentuk aliran musik yang segmental dalam sebuah komunitas yang berpegang pada rasionalitas akan kehendak bebas manusia dalam berkarya dengan mengesampingkan unsur komoditas dan pemasungan hak berkarya yang autentik.
Makna teoritis hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua subkultur mengarah pada sesuatu yang menyimpang, namun memang tidak dapat dielakkan bahwa suatu komunitas ada karena adanya ketidakpuasan terhadap budaya dominan masyarakat. Melalui identitasnya yang menjunjung tinggi nilai kehendak bebas atas karya cipta dengan orisinalitas dan autentisitasnya menunjukkan bahwa dengan jelas mereka menentang adanya intervensi yang bertujuan komersial yang dimanipulasi. Dalam misinya komunitas ini lebih menunjukkan perlawanan dengan budaya dalam praktek kompromistis. Hal ini dilakukan karena komunitas ini sangat menjunjung kehendak bebas dan rasionalitas manusia. Sehingga perbedaan didasarinya dapat terjadi. Namun penolakannya terhadap kebijakan mainstream yang cenderung kolonialis tetap merupakan usaha yang harus dilakukan lewat rasionalisasi identitas komunitas melalui kesadaran masyarakat dalam rekaman karya-karyanya.

Apparently music has been a part of human life for centuries. Music is born from human love for life and is inspired by human thoughts of experiences (Campbell, 1997: 142). If we analyzed when music starts to develop, the answer might be when human starts to exist. As the background, progressive music is born from dissatisfaction or desire to find something that out of mainstream interest. The development of this music genre originated from the West (Europe). Born from Rock Musicians' experimentation, inspired by The Beatles and The Beach Boys, English Rock Bands; they start elaborating traditional music, classical music, and jazz to their composition. This thing is to be known as progressive rock music genre.
The existence of underground music, especially the one that have progressive genre is a form of musical art appreciation which far from capitalism factor. It is happened because nowadays art is no longer appreciated for its value but art is measured by mere money. For short, musical art has transformed into an industry. Instead of appreciation in art as a form of authentic and original thought, which is addressed to criticize the social realism such as paintings, songs, and poems; nowadays, art is appreciated as commodity.
The aim of the study is to investigate whether the underground progressive community with its independent recordings is a medium of rejection for capitalism, which swayed toward fetishism (Adomo and Thornton). Thus this modem society becomes passive and doctrines by the market, which has big influence to the false consciousness of the society; to elaborate the con-elation between these symptoms to its background. Therefore, critical paradigm and ethnographical method is applied to this study.
The findings show that all of the elements contained in the art production system are related to its social-historical background. Art is produced with in the society by its elements, such as histories, institutions, conventions, and also the governance. Therefore, it elicits two concepts of art. They are mainstream music (popular music) and underground music (progressive music), which are aimed to their idealistic capitalism. The first concept is to think that something popular can be the profit source because it represents the homogeneity of taste and that taste will be formed with high intensity marketing strategy. On the other side, in the second concept thinks that the society's taste should be formed based on the background of individual or groups in a natural way without any interventions so that, the resulting composition will have more varieties. The consciousness of this mater forms segmental music genre in a community, which deeply rooted in rationality of human freewill in making arts by disbanding co modification factors and inhibiting of authentic art creating rights.
The theoretical meaning of this study shows that not all subcultures geared toward deviation, but it is an undeniable fact that a community exists because dissatisfaction of society's dominate culture. Through their identity that upheld freewill value of arts with originality and authenticity shows clearly that they oppose any manipulated commercial interventions. In their mission, this community shows their opposition to compromised practice. These acts are done because the community upheld the freewill value and human rationality. Therefore, the rationalization of subculture identity has to be through their underground recordings."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22446
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambri Rahayu
"Skripsi ini merupakan studi biografi perjalanan karir Koes Plus pada periode tahun 1969-1987. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk menjelaskan dan menggambarkan perjalanan Koes Plus sebagai sebuah band dalam dunia musik pop Indonesia. Dari masa sebelum terbentuk, masa perjuangan awal, masa kejayaannya hingga masa kemundurannya. Oleh karena itu skripsi ini juga akan membahas kondisi musik pop Indonesia sejak pengaruh awal tahun 1900-an hingga masa Industri tahun 1970-an. Keluarga Koeswoyo dan Koes Bersaudara juga akan di bahas karena merupakan cikal bakal Koes Plus. Penelitian dan pengumpulan data skripsi ini dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara. Studi tersebut dilakukan dengan menelusuri sumber data yang berupa buku-buku artikel. Pemberitaan media massa dan juga media pandang dengar yang berupa kaset dan foto Koes Plus. Sedangkan sumber wawancara di dapat dengan mewawancarai anggota Koes Plus. keluarga Koeswoyo dan peenggemar Koes Plus. Selama delapan belas tahun perjalanan karir Koes Plus, band ini telah mengalami hanyak hal. Pada masa kejayaannya di tahun 1970-1977. Koes Plus adalah band yang paling terkenal dan paling produktif membuat album. Mereka menerima bayaran tertinggi untuk tampil di panggung dan di kontrak dengan bayaran termahal untuk rekaman album. Selain itu Anggotanya dikontrak untuk menjadi model iklan minuman ringan bersoda dan menjadi sampul buku tulis. Lagu-_lagu pada album-album awal mereka mendapat pujian dari pengamat musik sebagai lagu komersil yang bermutu. Namun seiring dengan semakin produktifnya Koes Plus membuat album lagu mereka mulai di kritik oleh pengamat musik. Seperti halnya band lain. Koes Plus juga mengalami kejenuhan dan ketengan antar anggotanya. Band ini bahkan beberapa kali diisukan akan bubar. Namun demikian Koes Plus selalu dapat bertahan . bahkan ketika trend musik pop berubah dan membuat musik Koes Plus terdengar ketinggalan zaman band ini terus mencoba bertahan. Hal tersebut dikarenakan keempat anggotanya telah memilih musik sebagai jalan hidup mereka. kegigihan keempatnva bertahan dengan pilihan hidup mereka membuat band ini mendapat penghargaan Legand of BASF Award pada tahun 1992."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12102
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boyke Achmad Yusuf
"Skripsi ini merupakan sebuah tulisan bertema 'sejarah sosial budaya' yang mengangkat fenomena Psikodelik dan lahirnya kaum hippies dan Generasi Bunga yang muncul pada awal dekade '70-an di Amerika Serikat dan Inggris. Fenomena ini lahir akibat pola pikir remaja pada era 60-an hingga 70-an tersebut yang kritis dan berani serta mendobrak kemapanan serta nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat, dan 'didukung' maraknya penggunaan narkotika, ganja, dan minuman keras. Namun demikian kaum hippies tersebut tetap mengetengahkan tema perdamaian, menentang perusakan lingkungan, humanisme serta menentang perang, terutama Perang Vietnam yang berkecamuk pada akhir '60-an. Para musisi besar tahun 60-an seperti The Beatles, The Rolling Stones, The Doors, Grateful Dead, Jimi Hendrix & the Experiences, komunitas Haight Ashbury, Bob Dylan, Janis Joplin dan sebagainya menjadi panutan para kaum hippies dimana gaya bermusik mereka, fashion, tingkah laku, pola pikir dan kebiasaan mereka mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan seks bebas begitu diminati dan menjadi gaya hidup.
Budaya yang dihasilkan dari pola hidup 'akrab' dengan obat-obatan terlarang tersebut dikenal dengan budaya 'psikedelik' dan psikedelik itu berarti : 'Hal yang berhubungan terhadap persepsi baru atau alternatif melalui penggunaan obat-obatan penghalusinasi. Di Indonesia budaya psikedelik ini muncul bersamaan dengan adanya bom minyak tahun 1973. Bom minyak ini sangat menguntungkan Indonesia karena sebagai salah satu negara penghasil minyak Indonesia mulai melakukan join venture dengan negara-negara besar seperti Jepang dan Amerika Serikat sehingga dari prosentasi bagi-hasil tersebut mampu menaikan pendapatan negara. Hal tersebut juga menimbulkan keuntungan bagi kalangan masyarakat tertentu sehingga lahir kalangan 'orang kaya baru' yang banyak tinggal di perkotaan. Dengan 'kemakmuran' tersebut, fasilitas-fasilitas mewah bisa diperoleh seperti : stereo set, televisi, majalah-majalah musik, mode dan hiburan dari luar negeri.
Disamping itu banyak pula berdiri tempat-tempat hiburan seperti : klub malaria, bar, dan arena disco. Alat-alat musik yang sebelumnya sangat sulit dijangkau karena masih langka dan harganya mahal, mulai bisa didapat sehingga memudahkan menjamurnya kelompok-_kelompok musik yang banyak meniru band luar negeri, seperti : God Bless yang mengidolakan Deep purple dan Alice Cooper, The Rollies dengan gaya Chicago-nya, dan sebagainya. Seiring dengan itu, mau tidak mau pengaruh negatif pun banyak merasuk di kalangan remaja-remaja kota di Indonesia, seperti: menghisap ganja, perkelahian antar gang, minuman keras dan pornografi. Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah menerapkan peraturan-peraturan seperti undang-undang anti narkotika, nasionalisasi acara acara televisi dan sebagainya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S12222
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>