Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52590 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chaidir Basrie
Jakarta: Institut Indonesia, 1995
320.5 CHA w
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Suhawi
Jakarta: Rajawali, 2009
320.54 ACH g (1);320.54 ACH g (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Darji Darmodiharjo
Bandung: Jendela Mas Pustaka, 2010
320.5 DAR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Chaidir Basrie
Jakarta: Lembaga Ilmu Humaniora Institut Teknologi Indonesia, 1995
355.013 09 CHA w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soediman Kartohadiprodjo
Jakarta: Gatra Pustaka, 2010
320.5 SOE p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Harry A. Poeze
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia , 2019
320.5092 HAR t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Harry A. Poeze
Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia , 2019
320.5092 HAR t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Musa Al Hasyim
"Penelitian ini membahas tentang Neo Ottomanisme yang menjadi perhatian Turki sejak Erdogan menjabat sebagai perdana menteri lalu presiden dari 2014-2021. Neo Ottomanisme merupakan nostalgia, romantisasi, dan glorifikasi sejarah masa lalu Kesultanan Utsmaniyah yang juga cukup mirip dengan apa yang selama ini dilakukan oleh Ottomania di seluruh dunia termasuk Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menggali pola kebangkitan Neo Ottomanisme dan pengaruhnya terhadap Ottomania di Indonesia. Teori dan konsep yang digunakan adalah Konstruktivisme, Memori Kolektif, dan Diplomasi Publik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan memaksimalkan kajian pustaka, analisis konten media sosial, dan wawancara mendalam dengan berbagai narasumber yang memiliki perasaan kagum terhadap sejarah masa lalu Kesultanan Utsmaniyah. Hasil penelitian menemukan bahwa Neo Ottomanisme sebagai simbol diplomasi publik yang dibawa Erdogan ini membangkitkan memori kolektif dan membentuk identitas muslim serta perasaan bangga sebagai individu muslim. Selain itu, Neo Ottomanisme memberi pengaruh di Indonesia sehingga sejarah Kesultanan Utsmaniyah semakin populer dan dipandang positif oleh masyarakat luas. Neo Ottomanisme dan Ottomania juga membuka jalan peluang kerja sama yang lebih luas antara Turki dan Indonesia di berbagai bidang.

This study discusses Neo Ottomanism which has become a concern for Turkey since Erdogan served as prime minister and then president from 2014-2021. Neo Ottomanism is a nostalgia, romanticization, and glorification of the past history of the Ottoman Empire which is also quite similar to what has been done by the Ottomania all over the world, including Indonesia. This study aims to explore the pattern of the rise of Neo Ottomanism and its influence on Ottomania in Indonesia. The theories and concepts used are Constructivism, Collective Memory, and Public Diplomacy. This study uses qualitative research methods by maximizing literature review, analyzing social media content, and deeply interviewing various respondents who have feelings of admiration for the past history of the Ottoman Empire. The results of the study found that Neo Ottomanism as a symbol of public diplomacy brought by Erdogan evoked collective memory and formed Muslim identity and being pride as Muslims. In addition, Neo Ottomanism had an influence in Indonesia so that the history of the Ottoman Empire was increasingly popular and viewed positively by the wider community. Neo Ottomanism and Ottomania also open opportunities between Turkey and Indonesia in various fields."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Sholeh Amin
"MPLIKASI mendasar dari Perubahan UUD NRI Tahun 1945 salah satunya politik pendidikan yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah daerah dalam kerangka otonomi daerah. Sehingga, desentralisasi kewenangan pemerintah daerah ternyatakan dalam regionalisasi pendidikan. Satu sistem pendidikan nasional yang diamanatkan dalam Pasal 31 Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 sejatinya mencakup nilai nilai keindonesiaan dalam regionalisasi pengajaran dan pendidikan."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 007 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Irfan Fauzi
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas kontestasi kepentingan ideologis antara negara, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Nahdlatul Ulama (NU) pada kasus pembubaran HTI tahun 2017. Pemerintah membubarkan HTI dengan alasan HTI adalah ormas radikal yang dianggap menyimpang karena ingin menegakkan sistem khilafah. Hal tersebut diduga memiliki muatan politis karena proses pembubaran itu baru dilakukan pada tahun 2017, sedangkan kampanye pendirian khilafah telah dideklarasikan HTI secara terbuka sejak masa awal reformasi (2000).
Pembubaran HTI menjelaskan adanya pertentangan kelompok pro dan kontra serta tarik menarik kepentingan ideologis; namun penelitian-penelitian sebelumnya tidak menyebut kejelasan adanya peran NU sebagai kelompok penekan pressure groups). Permasalahan ini dilihat dalam teori kelompok penekan (pressure groups) untuk menjelaskan upaya tarik menarik kelompok penekan memengaruhi keputusan pemegang kekuasaan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode observasi dan wawancara sebagai instrumen pengumpulan data.
Hasil penelitian membuktikan adanya kepentingan yang saling berpapasan dan bertolak belakang di antara kepentingan negara, HTI dan NU. Kepentingan negara adalah kepentingan ideologi menjaga Pancasila dan keamanan masyarakat. NU menolak khilafah karena memiliki kepentingan mempertahankan ideologi "Islam Nusantara". Keberhasilan NU mendorong pemerintah membubarkan HTI dipengaruhi oleh faktor relevansi isu dan kondisi struktur politik pemerintahan Joko Widodo periode 2014-2019. Isu radikalisme HTI yang dibangun NU sesuai dengan data peningkatan sentimen politik keagamaan yang membentuk perubahan perilaku dan sikap elit politik. Kondisi struktur politik pemerintahan yang terpolarisasi dalam kelompok Jokowi versus Prabowo berpengaruh terhadap keputusan pembubaran HTI. NU diidentikan dengan Islam moderat yang mendukung Jokowi dan HTI diidentikan dengan Islam konservatif yang mendukung Prabowo, sehingga nilai tawar NU kepada Pemerintah Jokowi lebih kuat dibandingkan dengan nilai tawar HTI.

ABSTRACT
This study discusses the contestation of ideological interests between the state, Hizb ut-Tahrir Indonesia (HTI), and Nahdlatul Ulama (NU) in the case of the disbanding of HTI in 2017. The government disbanded HTI on the grounds that HTI is a radical mass organization that is considered to be deviant because it want to enforce the khilafah system. This is thought to have political content because the dissolution process was conducted in 2017, while the Khilafah establishment campaign has been declared openly by HTI since the beginning of the reform period (in 2000).
The HTI dissolution explains the existence of conflict between pros and cons and tug of interest in ideology in the decision making process; however previous studies did not mention the clarity of NU as pressure groups. This problem is seen in the pressure groups theory to explain the efforts to attract pressure groups to influence the decisions of the government. This research is a qualitative research with observation and interview methods as data collection instruments.
The results prove the existence of conflicting interests between the interests of the state, HTI and NU. The interests of the state are ideological interests in guarding Pancasila and public security. NU rejects the Khilafah because it has an interest in maintaining the ideology of "Islam Nusantara". NU's success in encouraging the government to disband HTI is influenced by factors of relevance to the issues and conditions of Joko Widodo's political structure in the 2014-2019 period. The issue of HTI radicalism built by NU is consistent with data on increasing religious political sentiments that shape changes in behavior and attitudes of the political elite. The condition of the polarized political structure in the Jokowi versus Prabowo group influenced the decision to dismiss HTI. NU is identified with moderate Islam which supports Jokowi and HTI is identified with conservative Islam that supports Prabowo, so that the bargaining value of NU to the Jokowi Government is stronger than the bargaining value of HTI."
2020
T55392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>