Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3687 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"The development of new materials with both organic and inorganic structures is of great interest to obtain special material properties. Chitosan [2-amino-2-deoxy-D-glucan] can be obtained by N-deacetylation of chitin. Chitin is the second most abundant biopolymer in nature and the supporting material of crustaceans, insects, fungi etc. Chitosan is a unique polysaccharide and has been widely used in various biomedical application due to its biocompatibility, low toxicity, biodegradability, non-immunogenic and non-carcinogenic character. In the past years, chitosan and some of its modifications have been reported for use in biomedical applications such as artificial skin, wound dressing, anticoagulant, suture, drug delivery, vaccine carrier and dietary fibers. Recently, the use of chitosan and its derivatives has received much attention as temporary scaffolding to promotie mineralization or stimulate endochondral ossification. This article aims to give a broad overview of chitosan and its clinical applications as biomaterial."
Journal of Dentistry Indonesia, 2005
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Setiawan
"Skripsi ini membahas proses dan jumlah kitosan yang diproduksi dari cangkang rajungan dan cangkang kepiting hijau, karakterisasi kitosan, dan pengujian kitosan sebagai koagulan jika dibandingkan dengan koagulan PAC (Poly Aluminum Chloride) untuk menjernihkan air sungai Kalimalang. Jumlah kitosan yang diproduksi dari cangkang kepiting hijau sebesar 12.34 gram dari 420 gram cangkang kepiting kering, dan sebesar 21 gram dari 300 gram cangkang rajungan kering. Faktor-faktor yang menyebabkan sedikitnya jumlah kitosan di dalam pembuatan dijelaskan di dalam skripsi ini. Karakterisasi kitosan didapat melalui pengukuran kandungan nitrogen dan derajat deasetilasi. Besar kandungan nitrogen yang didapat dari kitosan cangkang kepiting hijau, kitosan cangkang rajungan produksi 1 dan kitosan cangkang rajungan produksi 2 adalah 6.208 %, 5.5656 %, dan 5.288 %. Besar derajat deasetilasi secara berturut-turut adalah: 53.47 %, 20.57 %, 53.32 %. Penggunaan kitosan sebagai koagulan diuji dengan menggunakan metode Jar Test dibandingkan dengan PAC. Air sampel didapat dari air sungai Kalimalang dengan tingkat kekeruhan sekitar 947 NTU. Efisiensi dosis optimum cangkang kepiting hijau, cangkang rajungan produksi 1, cangkang rajungan produksi 2, dan PAC secara berturut-turut adalah 8, 40, 50, dan 50 ppm. Efisiensi removal mencapai 99 % untuk semua koagulan untuk menurunkan kekeruhan hingga batas di bawah 5 NTU. Selain itu, juga dilakukan penelitian untuk mencoba penggabungan kitosan dengan PAC dalam mengkoagulasi dan flokulasi. Kemampuan kitosan untuk mengkoagulasi juga dipengaruhi oleh nilai pH, dimana pH optimum bagi kitosan untuk mengkoagulasi air sungai Kalimalang adalah pada daerah pH netral dengan batas sekitar 7.5.

The focus of study are discuss about the process and amount of chitosan produced from blue crab shell and mud crab shell, characterization of chitosan, and observe chitosan effectiveness as coagulant compared with PAC (Poly Aluminum Chloride) in clarifying Kalimalang river. The amounts of chitosan produced from mud crab shell are 12.34 gram from 420 gram dry mud crab shell, and 21 gram from 300 gram blue crab shell. Factors affecting amount of chitosan produced explained in this study. Chitosan characterization obtained from measurement of nitrogen content and degree of deacetylation. Nitrogen content from mud crab shell chitosan, blue crab shell chitosan 1, and blue crab shell chitosan 2 are 6.208 %, 5.5656 %, dan 5.288 %. Degrees of deacetylation for each chitosan are 53.47 %, 20.57 %, 53.32 %. Performance of chitosan as coagulant measured using Jar Test method compared with PAC. Water sample obtained from Kalimalang river with turbidity 947 NTU. Optimum dose for chitosan from mud crab shell, blue crab shell 1, blue crab shell 2, and PAC are 8, 40, 50, and 50 ppm. Removal efficiencies reached to 99 % for all type of coagulant, reduced turbidity to the limit under 5 NTU. Furthermore the research also tried to integrate chitosan with PAC in coagulation and flocculation. Chitosan performance in coagulation affected by pH value, where optimum pH for chitosan to coagulate Kalimalang river water sample at neutral pH range with upper limit about 7.5."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S50699
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Lusiana
"Kitin dan kitosan memiliki gugus amina yang bermuatan positif pada rantai sampingnya. Kesamaan struktur kitin dan kitosan dengan DEAE selulosa membuat kedua polimer tersebut berpotensi digunakan sebagai matriks penukar ion untuk fraksinasi protein. Hasil fraksinasi serum dengan matriks kitin dan kitosan dibandingkan dengan hasil fraksinasi dengan matriks  DEAE selulosa. Serum darah sapi diifraksinasi dengan kromatografi kolom dnegan matriks kitin kitosan dan DEAE selulosa dengan fase gerak PBS Ph 7,4, bufer fosfat Ph 6,5 Dan dapar Tris Ph 8,5. Fraksi IgG diuji dengan elektroforesis selulosa asetat, elektroforesis gel poliakrilamida dan imunodifusi radial. fraksinasi degan matriks kitin dan kitosan menunjukkan pola yang sama dengan matriks DEAE selulosa. Hasil elektroforesis gel poliakrilamid menunjukkan adanya pita IgG pada fraksi kitin, kitosan dan DEAE selulosa dengan fase gerak PBS pH 7,4 dan dapar fosfat pH 6,5. Namun hasil fraksinasi dengan dapar tris pH 8,5 tidak menunjukkan adanya pita IgG. Hasil uji dengan imunodifusi radial menunjukkan adanya IgG dengan konsentrasi terbanyak pada fraksi kitosan dengan fase gerak PBS pH 7,4. Kitin dan kitosan berpotensi digunakan sebagai Matriks penukar ion untuk fraksinasi protein serum darah sapi. Fraksi terbaik adalah fraksi kitosan degan fase gerak PBS pH 7,4.

Chitin and chitosan are polymers that naturally have N group on the side chain. The similarity structure between chitin, chitosan and DEAE-cellulose make the two polymer potentially used as ion-exchange matrix to fractionation of blood serum. Bovine serum was fractionated by column chromatography with chitin chitosan matrix and DEAE-cellulose with PBS pH 7.4, Phosphate buffer with pH 6.5 and tris buffer pH 8.5. The IgG fraction was tested by cellulose acetate electrophoresis, polyacrylamide gel electrophoresis and radial immunodiffusion.the results of fractionation using chitin and chitosan matrix showed the same pattern as DEAE-cellulose matrix. The results of polyacrylamide gel electrophoresis showed the presence of IgG bands in the chitin, chitosan and DEAE-cellulose fractions with PBS mobile phase pH 7.4 and phosphate buffer pH 6.5. However, the results of fractionation with tris buffer pH 8.5 did not show any IgG bands. The test results with radial immunodiffusion showed the presence of IgG with the highest concentration in the chitosan fraction with PBS mobile phase pH 7.4. Chitin and chitosan have potential as ion exchange matrix for protein fractionation of bovine serum. chitosan matrix with PBS pH 7.4 mobile phase show the best fraction."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Yunita
"Kitosan diketahui memiliki sifat yang keras dan ketahanan termal yang tinggi. Pemanfaatan kitosan sebagai material insulasi digunakan dengan menggunakan metode coating pada busa poliuretan dengan densitas 16’4 kg/m3 . Pelapisan kitosan pada busa poliuretan diawali dengan pelarutan kitosan dalam larutan asam. Jenis asam berpengaruh terhadap kualitas lapisan yang dihasilkan. Jenis asam yang digunakan yaitu asam asetat (CH3COOH) dan asam format (CH2O­2). Kualitas yang dihasilkan dari produk busa poliuretan dengan jenis asam tersebut menunjukkan hasil yang berbeda. Produk jenis asam asetat memiliki sifat mekanis yang lebih baik dibandingkan produk jenis asam format di mana nilai UTS pada produk dengan konsentrasi asam 1% v/v yaitu 3,05 kg/cm2 (produk asam asetat) dan 5,53 kg/cm2 (produk asam format). Konsentrasi asam yang digunakan memiliki pengaruh terhadap sifat mekanis dan termal yang berhubungan dengan banyaknya ikatan hidrogen yang dihasilkan. Dari produk busa poliuretan yang diperoleh, kemudian dibandingkan antara PU-Virgin (busa poliuretan tanpa perlakuan), PU-Kitosan (produk busa poliuretan terbaik), dan PU-Headliner (produk headliner densitas 45 kg/m3)
Chitosan is known to have hard properties and high thermal resistance. The use of chitosan as an insulation material is used by using a coating method on polyurethane foam with a density of 16.4 kg / m3. Coating of chitosan in polyurethane foam begins with the dissolution of chitosan in an acid solution. The type of acid affects the quality of the coating produced. The types of acids used are acetic acid (CH3COOH) and formic acid (CH2O2). The quality produced from polyurethane foam products with this type of acid shows different results. Acetate acid products have better mechanical properties than form acid products where UTS values ​​in products with an acid concentration of 1% v / v are 3.05 kg / cm2 (acetic acid product) and 5.53 kg / cm2 (product formic acid). The acid concentration used has an influence on the mechanical and thermal properties associated with the number of hydrogen bonds produced. From polyurethane foam products obtained, then compared between Virgin PU (untreated polyurethane foam), PU-Chitosan (the best polyurethane foam product), and PU-Headliner (headliner product density of 45 kg / m3."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deden Rosid Waltam
"ABSTRAK
Proses ekstraksi kitin di industri dilakukan secara kimiawi, proses ini dapat memberikan dampak negatif terhadap kualitas kitin, peralatan dan lingkungan. Akhir-akhir ini penelitian ekstraksi kitin secara biologis banyak dikembangkan. Ekstraksi kitin secara biologis telah banyak diteliti, baik melalui sistem fermentasi batch atau subsequent-batch. Proses demineralisasi dan deproteinasi secara kontinyu merupakan inovasi baru dalam teknologi produksi kitin secara biologis, serta dapat mengatasi kekurangan pada sistem fermentasi batch maupun proses kimiawi.
Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan kondisi optimum proses demineralisasi dan deproteinasi kulit udang vannamei (P. vannamei) secara kontinyu, menggunakan mikroba Lactobacillus acidophilus FNCC 116 dan Bacillus licheniformis F11.1. Prosedur penelitian dibagi dalam beberaba tahapan. Tahap pertama, pada 12 jam pertama dilakukan demineralisasi secara batch, dilanjutkan demineralisasi secara kontinyu selama 36 jam. Tahap kedua, pada 24 jam pertama dilakukan deproteinasi batch, dilanjutkan deproteinasi kontinyu selama 72 jam.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa kondisi terbaik untuk proses demineralisasi secara kontinyu, adalah umpan glukosa 6,5% dan waktu tinggal 16 jam. Untuk proses deproteinasi secara kontinyu adalah waktu tinggal 12 jam. Dengan proses ini dapat menghilangkan abu 92.95% dan protein 91.40%. Kandungan kitin, abu, dan protein pada produk kitin adalah 96.69%, 1.44% dan 1,76%.

ABSTRACT
Chitin extraction in industry, has been conducted by chemical process. The process has been known as a harsh treatment that badly affected to chitin quality, equipment and the environment. Since the last decade biologically chitin extraction has more attracted attention. The biologically chitin extraction was conducted by batch fermentation or subsequent-batch fermentation. Continous demineralization and deproteinization is a new inovation on biologically chitin production technology. This system promises as an alternative technology for overcoming problems of batch fermentation process and chemical process.
The objectives of the experiment was to obtain the optimal condition for continous deminineralization and deproteinization of vannamei (P. vannamei) shrimp shells. Lactobacillus acidophilus FNCC 116 and Bacillus licheniformis F11.1 was used for demineralization and deproteination process respectively. The experiment was divided into several steps. The first step was batch demineralization that was conducted for 12 hours, then was followed by continuous demineralization for 36 hours. The second step was batch deproteinization for 24 hours, and was followed by continuous deproteinization for 72 hours.
The results showed that the best condition for continuous demineralization was 6,5% glucose feed, with 16 hours retention time. For continuous deproteinization, the best condition was with 12 hours retention time. The process could remove 92.95% ash and 91.40% protein. The chitin, ash, and protein content of chitin product was 96.69%, 1.44% and 1,76% respectively."
2009
T26657
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Andrianti
"Kitosan sebagai biomaterial yang memiliki sifat bioaktif, biokompatibel, tidak beracun dan biodegradable menunjukkan aplikasi yang potensial dalam berbagai bidang seperti peningkatan gizi, kosmetik, pengolahan makanan dan bidang medis. Dengan adanya gugus hidroksil dan gugus amina, kitosan bersifat sangat reaktif sehingga dapat digunakan sebagai bahan penghantaran pembawa obat. Pada penelitian ini, kitosan digabungkan dengan ion Sm3+ untuk menghasilkan bahan pembawa obat yang memiliki sifat fotoluminesensi sehingga dapat dijadikan sebagai indikator pelepasan obat dengan ibuprofen sebagai model obat.
Dalam penelitian ini juga dikaji mengenai interaksi kitosan dengan ion Sm3+, serta interaksi material kompleks kitosan-Sm dengan model obat dan pengaruh penambahan ion Sm3+ terhadap kemampuan kitosan dalam menyerap obat. Karakterisasi kitosan-Sm dilakukan dengan menggunakan FTIR dan SEM-EDX. Kitosan-Sm dengan konsentrasi ion Sm3+ terbesar yaitu 5 g/L memiliki efisiensi penyerapan ibuprofen tertinggi yaitu 33,04%.
Pada proses pelepasan ibuprofen dari kitosan-Sm-IBU, terjadi perubahan fotoluminesensi berwarna jingga dengan transisi 4G5/2 → 6H7/2 pada panjang gelombang 590 nm. Intensitas luminesensi meningkat seiring dengan jumlah kumulatif ibuprofen yang dilepaskan sehingga pelepasan ibuprofen dari kitosan-Sm dapat dimonitor dengan perubahan fotoluminesensi yang terjadi.

Chitosan as a biomaterial which has the properties of bioactive, biocompatible, non-toxic and biodegradable show potential applications in various fields such as nutrition, cosmetics, food processing and medical fields. In the presence of hydroxyl and amina groups, chitosan is highly reactive so it can be used as drug delivery carriers. In this study, chitosan combined with Sm3+ ion to produce a drug carrier material which has photoluminecent properties so it can be used as an indicator of drug release with ibuprofen as a model drug.
In this study also examined the interaction of chitosan with Sm3+ ion, as well as the interaction of chitosan-Sm complex material with a model drug and the effect of the addition of Sm3+ ion on the ability of chitosan to absorb the drug. Characterization of chitosan-Sm conducted using FTIR and SEM-EDX. Chitosan-Sm with the largest concentration of Sm3+ ion 5 g/L has the highest efficiency of absorption of ibuprofen that is 33.04%.
In the process of release of ibuprofen from the chitosan-Sm-IBU, orange photoluminesence properties changed with the transition 4G5/2 → 6H7/2 at a wavelength of 590 nm. Luminescence intensity increases with the cumulative amount of ibuprofen that are released so that the release of ibuprofen from the chitosan-Sm can be monitored by the changes of photoluminesence properties.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43185
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Satwika Utami
"Penelitian ini menggunakan kitosan sebagai penyalut mikroenkapsulasi paracetamol dalam bentuk mikrosfer, sehingga waktu pelepasan obat dapat dikendalikan. Mikrosfer kitosan dibuat menggunakan metode crosslinking dengan glutaraldehid sebagai agen crosslinking. Preparasi mikroenkapsulasi paracetamol dengan mikrosfer mengikuti metode Dubey (2003). Analisa pengukuran untuk paracetamol yang release dan banyaknya paracetamol yang terjerat dalam matriks mikrosfer kitosan adalah dengan menggunakan Spektrofotometri UV-VIS. Bobot paracetamol yang disisipkan adalah 62,5 mg/ml, 125 mg/ml, dan 187,5 mg/ml dengan persentase loading paracetamol sebesar 0,3 ? 5%. Banyaknya loading paracetamol berbanding lurus dengan banyaknya bobot paracetamol yang ditambahkan.

This research used chitosan as a coating form of microspheres microencapsulated paracetamol, so the drug release can be controlled. Croslinking method are used in this preparation with glutaraldehyde as crosslinking agent. Preparation of microencapsulated paracetamol with microspheres is following the method of Dubey (2003). Analysis of measurement for the release paracetamol and how many paracetamol are trapped in the matrix of chitosan microspheres is by using UV-VIS spectrophotometry. Weights of the inserted paracetamol were 62.5 mg/ml, 125 mg/ml, and 187.5 mg/ml with paracetamol percentage loading between 0.3-5%. Paracetamol loading in matrix chitosan microsphere is equal to the amount of the added weight of paracetamol."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43253
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Erfan
"Masalah lingkungan dari pembuangan limbah plastik turunan minyak bumi telah menjadi isu penting karena sifatnya yang sulit diuraikan. Oleh karena itu, upaya telah dilakukan untuk mempercepat tingkat degradasi material polimer dengan mengganti beberapa atau seluruh polimer sintetis dengan polimer alami. Pati merupakan salah salah satu polimer alami yang dapat digunakan untuk produksi material biodegradabel karena sifatnya yang mudah terdegradasi, melimpah, dan terjangkau namun memiliki kekurangan seperti kuatnya perilaku hidrofilik dan sifat mekanis yang lebih buruk. Untuk meningkatkan kekuatan mekanis pada pati, sejumlah kecil penguat berupa bahan inorganik dan organik ditambahkan ke dalam matriks polimer. Oleh karena itu, bioplastik disiapkan dengan percampuran pati ubi jalar sebagai matriks, gliserol sebagai pemlastis, dan ZnO sebagai penguat logam dan kitosan sebagai penguat alami dengan metode melt intercalation. Distribusi kitosan dari hasil SEM terbukti mempengaruhi FT-IR, XRD, sifat mekanis, dan biodegradabilitas bioplastik. Ketika penguat kitosan divariasikan dari 0, 1, 3, 6, 9 %wt kekuatan tarik meningkat dari 12,81 kgf/cm2 menjadi 35,56 kgf/cm2; derajat elongasi menurun dari 43% menjadi 21,5% .Pada kombinasi penguat antara kitosan 9% dan ZnO 1% nilai kuat meningkat menjadi 40,03 kgf/cm2 , derajatnya elongasi menurun menjadi 10,40. Untuk WVTR pada bioplastik dengan penambahan kitosan 9% adalah 11,7 g/m2.jam.

Environmental problems from petroleum derivatives waste has become an important issue because of difficult to decomposed. So, the eforts have done for increasing degradation time through replacement of synthetic polymer with natural polymer. Starch is as one of natural polymers that can be used to produce biodegradable materials due to its characters that easily degraded, abundant, and affordable. However, starch has several disadvantages such as strong hydrophilic behavior and worse mechanical properties. To enhance the mechanical properties and barrier properties of starch, a small amount of reinforcement in the form of inorganic and organic materials are usually added to the polymer matrix. Thus, bioplastics were prepared by mixing a sweet potato strach, glycerol, and ZnO as metal reinforcement and chitosan as natural reinforcement by the melt intercalation method. Distribution of chitosan from SEM affected the studies of FTIR, XRD, mechanical properties, and biodegradabilities. When chitosan was varied from 0. 1. 3. 6. 9 wt%, tensile strength increased from 12.81 to 35.56 kgf/cm2 while the degree of elongation decreased from 43% to 21.5% . In combination reinforcement chitosan 9% and ZnO 1% tensile strenght increased to 40.03 kgf/cm2, while the degree of elongation decreased 10.40 % . The WVTR in bioplastic with adding chitosan 9% is 11.7 g/m2.jam."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42630
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Munna Chamad A.
"Senyawa bioaktif asetogenin yang diekstrak dari daun sirsak. Annona muricataL memiliki potensi sebagai obat antikanker. Untuk memaksimalkan potensinya dibutuhkan sistem pelepasan terkendali. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sistem pengantar asetogenin berbasis mikrosfer kitosan tersalut alginat. Mikrosfer yang dihasilkan diharapkan memberikan profil pelepasan terkendali asetogenin pada berbagai kondisi pH fluida sintetik pencernaan memiliki persentase efisiensi dan pemuatan asetogenin yang tinggi. Pemilihan metode preparasi penautan silang dengan tripolifosfat untuk menjerat obat dan metode gelasi ionotropik dengan alginat untuk mencegah peluruhan mikrosfer pada lambung. Mikrosfer kitosan tersalut alginat ini dievaluasi berdasarkan kandungan lakton pada asetogenin yang terlepas terhadap waktu. Pembuatan mikrosfer ini menggunakan metode preparasi taut silang dan gelasi ionotropik memiliki rilis yang tinggi pada kondisi asam dan rilis yang rendah pada kondisi basa. Pemuatan obat di dalam mikrosfer kitosan tersalut alginat didapatkan sebesar 3 34 dengan efisiensi enkapsulasi didapatkan sebesar 86 74.

Acetogenin as bioactive compound that are extracted from soursop leaves. Annona muricata L has potential as an anticancer drug. There is a need of a safe delivery of acetogenins for oral administration through controlled release system. This study aims to produce acetogenin delivery system based chitosan microsphere coated with alginate. The resulting microsphere are expected to provide controlled release profile acetogenin on various synthetic gastrointestinal fluids at different pH. Crosslinking method by tripolyphospate impacts of acetogenin loading and ionotropic gelation method impacts to avoid release in acid pH digestive system and compatible in residence time of each digestive organ. Chitosan microsphere coated with alginate will be evaluated by its drug loading and release profile. This microsphere by crosslinking agent method and ionotropic gelation method has a high release in acidic and low release in alkaline conditions. Chitosan microsphere coated with alginate also able to load 3 34 of drug and have 86 74 as value of encapsulation efficiency."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>