Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55662 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Soesilo
Bogor: Politeia, 1975
363.25 SOE b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soesilo
Bandung: Politeia, 1989
363.25 SOE k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Amara Nindya Achmad Putri
"Perdagangan ilegal satwa liar (PISL) merupakan salah satu bentuk dari kejahatan terhadap satwa liar. Perubahan metode konvensional menjadi lebih modern dalam praktik perdagangan ilegal satwa liar mengakibatkan tantangan lebih serius bagi penegak hukum. Penelitian ini menawarkan ilmu pengetahuan ilmiah untuk menangani kasus-kasus PISL, yaitu menggunakan forensik digital. Forensik digital adalah salah satu model yang dapat digunakan untuk menganalisis temuan digital dalam investigasi kejahatan perdagangan ilegal satwa liar yang telah menggunakan perangkat elektronik sebagai wadah melakukan kejahatan. Penelitian ini menggunakan metode data sekunder melalui riset studi pustaka yang berasal dari artikel jurnal, buku, berita online. Demi kepentingan akademis, studi kasus terkait penanganan kasus penangkapan pelaku perdagangan ilegal satwa liar harimau sumatera menggunakan forensik digital, peneliti memperoleh putusan pengadilan terkait dari tenaga ahli forensik digital. Peneliti menganalisis bagaimana forensik digital dapat digunakan sebagai model yang membantu investigasi kejahatan perdagangan ilegal satwa liar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa forensik digital dapat membantu investigasi kejahatan dalam menemukan bukti digital yang mana berperan besar dalam pengungkapan kasus kejahatan PISL, seperti motif kejahatan, faktor pendorong tindakan kejahatan, dan perencanaan pelaku sehingga mempermudah penyidik dalam melakukan penyelidikan kasus perdagangan ilegal satwa liar.

Illegal wildlife trade (IWT) represents a significant form of wildlife crime. The shift from conventional to more modern methods in illegal wildlife trade practices poses increasingly serious challenges for law enforcement. This research offers scientific knowledge to address IWT cases through the use of digital forensics. Digital forensics is a model that can analyze digital findings in investigations of illegal wildlife trade crimes facilitated through electronic devices. This study employs secondary data methodology via literature reviews from journal articles, books, and online news. For academic purposes, a case study on handling the Sumatran tiger illegal wildlife trade investigation using digital forensics examines expert witness testimonies related to court rulings. The researcher analyzes how digital forensics can assist in investigating wildlife crime, revealing digital evidence crucial in uncovering IWT cases, including crime motives, driving factors, and perpetrator planning, thereby aiding investigators in conducting wildlife crime investigations more effectively."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Desti Agustin
"Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan pada salah satu Bank terbesar di Indonesia. Berangkat dari observasi dini yang dilakukan bahwa Fraud merupakan masalah yang telah menimbulkan berbagai kerugian yang sangat besar, baik kerugian finansial maupun non finansial maka keberadaan Audit Internal diharapkan dapat memitigasi Fraud yang terjadi pada Bank X. Dengan berbagai metode pengumpulan data yang dilakukan, seperti wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai apakah fungsi Audit Internal pada Bank X telah berjalan sesuai dengan regulasi terkait, kemudian apa sajakah yang telah dilakukan Audit Internal dalam menerapkan tindakan pencegahan, deteksi dan investigasi Fraud dan kemudian membandingkan apakah penerapan yang telah dilakukan oleh Audit Internal Bank X telah sesuai dengan Standar Manajemen Risiko Fraud yang digunakan dalam penelitian ini.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa keberadaan Audit Internal pada Bank X telah berfungsi dengan baik sesuai dengan regulasi terkait dan dapat mendukung semua proses audit yang berlangsung, termasuk nantinya melakukan tindakan- tindakan yang dibutuhkan dalam menangani Fraud. Terkait dengan Strategi Anti Fraud, peran Audit Internal melalui tindakan pencegahan, deteksi dan investigasi juga sudah diterapkan dengan baik. Hasil wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa Audit Internal telah melakukan perannya sesuai ketentuan yang diatur pada Strategi Anti Fraud maupun Standar Manajemen Risiko Fraud yang dikeluarkan oleh KPMG.

This research is a case study conducted on one of the largest bank in Indonesia . Departing from the observation made earlier that Fraud is a problem that has resulted in various huge losses, both financial and non- financial losses the existence of Internal Audit is expected to mitigate fraud that occurred at Bank X. With a variety of data collection methods, such as interviews, observation, and documentation.
This study aims to assess whether the Internal Audit function at Bank X has been run in accordance with the relevant regulations, then what are the Internal Audit has been done in implementing preventive measures, detection and investigation of fraud and then compare whether the application made by the Internal Audit Bank X has in accordance with the Fraud Risk Management Standard which is used in this study.
The results show that the presence of Internal Audit at Bank X has been functioning properly in accordance with the relevant regulations and can support all ongoing audit process , including the later perform the necessary actions in dealing with fraud. Associated with Anti- Fraud Strategy, Internal Audit's role through preventive action, detection and investigation have also been applied properly. The results of interviews conducted showed that Internal Audit has done its part in accordance with provisions set forth in the Anti- Fraud Strategy and the Fraud Risk Management Standard issued by KPMG.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S61021
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This article aims at discussing 2 main problems: 1) in how far harm done by corporate crime in Indonesia; and 2) how is the criminal policy passed in overcoming corporate crime in Indonesia? The result of this discussion points: First, corporate crime is a kind of crime that makes society restless and that is risks the interests of State. The harm done is in the form of material an immaterial things for citizens, State and other corporations. Second, corporate crime should be included in the Code of Criminal Laws as a criminal act by the offender. In line with this, the subject of offence in the Code of Criminal Laws should be widened to include corporations with a threat of either grave punishment by prison or fine punishment, or both of them. However, said penal efforts should be integrated with the overcoming of non penal ones."
2004
340 JEPX 24:1 (2004)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Daulay, Armein
"Tesis ini merupakan upaya untuk memahami reaksi sosial terhadap bekas narapidana wanita dari Lembaga Pemasyarakatan (disingkat : lapas) Wanita Tangerang yang menyandang label sebagai bekas penjahat. Padahal mereka sebenarnya adalah sosok anak manusia yang telah melakukan perilaku menyimpang terhadap norma sosial yang terdapat di tengah masyarakat. Hal ini meIiputi adat istiadat, taboo, kebiasaan-kebiasaan khusus, tingkah Iaku yang aneh dan menjadi mode, nilai - nilai moral dan sebagainya Sementara ilmuwan berpendapat perilaku yang menyimpang dapat berupa kelakuan-kelakuan yang nonkonform, yang asosial, yang anti sosial maupun kriminal. Namun, pendapat lain mengemukakan bahwa konsep penyimpangan pada dasarnya relatif, tergantung darimana melihat dan dari kacamata siapa.
Menganalisa dan mendiagnosa secara tajam kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh wanita antara lain diperlukan pancarian faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi sosial budaya tertentu dan ada saat tertentu. Artinya, Kita harus melihat faktor sosial dan faktor kebudayaan yang mempengaruhi di dalam pandangan masyarakat memberikan label terhadap pelaku menyimpang. Kehidupan masyarakat yang sarat dengan norma-norma dan nilai-nilai sosial dirasakan terganggu oleh perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anggota masyarakatnya, sehingga label yang diberikan ternyata tidak Serta merta memudahkan mereka kembali kelingkungannya.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif serta di dukung oleh data deskriptif berupa kata - kata tertulis atau lisan dari orang - orang dan perilaku yang diamati. Dengan demikian dapat menjelaskan gejala sosial dengan memahami tingkah laku manusia menurut kerangka acuan dari sang pelaku itu sendiri. Lokasi penelitian berawal dari penelitian di Lapas Wanita Tangerang yang dipilih karena Iapas ini merupakan Iapas wanita yang terbesar di seluruh Indonesia dibandingkan dengan tiga Iapas lainnya. Kemudian dilakukan upaya menemui dan mewawancarai tiga bekas narapidana wanita dari lapas tersebut sebagai informan kunci.
Berbagai macam bentuk reaksi sosial yang diwujudkan seperti mengamati, menggerebek rumah, menangkap dan menggiring, menjauhi dengan publikasi terhadap bekas narapidana wanita dimana mereka berdomisili. Namun ada juga yang diterima kembali sepenuhnya menjadi warga masyarakat. Kesemua ini tidak terlepas dari perilaku bekas narapidana wanita yang tertampil ketika diwawancarai yang berusaha menghilangkan identitas diri, tidak berterus terang serta mencoba menyangkal dirinya telah berbuat kesalahan.
Penulis menggunakan pendekatan interdisipliner dalam melakukan kajian terhadap bekas narapidana wanita. Dari sejumlah teori dalam kriminologi penulis memilih teori paradigma interaksionis atau pendekatan reaksi sosial yang Iebih khusus lagi disebut teori labeling. Berdasarkan pada teori labeling dicoba untuk digambarkan bahwa bekas narapidana wanita adalah berperilaku menyimpang."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Stephen Antonius
"Dalam kehidupan manusia sehari-hari, peran korporasi sangatlah besar. Baik sebagai penyedia produk dan jasa bagi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu korporasi menjadi salah satu tonggak pergerakan ekonomi dunia. Meskipun demikian, bukan suatu hal yang tidak lumrah suatu korporasi terlibat dalam tindak pidana. Hal ini menjadi membingungkan jika berkaca kepada pendefinisian korporasi yang masih rancu di Indonesia. Setidaknya terdapat 4 (empat) definisi korporasi yang berbeda yang diatur melalui ketentuan perundang-undangan berbeda di Indonesia. Hal ini menjadi masalah karena sejatinya pendefinisian korporasi melalui peraturan perundang-undangan di Indonesia menyamakan semua badan usaha (tidak mempertimbangkan apakah badan usaha tersebut adalah (i) perkumpulan orang atau (ii) perkumpulan modal). Dengan kata lain, di depan mata hukum positif Indonesia, dalam hal terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh suatu Perseroan Terbatas ("PT") atau suatu Comanditaire Venotschaap ("CV"), mereka akan diperlakukan secara sama. Fenomena tersebut membawa suatu isu hukum yaitu pemrosesan perkara tindak pidana korporasi yang bertolak belakang dengan esensi dari pemidanaan korporasi itu sendiri karena parameter yang digunakan disama ratakan bagi seluruh bentuk badan usaha di Indonesia padahal masing-masing jenis badan usaha memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda. Implikasi hukum yang muncul bagi fenomena tersebut salah satunya adalah pembebanan sanksi yang dibebankan kepada subjek hukum yang kurang tepat dan tidak tercapainya tujuan dalam memidana korporasi dalam hal terjadi suatu tindak pidana korporasi.

The role of corporation in human's life is very essential. Both as a provider of products and services for the needs of society. Therefore, corporation is one of the cornerstones of the movement of the world economy. Even so, it is not unusual for a corporation to commit or be involved in a crime. This becomes an issue as the definition of corporation in Indonesia is still ambiguous. There are at least 4 (four) different definitions of corporation which are regulated through different laws and regulations in Indonesia. This is a problem because actually the definition of a corporation through laws and regulations in Indonesia equates all business entities (without considering whether the business entity is (i) an association of people or (ii) an association of capital). In other words, in the eyes of Indonesia's positive law, in an event of a crime committed by a Limited Liability Company ("PT") or a Comanditaire Venotschaap ("CV"), they will receive the same treatment. A legal issue arises from this phenomenom, namely the processing of corporate criminal cases which is contrary to the essence of punishing a corporation itself because the parameters used are the same for all forms of business entities in Indonesia even though each type of business entity has different characteristics. One of the legal implications that arise for this phenomenon is the imposition of sanctions imposed on legal subjects that are not appropriate and the goal is not achieved in convicting corporations in the event of a corporate crime."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Hariaman
"Kebenaran biasanya hanya mengenai keadaan-keadaan yang tertentu yang sudah lampau, makin lama waktu lampau itu makin sukar bagi hakim untuk menyatakan kebenaran atas keadaan-keadaan itu. Oleh karena itu hakim tidak dapat memastikan seratus persen bahwa suatu peristiwa hukum benar-benar sesuai dengan kebenaran pada masa lampau, maka acara pidana sebetulnya hanya menunjukkan jalan guna mendekati sedekat mungkin dengan kebenaran materiel.
Langkah awal untuk menemukan kebenaran materiel didahului dengan pencarian bukti-bukti peristiwa pidana di lapangan, untuk itu maka penyidik Polri menggunakan teknik-teknik identifikasi yang telah menjadi kebiasaan di lingkungan kepolisian, salah satu teknik itu adalah rekonstruksi yang keberadaannya tidak diatur secara tegas oleh KUHAP, tetapi tersirat dalam pasal 75 ayat (1) huruf lc KUHAP yang membenarkan adanya pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP. Implementasi dari pelaksanaan tindakan lain itu selanjutnya diatur dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol : Skep 1205/1X/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, tanggal 11 September 2000.
Hasil dari pelaksanaan rekonstruksi tersebut di tuangkan dalam berita acara rekonstruksi (BAR) yang selanjutnya berita acara tersebut dilampirkan dalam berkas perkara. Dalam praktek, muncul kecenderungan bahwa hasil rekonstruksi yang dituangkan dalam berita acara rekonstruksi itu juga di pergunakan sebagai alat untuk membuktikan perkara pidana tertentu di persidangan. Dengan demikian telah terjadi perluasan fungsi rekonstruksi yang pada awalnya hanya sebagai salah satu teknik dalam penyidikan untuk membuat terang suatu perkara dan untuk menguji kebenaran keterangan tersangka atau saksi, menjadi salah satu alat yang dipergunakan oleh penuntut umum untuk membuktikan perkara pidana tertentu dan untuk meyakinkan hakim di persidangan.
Fenomena itu melahirkan perdebatan dan perbedaan pendapat di berbagai kalangan terutama dikalangan aparat penegak hukum dan kalangan akademisi mengenai sah atau tidaknya menggunakan hasil rekonstruksi sebagai salah satu alat bukti di persidangan, hal itu perlu mendapat perhatian karena menyangkut keabsahan dalam pembuktian perkara pidana. Terlepas dari hal itu, ternyata rekonstruksi mempunyai peran yang cukup penting dalam pembuktian perkara pidana tertentu terutama untuk memperkuat keyakinan hakim, yaitu dengan menggunakannya di persidangan sebagai yaitu sebagai alat bukti surat atau petunjuk."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16441
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pudiastuti Citra Adi
"Proses modernisasi yang mengakibatkan terjadinya perubahan sosial yang cepat, secara potensial mengakibatkan suatu ketegangan dan keresahan sosial. Peningkatan proses modernisasi tersebut sebagai akibat dari ditemukannya alat-alat komunikasi modern, alat transportasi dan teknologi informatika modern. Hal tersebut menuntut adanya perubahan struktur hubungan hukum, substansi-substansi baru pengaturan hukum dan budaya hukum yang lama sekali baru. Perubahan tersebut juga terjadi dalam pengaturan hukum khususnya mengenai pembuktian.
Pemanfaatan teknologi informasi yang terjadi mengakibatkan adanya perkembangan konsep alat bukti yang dirumuskan di dalam sejumlah peraturan perundang-undangan pidana baru. Ada 4 (empat) peraturan perundang-undangan pidana dan 1 (satu) peraturan perundang-undangan non pidana mengalami perkembangan alat bukti di luar yang diatur dalam Pasal 184 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yaitu Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang tentang Komisi Pemberantas Korupsi, Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi.
Pemanfaatan Teknologi Inforrnasi dalam proses pembuktian perkara pidana tersebut sesungguhnya tidak bertentangan dengan sistem pembuktian dan alat bukti dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Secara umum bukti berupa informasi elektronik dan dokumen elektronik tidak bertentangan dengan asas-asas yang berlaku pada hukum acara pidana, yaitu asas terbuka untuk umum, asas peradilan yang bebas dan dilakukan cepat dan sederhana dan asas pemeriksaan secara langsung.
Untuk menjaga validitas suatu informasi yang dihasilkan dari elektronik, diperlukan pengaturan dengan syarat-syarat yang ketat. Prosedur tersebut harus dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana, termasuk di dalamnya pengaturan mengenai prosedur pemeriksaan terhadap data-data komputer, penyitaan data-data yang tersimpan dalam media elektronik dan sebagainya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>