Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79348 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manuhutu, Ernst Johannis
1999
D1521
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugeng Wigiyantoro
"Di Indonesia Tuberkulosis (TB) kembali muncul sebagai penyebab kematian utama selelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Program pengawasan keteraturan minum obat sampai tuntas sangat panting dalam keberhasilan pengobatan TB, hal ini dikaxenakan Iamanya pengobatan dan adanya efek samping obat akan menimbulkan penurunan motivasi penderita untuk secara teratur minum obat. Keberhasilan pengobatan TB dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti pengetahuan, sikap, persepsi terhadap ancaman penyakit, jarak fasilitas kesehatan, ketersediaan obat dan sumber daya. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan mengenai penyakit dan pengobatan TB Paru terhadap drop out, Penelilian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Cicurug Sukabumi dengan jumlah responden 30 orang drop out. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif sedcrhana dengan instrumen berupa kuesionen Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dalam bentuk distribusi frekuensi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penderita drop out
ternyata juga memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi sebesar 76,7 persen. Penelitian ini merekomendasikan dilakukannya penelitian lebih lanjut dengan desain penelitian deskrqnsi lrorelasi mcnggunakan metode observasi pada domain afektif dan psikomotor untuk melihat adanya hubungan antara tingkat pengelahuan terhadap prilaku drop out."
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5730
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Ali Hanafiah
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William
"Pendahuluan: Tuberkulosis (TB) adalah penyebab utama kematian akibat infeksi di dunia. Sejak tahun 2008 - 2017 terdapat penurunan angka keberhasilan pengobatan TB di Indonesia (< 90%). Rekomendasi pengobatan TB di Indonesia adalah paduan obat antituberkulosis (OAT) dosis berselang sebagian (2RHZE/4R3H3) atau harian (2RHZE/4RH). Menurut WHO, paduan OAT RHZE/R3H3 mempunyai angka kegagalan dan kekambuhan yang lebih tinggi. Namun, penelitian meta-analisis RCT menyatakan bahwa kedua paduan OAT mempunyai angka kegagalan dan kekambuhan yang sama. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk membandingkan hasil pengobatan dan efek samping antara paduan OAT 2RHZE/2RH dengan 2RHZE/4R3H3.
Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan desain cross sectional yang membandingkan hasil pengobatan dan efek samping antara paduan OAT 2RHZE/4RH dengan 2RHZE/4R3H3 pada pasien TB paru kategori I di RSUP Persahabatan periode Januari 2015 sampai Juni 2018. Data sekunder diambil dari rekam medik. Hasil pengobatan dinilai sesuai definisi dalam pedoman nasional penanggulangan TB di Indonesia dan WHO. Efek samping dinilai dari seluruh efek samping terkait OAT yang tercatat dalam rekam medik.
Hasil: Terdapat 175 pasien pada masing-masing kelompok. Pada kelompok paduan OAT 2RHZE/4RH terdapat 89.1% pasien berhasil, 13.1% sembuh,76.0% pengobatan lengkap, 10.6% putus berobat, 0.6% gagal, dan tidak ada yang meninggal. Pada kelompok paduan OAT 2RHZE/4R3H3 terdapat 91.4% pasien berhasil, 39.4% sembuh, 52.0% lengkap, 8% putus berobat, tidak ada yang gagal, dan 0.6% meninggal. Tidak ada perbedaan bermakna untuk keberhasilan pengobatan (p=0.470, OR=1.299, IK95%;0.637-2.648), putus berobat (p=0.659 ,OR=0.758, IK95%;0.365-1.577), gagal (p=1.000), dan meninggal (p=1.000) di antara kedua kelompok. Namun, terdapat perbedaan bermakna untuk kesembuhan (p=0.003, OR=2.358, IK95%;1.375-5.206) dan pengobatan lengkap (p=<0.001, OR=0.342, IK95%;0.217-0.540). Sebagian besar pasien mengalami efek samping pengobatan (51.1%) terutama di tahap intensif (73.2%). Pada tahap lanjutan tidak ada perbedaan bermakna kejadian efek samping antara kedua kelompok (p= 0.324, OR=1.386, IK95%; 0.723-2.657).
Kesimpulan: Kesembuhan kelompok paduan OAT 2RHZE/4R3H3 lebih baik daripada 2RHZE/4RH, sedangkan pengobatan lengkap sebaliknya. Tidak ada perbedaan bermakna untuk keberhasilan pengobatan, putus berobat, kegagalan, meninggal, dan kejadian efek samping pada tahap lanjutan di antara kedua kelompok.

Introduction: Tuberculosis (TB) is the main cause of death for infectious disease in the world. Since 2008 - 2017, there was a decline of TB success rate (< 90%) in Indonesia. Treatment of TB in Indonesia are using antituberculosis drugs with part daily dose combination (2RHZE/4R3H3) or daily dose combination (2RHZE/4RH). WHO concluded that 2RHZE/4R3H3 combination had higher failure and recurrence rate. However, a meta-analysis study showed that both combinations had same failure and recurrence rate. Therefore, this study is conducted to compare treatment outcomes and adverse effects between 2RHZE/4RH combination and 2RHZE/4R3H3 combination.
Method: This was an observational analytic study with cross sectional design which compared treatment outcomes and adverse effects between 2RHZE/4RH combination and 2RHZE/4R3H3 combination in pulmonary tuberculosis patient at RSUP Persahabatan period January 2015 until June 2018. Secondary data was taken from medical record. Treatment outcomes were assessed using definition in Indonesia National Guideline of TB and WHO. Adverse effects were assessed from all adverse effects that written in medical record.
Result: There are 175 patients in each group. In 2RHZE/4RH combination group, there were 89.1% patients succeed, 13.1% cured, 76.0% completed treatment, 10.6% lost to follow up, 0.6% failed and no one died. In 2RHZE/4R3H3 combination group, there were 91.4% patients succeed, 39.4% cured, 52.0% completed treatment, 8% lost to follow up, no one failed, and 0.6% died. There was no significant difference for success (p=0.470, OR=1.299, IK95%;0.637-2.648), loss to follow up (p=0.659, OR=0.758, IK95%;0.365-1.577), failure (p=1.000), and death rate (p=1.000) between two groups. However, there was a significant difference for cure (p=0.003, OR=2.358, IK95%;1.375-5.206) and complete treatment rate (p=<0.001, OR=0.342, IK95%;0.217-0.540) between two groups. Most patients had adverse effects (51,5%), especially in intensive phase (73,2%). In continuation phase, there was no significant difference of adverse effects event between two groups (p = 0.324, OR= 1.386, IK95%; 0.723-2.657).
Conclusion: Cure rate was better in 2RHZE/4R3H3 group than 2RHZE/4RH group, for completed treatment on the contrary. There was no significant difference for success rate, loss to follow up rate, failure rate, death rate, and adverse effects event in continuation phase between two groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59177
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayushi Eka Putra
"Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit infeksi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Pengobatannya yang lama dan sulit mengarahkan pada upaya pencegahan yang dimulai dengan identifikasi faktor risiko. Studi crosssectional analitik ini bertujuan untuk membahas hubungan usia terhadap prevalensi TB paru pada pasien DM tipe 2. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ditemukan hubungan yang bermakna antara usia pasien di atas 40 tahun dengan peningkatan jumlah prevalensi TB paru pada pasien dengan DM tipe 2. Karenanya, disarankan untuk melakukan proses pencegahan DM tipe 2 sebagai faktor resiko infeksi paru yang bersifat modifiable, terutama pada pasien dengan usia di atas 40 tahun.

Lung tuberculosis is one of the high cause of mortality infection diseases in Indonesia. Recovering is usually difficult and needs long term of treatment, leading to the trend of preventing by identifying the risk factors. The purpose of this analytic cross-sectional study is to identify the influence of age to the prevalence of lung tuberculosis in patients with DM type 2. From the result of this study, it is known that there is statistically significant result concerning the influence of age older than 40 years old to the increase of prevalence of lung tuberculosis in patients with DM type 2. Therefore, it is suggested to prevent DM type 2 as a modifiable risk factor of lung infection, especially in patients older than 40 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kenyorini
"Penyakit TB masih merupakan masalah kesehatan kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. Upaya diagnostik TB paru masih terus ditingkatkan. Pemeriksaan penunjang diagnosis TB yang sekarang digunakan masih mempunyai sensitiviti dan spesitiviti yang rendah. Tujuan penelitian mengetahui tingkat akurasi uji tuberkulin dan PCR terhadap penegakkan diagnosis TB serta hubungan uji tuberkulin dan PCR dengan BTA mikroskopis dan biakan M. Tb dalam diagnosis TB paru.
Metode penelitian cross-sectional, uji diagnostik dan analisa data menggunakan Chi-Square. Kriteria inklusi penderita terdapat gejala klinik riwayat batuk 3 minggu disertai atau tanpa batuk darah, nyeri dada, sesak napas dan riwayat minum obat TB dalam jangka waktu kurang dari 1 bulan serta bukan TB (kontrol). Seluruh sampel dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, lekosit, LEDI/II, foto toraks, uji tuberkulin, PCR, BTA mikroskopis 3X dan biakan M. Tb mctode kudoh. Baku emas yang digunakan biakan M. Tb metode kudoh. Data diolah menggunakan SPSS versi 11.00.
Berdasar 127 sampel masuk kriteria inklusi 121. Sampel berjumlah 121 terdiri dari 61 sampel tersangka TB dan 60 sampel kontrol Sensitiviti dan spesivisiti uji tuberkulin terhadap biakakn metode Kudah menggunakan cut-off point 15,8 mm 33% dan 93%. Sensitiviti PCR terhadap biakab metode Kudoh 100%, spesitiviti PCR 78%. Didapatkan perbedaan bermakna dan hubungan lemah uji tuberkulin dengan biakan M. Tb dan PCR serta didapatkan perbedaan dan hubungan bermakna PCR dengan BTA mikroskopis biakan M. Tb.
Kesimpulan basil keseluruhan penelitian mendapatkan basil 39 sampel biakan positif, 36 sampel BTA mikroskopis positif, 57 sampel PCR positif dan 18 sampel uji tuberkulin positif. Ditemukan sensitiviti basil uji tuberkulin lebih rendah daripada PCR, BTA mikroskopis dan biakan M. Tb mctode Kudoh. Meskipun terdapat perbedaan bermakna basil uji tuberkulin pada biakan positif clan negatif, BTA mikroskopis positif dan negatif, serta PCR positif dan negatif, akan tetapi uji tuberkulin (menggunakan cut-off point 15.8 mm) kurang dapat membantu penegakan diagnosis TB para. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa diantara keempat pemeriksaan penunjang diagnosis TB paru PCR mempunyai nilai sensitivit dan spesitiviti tinggi ( 100% dan 78%). sehingga PCR dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang diagnosis TB paru apabila didapatkan klinis dan radiology mendukung TB paru. Menggunkan pemeriksaan PCR akan didapatkan metode penegakan diagnosis TB paru yang cepat ( 1 hari ) dibandingkan dengan menunggu hasil biakan M. Tb hingga 8 minggu.

Objective. In an attempt diagnosis pulmonary tuberculosis still increased continuously. Now additional examination pulmonary tuberculosis have been lack sufficient sensitivity and sensitivities. The aim of this study was to determine the validity of tuberculin skin testing (TST) and PCR toward assessment diagnosis pulmonary of tuberculosis with correlation between tuberculin skin testing to PCR with AFB microscopic and solid media culture of M. tuberculosis for the diagnosis of pulmonary tuberculosis.
Method. A cross-sectional study, diagnostic test and analysis with Chi-Square test. Inclusion criteria patient with pulmonary symptom include chronic cough 3 weeks with or without hemoptysis, chest pain, breathlessness and past history of ATA less than 1 month with non-tuberculosis patient (control). The general samples was examination Ro thorax, tuberculin skin testing, PCR, AFB microscopic and conventional culture. The golden standard is conventional culture test using Kudoh method. Analyze of the data with SPSS version 11.0.
Result. The study material comprised 121 samples from 127 samples. These samples include 61 samples from patient with probably active pulmonary tuberculosis and 60 control comprising healthy individuals. The sensitivity and specificity of tuberculin skin testing with cut-off point 15.8 mm greater was 33% and 93% on conventional culture test using Kudoh method. PCR sensitivity was 100% and spesitivity was 78%. It was showed the positivity correlation between pulmonary tuberculosis and conventional culture as well as PCR and AFB microscopic, the conventional culture test.
Conclusion. The sensitivity of tuberculin skin testing less than PCR, AFB microscopic and conventional culture test. So that not enough to assessment diagnosis pulmonary tuberculosis. The sensitivity and specificity PCR was I00% and 78%. With the use of PCR test, we were able to detect diagnosis pulmonary tuberculosis more rapidly in less than I day, compared to average 8 week required for detection by conventional culture.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Wulandari
"Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah dikenal ribuan tahun silam dengan ditemukannya tulang belulang di Jerman dan juga fosil di Mesir Kuno yang membuktikan bahwa penyakit ini sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Sampai sekarang, tuberkulosis merupakan prioritas masalah kesehatan masyarakat, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar 1,9 milyar manusia atau sekitar sepertiga penduduk dunia ini, telah terinfeksi kuman TB.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis spasial kejadian TB Paru BTA (+) baik kasus baru dan insidens di Jakarta Selatan tahun 2006-2010. Desain penelitian ini menggunakan desain studi ekologi. Data yang digunakan adalah data agregat sehingga semua populasi dijadikan sampel penelitian. Sumber data didapatkan dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dan Badan Pusat Statistik Jakarta Selatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara spasial kejadian TB Paru BTA (+) tinggi baik kasus baru dan insidens terdapat pada kepadatan penduduk yang tinggi yaitu pada wilayah Jakarta Selatan bagian timur laut dan barat dan juga pada jumlah sarana kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan yang tinggi yaitu pada wilayah Jakarta Selatan bagian timur dan timur laut. Secara statistik, variabel yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan kasus baru TB Paru BTA (+) yaitu kepadatan penduduk (p = 0,000, r = 0,628 dan R2 = 0,395) dan variabel yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan insidens TB Paru BTA (+) yaitu kepadatan penduduk (p = 0,002, r = 0,420 dan R2 = 0,176) sedangkan variabel yang tidak mempunyai hubungan yang signifikan baik dengan kasus baru dan insidens TB Paru BTA (+) yaitu rata-rata jiwa/rumah tangga, jumlah sarana kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan dengan p > 0,05.
Selama lima tahun terakhir, kejadian TB Paru BTA (+) baik kasus baru dan insidens di Jakarta Selatan relatif mengalami peningkaan. Sumber penyakit yaitu penderita TB Paru BTA (+), dimana sebaiknya segera melakukan pengobatan sampai sembuh, sehingga tidak dapat menularkan penyakit pada orang lain dan merupakan cara paling efektif untuk memutuskan rantai penularan. Penelitian ini menunjukkan bahwa wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi yang mempunyai kejadian TB paru BTA (+) tinggi baik kasus baru dan insidens di Jakarta Selatan. Pemerintah sebaiknya lebih mempriotitaskan program penananggulangan TB Paru BTA (+) terutama pada wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi.

Tuberculosis (TB) is a disease that has been known for thousands of years ago with the discovery of bones in Germany as well as fossils in ancient Egypt who proved that the disease has become a public health problem. Until now, tuberculosis is a priority public health problem, World Health Organization (WHO) states that approximately 1.9 billion people or about a third of world population, have been infected with TB germs.
This study aims to determine the spatial analysis of the incidence of pulmonary tuberculosis AFB (+) good and the incidence of new cases in South Jakarta 2006-2010. The design of this study using ecological study designs. The data used are aggregate data so that all the sampled population study. Sources of data obtained from the Health Office of South and Central Bureau of Statistics of South Jakarta.
The results showed that the spatial incidence of pulmonary tuberculosis AFB (+) high incidence of both new cases and present in high population density in South Jakarta is the northeast and west and also on the number of health facilities and the high number of health workers is in the region South Jakarta eastern and north-east. Statistically, variables that had significant associations with new cases of pulmonary tuberculosis AFB (+) population density (p = 0.000, r = 0,628 and R2 = 0,395) and the variables that have a significant relationship with the incidence of pulmonary tuberculosis AFB (+) population density (p = 0.002, r = 0,420 and R2 = 0,176) while the variables that do not have a significant relationship with the incidence of new cases of pulmonary TB and smear (+) is the average life / household, the number of health facilities and the number of health workers with p> 0.05.
Over the last five years, the incidence of pulmonary tuberculosis AFB (+) good and the incidence of new cases in South Jakarta peningkaan relative experience. Source of disease is pulmonary TB patients with sputum smear (+), which should immediately take treatment until cured, so it can not transmit the disease to others and is the most effective way to break the chain of transmission. This study shows that areas with high population density that has the incidence of pulmonary tuberculosis AFB (+) good height and incidence of new cases in South Jakarta. Government should be more mempriotitaskan penananggulangan program pulmonary TB smear (+), especially in areas with high population density.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Permatasari
"ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab utama penyakit dan kematian di dunia. Hubungan antara TB dan malnutrisi telah lama diketahui. Berkembangnya TB secara progresif menyebabkan wasting dan hilangnya massa otot, serta hipoalbuminemia yang juga terlihat pada infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Koinfeksi TB/HIV menyebabkan peningkatan metabolisme, gangguan fisik, dan masalah nutrisi. Selain itu, adanya penyakit infeksi kronik seperti halnya TB paru dan HIV/AIDS disertai dengan penurunan BB dapat menyebabkan kaheksia. Serial kasus ini bertujuan untuk mempelajari dan menerapkan terapi nutrisi sebagai bagian dari tatalaksana TB paru, infeksi HIV, dan kaheksia. Seluruh pasien dalam serial kasus ini adalah pasien TB paru dengan malnutrisi berat dan kaheksia. Dua dari empat pasien disertai infeksi HIV. Pemberian nutrisi disesuaikan dengan kondisi, penyakit penyerta, dan kebutuhan yang bersifat individual. Kebutuhan energi basal dihitung dengan persamaan Harris-Benedict dengan kebutuhan energi total setara dengan 35?40 kkal/kg BB. Makronutrien diberikan dalam komposisi seimbang dengan protein 15?20% total kalori (1,5-2 g/kg BB). Suplementasi mikronutrien diberikan sesuai dengan angka kecukupan gizi. Nutrien spesifik berupa omega-3 dan asam amino rantai cabang (AARC) diberikan untuk memperbaiki kaheksia. Keluaran yang dinilai meliputi kondisi klinis, asupan, dan toleransi asupan. Dua dari empat pasien memberikan keluaran klinis lebih baik, namun peningkatan BB tidak signifikan.ABSTRACT Tuberculosis (TB) is a leading cause of illness and death of people globally. The association between TB and malnutrition has long been known. Progressive tuberculous disease results in wasting and loss of muscle mass and hypoalbuminaemia, which are also seen in HIV infection. Co-infection with HIV and TB poses an additional metabolic, physical, and nutritional burden. In addition, chronic infecton disease such as pulmonary TB and HIV/AIDS accompanied with weight loss leads to cachexia. The aim of this case series was to study and apply nutrition therapy as integral part of pulmonary TB, HIV infection and cachexia treatment. All patients in this reports with diagnosis of pulmonary TB with severe malnutrition and cachexia. Two of four patients diagnosed with HIV infection. Nutrition therapy was given individually according to the clinical condition and underlying disease. Harris-Benedict equation was used to calculate basal energy requirement with total energy requirement equivalent to 35?40 kcal/body weight. Balanced macronutrient composition was given with protein 15?20% of total requirement (1,5-2 g/body weight). Micronutrient recommendation was given to fulfill one fold recommended daily allowance. Omega-3 and branched-chain amino acid (BCAA) was given as specific nutrients to improved cachexia. Outcome measurements included clinical condition, intake analysis, and intake tolerance. Two of four patient had improved in clinical outcome but there was no significant difference in weight gain."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Torangso
"Pencegahan penyakit tuberkulosis paru dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat, terutama remaja sebagai generasi penerus bangsa. Selain itu, remaja mampu menggunakan berbagai media komunikasi untuk menyebarkan informasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pelajar salah satu SMA Negeri Jakarta tentang tuberkulosis paru. Disain penelitian ini adalah deskriptif sederhana dengan metode sistematic random sampling dengan 110 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tinggi sebanyak 81.80 %; tingkat pengetahuan cukup sebanyak 17.30%; dan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 0.90%. Puskesmas dan sekolah disarankan untuk bekerja sama dalam meningkatkan pengetahuan pelajar tentang tuberkulosis. Pelajar dapat menyebarkan informasi tentang pencegahan tuberkulosis melalui berbagai media informasi.

Prevention of pulmonary tuberculosis can be done by increasing knowledge of society, especially adolescent as next generation because they are capable to spread out information.
This study aimed to determine the level of knowledge about pulmonary tuberculosis of high school students at one of Jakarta. A simple descriptive method with systematic random sampling was applied. Sample size
was 110 respondents.
Results showed that high level of knowledge is 81.80%; sufficient level is 17:30%, and low level is 0.90%. Health centers and schools are suggested to work together increasing student knowledge about pulmonary tuberculosis and they will share information to others.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
S61317
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fullarini Stopiati Kukuh Lakutami
"Pendahuluan : Kerusakan paru yang luas dan riwayat pemakaian antibakteri jangka panjang merupakan faktor risiko yang meningkatkan angka kejadian kolonisasi jamur. Kedua hal ini terjadi pada pasien TB paru MDR. Meningkatnya kasus TB MDR di Indonesia akan meningkatkan risiko terjadinya kolonisasi jamur di paru. Penelitian ini untuk mengetahui profil kolonisasi jamur pada pasien bekas TB paru MDR.
Metode : Penelitian potong lintang terhadap pasien yang telah dinyatakan sembuh dari TB paru MDR dari tahun 2009-2015, yang kontrol ke Poli TB MDR RSUP Persahabatan selama bulan November-Desember 2015. Dengan menggunakan teknik consecutive sampling maka ditentukan sebanyak 61 subjek yang kemudian dilakukan induksi sputum. Hasil sputum induksi kemudian dilakukan pemeriksaan sputum jamur langsung dan biakan jamur dalam media Saboraud Dextrose Agar.
Hasil : Subjek berusia antara 19-76 tahun. Dari 61 pasien , kelompok usia terbanyak antara usia 35-50 tahun sebnayak 28 orang (45,9%) diikuti usia kurang dari 35 tahun 23 orang (37,7%) dan usia lebih dari 50 tahun sebanyak 10 orang (16,01%). Sebanyak 28 orang (45,95) IMT normal, 17 orang IMT berlebih dan 16 orang (26%) IMT kurang. Sebanyak 28 subjek (45,9%) mempunyai riwayat merokok. Spektrum kolonisasi jamur pada pasien bekas TB paru MDR adalah 42 orang (68,9%) kolonisasi jamur positif dengan 29 orang (47,5) spesies C. albicans, 6 (9,8%) kombinasi C. albicans dan C. tropicalis, 2 orang (3,3%) masing-masing As flavus dan kombinasi C. albicans dan C. krusei serta masing-masing 1 orang (1,6%) spesies C. tropicalis, C. parapsilosis dan kombinasi C. albicans+C. parapsilosis.
Kesimpulan: Kolonisasi jamur pada pasien bekas TB paru MDR tinggi dan harus diawasi dan harus dievaluasi untuk membedakan antara kolonisasi atau penyakit serta diobati untuk meningkatkan kualitas hidup pasca pengobatan TB MDR.

Introduction : Extensive lung damage and long term history of using antibacterial drugs are a risk factor that increase the incidence of fungal colonization. Both of these occurred in patients with pulmonary MDR TB. The increasing cases of MDR TB in Indonesia will increase the risk of fungal colonization in the lung. This study is to determine the profile of fungal colonization in post MDR TB patients.
Methods: This cross sectional study included patients who had been cured by the doctor in 2009-2015 and came to MDR Clinic from November-Desember 2015 in Persahabatan Hospital to check up. Sixty one patients were decided by consecutive sampling. From each patient, sputum induction for sputum fungal smear and fungal culture using Sabaraud Dextrose Agar.
Results: The age range of patients are between 19 to 76 years old. Out of 61 patients, among those group 45,9% are between the age of 35-50 years , 37,7% below the age 35 years old and 16,4% above age 50 years old. Twenty eight patients have normal body mass index, 17 patients are overweight and 16 patients are underweight. Number of patients who have smoking history are 45,9%. The spectrum of positive fungal colonization in post pulmonary MDR TB patients were 42 subjects (68.9%) consist of 29 subjects (47.5%)were Candida albicans, 6 subjects (9.8%) were combination of C. albicans and C. tropicalis, 2 subjects (3.3%) respectively were Aspergillus flavus and combinations of C. albicans and C. krusei. The others were C. tropicalis, C. parapsilosis and C. albicans + C. parapsilosis combination were 1 subject (1.6%) respectively.
Conclusion: Fungal colonization in post pulmonary MDR TB patients is high and should be monitored and must be evaluated to distinguish between colonization and disease and treated to improve quality of life post-treatment of MDR TB.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>