Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176606 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
H.M. Soemarko
Malang: Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, 2006
616.36 SOE s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Adang Sabarudin
"Latar Belakang: Ikterus obstruktif merupakan salah satu komplikasi tersering keganasan sistem bilier. Keadaan ini akan memicu pelepasan sitokin proinflamasi. Terdapat kontroversi mengenai pengaruh drainase bilier terhadap perubahan kadar sitokin proinflamasi pada penderita kanker pankreatobilier.
Tujuan: Untuk mengetahui kadar Tumor Necrosis Faktor alfa (TNF-alfa) dan Interleukin 6 (IL6) sebelum dan sesudah Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) atau Percutaneus Transhepatic Biliary Drainage (PTBD) pada penderita ikterus obstruksi etiologi kanker pankreatobilier.
Metode: Desain penelitian adalah one group before after study. Pemilihan sampel secara consecutive sampling. Sampel darah diambil sebelum dan lima hari sesudah ERCP atau PTBD. Pengukuran kadar TNF-alfa dan IL-6 dengan cara Enzyme Linked Immunosorbed Assay (ELISA).
Hasil: Terdapat 40 orang responden yang diikutsertakan dalam penelitian ini, 22 laki laki dan 18 perempuan dengan usia rata rata 55,3 tahun. Berdasarkan imaging dan endoskopi, ditegakkan diagnosis kolangiokarsinoma sebanyak 22 orang, tumor ampula Vateri 10 orang, dan tumor pankreas 8 orang. Kadar rata-rata TNF- alfa sebelum tindakan 4,81 (2,91) pg/ml dan sesudah tindakan 8,05 (6,7) pg/ml, terdapat peningkatan yang bermakna setelah tindakan drainase bilier (p:0,02). Kadar rata-rata IL-6 sebelum tindakan 7,79 (1,57) pg/ml dan sesudah tindakan 7,75 (1,76) pg/ml, tidak terdapat perbedaan yang bermakna setelah tindakan drainase bilier (p:0.52). Kadar rata-rata bilirubin sebelum tindakan 15,5 mg% dan sesudah tindakan 11,3 mg%.
Simpulan: Terjadi peningkatan kadar rata-rata TNF-alfa secara bermakna setelah drainase. Tidak ada penurunan yang bermakna kadar rata-rata IL-6.

Background: Obstructive jaundice represents the most common complication of biliary tract malignancy. Obstructive jaundice causes releases of proinflammatory cytokine. There has been controversy about effect of biliary drainage on the change in proinflammatory cytokine level in pancreatobiliary cancer patients.
Objective: The present study was designed to determine levels of Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-Alpha) and Interleukin 6 (IL-6) in preprocedure of either Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) or Percutaneus Transhepatic Biliary Drainage (PTBD) and postprocedure of them in obstructive jaundice patient caused by pancreatobiliary cancer.
Methods : The study method is before- and- after case study design with consecutive sampling. Blood was collected five days prior to either Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) procedure or Percutaneus Transhepatic Biliary Drainage (PTBD) procedure and five days after either of them. Enzyme Linked Immunosorbed Assay (ELISA) was used to determine TNF-Alpha and IL-6.
Results: Forty subjects were included in this study which consisted of 22 men and 18 women. The mean age was 55.3 years old. According to the results of imaging and endoscopy procedure, twenty two (22) people were diagnosed cholangi carcinoma, ten (10) people were diagnosed ampulla varteri and eigth (8) people were diagnosed pancreatic tumor. In preprocedure, the mean of TNF-Alpha concentration was 4.81 (2.91) pg/mL, the mean of IL-6 concentration was 7.79 (1.57) pg/mL and the mean of bilirubin concentration was 15.5 mg%. In postprocedure, the mean of TNF-Alpha concentration was 8.05 (6.7) pg/mL, there was significant increase in TNF-Alpha concentration (p:0.02). However, the mean of IL-6 concentration was 7.75 (1.76) pg/mL, there was not any significant chance in IL-6 concentration (p:0.52). The mean of bilirubin concentration was 11.3 mg%.
Conclusions: On one hand, there was significant increase in mean concentration value of TNF-Alpha after biliary drainage procedure. On the other hand there was not any significant decrease in mean concentration value of IL-6 after biliary drainage procedure."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indah Rahmawati
"Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab utama morbiditi dan mortaliti penyakit kronik, dilaporkan PPOK menjadi penyebab kematian keempat di dunia dan diperkirakan prevalens dan mortalitinya akan terus meningkat pada dekade mendatang. Tahun 2020 diperkirakan PPOK akan menempati urutan ketiga penyebab kematian dan urutan kelima penyebab hilangnya disability adjusted life years (DALYs) di dunia. Pertambahan jumlah perokok, perkembangan industrialisasi dan polusi udara akibat penggunaan slat transportasi meningkatkan jumlah penderita PPOK dan menimbulkan masalah kesehatan.
Pedoman yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2003 menyatakan bahwa PPOK adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di jalan napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas beracun dan berbahaya.
Penurunan fungsi paru pada PPOK lebih progresif dibandingkan paru normal pertahunnya, penurunan tersebut akan diperburuk oleh eksaserbasi. Eksaserbasi pada PPOK harus dapat dicegah dan ditangani semaksimal mungkin untuk mengurangi perburukan fungsi paru. Eksaserbasi ditandai dengan sesak, batuk dan produksi sputum atau perubahan warna sputum yang meningkat dibandingkan keadaan stabil sehari-hari. Penatalaksanaan PPOK bertujuan untuk mengurangi gejala penyakit, mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan fungsi paru set-La meningkatkan kualiti hidup penderita.
Penderita PPOK eksaserbasi dapat diberikan pengobatan dengan antibiotik, bronkodilator dan antiinflamasi tetapi untuk menurunkan frekuensi dan lama eksaserbasi memerlukan pemberian mukolitik dan antioksidan sehingga diharapkan dapat memperbaiki fungsi paru. Eksaserbasi PPOK yang berulang tidak berhubungan dengan beratnya penyakit dasar atau beratnya eksaserbasi. Antibiotik secara bermakna menurunkan relaps eksaserbasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruswhandi Martamala
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2001
T59065
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Pardiastuti Bhudjono
"Radioterapi mempunyai peranan yang penting pada penderita penderita Karsinoma Serviks Uteri dan Karsinoma Ovarium serta Karsinoma Endometrium pascabedah. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara ketahanan hidup 5 tahun penderita keganasan ini pada tingkatan penyakit dini yang hanya mendapat radioterapi saja dan yang dilakukan tindakan operasi dengan dilanjutkan radiasi pascabedah.
Sebelum digunakan pesawat dengan energi tinggi, radiasi dengan menggunakan pesawat energi rendah mempunyai keterbatasan karena taleransi kulit yang rendah, Pada saat ini dengan penggunaan pesawat berenergi tinggi dapat diberikan dosis radiasi yang jauh lebih tinggi dengan cedera kulit minimal sekalipun untuk tumor tumor yang letaknya dalam. Dengan demikian diharapkan angka kesembuhan lokal yang tinggi, tetapi dengan kemungkinan akan didapatkan efek samping yang lebih tinggi pada organ organ disekitarnya . Organ organ yang patut mendapat perhatian pada radiasi daerah pelvis atau abdomen adalah bull bull, ureter, rektum, kolon sigmoid dan usus halus. Komplikasi pada traktus digestivus berkisar antara rasa tidak enak pada saluran pencernaan, diare dan yang lebih berat dari itu adalah stenosis usus. Pada dosis radiasi yang lebih tinggi dapat terjadi fistulasi yang kadang kadang memerlukan intervensi pembedahan.
Dikenal suatu sindroma dengan gejala gejala nyeri pada perut disertai diare yang disebabkan oleh karena adanya asam empedu yang berlebihan didalam kolon. Sindroma ini didapatkan pada penderita dengan penyakit pada ileum dan disebut sebagai Cholerheic Enteropathy. Seperti diketahui pada keadaan normal asam empedu direabsorpsi oleh ileum.
Gambaran yang sama dengan " Cholerheic Enteropathy " didapatkan pada pereobaan binatang yang mendapat radiasi. Sehingga dipikirkan bahwa gangguan diatas merupakan faktor yang panting atas terjadinya diare pada penderita yang mendapat radiasi daerah pelvis atau abdomen.
Dengan metoda radiasi konvensional yang diberikan 5 kali per minggu, dengan dosis harian 200 cc/hari selama kurang lebih 5 minggu, keluhan diare biasanya mulai timbul pada minggu kedua. Setelah selesai radiasi pada sebagian besar kasus diare akan berhenti atau mereda dalam beberapa minggu.
Dilaporkan oleh Newman bahwa terjadi perubahan defekasi pada 12 dari 17 penderita dengan tumor ganas kandungan yang mendapat terapi radiasi. Sedangkan Van Blankestein mendapatkan penurunan reabsorpsi asam empedu pada semua pasien yang mendapat radiasi daerah abdomen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari jawaban salah satu dari berbagai kemungkinan penyebab diare berlandaskan teori diatas, yakni dengan mendapatkan data data mengenai gambaran kadar asam empedu dalam serum penderita kanker ginekologis yang mendapat terapi radiasi pada daerah pelvis atau abdomen, balk kadar asam empedu dalam keadaan puasa maupun sesudah makan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The Jakarta bay and and lada bay have been known as a polluted environment. The dominant polluted is heavy metals such as Pb, Cd, Cr ang hg...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Once of environmental pollution is heavy metal cadmium that causes toxic effect to the human and animal life. This research is to identify the effect of cadmium on kidney function. Cadmium was administered by adding it in drinking water. This study was performed by using four cadmium’s concentrations on drinking water which are 0 mg/L
(control); 0.06 mg/L; 6.60 mg/L and 66.00 mg/L. Observation was conducted during 0 week; 2 week; 4 week; 6 week and 8 week. The failure of kidney function is indicated by accumulation of cadmium on the kidney and protein contens in the urin of Wistar rats. The result showed that the exposure of cadmium through drinking water caused pathophysiology effect in rats such as increasing of proteinuria and accumulation of cadmium in kidney. Pathological effect such as cell degeneration of kidney was also
observed."
630 JMSTUT 5:1 (2004)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>