Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51257 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puji Budi Setia Asih
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
D1761
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Isravani Valencia
"Provinsi DKI Jakarta umumnya mengandalkan tangki septik di perumahan dan IPAL permukiman di kawasan tertentu sebagai tempat pembuangan tinja setempat serta membuang cairan efluennya ke saluran drainase, tetapi penelitian mengenai kinerja penyisihan unsur AMR-nya masih minim. IPAL permukiman sebagai salah satu sistem pengolahan tinja setempat menciptakan kondisi yang kondusif bagi terjadinya akuisisi resistensi antarinang via transfer gen horizontal (HGT) berdasarkan kelimpahan nutrisi, kelimpahan mobile genetic elements (MGE) yang memfasilitasi HGT, proses pengolahan, kandungan logam berat sebagai tekanan selektif, dan variabel lain-lain. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis prevalensi ARG dan MGE dengan metode High-Throughput Quantitative Polymerase Chain Reaction (HT-qPCR), tingkat reduksi atau peningkatan ARG dan MGE, serta hubungan antara logam berat dan MGE dengan ARG di IPAL permukiman. Sebanyak 8 dari 65 gen target masih terdeteksi di semua sampel unit final (n = 8). Salah satunya adalah crAss56 yang mengindikasikan bahwa efluen cairan IPAL permukiman menjadi potensial sumber diseminasi AMR di hilir. IPAL permukiman tidak menunjukkan kemampuan reduksi kelimpahan absolut gen 16S rRNA, MGE, ARG yang konsisten, bahkan salah satunya (ST4) mengamplifikasi semua gen-gen tersebut. Terlihat pola kelimpahan ARG berbeda antara IPAL permukiman terindikasi terbengkalai dengan yang beroperasional yang menyiratkan mekanisme pengolahan tertentu, seperti pengolahan biologis (aerobik, anaerobik, kombinasi) dan klorinasi, dapat berkontribusi dalam proliferasi ARG. Analisis korelasi Spearman menunjukkan korelasi signifikan secara statistik (p-value < 0.05) dengan arah positif antara mangan (Mn) vs. ARG (qacE∆1_3 > aph3-ib > ereA), seng (Zn) vs. ARG (aph3-ib > vanA > ereA > blaSHV11 > intl3 > qnrS2), serta MGE (intl3) vs. ARG (ereA > vanA > aph3-ib > blaSHV11 > qacE∆1_3 > qnrS2). Maka, korelasi tersebut menandakan intl3 memiliki potensial tinggi sebagai fasilitator HGT. Logam berat juga mungkin menginduksi HGT dan/atau menyeleksi dengan antibiotik secara bersamaan terhadap ARB. Maka, penemuan penelitian ini menyorotkan pentingnya diadakannya pemantauan AMR di berbagai sistem air limbah, khususnya black water.

The DKI Jakarta Province generally relies on septic tanks in residential areas and tenement wastewater treatment plants in certain areas as on-site feces disposal sites along with discharging their effluent water into drainage channels, but research on their AMR element removal performance is still limited. Tenement WWTPs as one of the on-site feces treatment systems create conditions that are conducive to the acquisition of resistance between hosts via horizontal gene transfer (HGT) based on the abundance of nutrients, the abundance of mobile genetic elements (MGE) which facilitate HGT, treatment processes, heavy metal content as selective pressure, and other variables. Thus, this research was conducted to analyze the prevalence of ARG and MGE using the High-Throughput Quantitative Polymerase Chain Reaction (HT-qPCR) method, the level of reduction or increase in ARG and MGE, as well as the relationship between heavy metals and MGE and ARG in tenement WWTPs. A total of 8 of the 65 target genes were still detected in all final unit samples (n = 8). One of them was crAss56 which indicated that tenement WWTP effluent water is a potential source of downstream AMR dissemination. Tenement WWTPs did not show a consistent ability to reduce the absolute abundance of 16S rRNA, MGE, ARG genes, in fact one of them (ST4) amplified all of these genes. It can be seen that the pattern of ARG abundance is different between tenement WWTP indicated to be abandoned and those that are operational, which implies that certain treatment mechanisms, such as biological treatment (aerobic, anaerobic, combined) and chlorination, can contribute to the proliferation of ARGs. Spearman correlation analysis showed a statistically significant correlation (p-value < 0.05) in the positive direction between manganese (Mn) vs. ARGs (qacE∆1_3 > aph3-ib > ereA), zinc (Zn) vs. ARGs (aph3-ib > vanA > ereA > blaSHV11 > intl3 > qnrS2), as well as MGEs (intl3) vs. ARGs (ereA > vanA > aph3-ib > blaSHV11 > qacE∆1_3 > qnrS2). Therefore, this correlation indicates that intl3 has high potential as a facilitator of HGT. Heavy metals may also induce HGT and/or co-select against ARBs with antibiotics. Thus, the findings of this study highlight the importance of monitoring AMR in various wastewater systems, especially black water."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Raihanah Chairunnisa
"Fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit dan puskesmas, adalah suatu fasilitas penting pelayanan kesehatan perorangan yang dalam aktivitasnya menghasilkan limbah, salah satunya adalah limbah cair. Tingginya penggunaan obat-obatan di rumah sakit mendorong pertumbuhan dan persebaran gen yang resisten terhadap antibiotik, atau dapat disebut juga dengan Antibiotic Resistance Genes (ARGs). ARGs ini sangat sering diasosiasikan terhadap air limbah sehingga IPAL merupakan lokasi yang tepat untuk melakukan penelitian terkait hal tersebut. Karena hal tersebut, peneliti melakukan penelitian di dua rumah sakit besar dan enam puskesmas di Jakarta untuk mengetahui kelimpahan ARGs dan faktor-faktornya, serta melakukan perbandingan ARGs dengan logam berat dan MGEs. Dari penelitian ini, ditemukan bahwa terdapat jenis gen yang paling mendominasi pada Fasilitas Kesehatan di Jakarta adalah dari kelompok resistensi terhadap Beta-Lactam dan Aminoglycoside. Relative abundance tertinggi yang terdeteksi di lebih dari 50% lokasi pengambilan sampel adalah intI3 dari kelompok integron, yang mana menjadi dominan relative abundance di 93,75% lokasi pengambilan sampel. Disusul dengan kelompok integron juga, intI1_1 yang menjadi dominan relative abundance di 86,67% lokasi pengambilan sampel. Hal ini menunjukkan rata-rata gen yang paling mendominasi secara relative abundance di seluruh lokasi Fasilitas Kesehatan di Jakarta adalah dari kelompok integron. Terdapat ARGs yang tidak dapat disisihkan di 50% fasilitas kesehatan. Gen tersebut vanA dari kelompok Vancomycin, aadA1 dari kelompok Aminoglycoside, dan blaOXA51 dari kelompok Beta-Lactam. Di sisi lain, teradpat gen yang mampu disisihkan di lebih dari 50% fasilitas kesehatan, yaitu strB dan strA dari kelompok Aminoglycoside. Efisiensi penyisihan gen 16sRNA tertinggi dicapai oleh IPAL Puskesmas Kelurahan Keagungan, dengan nilai sebesar 99,57%. Di sisi lain, lokasi dengan efisiensi penyisihan gen 16sRNA terendah terdapat di Puskesmas Kecamatan Tebet Timur, dengan nilai -265,64%. Efisiensi penyisihan ARGs (tanpa taksonomik) tertinggi dicapai oleh IPAL Puskesmas Kelurahan Keagungan, yaitu sebesar 99,57% dan disusul dengan IPAL Puskesmas Kelurahan Manggarai, yaitu sebesar 98,28%. Di sisi lain, efisiensi penyisihan ARGs terendah terdapat pada IPAL Puskesmas RS X, yaitu sebesar -99,12%, di susul dengan IPAL Puskesmas Kecamatan Tebet Timur dengan efisiensi penyisihan sebesar -70,49%. Tidak ada korelasi kuat antara mangan dan seng terhadap kelimpahan absolut ARGs. Hal ini didasarkan atas rata-rata dari ρ yang didapat adalah sebesar 0,356 dan rata-rata p-value adalah sebesar 0,054. Di sisi lain, terdapat korelasi yang sangat kuat antara MGEs dan kelimpahan absolut ARGs. Hal ini didasarkan atas rata-rata dari ρ yang didapat adalah sebesar 0,869 dan rata-rata p-value adalah sebesar 3,82 x 10^9

Health facilities, including hospitals and community health centers, are important individual health service facilities which in their activities produce waste, one of which is liquid waste. The high use of drugs in hospitals encourages the growth and spread of genes that are resistant to antibiotics, or what can also be called Antibiotic Resistance Genes (ARGs). These ARGs are very often associated with wastewater so WWTP is the right location to conduct research related to this. Because of this, researchers conducted research at two large hospitals and six public health center in Jakarta to find out reports of ARGs and their factors, as well as to compare ARGs with heavy metals and MGEs. From this research, it was found that the most dominant gene type in Health Facilities in Jakarta is the resistance group to Beta-Lactam and Aminoglycoside. The highest relative abundance detected in more than 50% of sampling locations was intI3 from the integron group, which was the dominant relative abundance in 93.75% of sampling locations. Followed by the integron group, intI1_1 which was the dominant relative abundance in 86.67% of sampling locations. This shows that on average the gene that dominates in relative abundance in all Health Facility locations in Jakarta is from the integron group. There are ARGs that cannot be set aside in 50% of health facilities. The genes are vanA from the Vancomycin group, aadA1 from the Aminoglycoside group, and blaOXA51 from the Beta-Lactam group. On the other hand, there are genes that can be removed in more than 50% of health facilities, namely strB and strA from the Aminoglycoside group. The highest efficiency of 16sRNA gene removal was achieved by the WWTP Keagungan Public Health Center, with a value of 99.57%. On the other hand, the location with the worst 16sRNA gene removal efficiency was the WWTP East Tebet District Public Health Center, with a value of -265.64%. The highest ARGs removal efficiency (without taxonomy) was achieved by the WWTP Public Health Center, namely 99.57% and followed by the WWTP Manggarai Public Health Center, namely 98.28%. On the other hand, the lowest ARGs removal efficiency was found at the WWTP X Hospital, namely -99.12%, followed by the WWTP East Tebet District Public Health Center with a removal efficiency of -70.49%. There was no strong correlation between manganese and zinc on the absolute abundance of ARGs. On the other hand, there was a very strong correlation between MGEs and the absolute abundance of ARGs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Eunike Hanna Dameria
"Latar Belakang : Meropenem, salah satu antibiotik yang paling efektif terhadap bakteri gram negatif dan bakteri gram positif, dianggap sebagai pengobatan terakhir yang paling dapat diandalkan untuk infeksi bakteri. Penyebaran yang cepat dari resistensi meropenem, terutama diantara bakteri gram negatif, merupakan masalah kesehatan yang sangat penting. Berbagai faktor diketahui berhubungan dengan kejadian resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif, namun penelitian yang dilakukan pada pasien infeksi intra abdomen masih terbatas.
Tujuan : Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan resistensi antibiotik meropenem terhadap bakteri gram negatif pada pasien infeksi intra-abdomen di RSCM tahun 2013-2017.
Metode : Penelitian desain cross sectional dengan mengambil data dari rekam medis pasien infeksi intra abdomen pada rentang waktu tahun 2013-2017 sebanyak keseluruhan populasi terjangkau.
Hasil : Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik dari faktor-faktor yaitu, usia, jenis kelamin, penyakit yang menyertai, riwayat antibiotik, jumlah leukosit dan jumlah albumin yang berhubungan dengan resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif.
Kesimpulan : Usia, jenis kelamin, penyakit yang menyertai, riwayat antibiotik, jumlah leukosit dan jumlah albumin bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif pada pasien infeksi intra abdomen. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif pada pasien infeksi intra abdomen.

Background : Meropenem, one of the most effective antibiotics against gram-negative bacteria and gram-positive bacteria, is considered to be the most reliable last treatment for bacterial infections. The rapid spread of meropenem resistance, especially among gram negative bacteria, is a very important health problem. Various factors are known to be associated with the incidence of meropenem resistance to gram-negative bacteria, but studies conducted on patients with intra-abdominal infections are still limited.
Objectives : To determine the factors associated with meropenem resistance against gram-negative bacteria in patients with intra-abdominal infections at Cipto Mangunkusumo Hospital in the year of 2013-2017.
Methods : A cross sectional design study by taking data from medical records of intra-abdominal infection patients in the period of 2013-2017 as much as the entire affordable population.
Results : There were no statistically significant differences in factors, namely age, sex, accompanying disease, history of antibiotics, number of leucocyte and amount of albumin associated with meropenem resistance against gram-negative bacteria.
Conclusion : Age, sex, accompanying disease, history of antibiotics, number of leucocytes and amount of albumin are not factors associated with meropenem resistance against gram-negative bacteria in patients with intra-abdominal infections. Further research is needed to determine the effect of other factors related to meropenem resistance against gram-negative bacteria in patients with intra-abdominal infections.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Agustina
"Kasus TB RO menyebabkan beban pengendalian penyakit TB menjadi bertambah. Adanya penurunan angka keberhasilan pengobatan dari tahun 2010 (67,9%) menjadi 51,1% tahun 2013 dan peningkatan kasus pasien putus berobat mendorong Indonesia menerapkan pengobatan jangka pendek untuk meningkatkan angka keberhasilan pengobatan TB RO dan menurunkan kasus pasien putus berobat. Penelitian ini melihat hasil pengobatan TB RO dan faktor yang berhubungan dengan hasil pengobatan regimen pendek di Indonesia tahun 2017 menggunakan desain penelitian kohort retrospektif. Menggunakan data pasien TB RO yang tercatat dalam e-TB manager berusia ≥15 tahun yang telah menyelesaikan pengobatan regimen pendek maksimal pada bulan November 2018. Didapatkan 223 kasus dengan 46,6% sembuh, 26,5 % putus berobat, 4,9% pengobatan lengkap, 14,2 meninggal, 6,3% gagal dan 1,3% lainnya. Usia, jenis kelamin, riwayat pengobatan sebelumnya, jenis resistensi, status HIV, status diabetes mellitus dan status kavitas paru secara statistik tidak berhubungan dengan hasil pengobatan regimen pendek. Faktor yang berhubungan dengan hasil pengobatan regimen pendek ialah resisten terhadap amikasin (RR 7.4; 95% CI 4.68-17.29), ofloksasin (RR 28; 95% CI 2.8-279.5), dan kanamisin (RR 9; 95% CI 4.68-17.29), dan interval inisiasi pengobatan > 7 hari (RR 0.307; CI 0.09-0.98).

The case of drug-resistant tuberculosis causes the burden of controlling TB disease to increase. The decline in treatment success rates from 2010 (67.9%) to 51.1% in 2013 and an increase in cases of patients dropped out encouraged Indonesia to apply short-term treatment to increase the success rate of DR-TB treatment and reduce cases of patients dropped out. This study aims to look the results of DR-TB treatment and factors related to treatment outcomes for short regimens in Indonesia in 2017 using a retrospective cohort study design. Using data on DR-TB patients recorded in the e-TB manager aged ≥15 years who have completed treatment for the maximum short regimen in November 2018. There were 223 cases with 46.6% cured, 26.5% dropped out, 4.9% completed, 14.2 died, 6.3% failed and 1.3% others. Age, gender, previous treatment history, type of resistance, HIV status, DM status and lung cavity status were not statistically related to the results of treatment of short regimens. Factors related to the results of treatment of short regimens were resistant to amikacin (RR 7.4; 95% CI 4.68-17.29), ofloxacin (RR 28; 95% CI 2.8-279.5), kanamycin (RR 9; 95% CI 4.68-17.29), and treatment initiation interval >7 days (RR 0.307; CI 0.09-0.98).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ageng Tri Lestari
"Munculnya penyakit infeksi baru dan peningkatan resistensi bakteri menimbulkan keharusan untuk menemukan antimikroba baru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi potensi antimikroba fraksi-fraksi ekstrak etil asetat buah Garcinia latissima Miq. tanaman obat tradisional dari Indonesia. Aktivitas antimikroba ditentukan menggunakan metode zona hambat metode difusi cakram kertas, metode mikrodilusi secara kolorimetri, dan bioautografi kontak terhadap Bacillus subtilis ATCC 6633. Hasil dari metode zona hambat menunjukkan bahwa terdapat 14 fraksi yang dapat menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis pada konsentrasi 20 mg/mL. Berdasarkan metode mikrodilusi secara kolorimetri, fraksi O, S, H, dan T memiliki nilai KHM.

The emergence of new infectious diseases and the increase in bacterial resistance have created the necessity for development of new antimicrobials. The objective of this study was to evaluate the antimicrobial potentials of fractions from Garcinia latissima Miq. an ethnomedicinal plant from Indonesia fruits ethyl acetate extract. The antimicrobial activity was determined using agar disc diffusion method, colorimetric broth microdilution method, and contact bioautography against Bacillus subtilis ATCC 6633. The results from the disc diffusion method showed that 14 out of 22 fractions could inhibit the growth of Bacillus subtilis at a concentration of 20 mg mL. Based on a colorimetric broth microdilution method, the MIC values of O, S, H, and T fractions were"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68267
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nirwana
"Permasalahan resistensi antibiotik merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang terus meningkat dan menjadi penyebab utama kegagalan pengobatan infeksi. Banyak penelitian menunjukkan bahwa berbagai senyawa yang diperoleh dari tanaman, berpotensi sebagai antimikroba baru. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antimikroba dari fraksi-fraksi ekstrak etil asetat buah Garcinia latissima terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 . Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya aktivitas antimikroba pada ekstrak etil asetat buah Garcinia latissima terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan menggunakan metode difusi cakram kertas, metode mikrodilusi dengan MTT, dan bioautografi kontak. Dari 22 fraksi, terdapat 14 fraksi yang menunjukkan adanya zona hambatan. Mikrodilusi dengan MTT digunakan untuk menentukan konsentrasi hambat minimal. Seluruh fraksi diujikan dari rentang konsentrasi 5000 ?g/mL hingga 78 ?g/mL. Terdapat 9 fraksi yang memiliki nilai KHM dalam rentang tersebut, sedangkan fraksi lainnya memiliki nilai KHM lebih dari 5000 ?g/mL. Bioautografi kontak kemudian diujikan terhadap 14 fraksi aktif. Fraksi-fraksi aktif ekstrak etil asetat buah Garcinia latissima dianggap memiliki aktivitas antimikroba yang lemah terhadap Pseudomonas aeruginosa berdasarkan nilai KHM yang dimilikinya. Adapun fraksi yang cukup kuat dari seluruh fraksi yang diujikan adalah fraksi J dan fraksi V.

Antibiotic resistance is an increasing public health problem and a major cause of infection treatment failure. Many studies showed that chemical compounds in plants, can potentially be a source of new antimicrobial. The aim of this study was to assess the antimicrobial activity of the fractions of ethyl acetate extract of Garcinia latissima fruit against Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 . This study was based on a previous research that reported antimicrobial activity of the ethyl acetate extract of Garcinia latissima fruit against Pseudomonas aeruginosa. Antimicrobial activity of fractions were tested using disc diffusion method, MTT microdilution assay, and contact bioautography. Fourteen out of 22 fractions showed zones of inhibition. MTT microdilution assay was used to determine minimum inhibitory concentrations. All fractions were tested from concentrations ranging from 5000 g mL to 78 g mL. There are 9 fractions that have MIC values in that range, while other fractions have MIC value more than 5000 g mL. Contact bioautography were then used to test 14 active fractions. The active fractions of ethyl acetate extract of Garcinia latissima fruit are considered to have weak antimicrobial activity against Pseudomonas aeruginosa based on their MIC value. The most potent fractions of all tested fractions were fraction J and fraction V."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S67593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andita Fitri Mutiara Rizki
"Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling berbahaya. Data WHO pada tahun 2023 melaporkan sebanyak 249 juta kasus malaria di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit malaria memerlukan tindakan penanggulangan. Namun, maraknya kasus resistensi obat antimalaria menjadi salah satu penghambat dalam upaya tersebut, salah satunya resistensi obat antimalaria atovaquone. Untuk itu, dibutuhkan suatu upaya penanggulangan penyakit malaria, salah satunya adalah dengan pengembangan obat antimalaria baru. Diketahui bahwa tumbuhan mangrove Sonneratia alba memiliki potensi antimalaria terhadap Plasmodium berghei secara ex vivo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimalaria ekstrak metanol S.alba terhadap beberapa jenis P.berghei resisten terhadap atovaquone secara ex vivo dan in vivo, serta prediksi interaksi ikatan kimia senyawa utamanya secara in silico. Uji antimalaria secara ex vivo dengan konsentrasi ekstrak 100, 30, 10, 1 μg/mL menghasilkan nilai IC50 dari rentang 16,26 μg/mL – 39,08 μg/mL. Secara in vivo ekstrak metanol S.alba dengan dosis 100, 30, 10, 1 mg/kg BW tidak menunjukkan aktivitas antimalaria. Secara in silico, dua senyawa utama yang terkandung memiliki ikatan kimia kuat dengan model protein mitokondria sitokrom b P.berghei yaitu oleanolic acid dan fipronil. Uji keamanan ekstrak terhadap mencit sehat juga dalam kategori aman. Oleh karena itu, penelitian ekstrak metanol S.alba sebagai kandidat antimalaria perlu dikembangkan.

Malaria is one of the most dangerous infectious diseases. WHO reports in 2023, 249 million malaria cases happened in the world. So that, malaria requires control measures. However, increasing number of antimalarial drug resistance cases is a burden, one of them is antimalarial drug atovaquone resistance. For this reason, development of new antimalarial drug candidate are needed. Previous study reports, Sonneratia alba mangrove plant has antimalarial potency against Plasmodium berghei in ex vivo. This study aims to determine the antimalarial activity of S.alba methanol extract against several types of P.berghei resistant to atovaquone ex vivo and in vivo, also predicted chemical bond interactions of the main compounds in silico. Ex vivo antimalarial tests with extract concentrations of 100, 30, 10, 1 μg/mL showed IC50 values in the range16.26 μg/mL – 39.08 μg/mL. In vivo, methanol extract of S. alba in 100, 30, 10, 1 mg/kg BW dose did not show antimalarial activity. In silico, the two main compounds have strong chemical bonds with mitochondrial cytochrome b protein of P.berghei model, namely oleanolic acid and fipronil. Safety test of the extract tested on healthy mice was also in the safe category. Therefore, development of methanol extract of S. alba as antimalarial candidate needs further research."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirah Nisrina
"ABSTRAK
Malaria merupakan penyakit endemik yang disebabkan oleh Plasmodium sp melalui nyamuk Anopheles. Pemberian terapi klorokuin merupakan terapi lini pertama sebagai antimalaria, terutama pada Plasmodium falciparum. Penggunaan klorokuin menjadi tidak terkontrol dan resisten pada beberapa wilayah disebabkan penggunaan dosis obat yang tidak adekuat. Penelitian ini bertujuan dalam menemukan terapi herbal yang dapat bekerja sebagai efek antimalaria. Pemberian herbal yang digunakan pada penelitian ini adalah Spirulina crude yang dalam bentuk bubuk. Spirulina merupakan tanaman yang bekerja dengan menghambat pertumbuhan parasit dengan memodulasi sistem imun. Selain itu, Spirulina juga memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Zat aktif yang terkandung dalam Spirulina adalah fikosianin. Pada penelitian ini dilakukan pengujian dari efek pemberian Spirulina baik secara tunggal maupun kombinasi dengan klorokuin secara oral kepada mencit Swiss yang terinfeksi Plasmodium berghei.  Dosis Spirulina yang diujikan adalah 250 mg/kgBB mencit dan 500 mg/kgBB mencit. Perbandingan densitas parasitemia dengan metode the 4 days suppression test pada semua kelompok perlakuan, mendapati nilai signifikan (p<0.01) dengan uji Kruskal-Wallis. Hasil penelitian membuktikan bahwa kombinasi Spirulina dengan klorokuin dapat menghambat pertumbuhan parasitemia lebih tinggi dibandingkan pemberian tunggal klorokuin maupun Spirulina. Hal ini dapat disimpulkan pemberian Spirulina menunjukkan sinergisme dengan klorokuin sebagai terapi antimalaria. 

ABSTRACT
Malaria is an endemic disease caused by Plasmodium sp. through Anopheles mosquitoes. Chloroquine therapy is the first line therapy as antimalarial, especially in Plasmodium falciparum. The use of chloroquine as antimalarial becomes uncontrolled and resistant in some areas due to inadequate use of drug doses. This study aims to find an herbal therapy that can act as an antimalarial agent. Herbal therapy that used in this study is crude spirulina powder. Spirulina is a plant that works by inhibiting the growth of the parasite by modulating the immune system. In addition, Spirulina also has the ability as an antioxidant and antiinflammatory. The active substances contained in Spirulina are flavonoids. This study examined the herbal therapy of Spirulina either single or in combination with chloroquine to Swiss mice infected with Plasmodium berghei orally.  The dose of Spirulina used was 250 mg / kgBW mice and 500 mg / kgBW. The ratio of parasite density to the 4 days suppression test method in all treatment groups found significant value (p <0.01) with Kruskal-Wallis test. The results prove that the combination of Spirulina with chloroquine has stronger the growth inhibitory activity of parasitemia than single-chloroquine and Spirulina therapy. It can be concluded that Spirulina therapy shows synergism with chloroquine as antimalaria therapy. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Chandra Mitha Nusatia
"Berbagai penelitian memperlihatkan angka resistensi kuman patogen meningkat dengan tajam, sehingga angka morbiditas dan mortalitas akibat infeksi nosokomial makin meningkat pula. Penyebab resistensi utama pada kuman Gram negatif antara lain adalah extended-spectrum beta-lactamases (ESBLs) pada Klebsiella pneumoniae dan Escherichia coli. Dalam pemilihan pengobatan empirik untuk infeksi nosokomial, klinisi perlu mempertimbangkan pola resistensi setempat.
Frekuensi kuman patogen dan pola resistensi dapat sangat berbeda antara satu negara dengan negara lain dan juga antar rumah sakit dalam suatu negara. Oleh karena itu surveilans setempat perlu dilakukan agar dapat menjadi pedoman pemberian terapi empirik dan tindakan-tindakan pengendalian infeksi.
Pada penelitian ini uji resistensi dilakukan terhadap Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL dan Escherichia colt penghasil ESBL dengan menggunakan metode Kirby-Bauer. Sejumlah 37 isolat Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL dan 35 isolat Escherichia coif penghasil ESBL diperoleh sejak bulan September 2003 sampai dengan Mel 2004 dari 3 laboratroium di Jakarta dan Karawaci.
Prevalensi Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL adalah sebesar 33,03% dan Escherichia coli penghasil ESBL 20,11% Sensitivitas Kiebsiella pneumoniae penghasil ESBL terhadap meropenem, siprofloksasin, levofloksasin, piperasilinltazobaktam, sefoperazonlsulbaktam dan sefepim berturut-turut adalah 100%, 45,95%, 51,95%, 78,38%, 62,16% dan 72,97%. Dan sensitivitas Escherichia coli penghasil ESBL terhadap meropenem, siprofloksasin, levofloksasin, piperasilinltazobaktarn, sefoperazonlsulbaktam dan sefepim berturut-turut adalah 100%, 37,14%, 28,57%, 97,14%, 82,86% dan 60%.

Multiple surveillance studies have demonstrated that resistance among prevalent pathogen is increasing at an alarming rate, leading to greater patient morbidity and mortality from nosocomial infection. Important causes of Gram-negative resistance include extended-spectrum beta-lactamases (ESBLs) in Klebsiella pneumoniae and Escherichia coll. In selecting an empiric treatment for a nosocomial infection, one should consider the prevalent resistance patterns.
Pathogen frequency and resistance patterns may vary significantly from country to country and also in different hospitals within a country. Thus regional surveillance programs are essential to guide empirical therapy and infection control measures.
In this study antimicrobial susceptibility testing was performed using the Kirby-Bauer method against the ESBL producing K. pneumoniae and E. coli A total of 37 ESBL producing K. pneumoniae isolates and 35 ESBI producing E coil isolates were obtained from September, 2003 to May, 2004 from 3 laboratories in Jakarta and Karawaci.
The prevalence of ESBL producing K. pneumoniae was 33,03% and ESBL producing E. coil 20,11%. Susceptibility of ESBL producing K. pneumoniae isolates to meropenem, ciprofloxacin, levofloxacin, piperacillin/tazobactam, cefoperazonfsulbactam and cefepime was 100%, 45,95%, 51,95%, 78,38%, 62,16% and 72,97% respectively. And susceptibility of ESBL producing E. coil isolates to meropenem, ciprofloxacin, levofloxacin, piperacillinltazobactam, cefoperazonlsulbactam and cefepime was 100%, 37,14%, 28,57%, 97,14%, 82,86% and 60% respectively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>