Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3795 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"n this landmark collection of Australian writing spanning well over a century, an Australia emerges that is radically different from the cliched land of bronzed lifesavers and long-suffering sheepfarmers' wives. Robert Dessaix's anthology reflects the diversity, non-conformity and ambiguity that have always been features of Australian society. Remarkably, it confirms that few of the country's most celebrated writers, regardless of their sexuality, have not, at one time or another, written on homosexual themes. Patrick White, David Malouf, Elizabeth Jolley, Frank Moorhouse and Helen Garner are all included, along with a number of newer writers. This rare openness to the illicit and the subversive is just one of the revelations in an entertaining and provocative volume. Through the fiction, poetry and drama of over forty writers, the collection traces the flowering of a rich variety of homosexual sensibilities from colonial times to the present. In a long introductory overview of the literature, Robert Dessaix suggests a number of stimulating readings, and states that his primary consideration is always pleasure for the reader. Erotic, raffish, refined, romantic, rebellious and always perverse, this anthology celebrates the adventurousness and sophistication of Australian writing in ways that cast an exciting new light on Australian cultural history"
Melbourne: Oxford University Press, 1993
820.805 AUS
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Prisanti
"ABSTRAK
Kelompok gay sebagai kelompok minoritas di Indonesia umumnya
diberikan representasi negatif di media. Perkembangan internet memungkinkan
blog menjadi media alternatif kelompok gay. Blog dilihat sebagai sebuah
cyberqueer space, yaitu ruang yang memfasilitasi pengalaman-pengalaman
minoritas seksual yang sulit ditemukan dalam kehidupan nyata. Penelitian ini
menggunakan paradigma post-positivism dengan metode kualitatif melalui
wawancara mendalam dengan empat informan. Selain meneliti pengalaman
penulis blog gay dalam menciptakan blog, peneliti juga meneliti pembentukan
identitas seksual penulis blog gay. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa blog
memungkinkan individu untuk mengekspresikan diri dan menjalin hubungan
sosial dengan gay lain. Identitas yang dibentuk melalui blog merupakan ekstensi
identitas di dunia nyata.

ABSTRACT
Gay men, as a minority group in Indonesia, are commonly given negative
representations in the media. The development of internet has enabled blogs to
become alternative media for gay men. Blogs are seen as cyberqueer spaces where
sexual minority experiences are facilitated. This research uses post-positivist
paradigm and qualitative method through in-depth interviews of four gay
bloggers. Apart from studying gay bloggers? experiences in writing blogs, this
research also explores the sexual identity formations of the bloggers. It is
concluded from this research that blogs enable individuals to express their selves
and form relaionships wih other gay men. The identities formed through blogs are
extensions of their offline identities.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
London: Roudledge, 2001
R 306.766 209 2 WHO
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Tania Putri Amalia
"Gay telah mengalami berbagai pengalaman yang tidak menyenangkan semenjak ketertarikan sexual mereka dianggap sebagai perbuatan menyimpang oleh masyarkat. Hal ini diperparah ketika virus HIV-AIDS menyerang kaum mereka pada tahun 1980-an. Makalah ini membahas pengaruh HIV-AIDS pada kehidupan kaum gay sebagai individu, di komunitas mereka, dan di kehidupan masyarakat yang lebih luas. Makalah ini secara khusus membahas dampak wabah AIDS di komunitas gay pada film The Normal Heart. Dengan menggunakan beberapa pendekeran seperti representasi film dan konsep identitas Stuart Hall, hasil menunjukan bahwa fakta wabah AIDS merubah kehidupan kaum gay dan komunitas gay dengan kehidupan masyarkat luas dalam hal yang positif.

Gays have been experienced some unpleasant experiences since their sexual attraction that was considered as a deviant act by the society. It was compounded when HIV-AIDS attacked them in the 1980s. This paper examines the effects of HIV-AIDS on gays? life as an individual, in the community, and in the larger society. It is particularly focusing on the impacts of the AIDS outbreak in the gay community in the movie The Normal Heart. By using some approaches such as movie representation and identity concept by Stuart Hall, the result of the paper shows the fact that AIDS outbreak changed the life of gays and forever changed the gay community and its relationship with larger society in positive ways.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Adhista
"Bahasa gay merupakan salah satu variasi bahasa yang terdapat di kelompok masyarakat. Bahasa tersebut termasuk ke dalam kelompok bahasa slang yang pembentukan dan penggunaannya memiliki maksud dan tujuan-tujuan tertentu dari para penggunanya. Penelitian ini membahas proses pembentukan kata yang terjadi dalam bahasa gay dan penggunaannya dalam percakapan. Data yang digunakan merupakan percakapan yang dilakukan oleh sebuah kelompok gay dalam media sosial Whatsapp. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan penyajian data secara deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan kata dalam bahasa gay terbagi ke dalam tiga klasifikasi utama pembentukan, yaitu pembentukan berdasarkan asosiasi fonetis, asosiasi semantis, dan rujukan bahasa asing. Asosiasi semantis terdiri dari enam subklasifikasi, yaitu abreviasi, paragog, abreviasi dan paragog, asosiasi bunyi, onomatope, dan modifikasi internal. Kemudian, asosiasi semantis terdiri dari dua subklasifikasi, yaitu asosiasi semantis konteks lingual dan asosiasi semantis konteks nonlingual. Di sisi lain, rujukan bahasa asing terdiri dari tiga subklasifikasi bahasa asing yang dirujuk, yaitu bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Hokkien. Dari segi penggunaan katanya, bahasa gay digunakan untuk tujuan-tujuan khusus, seperti menimbulkan kesan genit dalam percakapan, penghalusan kata, serta sebagai pemberi ciri khusus kelompok pemakainya.

Gay language is one of variations of language in society. That language included in slang language which have special formation and uses of the weare group. This research analyzed the formation of word and its use in the conversation. The data is the conversation that used by a gay group on Whatsapp social media. This research used a qualitative method with descriptive data presentation. The result showed that the formation of words in gay language is divided into three classifications phonetic association, semantic association, and foreign language references. Phonetic association divided into six subclassifications abbreviation, paragogue, abbreviation and paragogue, sound association, onomatope, and internal modifications. Then, semantic association divided into two subclassifications semantic association lingual context and semantic association nonlingual context. On the other hand, foreign language references divided into three subclassifications English, Dutch, and Hokkien. In addition, gay word used for special purpose, such as rise the impression of a flirty in conversation, euphemism, and distinctive feature of the weare group.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69502
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nawan Sumardiono
"Pandangan patriarki dalam norma heteronormatif menempatkan maskulinitas pada kedudukan sosial yang lebih tinggi dibanding femininitas. Akibatnya, laki-laki gay dengan ekspresi gender feminin sering mendapatkan marginalisasi dan kriminalisasi yang membuat mereka kekurangan ruang aman untuk mengekspresikan diri. Studi ini mengeksplorasi Instagram sebagai ruang aman untuk mengekspresikan gender feminin bagi laki-laki gay karena memiliki karakteristik heterotopik. Michel Foucault mendeskripsikan heterotopia sebagai ruangan perbatasan antara distopia dan utopia, yaitu ruang berbeda/nondominan yang masih berhubungan dengan ruang dominan. Studi ini berargumen dalam ruang berbeda ini, laki-laki gay yang memiliki ekspresi gender tidak sesuai norma heteronormatif memperoleh rasa aman dari norma dominan untuk mengekspresikan diri dan memainkan peran tertentu. Menggunakan argumen Judith Butler tentang performativitas gender, studi ini akan menganalisis performa ekspresi gender laki-laki gay melalui tampilan karakter-karakter feminin di media sosial Instagram. Penelitian ini dilakukan dalam paradigma interpretif dengan strategi etnografi digital yang berfokus pada eksplorasi pengalaman hidup. Penelitian ini melibatkan subjek penelitian yang merupakan laki-laki gay dengan ekspresi gender feminin dalam komunitas pecinta kontes kecantikan. Pengalaman marginalisasi yang laki-laki gay terima membuat mereka melakukan upaya aktif untuk membangun ruang aman mereka sendiri guna mengekspresikan femininitas. Maka berdasarkan studi ini, heterotopia bukanlah sesuatu yang diberikan, melainkan memerlukan upaya aktif penggunanya untuk membangun ruang sesuai kebutuhan personal. Sementara itu, performa femininitas mereka tampilkan dengan melakukan peniruan terhadap sosok idola. Tujuannya adalah supaya mereka lebih mudah diterima oleh masyarakat. Maka, hal yang ingin mereka tiru pada dasarnya adalah penerimaan positif oleh kelompok dominan. Caranya dengan menampilkan ekspresi gender yang memiliki citra positif di masyarakat Indonesia dengan mengedepankan pertimbangan kekhasan lokal, seperti yang dilakukan oleh sosok idola mereka. Dalam studi ini, hubungan antara individu LGBTQ dengan sosok idola dijembatani oleh motivasi pribadi di mana mereka juga ingin memperoleh manfaat ekonomi. Dengan demikian, hubungan yang tercipta adalah parasitic relationship

The patriarchal view in heteronormative norms places masculinity in a higher social position than femininity. As a result, gay men with feminine gender expression often get marginalized and criminalized which makes them lack a safe space to express themselves. This study explores Instagram as a safe space to express feminine gender for gay men because it has heterotopic characteristics. Michel Foucault describes heterotopia as a border space between dystopia and utopia, which is a different/non-dominant space that is still related to the dominant space. This study argues that in this different space, gay men whose gender expression does not conform to heteronormative norms gain a sense of security from the dominant norm to express themselves and play certain roles. Using Judith Butler's argument about gender performativity, this study analyzes the performance of gay men's gender expression through the display of feminine characters through Instagram. This research was conducted in an interpretive paradigm with a digital ethnographic strategy that focuses on exploring life experiences. This research involves research subjects who are gay men with feminine gender expressions in a beauty pageant lover community. The experience of marginalization that gay men get makes them make an active effort to build their own safe space to express their femininity. So based on this study, heterotopia is not something given, but requires the user's active effort to build a space according to personal needs. Meanwhile, their performance of femininity is displayed by imitating idol figures. The goal is to make them more easily accepted by society. So, what they want to emulate is basically positive acceptance by the dominant group. This is done by displaying gender expressions that have a positive image in Indonesian society by prioritizing local uniqueness considerations, as their idol figures do. In this study, the relationship between LGBTQ individuals and idols is bridged by personal motivations where they also want to obtain economic benefits. Thus, the relationship created is a parasitic relationship."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salwa Kiasatina
"Tubuh yang atletis dan dan berotot menjadi komponen yang penting bagi laki-laki gay. Laki-laki gay yang maskulin, menarik, dan berotot lebih disukai daripada laki-laki yang memilikiberat badan berlebih, lemah, dan tidak menarik. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana menjadi muscular atau berotot memainkan peran penting dalam kehidupan gay. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menjadi berotot memainkan peran penting dalam gagasan picking up atau mencari pasangan untuk laki-laki gay dengan tubuh yang serupa. Gay lebih menyukai laki-laki maskulin, dengan menggunakan istilah seperti manly, macho, dan maskulin. Adanya hegemoni maskulinitas melanggengkan dominasi laki-laki terhadap laki-laki dan juga menentukan bagaimana seharusnya menjadi laki-laki, sehingga muncul pandangan pada akhirnyalaki-laki seharusnya menjadi maskulin terlepas dari statusnya sebagai gay. Pada akhirnya dalam hubungan gay seharusnya terjadi antar laki-laki dengan sesama laki-laki. Sehingga menjadi “laki- laki” merupakan suatu kebutuhan dalam dunia gay. Mereka harus mempertahankan tubuh yang berotot, keras, dan hipermaskulin untuk mempertahankan rasa maskulinitas dan tidak dikaitkan dengan femininitas. Pengaturan laki-laki gay yang ideal tidak hanya terjadi di antara laki-laki gay, tetapi juga dalam masyarakat heteroseksual yang lebih luas. Terdapat anggapan masyarakat dapatlebih menoleransi laki-laki gay asalkan mereka tidak menantang tatanan gender antara maskulin dan feminin. Penelitian ini melihat bagaimana laki-laki gay kelas menengah merawat tubuhnya dalam bentuk pembentukan otot, yang mana beperan untuk memunculkan maskulinitasnya. Laki- laki gay dapat bertahan di tengah lingkungan yang berpegang pada nilai-nilai heteronormatif dan memelihara keberadaannya di dalam dunia gaynya melalui identitas maskulin yang dimilikinya. Laki-laki gayseperti mengejar gambaran “maskulin” dengan mewujudkan citra tubuh yang ideal untuk dapat diterima baik oleh lingkungan gaynya maupun masyarakat pada umumnya. Namun kemudian gayakan dihadapkan dengan kekhawatiran akan citra tubuh sebagai konsekuensi dari gambaran tubuhyang berotot dan atletis yang ada pada budaya gay

Athletic and muscular body is an important component for gay men. Masculine, attractive, and muscular gay men are more preferred over overweight, weak, and unattractive men. This studyaims to explain how being muscular plays an important role in gay life. The results of this study indicate that being muscular plays an important role in the idea of picking up or finding a partner for gay men with similar bodies. Gay men prefer masculine men, using terms such as manly, “macho”, and masculine. The existence of hegemony masculinity perpetuates the dominance of men over men and also determines how men should be, Therefore, men should be masculine regardless of their status as gay. In the end, gay relationships should occur between men and fellowmen. So being a “man” is a necessity in the gay world. They must maintain a muscular, hard, andhypermasculine body to maintain a sense of masculinity and not be associated with femininity. The ideal gay male arrangement does not only occur among gay men, but also in the wider heterosexual society. There is an assumption that society can be more tolerant of gay men as longas they do not against the gender order between masculine and feminine. This study looks at how middle class gay men take care of their bodies in the form of muscle building, which plays a role in bringing out their masculinity. Gay men can survive in an environment that adheres to heteronormative valuesand maintain their existence in the gay world through their masculine identity. Gay men seem to pursue a "masculine" image by creating an ideal body image to be accepted both by their gay environment and by society in general. But then, gay men will be faced with body image concernsas a consequence of the muscular and athletic body image that exists in gay culture"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satriyo Adi Wicaksono
"ABSTRACT
Penelitian ini ingin membahas tentang bagaimana framing pemberitaan pada media online Republika membuat kelompok homoseksual dicap sebagai folk devils. Analisis framing yang dilakukan menurut model Robert Entman. Kasus Pesta Seks Gay di Kelapa Gading pada 21 Mei 2017 dipilih sebagai unit analisis karena merupakan kasus penggerebekan pesta seks dengan jumlah orang terbanyak yang diamankan polisi. Selain itu, kasus ini juga begitu berdampak di masyarakat dan mendapat sorotan media luar negeri. Hasil menunjukan bahwa Republika membingkai realitas homoseksual sebagai sekoelompok yang amoral, menyimpang, dilaknat Tuhan, Mengancam ideologi negara, produk liberalisme Barat, dan dapat menular. Republika menggunakan pendapat narasumber sebagai opinion leaders untuk membingkai homoseksual sebagai folk devils.

ABSTRACT
This research would like to discuss about how the framing of news on online media Republika make homosexual group labeled as folk devils. Framing analysis done according to Robert Entman model. The Gay Sex Party Case in Kelapa Gading on 21 May 2017 was chosen as an analytical unit because it was a case of sex party raids with the highest number of people secured by the police. In addition, this case is also so impacted in the community and get the media spotlight abroad. The results show that Republika framed the homosexual reality as an amoral, distorted, cursed group of God, threatening the state ideology, the product of Western liberalism, and can be contagious. Republika uses the opinion of resource persons as opinion leaders to frame homosexuals as folk devils."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalikul Fadli
"Organisasi Kesehatan Dunla (WHO) dan lembaga khusus untuk menanggulangi AIDS dari PBB (UNAIDS), melaporkan estimasi jum!ah penderita HIV/AIDS di seluruh dunia pada tahun 1990 adaiah 7,8 juta dan pada akhir Desember 2007 mencapai 33,2 juta, 90% berasa1 dari negara berkembang.
Alasan tidak memakai kondom di kalangan gay berbeda-beda ant:ara lain, kondom dapat mengganggu hubungan sek.s dan hubungan seks menjadi tidak nikmat Sedangk:an yang Jainnya tidak percaya keefektifan kondom, atau kondom sering rusak, kesempir.an dan berpori, schingga kondom tidak menjamin untuk tidak tertular Hrv, Selain itu yang menjadi penghambat dalam penggunaan kondom saat seks anal yaitu mengurangi kenyamanan (600/o), pa.sangan seks beresiko rendah (46%), pereaya pada pasangan seks (42%) dan ketidalctersediaan kondom (31%).
Pene!itian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berbubungan dengan konsistensi perilak:u pemakaian kondom pada seks anal di ka1angan gay di Kota Surabaya tahun 2004 2005.
Perilaku (SSP) 2004-2005 dan yang menjadi sasaran atau respondeD adalah lelaki suka lelaki (gay). Desain penelitian yang digunakan dalam peneJitian ini adalah Cross sectional dan analisis yang dilakukan mencakup univariat:. bivariat dan muJtivariat dengan menggunakan regresi logistik.
Hasil penelitian menemukan konsistensi pemakaian kondom pada kelompak gay di Surabaya masih rendah yaitu 22.2%. Berdasarkan hasil analisis multivaria hanya pengetahuan berhubungan dengan konsisrensi pemakaian kondom setelah dikontrol variabel lain, yaitu dengan OR= 2.53 (Cl : 1.082-5.92).
Oulreach program untuk penyuluhan agar dapat meryangkau dan menggalang partisipasi kelompok gay tertutup serta bekerja sama dengan mitra potensial seperti kelompok gay, LSM. panti pijat pria untuk melaku.kan penyuluhan serta diskusi dalam benruk kelompok kecil dan berkesinambungan dan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang H!V/AIDS dan pemakain kondom.

World Health Organization (WHO) and UNAIDS reported estimation of HIVI/AIDS patients throughout !he World in 1990 is 7.8 million and at the end of December 2007 is 332 million and 900"/o of them from development country.
The reason of not to use condom among gays is different, for examples; disturb of sexual activity and not comfortable sexual activity. The other reasons are unconvince of condom affectiveness, or condom often breakdown. narrowness and big size of pori porlbanier of condom usage are less comfortable (60%). low risk partner sexual activity {46%). trust with partner sexual activity (42%) and not available of condom (31%).
The purpose of this study to identified the related factors of consistency of condom usage behavior on anal sex among gays in Surabaya 2004-2005. Data Behavior Survei Surveilen (BSS} 2004-2005 is used on this study, with gays as sample. The design of this study is cross sectional with univariate. bivariate and multivariate analysis by used logistics regression. The result showed consistency of condom usage behavior on anal sex among gays fn Surabaya is low (22.2%). Base on multivariate analysis showed only knowledge related to consistency of condom usage behavior after controlled by other, variables OR2.53 (CI :1.082-5.92).
Outreach program for health education to rengc and look after participation of closed gay groups and corporated with potential partner, like:gay groups, NGO, L men massage provider to conduct sustainability of health education and discussion in the small group in result to promote knowledge of HIV/AIDS and condom usage.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21035
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
London: Cassell, 1995
305.906 64 OUT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>