Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151976 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Fatiah
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Mia Yusanti
"Telah dilakukan penelitian terhadap kestabilan
vitamin B12 dalam sediaan ohat suntik campuran vitamin Bi,
vitamin B6 dan vitamin B12 yang disimpan pada temperatur
kamar dan pada kondisi penyimpanan yang dipercepat pada
0 0
temperatur •di atas temperatur kamar yaitu 60 C, 70 C dan
0
80C.
Sediaari obat suntik mi dibuat dalam 4 macam formula
y a i tu
- Formula vitamin B12 tunggal
- Formula vitamin B12 dengan vitamin B6
-- Formula vitamin B12 derigan vitamin Bi
- Formula vitamin B12, vitamin B6 dan vitamin Bi
Untuk setiap formula, konsentrasi vitamin B12 0,333 mg/ml,
vitamin B6 33,33 mg/ml dan vitamin Bi 33,33 mg/mi. Bahan
pembantu yang digunakan untuk setiap formula juga sama
yaitu Kiorbutanol 0,5 % b/v, t'Ia2EDTA 0,01 % h/v.
Propilenglikol 5 % v/v, Dietanol amin / asarn asetat
secukupnya sampai PH 3,8 serta dialiri gas inert N2.
Sediaan mi diperiksa terhadap stabilitas kadar
vitamin B12 nya dengari menggunakan metoda spektrofotometrj
derivatjf. Ternyata vitamin Bi menurunkan stabilitas
vitamin B12 dan adanya vitamin B6 mempertinggi pengarub
buruk vitamin Bi terhadap stabilitas vitamin B12."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Tiah
"Besi(ll) Glukonat sering ditemukan dalam sediaan-sediaan farmasi sebagai obat anti anemia. Senyawa mi merupakan garam besi(ll) yang dalam bentuk larutannya mudah teroksidasi menjadi besi(lll). Penelitian ml bertujuan untuk menguji pengaruh Asam Askorbat dan Natrium Metabisulfit terhadap stabilitas Besi(ll) Glukonat dalam sediaan sirup multivitamin. Diduga kedua zat tersebut yang mewpakan reduktor kuat dapat meningkatkan stabilitas Besi(l I) Glukonat melalui penghambatan oksidasi besi(ll) menjadi besi(lll). Co Uji stabilitas dilakukan pada penyimpanan suhu kamar (26°C sampai 27°C) terhadap tiga formula sirup, yaltu Formula I : sirup multivitamin yang mengandung Besi(II) Glukoriat tanpa antioksidan (sebagal pembanding); Formula II: sirup multivitamin yang mengandung Besi(H) Glukonat dengan antioksidan Asam Askorbat 1%; Formula Ill: sirup yang mengandung Besi(ll) Glukonat dengan antioksidan Natrium Metabisulfit 0,1% Besi(ll) yang tidak terurai dianalisis dengan metode spektrofotometn. Berdasarkan hasil yang diperoleh, besamya penguraian berupa oksidasi besi(ll) menjadi besi(lll) dari sirup Formula II dan sirup Formula Ill dibandingkan terhadap sirup Formula I. Ternyata besamya oksidasi besi(Il) menjadi besi(lll) paling kecil pada sirup Formula II dibandingkan dengan sirup Formula I dan Ill.

Ferrous Gluconate is often found in pharmaceutical products as anti anaemia drug. This compound is an iron(II) salt which is easily oxydized in its solutions to become iron(lll). The objective of this research is to analyse the effect of Ascorbic Acid and Sodium Metabisulphite addition to the stability of Ferrous Gluconate in multivitamins syrup dosage form. It is considered that these two agents, which are strong reductors, can enhance the stability of Ferrous Gluconate through the retardation and prevention of iron(II) oxidation to become iron(lll). Stability test was conducted in room temperature (26°C to 27°C) toward 3 syrup formulas, Formula I : Multivitamins syrup containing Ferrous Gluconate without addition of antioxidant (as control). Formula Il Multivitamins syrup containing Ferrous Gluconate with addition of 1% Ascorbic Acid. Formula Ill Multivitamins syrup containing Ferrous Gluconate with addition of 0,1% Sodium Metabisuiphite. The remaining of iron(II) was analyzed using spectrophotometric methode. From the results obtained, the extent of degradation, expressed by the oxidation of iron(II) to become iron(III) from Formula II and Formula Ill syrups were compared to Formula I (Control Formula). It was concluded that the oxidation of iron(II) occured the least in Formula II.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Erviza Ulfa
"Vitamin C merupakan antioksidan yang paling banyak digunakan dan masih terus diteliti karena memiliki masalah terhadap stabilitasnya dalam sediaan farmasi. Adanya air, udara dan cahaya dapat menyebabkan vitamin C dalam bentuk asam askorbat terurai menjadi asam dehidroaskorbat dan kemudian menjadi asam oksalat yang tidak aktif. Magnesium askorbil fosfat lebih stabil dibandingkan asam askorbat. Namun, pada kenyataannya magnesium askorbil fosfat tidak efektif sebagai sediaan topikal. Diformulasikan sediaan semisolid tanpa air asam askorbat dan magnesium askorbil fosfat dengan menggunakan basis silikon yang akan dibandingkan stabilitasnya dalam sediaan basis air (krim).
Persentase kadar pengujian stabilitas dipercepat setelah penyimpanan selama 8 minggu pada suhu hangat 40±20oC dengan metode KLT Densitometri terhadap sediaan semisolid basis air asam askorbat, basis air magnesium askorbil fosfat, basis silikon asam askorbat dan basis silikon magnesium askorbil fosfat berturut adalah 0,67%, 2.45% , 3.74% dan 4.57% dari 5% zat aktif yang ditambahkan. Persentase ini menunjukan bahwa sediaan semisolid basis silikon jauh lebih stabil dibandingkan sediaan semisolid basis air. Ini membuktikan bahwa basis tanpa air merupakan sistem yang ideal sebagai pembawa untuk asam askorbat. Magnesium askorbil fosfat lebih stabil dibandingkan asam askorbat, namun kekuatan antioksidannya berdasarkan metode pengujiaan peredaman DPPH diperoleh IC50 105,15 ppm dimana potensi antioksidannya jauh lebih rendah dibandingkan asam askorbat dengan IC50 2,66 ppm.;

Vitamin C is an antioxidant which is the most widely used and is still studied because it has the problem of stability in pharmaceutical preparations. Presence of water, air and light can cause vitamin C in the form of ascorbic acid breaks down into dehydroascorbic acid and finally be inactive of oxalic acid. Using vitamin C derivatives such as magnesium ascorbyl phosphate are more stable than ascorbic acid. However, in reality magnesium ascorbyl phosphate is not effective as a topical preparation. Ascorbyl acid was made into semisolid preparation without water (silicone based), and than the stability will be compared with semisolid aqueous based (cream).
Percentage level after 8 weeks accelerated stability testing at a temperature of 40±20oC with TLC Densitometry for semisolid aqueous based ascorbic acid, aqueous based magnesium ascorbyl phosphate, ascorbic acid silicone based and magnesium ascorbyl phosphate silicone based are respectively 0,67%, 2.45% , 3.74% and 4.57% of 5% active substance added. This percentage shows that semisolid silicone based is more stable than semisolid aqueous based. This proves that non aqueous is ideal as a carrier system for ascorbic acid. Magnesium ascorbyl phosphate is more stable than ascorbic acid, but antioxidants potential obtained (IC50 105.15 ppm) measured by DPPH method was lower than ascorbic acid with IC50 2.66 ppm.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46064
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ervina Kalinda
"Anemia pada remaja putri diduga memiliki peran besar sebagai penyebab terjadinya. Selain anemia, status gizi ibu yang buruk juga menjadi faktor penyebab. Suplemen tambah darah dan gizi (STDG) dapat menjadi solusi untuk pemenuhan zat besi dan gizi tubuh. Penelitian ini menggunakan besi (II) glukonat (FeG) sebagai fortifikan, asam askorbat (AA) dan asam folat (AF) sebagai ko-fortifikan, dan vitamin A, vitamin B kompleks, serta zat seng sebagai senyawa tambahan. Metode mikroenkapsulasi dengan spray drying dengan material penyalut dan material pembuat ikatan silang berupa kitosan dan tripolipospat (TPP) dalam produk makanan berupa permen lunak. Analisis dilakukan secara bertahap mulai dari uji rilis besi, karakteristik fisika-kimia, dan ketersediaan hayati besi. Uji rilis besi dan ketersediaan hayati dilakukan secara invitro dengan menggunakan simulated gastric fluid (SGF) dan simulated intestinal fluid (SIF) menunjukkan pengaruh penambahan ketersediaan hayati besi terbanyak pada media dengan penambahan komponen yang paling kompleks, namun tidak terlihat pengaruh pada rilis besi. Fortifikasi mikropartikel pada permen lunak dapat menahan rilis dan meningkatkan ketersediaan hayati pada mikropatikel besi karena adanya pembentukan Polyelectron Complex (PEC) pada interaksi antara kitosan dan gelatin.

Anemia in adolescent girls is thought to have a major role as the cause of stunting. In addition to anemia, poor maternal nutritional status is also a factor causing stunting. Blood and nutritional supplements (BNS) can be a solution to fulfill iron and body nutrition. This study used iron (II) gluconate (FeG) as a fortificant, ascorbic acid (AA) and folic acid (AF) as a co-fortificant, and vitamin A, vitamin B complex, and zinc as additional compounds. Microencapsulation method using spray drying with coating materials and cross-linking materials in the form of chitosan and tripolyphosphate (TPP) in food products such as soft candy. The analysis was carried out in stages starting from the iron release test, physic-chemical characteristics, and iron bioavailability. Iron release and bioavailability tests were carried out in vitro using simulated gastric fluid (SGF) and simulated intestinal fluid (SIF) showing the effect of adding the most bioavailability of iron to media with the addition of the most complex components, but no effect on iron release was seen. Fortification of microparticles in soft candy can resist release and increase bioavailability of iron microparticles due to the formation of Polyelectronic Complex (PEC) in the interaction between chitosan and gelatin."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Restu Ninayanti Putri
"Peptida merupakan suatu komponen bioaktif yang beberapa tahun terakhir banyak dimanfaatkan dalam produk kosmetik, terutama produk perawatan kulit yaitu sebagai antikerut. Asetil heksapeptida-3(8) adalah salah satu peptida yang mampu memberikan efek anti kerut. Peptida sebagai peningkat penetrasi melalui mekanisme mempengaruhi lipid intermolekuler lapisan tanduk. Peptida memberikan efek hidrasi, oleh karena itu Asetil heksapeptida-3(8) juga mampu memberikan efek peningkat penetrasi komponen lain dalam suatu sediaan. Vitamin C telah diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan anti kerut. Vitamin C akan memberikan efek sinergis sebagai antikerut apabila dikombinasikan dengan Asetil heksapeptida-3(8). Maka dibuat penelitian untuk mengetahui pengaruh Asetil heksapeptida-3(8) terhadap penetrasi vitamin C dalam sediaan serum dan pengaruh terhadap stabilitas fisik dan kimia serum. Diformulasikan serum vitamin C yang mengandung Asetil heksapeptida- 3(8) dan tanpa peptida, kemudian dibandingkan daya penetrasinya secara in vitro dengan sel difusi Franz menggunakan kulit abdomen tikus. Jumlah kumulatif vitamin C yang terpenetrasi mealui kulit dari serum tanpa peptida adalah 20506,40 ± 8,14 μg/cm2 dan serum dengan peptida adalah 14391,91 ± 8,24 μg/cm2. Fluks vitamin C dari serum tanpa peptida adalah 2563,30 ± 1,02 μg/cm2 jam-1 dan serum dengan peptida 1798,99 ± 1,03 μg/cm2 jam-1. Dari uji stabilitas fisik, suhu rendah didapatkan paling stabil, sedangkan uji stabilitas kimia menggunakan KLT densitometer menunjukkan terjadi penguraian vitamin C pada semua kondisi penyimpanan.

Peptide is bioactive component that has been used in cosmetics in recent years, especially in skin care products because of its function as anti wrinkle substance. Acetyl hexapeptide-3(8) is on of peptide well-known by its antiwrinkle. Peptide for penetration enhancer agent through the mecanism of intermolecular affect of stratrum corneum lipids. Because of its hydration effect, Asetil heksapeptide-3(8) might enhance penetration of the other compound in a preparation. Vitamin C still has antioxidant and antiwrinkle activities. The combination of the Acetyl hexapeptide-3(8) and vitamin C result in a synergict effect producing anti wrinkle substance. Therefore, were made a research to understad the effect of Acetyl hexapeptide-3(8) on vitamin C penetration in serum preparation, and effect of those peptide on its physical and chemical stability. Two kinds of serum preparation, serum vitamin C with Acetyl hexapeptide-3(8) and without peptide. Penetration ability through skin was examined by in vitro Franz diffusion cell test using rat abdomen skin. Total cumulative penetration of vitamin C from serum without peptide and with peptide were 20506,40 ± 8,14 μg/cm2 and 14391,91 ± 8,24 μg/cm2. The percentage of penetrated vitamin C from serum without peptide and with peptide were 2563,30 ± 1,02 μg/cm2 hour-1 and 1798,99 ± 1,03 μg/cm2 hour-1. From physical test, low temperature condition shown the most stable form, while chemical stability test using TLC densitometer revealed vitamin C degradation at all temperature condition.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64871
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Furqon
"Latar Belakang : Peningkatan kadar homosistein merupakan faktor risiko terjadinya aterosklerosis dan trombogenesis. Baik faktor genetik maupun lingkungan mempunyai pengaruh terhadap kadar plasma homosistein. Pada penelitian ini, kami meneliti gambaran dari homosistein pada populasi PJK di Jakarta dan Malang serta hubungannya dengan enzim MTHFR, Vit. B6, Vil. B12, dan asam folat.
Metode dan Hasil : Penelitian deskriptif ini melibatkan 30 pasien PJK di Jakarta dan 12 pasien di Malang. Subyek yang direkrut di Malang lebih muda, tetapi tidak ada perbedaan dalam jenis kelamin, 1MT, diabetes, dan merokok. Tidak ada perbedaan pada profil lipid diantara dua populasi. Subyek di Malang mempunyai kadar homosistein lebih tinggi (median 18 mmol/dL vs 9,1 mmol/dL; p < 0,001), kadar MTHFR yang lebih rendah (median 0,105 IU vs 0,157 IU; p = 0,019) kadar asam folat yang lebih rendah (median 7,1 vs 11,2 ng/mL; p = 0,005), kadar vit. B12 yang lebih rendah (median 273 ng/mL vs 429,5 ng/mL; p = 0,032). Tidak ada perbedaan pada kadar vit B6. Analisis dari hubungan menunjukkan hubungan yang terbalik antara homosistein dan pit. B12 (r = - 0,43, p = 0,004) dan asam folat (r = -0,39,p = 0,01).
Kesimpulan : Tidak ada perbedaan kadar homosistein, MTHFR, asam folat, dan vitamin B12 pada populasi PJK (Jakarta dan Malang). Terdapat hubungan yang terbalik antara homosistein dan vit. B12 serta asam folat.

Background : Increased homocysleine level is a risk factor for atherosclerosis and thrombogenesis_ Both genetic and environmental factors influence plasma level of homocysteine. In this study, we examine the distribution of homocysteine in population of CAD in Malang and Jakarta and the association between homocysteine, enzyme MTHFR, Vit. B6, Vii. B12, and folic acid.
Methods and Results : This is a descriptive study including 30 CAD patients in Jakarta and 12 in Malang. Subjects recruited in Malang is younger, but no difference in gender, BMI, smoking and diabetes. No difference in lipid profile between both populations. Subjects in Malang have higher level of homocysteine (median 18 mmol/dL vs 9.1 mmol/dL; p <0.001), lower level of MTHFR (median 0.105 IU vs 0.157 IU; p = 0.019), lower level of Folic acid (median 7.1 vs 11.2 ng/mL; p = 0.005), lower level of Vit. B12 (median 273 ng/mL vs 429.5 ng/mL; p = 0.032). There is no difference in level of Vit. B6. Analysis of association showed inverse relationship between homocysteine and vit B12(r - -0.43, p = 0.004) and folic acid (r = -0.39,p =0.01).
Conclusion : There is difference in level of homocysteine, MTHFR, folic acid and vii. B12 between populations coronary artery disease ( Jakarta and Malang). There is inverse relationship between homocysteine and vit B12 and folic acid."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21433
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Pantas
"ABSTRAK
Dewasa ini banyak digunakan flavonoid sebagai bahan utama dalam obat-obatan modern, yang digunakan untuk pengobatan wasir dan varices. Ekstra Farmakope Indonesia dan buku-buku resmi lainnya hanya memuat monografi Rutin. Dalam rangka pengawasan mutu dibutuhkan suatu metode pemeriksaan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu cara pemeriksaan sediaan obat modern yang mengandung flavonoid. Dalam pene1itian ini dilakukan percobaan terhadap 7 sediaan yang terdaftar dengan metode kromatografi dan spektrofotometri. Metode yang dapat dipakai untuk identifikasi flavonoid dalam obat modern ialah kromatografi kertas dengan pelarut n-butanol - asam asetat - air (4:1:5), kromatografi lapisan tipis denan pelarut etil asetat - metil etil keton - asam formiat - air (:3:1:1) dan spektrofotometni memakai pelarut metanol dengan penambahan pereaksi A101 3 ,HC1,NaOAc dan H3B03. Penetapan kadar Rutin dalam sediaan dapat ditentukan secara spektrofotometri dari hasil ekstraksi sediaan dengan etanol pada panjaag gelombang 36l nm. Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan penetapan kadar flavonoid dalam sediaan dan pemakaian lebih luas metode spektrofotometri untuk identifikasi."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1981
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>