Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176832 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Arfianti
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Infertilitas pria paling banyak disebabkan gangguan proses spermatogenesis. Androgen merupakan hormon yang sangat penting pada proses spermatogenesis, dimana penurunan kadar hormon androgen berakibat menurunnya produksi sperma. Aksi biologis hormon androgen terjadi melalui interaksi dengan reseptor androgen (RA) yang merupakan protein regulator transkripsi di dalam nukleus. Ekson 1 gen RA mengandung pengulangan trinukleotida CAG yang bersifat polimorfik. Polimorfisme pengulangan trinukleotida CAG ini diduga mempengaruhi aktivitas reseptor androgen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara polimorfisme pengulangan CAG dengan gangguan spermatogenesis pada beberapa pria Indonesia. Penelitian meliputi isolasi DNA dari darah tepi 34 orang pria oligozoospermialazoospermia dan 25 orang pria normozoospermia. Selanjutnya dilakukan amplifikasi fragmen pengulangan trinukleotida CAG gen RA dengan teknik PCR. Penentuan panjang pengulangan CAG gen RA dilakukan dengan elektroforesis pada gel poliakrilamid 6%yang mengandung zat pendenaturasi.
Hasil dan Kesimpulan: Dari penelitian ini didapatkan perbedaan jumlah pengulangan CAG pada gen reseptor androgen antara pria oligozoospermialazoospermia (24,3 ± 3,4, rerata ± SD) dan pria normozoospermia (22,7 f 2,7). Berdasarkan uji i untuk sampel tidak berpasangan, perbedaan jumlah pengulangan CAG pada gen reseptor androgen antara kedua kelompok tersebut bermakna secara statistik (p = 0,03I). Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan polimorfisme pengulangan CAG pads gen reseptor androgen antara pria oligozoospermialazoospermia dan pria normozoospermia. Namun tidak ditemukan hubungan antara jumlah pengulangan CAG gen RA dengan konsentrasi sperma (rs = - 0,038; p = 0,775). Ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah pengulangan CAG gen RA bukan sebagai penyebab utama gangguan spermatogenesis.

The Correlation Of Cag Repeat Length Polymorphisms Of Androgen Receptor Gene And Spermatogenesis Impairment In Several Indonesian MenScope and methods of study : Spermatogenesis impairment is the main cause of infertility in men. Androgen is believed to play a critical role in regulating spermatogenesis as reduction of intratestiscular androgen results in the decreased of sperm production. Androgen acts by binding to the androgen receptor (AR) which is a protein regulator of DNA transcription. Exon I of AR gene contains a CAG repeat length polymorphism and it is believed to interfere AR function. The aim of this study is to investigate the assosiation of CAG repeat length polymorphism with spermatogenesis impairment in several Indonesian men. The study includes DNA isolation from peripheral blood of 34 oligozoospermic/azoospermic men and 25 normozoospermic men, processed for CAG repeat lengths determination using PCR and electrophoresis in 6% denaturing polyacrylamide gel.
Result and conclusion : This study found that the mean CAG repeat lengths were 24,3 ± 3,4 in the oligozoospermic/azoospermic men and 22,7 ± 2,7 in the normozoospermic men. The difference in CAG repeat length between the two groups was statistically significant (p = 0,031, t-test). These result indicate that CAG repeat polymorphisms in the AR gene were differ between oligozoospermic/azoospermic men and normozoospermic men. Nevertheless, there was no correlation between CAG repeat lengths and sperms concentration (rs = -0,038; p = 0,775). This result indicate that the expansion of CAG repeat length was not the main cause of spermatogenesis impairment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13618
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Istiany
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar paratiroid hormon (PTH) wanita posmenopaus Melayu Malaysia yang tinggal di pedesaan. Penelitian yang bersifat survei ini melibatkan sebanyak 169 orang yang tinggal di IS desa di sekitar Sepang, Selangor, Malaysia. Umur sampel berkisar antara 49 sampai 74 tahun dengan rata-rata umur sebesar 62.2 ± 7,04 tahun. Penelitian ini bersifat survei. PITH diukur dengan menggunakan metode immunoraiomelric assay (IRMA). Atat-alat lain yang digunakan antara lain skin pigmentation untuk mengukur melanin kulit dan karada scan untuk mengukur lemak tubuh. Konsumsi pangan diukur dengan menggunakan metode food recall 24 jam. Analists zat gtzi dihitung menggunakan program Nutritionist IV.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar PTH (pmol/l) sebesar 5,57 ± 2,58 dengan kadar minimun 1,7 dan kadar maksimum 20,8. Sebagian besar sampel mempunyai kadar PTH normal yaitu sebanyak 134 orang (79,3%), sedangkan yang menderita hiperparatiroid sebanyak sebanyak 35 orang (20,7%). Rata-rata melanin kulit sebesar 46,14 ± 12,13: indeks berat badan (kg/m2) 26,41 ± 5,24; dan lemak tubuh (%) 35,39 ± 5,97. Rata-rata konsumsi zat gizi yaitu vitamin D (meg) sebesar 2,95 ± 1,99; kalsium (mg) 422,95 ± 228,16 dan fosfor (mg) 1068,83 ± 499,46. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson diketahui bahwa kadar lemak dalam tubuh (r = 0,186 dan p < 0,05) dan indeks beraf badan (r = 0,184 dan p < 0,05) mempunyai kaftan dengan kadar PTH. Sementara itu, melanin kulit. konsumsi vitamin D. kalsium dan fosfor tidak menunjukkan adanya kaitan dengan kadar PTH."
2006
SAIN-11-2-2006-20
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdi
"Latar belakang: Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan daerah kepala dan leher terbanyak di Indonesia (60%) dan endemik di Asia Tenggara dan Timur Tengah. Virus Epstein-Barr (EBV) terlibat langsung dalam patogenesis KNF dan sekitar 90% individu dunia telah terinfeksi oleh EBV namun hanya
beberapa yang berlanjut menjadi KNF. Komponen imun mukosa nasofaring, polymeric immunoglobulin receptor (plgR) yang terlibat dalam infeksi EBV diduga sebagai faktor genetik diteliti dalam penelitian ini. Penelitian ini menguji
polimorfisme plgR yaitu pada nukleotida PIGR1739C->T dan hubungannya dengan suseptibilitas KNF di Indonesia.
Metode: Penelitian dilakukan dengan metode kasus-kontrol dari Mei 2010 sampai Juni 2010 di Departemen Biologi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif. Peneliti mengisolasi
DNA darah tepi sampel, mengamplifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), melakukan Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP), dan menginterpretasi genotip plgR.
Hasil: Dari 50 pasien KNF dan 50 kontrol didapatkan frekuensi alotip C 35 % dan T 65 % pada kelompok KNF; C 34 % dan T 66 % pada kelompok kontrol. Distribusi alotip antara kelompok kasus dan kontrol tidak berbeda bermakna
secara statistik (*z= 0,227, df = 1, p = 0,882, OR = 1,045, IK 95% = 0,959-1,139). Kesimpulan: Tidak ada hubungan berbeda bermakna secara statistik antara polimorfisme (alotip) gen plgR dengan suseptibilitas individu terhadap KNF di Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
S70369
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deandra Qintana Arimbi
"KB Suntik adalah salah satu alat kontrasepsi yang paling banyak dipilih oleh akseptor KB, karena tingkat efektivitasnya yang tinggi menurut DEPKES RI 2013, hanya terdapat 1% kegagalan pada KB suntik. Klinik Keluarga Pisangan Baru Yayasan Kusuma Buana adalah salah satu klinik yang memiliki capaian cakupan KB yang cukup besar yaitu 1.142 akseptor memilih KB suntik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan KB suntik di Klinik Keluarga Pisangan Baru Yayasan Kusuma Buana, Jakarta Timur pada tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dengan jumlah responden 100 akseptor KB. Hasil penelitian menunjukan bahwa 87% respondent memilih menggunakan KB Suntik. Dan 13% responden lain memilih menggunakan kontrasepsi non suntik menunjukan terdapat hubungan bermakna menurut statistik antara biaya dengan penggunaan KB jenis suntik (p= 0,005) (POR = 12,444, 95% CI = 2,397 - 64,620)

Contraception Injection are one of the most widely selected by acceptors, because the high level of effectiveness, according Health Department in 2013, there was only 1% failure of contraception injection. Klinik Keluarga Pisangan Baru Yayasan Kusuma Buana is one of the clinics that have a large coverage of contraceptive injection that 1.142 acceptors choose contraception injection in Klinik Keluarga Pisangan Baru, Yayasan Kusuma Buana. This study conducted to find out about the factors associated with the use of contraception injection in Klinik Keluarga Pisangan Baru Yayasan Kusuma Buana. East Jakarta 2016. This research is quantitative research with cross sectional design method. 100 women which is acceptors KB were involved in this study The results show the proportion that 87% acceptors use contraception injection and 13% acceptors use another method of contraception. The cost shows a significantly positive association with the use of contraceptive injection. (p= 0,005) (POR = 12,444, 95% CI = 2,397 - 64,620"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65078
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Handayani
"ABSTRAK
Latar Belakang : Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan salah satu keganasan yang sering ditemukan di Indonesia dengan insiden 6,2/100 000 penduduk. Pemeriksaan serologik imunoglobulin A (IgA) terhadap viral capsid antigen (IgA-VCA) merupakan petanda tumor yang digunakan sebagai standar serodiagnostik karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terhadap KNF. Titer antibodi IgA terhadap Epstein-Barr Virus (EBV) meningkat lebih dulu sebelum tampak tumor, dan titer pada usia ≤ 30 tahun lebih rendah daripada usia > 30 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ekspresi IgA pada jaringan biopsi KNF tidak berkeratin, tidak berdiferensiasi (WHO tipe 3) yang terinfeksi EBV pada kelompok usia ≤ 30 tahun dan usia > 30 tahun.
Bahan dan Metode : Studi potong lintang terhadap jaringan biopsi pasien KNF WHO tipe 3 yang terinfeksi EBV yang ditandai dengan positifitas EBER pada 13 pasien usia ≤ 30 tahun dan 20 pasien usia > 30 tahun, kemudian dilakukan pemeriksaan imunohistokimia terhadap IgA.
Hasil dan pembahasan : Positifitas EBER ditemukan pada seluruh kasus KNF WHO tipe 3. IgA terekspresi pada epitel permukaan jaringan tumor dan terdapat positifitas ekspresi IgA sel plasma yang berbeda-beda di stroma sekitar jaringan tumor, dengan rerata pada kelompok usia ≤ 30 tahun lebih rendah dari kelompok usia > 30 tahun. Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara ekspresi IgA sel plasma pada KNF WHO tipe 3 pada kelompok usia ≤ 30 tahun dan > 30 tahun dengan nilai p=0,025.
Kesimpulan: Ekspresi IgA sel plasma disekitar jaringan tumor pada jaringan KNF WHO tipe 3 dipengaruhi oleh kelompok usia.

ABSTRACT
Background : Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is one of the most frequent malignant tumors in Indonesia, with incidence rate 6.2 / 100 000. The IgA-VCA serologic examination is considered as a useful marker for early detection of NPC because its high sensitivity and specificity to NPC. IgA antibody titer to Epstein-Barr Virus (EBV) increased before the tumor arise, and it lower in ≤ 30 years old patients compare to > 30 years old patients. The aim of this study is to evaluated the expression of IgA in biopsy specimen of EBV infected undifferentiated NPC among both ≤ 30 and > 30 years old patients.
Materials and methods : A cross-sectional retrospective study was performed in 13 young and 20 old groups of age of undifferentiated NPC. The EBER positive undifferentiated NPC was stained with IgA by immunohistochemistry, and then analized it between the two of age groups.
Results : EBER positivity was found in all undifferentiated NPC. IgA was expressed in the normal surface epithelial submucous plasma cells and stromal plasma cells surounding the tumor mass in all cases of undifferentiated NPC with differented positivity. Statistical analysis with unpaired t test showed that IgA expression is significantly lower in ≤ 30 years old patients than > 30 years old patients with p value 0,025.
Conclusion : IgA is expressed in plasma cell cytoplasm in the stromal site of undifferentiated NPC and influenced by age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T33121
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Murni Asih
"Latar Belakang: Virus Epstein~Barr (EBV) merupakan virus dsDNA dan termasnk dalam famili Herpesviridae. Infeksi EBV dapat berasosiasi dengan beberapa penyakit seperti karsinoma nasofaring (KNF). Pada penderita KNF, gen EBV yang diekspresikan adalah gen lain, yaitu EBERs, EBNAI, LMP 1, LMPZA, dan LMPZB. Dari kesemua gen tersebuf., LMPI dianggap yang berperan penting dalam proses onkogenesis dan transformasi limfosit B oleh EBV. Dan beberapa Studi epidemiologi, ditemukan adanya Varian khusus pada gen LMP] berupa deiesi 30 pb pada bagian C-terminal. Di Indonesia, hingga saat ini belum diketahui apakah ditemukan delesi 30 pb gen LMPI pada penderita KNF dan bila ditemukan, apakah delesi tersebut berhubungan dengan patogenesis KNF.
Tujuan: Mengetahui apakah ditemukan delesi 30 pb gen LMP] EBV pada penderita KNF di Indonesia, dan bila ditemukan berapa frekuensi delesi 30 pb gen LMPI EBV pada penderita KNF di Indonesia, Serta mengetahui hubungan antara delesi tersebut dengan status patologi KNF.
Metode: Identifikasi delesi 30 pb gen LMPI Vi1'l.lS Epstein-Barr dilakukan dengan metode nested PCR dan hasil PCR divisualisasi dengan elektroforesis menggunakan gel agarose 2%. Hasil amplifikasi bempa pita DNA berukuran 162 pb untuk gen LMPI yang tidak mengalarni delesi 30 pb, sedangkan pita DNA berukuran 132 pb untuk gen LMP! yang mengalami delesi 30 pb.
Hasil: Dari 100 sampel penderita KNF yang diidentifikasi, 29 sampel mengalami delesi 30 pb, 71 sampel tidak mengalami delesi 30 pb, dan 21 sampel mengalami coexislence varian.
Kesimpulan: Di Jakarta, varian EBV berupa delesi 30 pb gen LMPI ditemukan dalam frekuensi yang rendah (24%; 29/ 121) bila dibandingkan varian yang tidak mengalami delesi 30 pb (76%; 92/121). Pada penelitian ini juga ditemukan adanya coexisrence Varian gen LMPL Berdasarkan uji Fisl1er's Exact, didapat bahwa nilai p > 0,05, berarti tidak ada hubungan bermakna antara delesi 30 pb gen LMPI dengan status patologi KINF.

Background: Epstein-Barr virus (EBV) is a dsDNA virus, member of Herpes (Herpesviridae) family. EBV infection may be associated with several diseases, one of them is nasopharyngeal carcinoma (NPC). NPC patients expressed EBV latent gene, they are EBERS, EBNA1, LMPI, LMPZA, and LMPZB. LMPI, in particular play important roles in epithelial oncogenesis and B lymphocyte transformation. Several epidemiological studies found specific variant of LMPI gene detectable as 30-bp deletion of C-tenninal region of LMP] gene. There is not any report of 30-bp LMP] gene on NPC patients so far and it is still unclear whether the deletion is associated with NPC pathogenesis.
Purpose: (1) To understand the existence of the deletion of 30-bp LMP1 gene in Indonesia NPC patients. (2) To determine the frequency of 30-bp deletion of LMP1 gene and its association with pathological status.
Method: Identification of 30-bp deletion in LMPI gene was done by nested PCR method. The PCR result was investigated by means of electrophoresis in 2% agarose gel. The results were determined as 162 bp of DNA band of LMPI gene (without 30-bp deletion) and 132 bp of DNA band of LMP1 gene (with 30-bp deletion).
Results: Among 100 identified samples, 29 samples found to have 30-bp deletion, 71 samples doesn?t have 30-bp deletion and 21 samples carry coexistence variants.
Conclusion: In Indonesia, especially in Jakarta, EBV variant of 30-bp deletion of LMP1 gene was found in low frequency (21-l»%; 29/ 121) in comparison with variant without deletion (76%; 92/121). There are variant of LMPI gene mixtures (coexistence with and without deletion). Analysis of data using Fisher°s Exact test (p>0,05) showed that there is not significant relationship between 30~bp deletion of LMPI gene and NPC pathological status.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32888
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Masrin
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58780
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Masrin
"Karsinoma nasofaring (KNF) di Indonesia merupakan tumor ganas kepala dan leher terbanyak dan berada di peringkat ke empat dari seluruh keganasan pada tubuh manusia setelah tumor ganas serviks, tumor payudara dan tumor kulit.
Kemajuan ilnmu pengetahuan dan teknologi dalam menegakkan diagnosis keganasan pada umumnya dan karsinoma nasofaring khususnya adalah dengan pemeriksaan histopatologik atau sitologik. Pemeriksaan penunjang lainnya, antara lain pemeriksaan radio diagnostik seperti Tomografi komputer (CT Scan), Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI), pemeriksaan serologi, imunohistokimia dan patologi molekuler.
Karsinoma nasofaring adalah suatu tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang melapisi daerah nasofaring. Karsinoma nasofaring pertama-tama diperkenalkan oleh Regaud dan Schmineke pada tahun 1921.
Karsinoma nasofaring adalah suatu tumor ganas yang relatif jarang ditemukan pada beberapa tempat seperti Amerika Utara dan Eropa dengan insidens penyakit 1 per 100.000 penduduk. Penyakit ini lebih sating terdapat di Asia Tenggara termasuk Cina, Hong Kong, Singapura, Malaysia dan Taiwan dengan insidens antara 10 - 53 kasus per 100.000 penduduk. Di daerah India Timur Laut, insidens pada daerah endemis antara 25 sampai 50 kasus per 100.000 penduduk.
Penelitian terhadap penyakit karsinoma nasofaring ini mendapat banyak perhatian. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi yang cukup kompleks dari etiologi penyakit seperti faktor genetika, virus (Epstein-Barr) dan faktor lingkungan (nitrosamin di dalam ikan asin). Pada tahun 1985 Ho menyatakan sebuah hipotesis bahwa sebagai etiologi dari karsinoma nasofaring adalah infeksi dari virus Epstein-Barr.
Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang dapat menginfeksi lebih dari 90% populasi manusia di seluruh dunia. Virus Epstein-Barr merupakan salah satu penyebab dari infeksi mononukieosis. Karsinoma nasofaring adalah neoplasma epitel nasofaring yang sangat konsisten dengan infeksi EBV. Infeksi primer pada umumnya terjadi pada anak-anak dan bersifat asimptomatik. Infeksi primer dapat menyebabkan virus persisten dimana virus memasuki periode laten di dalam Iimfosit B. Periode laten dapat mengalami reaktivasi spontan ke periode litik, yaitu terjadi replikasi DNA EBV, dilanjutkan dengan pembentukan virion baru dalam jumlah besar, sehingga sel pejamu menjadi lisis dan virion dilepaskan ke sirkulasi. Sel yang terinfeksi EBV mengekspresikan antigen virus yang spesifik . EBV mempunyai potensi onkogenik untuk mengubah sel yang terinfeksi menjadi sel gangs seperti KNF, retikulosis polimorfik dan limfoma Burkitt. Virus Epstein-Barr memegang peranan penting dalam terjadinya keganasan, tetapi virus ini bukan satu-satunya penyebab dari timbulnya karsinoma nasofaring. Transmisi dari virus Epstein-Barr membutuhkan kontak yang erat dengan saliva sesenrang yang terinfeksi dengan virus ini. Banyak orang sehat dapat membawa dan menyebarkan virus secara intermiten di dalam kehidupannya, sehingga transmisi virus ini pada sebagian manusia tidak mungkin untuk dicegah."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58780
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Kurnia
"Latar Belabog: Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan dengan
lcarakteristik epidemiologis khas. KNF relatif jarang di dunia dengan insidensi
rata-rata kurang dari I: 100.000, namun terdapat endemis pada populasi tertentu
termasuk Indonesia. KNF merupakan penyakit multifaktorial dimana limfosit T
diketahui berperan dalam patogenesisnya. Reseptor sel T (TCR) adalah molekul
pada permukaaan limfosit T yang penting untuk fungsi sel T.
Metode: Penelitian dilakukan dari bulan Mei-Juni 2010 dengan desain kasus
kontrol. Data penelitian didapatkan secara sekunder dari Departemen Biologi
Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mencakup 50 kasus dan
50 kontrol yang diambil secara konsekutif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Analisis polimorfisme gen TCR 13
dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Restriction Fragment
Length Polymorphism (RFLP) dengan enzim restriksi BgID. Hasil analisis RFLP
pada elektroforesis menunjukkan pita tunggal (229 pb) untuk alel A, dan dua pita
(142 pb dan 87 pb) untuk aiel B.
Basil: Dari 50 pasien KNF dan 50 kontrol sebat didapatkan frekuensi alotip A 37
% dan B 63 % pada kelompok KNF; A 26 % dan B 74 % pada kelompok kontrol.
Distribusi alotip antara kelompok kasus dan kontrol tidak berbeda bermakna (x2=
2,804, df= 1, P = 0,094, OR = 1,672, IK 95 % = 0,914-3,057). Namun demikian
frekuensi aiel A cenderung lebih tinggi pada penderita KNF.
Diskusi: Hasil pada penelitian dapat dipengaruhi oleb berbagai faktor yang
bersifat individual, pada satu individu terdapat berbagai faktor lain yang
mempengaruhi suseptibilitas individu terhadap KNF."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
S70367
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>