Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209660 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Cut Noosy
"Perkembangan arah penyelenggaraan telekomunikasi dari monopoli menuju kompetisi membutuhkan dukungan perangkat regulasi yang memadai guna menjamin berlangsungnya persaingan secara sehat dan efektif. Salah satu regulasi tersebut adalah pengaturan interkoneksi termasuk penentuan biaya interkoneksi- Pengaturan interkoneksi harus didasarkan pada prinsip keadilan (fairness), berbasis biaya, tidak membeda-bedakan (non-discrimatory) dan tidak saling merugikan masing-masing penyelenggara. Tarif interkoneksi yang berlaku saat ini di Indonesia belum mencerminkan kondisi kompetisi karena masih didasarkan pada keputusan men§eri No. KM 46/PR.30l/MPPT-98 dan No. KM 37/ l999, yang berarti masih bemaung pada produk Undang-Undang Telekomunikasi yang lama (Undang-Undang no. 3 tahun 1989) yang masih berada pada nuansa monopoli sehingga diperlukan suatu peraturan baru mengenai interkoneksi yang khususnya mengatur mengenai besamya tarif interkoneksi yang baru.
Untuk melakukan perhitungan biaya interkoneksi terdapat beragam metoda seperti : biaya berbasis eceran, pengirim ambil semua, bagi hasil, dan berbasis biaya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Dari berbagai metoda tersebut yang merniliki keunggulan lebih dibandingkan yang lainnya adalah metoda berbasis biaya terutama dengan pendekatan Biaya Peningkatan Jangka Panjang (LRIC) dimana masing-masing operator akan mendapatkan bagian pendapatan dari suatu panggilan secara adil yang sebanding dengan penggunaan sumbemya secara eiisien dalam melayani suatu panggilan.
Hal tersebut didukung dengan hasil simulasi, dimana dengan menggunakan metoda LRIC didapatkan tarif interkoneksi lokal yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tarif yang berlaku saat ini namun menghasilkan tarif interkoneksi interlokal jauh lebih murah sehingga kondisi tarif Iokal yang mensubsidi interlokal yang ada saat ini dapat dihapuskan. Diperkuat pula dengan pendapat nara sumber ahli interkoneksi,menyebabkan LRIC menjadi metoda perhitungan interkoneksi yang tepat digunakan pada industri pertelekomunikasian di Indonesia.

Telecommunication industry that has moved towards competition requires a set of regulations that adequately guaranty effective and healthy competition among operators. One of them is interconnection regulation including determination of interconnection tariff. To support effective and healthy competition, interconnection regulation must be made based on faimess, cost base, non discriminatory principles and mutually beneficial to operators. Current interconnection cost applied in Indonesia does not represent competitive condition since it has been derived from Ministerial Decree number 46, 1998 and number 37,l999, which is based on previous Telecommunication Law (number 3,l989) in monopoly era.
Therefore new interconnection law particularly related to new interconnection cost is required. Several method can be applied in calculating the tariiff such as : retail-based charges, sender keep all, revenue sharing, and cost based, with all its beneits and weakness in each method. From all the method mentioned earlier, its considered that cost based method with Long Run Incremental Costing (LRIC) approach will gives more benefit than others where each operators will cam revenue share in proportion with efficient resourse utilization for serving a call.
Supported with an outcome from the simulation used in calculating the LRIC method, resulting a slight higher local interconection tariff (compare to existing tariff) but much lower tariff on long distance interconection, therefore, there will be no more subsidized tariff from local interconection to long distance interconection. It is also supported with judgement from several experts on interconection assuring that LRIC method is an appropriate use on Indoensian telecomunication industry."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Prakosa
"Paradigrna baru pengelolaan bisnis jasa telekomunikasi telah bergeser dari pola monopoli pemerintah menjadi kompetisi Penyelenggaraan tunggal oleh badan usaha milik negara telah gagal dalam memberikan pelayanan sesuai dengan tuntutan ekonomi dan kebutuhan masyarakat. Sehingga posisi ini diambil alih melalui penyelenggaraan multi operator yang umumnya diselenggarakan oleh pihak swasta. Selanjutnya kondisi ini akan menciptakan nuansa baru bagi regulasi telekomunikasi. Setiap operator harus melakukan interkoneksi, yang memberikan jaminan bagi pelanggan jasa untuk melakukan komunikasi dengan pelanggan jasa pada operator lain dengan cara yang sama.
Pengaturan regulasi interkoneksi antar penyelenggara pada industri jasa multi operator merupakan hal yang sangat panting, khususnya kompetisi di bidang telekomunikasi Regulasi tarif interkoneksi di Indonesia saat ini mengacu kepada pola revenue sharing terhadap tarif pungut ke pelanggan.
Metodologi penelitian yang dilaksanakan dalam Thesis ini dimulai dari pengumpulan data teknis dan lingkungan ekonomi. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam perhitungan tarif jasa interkoneksi ini adalah masyarakat sebagai pengguna jasa telekomunikasi, operator penyedia jasa interkoneksi, operator yang memerlukan jasa interkoneksi serta regulator telekomunikasi. Perhitungan tarif jasa interkoneksi menggunakan metode Long Run Incremental Cost (LRIC). Analisa dilakukan terhadap kemampuan daya beli masyarakat dalam mengkonsumsi jasa telekomunikasi yang ditunjukkan melalui Produk Domestik Bruto per kapita. Selanjutnya dilakukan analisa kelayakan investasi melalui penilaian tingkat pengembalian investasi dan waktu pengembalian investasi. Dari analisa terakhir adalah perbandingan tarif dengan produk jasa sejenis, yaitu jasa sirkit langganan.serta dorongan kompetisi. Kasus yang dikembangkan dalam Thesis ini adalah Divisi Network PT. Telkom sebagai penyelenggara jasa jaringan SLJJ.
Hasil analisa menunjukkan bahwa tarif interkoneksi yang ada saat ini mempunyai nilai melebihi kemampuan daya beli masyarakat dalam mengkonsumsi jasa telekomunikasi khususnya jasa interkoneksi. Perlunya mark up untuk memperoleh tarif jasa interkoneksi yang memadai bagi tingkat pengembalian investasi yang wajar.
Strategi yang diterapkan adalah melakukan penetapan harga jasa interkoneksi dalam jangkauan tertentu yang memberikan insentif bagi penyelenggara dan terjangkau oleh pengguna jasa interkoneksi. Selanjutnya tarif interkoneksi yang ditetapkan diharapkan tidak menjadi predatory price bagi jasa telekomunikasi lainnya.

The new paradigm on managing telecommunications services business has moved from government monopoly to competition. The single, state-owned operator has failed to deliver the services that modern economies and societies demand. Its place has been taken by a new multi-operator industry, much of it privately owned In addition, this condition will create a new atmosphere on telecommunications regulation. The operators must interconnect, so that the subscribers to each network can talk to the subscribers of others networks in a seamless way.
The interconnect arrangements between the networks of this multi-operator industry are vital to its effectiveness, due to competition in telecommunications_ Now, interconnect pricing in .Indonesia is referring to revenue sharing based on retail.
Starting from collecting technical and economies environment data, this Thesis will run the steps of research methodology. Several aspects that will be considered in interconnect pricing, are community as main users on telecommunications services, access providers, access seekers and telecommunications regulator. The thesis is using Long Run Incremental Cost (LRIC) model, as a framework to calculate interconnect pricing. Thesis will analyze the capability of Indonesian people's buying power on telecommunications services. It will be shown through Gross Domestic Product per capita (GDP per capita). The following step is investment analysis, how to make investment feasible through severe analysis, such as: valuation on investment rate of return and payback period. The last analysis is comparing tariff on similar services - between 2-Mbps leased line tariff and interconnect tariff It will be used to know how does tariff influences services each other. Thesis will develop case study on Network Division, PT. Telkom as Long Distance operator.
Analysis result shows how the existing tariff has a value above buying power of Indonesian community for consuming telecommunications services, especially on interconnect services. To get normal rate of return on investment, it will be needed mark up on cost of services sold on interconnect services.
The strategy, that will be applied, are deciding certain range of tar ff which give incentive for operator and consider buying power of interconnect services users_ The decisions on interconnect services tariff will not be a predatory pricing toward other telecommunications services.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Herlangga Masrie
"Kemajuan teknologi yang cepat dan liberalisasi pasar telekomunikasi telah memicu lahirnya jenis-jenis jasa telekomunikasi baru secara signifikan. Konsekuensinya, ketersediaan jaminan interkoneksi yang reliable antar operator, baik pada skala lokal, nasional, regional maupun internasional, merupakan prasyarat mutlak (conditio sine qua non) bagi keberlangsungan beragam jenis layanan telekomunikasi. Ketiadaan interkoneksi yang memadai antaroperator dapat menyebabkan penyelenggaraan berbagai jasa telekomunikasi menjadi terhambat dan tidak efisien karena setiap penyelenggara telekomunikasi hanya dapat tersambung dengan jaringannya masing-masing. Berakhirnya hak eksklusivitas dari TELKOM dalam penyelenggaraan jasa dan jaringan SLJJ di Indonesia menjadikan Indosat mendapat lisensi sebagai operator sambungan lokal dan SLJJ. Karena keterbatasan jaringan domestiknya, Indosat sangat bergantung pada interkoneksi dan TELKOM sebagai incumbent operator agar dapat memberikan layanan kepada pelanggan jasa telekomunikasi dasar untuk melewatkan maupun menterminasi jasa. Hal ini dapat digunakan incumbent untuk menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya dengan melakukan penolakan atau memperlambat pemberian interkoneksi, menghalangi konsumen atau pelanggan Indosat untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan operator pesaing, dan menetapkan syarat-syarat interkoneksi yang tidak adil dengan tujuan untuk mencegah dan/atau menghalangi operator lain untuk mendapatkan jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas. Peraturan yang ada sudah cukup mengatur penyalahgunaan posisi dominan dalam penyelenggaraan interkoneksi jasa SLJJ dalam era duopoli ini. Untuk pengaturan kedepannya diperlukan aturan teknis tambahan seperti pemenuhan interkoneksi secara tepat waktu, tersedianya prosedur negosiasi interkoneksi yang baku dan terbuka untuk umum, perjanjian interkoneksi yang terbuka untuk umum dan penawaran interkoneksi yang transparan; dan prosedur dan jangka waktu penyelesaian sengketa interkoneksi yang wajar."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Gunawan
"Pada perkembangan industri telekomunikasi di negara berkembang seperti Indonesia, regulasi diarahkan untuk meningkatkan efisiensi industri dalam memenuhi permintaan yang bertumbuh. Peningkatan efisiensi industri tersebut dibutuhkan dalam rangka mempertahankan kemampuan supply permintaan akses. Usaha meningkatkan efisiensi industri termasuk mencegah para penyelenggara melakukan subsidi terhadap defisit yang terjadi akibat ruting panggilan yang panjang akibat adanya perbedaan cakupan area pembebanan interkoneksi dan letak titik interkoneksi pada penyelenggaraan telekomunikasi.
Diperlukan pengaturan ulang cakupan area pembebanan dan letak titik interkoneksi antara penyelenggara khususnya antara penyelenggara jaringan tetap dan jaringan bergerak selular untuk menghindari defisit tersebut. Pengaturan ulang cakupan area pembebanan dan letak titik interkoneksi akan berhadapan dengan penurunan revenue penyelenggara karena akan menghilangkan pendapatan dari panggilan jarak jauh antar dua cakupan area pembebanan yang proporsinya diperkirakan mencapai 60% dari total pendapatan interkoneksi. Pengaturan ulang cakupan area pembebanan dan letak titik interkoneksi harus menjaga kondisi pendapatan penyelenggara dan batas toleransi terhadap total defisit yang dialami penyelenggara pada satu cakupan area pembebanan.
Pengaturan ulang cakupan area pembebanan dengan menggabungkan dua POC atau menambah POI dapat dilakukan dengan menggunakan model bisnis yang mempertimbangkan dampak terendah terhadap perubahan revenue. Model bisnis yang digunakan merupakan suatu fungsi terhadap fungsi terhadap biaya pembangunan titik interkoneksi, biaya yang ditanggung oleh penyelenggara dalam menyalurkan trafik lokal dengan ruting jarak jauh dan rasio antara defisit dalam menyalurkan trafik lokal dengan ruting jarak jauh dengan total revenue.
Dari hasil pengujian dan analisa terhadap model bisnis yang dibangun dapat digunakan untuk menngatur ulang cakupan area pembenanan interkoneksi.Penggabungan dua POC atau penambahan POI merupakan keputusan pengaturan ulang POC yang dapat ditempuh dengan menggunakan model bisnis yang dibangun untuk menghilangkan defisit yang ditanggung penyelenggara dalam menyalurkan trafik lokal dengan ruting jarak jauh.

Regulation on the growing telecommunication industry in developing countries such us Indonesia is aimed to improve industry efficiency in supply of access demand. The improvement of industry efficiency is needed to maintain the capacity of supply for access demand. One of the actions for improving industry efficiency is avoiding operators to subsidy deficit that incurred due to the call with longer routing in interconnection. Call with longer routing in interconnection is due to different point of charging between fixed and mobile operators and absence of point interconnect.
In order to avoid deficit, re-arrangement of point of charging and position of point of interconnect is needed. Re-arrangement of point of charging and position of point of interconnect will decrease revenue of operator, since re-arrangement of point of charging and position of point of interconnect will eliminate revenue from long distance call between two point of charging. This revenue is taking the highest portion of total revenue, approximately until 60% from total interconnect revenue. Due to that facts, re-arrangement of point of charging and position of point of interconnect is conducting with maintain total revenue of operators with certain limitation amount of total deficit in one point of charging that stated by regulator.
Re-arrangement of point of charging could be done by merging two POCs or adding POI by using business model which is a function of total cost for developing POI, cost for providing interconnect local call with long distance routing and ratio of deficit in providing interconnect local call with long distance routing with total revenue.
From testing and analyzing of business model concluded that it could be used as a tool for re-arrangement of interconnect charging area. Merging two POCs or adding POI are decisions for re-arrangement of point of charging that could be confirmed by using business model to avoid deficit in providing interconnect local call with long distance routing.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T40803
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rochmah
"ABSTRAK
Jaringan pensinyalan merupakan tulang punggung pengontrolan dalam jaringan telekomunikasi. Di samping sebagai tujuan utama dalam pengontrolan sambungan, bentuk jaringan pensinyalan merupakan dasar aplikasi Intelligent Network/jaringan pintar, mobilitas manajemen pada jaringan bergerak dan untuk servis personal communication. Akhirna jaringan pensinyalan adalah sebagai dasar untuk operasi administrasi dan aplikasi perbaikan.
Dengan mengetahui karakteristik dari pensinyalan serta sistem pensinyalan yang digunakan pada suatu jaringan sangat membantu dalam menganalisa masalah-masalah yang terjadi pada suatu jaringan.
Dengan adanya servis tambahan yang baru tersebut, beban pada hubungan pensinyalan dan fungsi kontrol pensinyalan bertambah dengan cepat. Dari bentuk pensinyalan dapat digunakan untuk pengontrolan beban suatu jaringan atau pengontrolan overload.
Pada penelitian dibahas mengenai garis besar untuk model sistematis dari jaringan pensinyalan, skenario suatu proses call setup, analisa aliran trafik, dan analisa pengontrolan situasi beban penuh atau overload pada suatu jaringan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1990
S38210
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugito
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
TA3057
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Genta Buana
"ABSTRAK
Untuk menyediakan sarana jasa telekomunikasi yang balk serta handal dengan biaya pengadaan yang wajar dan efektif diperlukan suatu perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan faktor-faktor terkait. STBS Dijital tidak hanya menggunakan jaringan fisik kabel tapi juga menggunakan gelombang radio dalam melayani suatu daerah layanan. Untuk itu dalam perancangan jaringan STBS Dijital, harus memperhatikan masalah perambatan gelombang selain faktor trafik yang diperkirakan terjadi pada jaringan. Tugas Akhir ini bertujuan untuk melakukan perancangan set STBS Dijital, dalam hal ini menentukan dimensi set serta penngalokasian kanal trafik dengan menganalisa perambatan gelombang serta perkiraan besarnya trafik pada suatu daerah layanan dengan bantuan perangkat lunak. Analisa perambatan gelombang dilakukan dengan bantuan peta topogrofi suatu daerah yang dibatasi pada perhitungan redaman difraksi disamping redaman perambatan ruang bebas. Peta yang digunakan adalah suatu peta dijital yang mempresentasikan suatu nilai ketinggian pada suatu tempat berdasarkan warna pixel. Sedangkan pengalokasian kanal trafik didasarkan pada metode Erlang-S Modifikasi yang merupakan pengembangan dari metode Erlang-B dengan memperhatikan pengaruh persentase trafik antar telepon bergerak di dalam sebuah set. Berdasarkan uji coba perangkat lunak dapat disimpulkan bahwa dimensi sel dipengaruhi oleh profit dataran. Sedangkan jumiah kanal trafik yang harus dialokasikon juga dipengaruhi oleh persentase trafik tipe 3 disamping besarnya offered traffic dan GOS.

"
1996
S38919
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugito
"ABSTRAK
Jaringan interkoneksi yang ada saat ini menggunakan jaringan bundling sehingga untuk dapat memasuki bisnis telekomunikasi perusahaan baru harus memiliki modal yang kuat karena harus membangun suatu sistem sendiri secara utuh. Untuk menetapkan konfigurasi jaringan interkoneksi yang menjamin kompetisi dimasa datang, diperlukan pengkajian secara menyeluruh dari berbagai kepentingan. Tesis ini mengkaji berbagai kepentingan seperti perusahaan yang sudah ada, perusahaan baru, perkembangan teknologi, kebutuhan layanan baru, dan negara sehingga diperoleh model jaringan interkoneksi yang menjamin kompetisi baik diantara industri telekomunikasi yang sudah ada maupun dengan yang baru didirikan, sehingga terwujud bisnis telekomunikasi yang efektif dan efisien. Kegiatan yang dilakukan dalam penyusunan tesis ini adalah mengumpulkan data-data interkoneksi yang ada di Indonesia, dan luar negeri. Dari data-data tersebut dianalisa dengan memperhatikan kecenderungan bisnis dan teknologi telekomunikasi. Pemecahan masalah menggunakan metode analisis deskriptif dari kecenderungan-kecenderungan teknologi, jasa baru dan bisnis telekomunikasi serta studi komparatif dari jaringan interkoneksi di luar negeri. Model jaringan interkoneksi yang dapat dihasilkan adalah jaringan interkoneksi yang setiap elemen jaringannya dapat berinterkoneksi dan disediakan oleh lebih dari empat penyedia infrastruktur sehingga tidak memungkinkan sebuah operator mempengaruhi harga produk. Dalam implementasinya perlu diatur kembali penomoran yang memungkinkan kompetisi pada pelayanan internasional, jarak jauh dan lokal yaitu dengan pemberian kode untuk setiap penyelenggara.

ABSTRACT
Interconnection network in Indonesia is bundling network, new carriers must build their system to enter the market and need much capital to provide it. In network configuration set up which guarantee competition in the future, some interest must be studied. This tesis study some interest of incumbent operators, new carriers, new services, new technology and state to get the network configuration which guarantee competition in order to achieve effective and efficient telecommunication business. The activities in tesis composing are collecting Indonesian interconnection data and some other countries, analysis the data and pay attention of business and telecommunication technology trend. The solution be solved with descriptive analysis method of the technology trend, new services and telecommunication business and comparative study of the interconnection network in some other countries. Interconnection network can be achieved is interconnection network which any network element can be interconnected and provided more than four operators in order to make one operator impossible to affect the price of the product. In its implementation needed renumbering according to competition on international, long distance and laical services, that gives specific code to every operator.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>