Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24765 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1983
307.72 DIN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: ayasan Obor Indonesia, 1988
301.24 TEO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rd. Hasan Basri S.
"Masyarakat Suku Anak Dalam merupakan bagian dari kelompok masyarakat terasing yang berada di wilayah Propinsi Jambi dengan populasi seluruhnya 2.951 kepala keluarga atau 12.909 jiwa yang tersebar di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Bungo Tebo dan Kabupaten Sarolangun Bangko. Mereka ini hidupnya terpencil, terisolasi, tertinggal di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, politik dan agama. Untuk memenuhi kebutuhan hidup kesehariannya dilakukan dengan cara mengumpulkan hasil hutan dan berburu binatang.
Dalam menangani masyarakat terasing ini, pemerintah [Departemen Sosial] telah mengeluarkan suatu kebijakan yang secara yuridis formal tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 5/HUK/1994 tanggal 25 Januari 1994 tentang Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Terasing [PKSMT]. Pertimbangan dikeluarkannya kebijakan tersebut adalah bahwa masyarakat terasing bagian dari masyarakat Indonesia, memiliki berbagai masalah sosial yang perlu memperoleh pembinaan secara sistematik untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Program PKSMT ini mempunyai tujuan terentasnya masyarakat terasing dari ketertinggalan dan terbelakangan di berbagai bidang dan dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial serta hidup sejajar dengan masyarakat lain yang lebih maju dan pada akhirnya menjadi masyarakat mandiri. Secara teknis program ini dilaksanakan melalui pola pendekatan Sistem Pemukiman Sosial [SPS] dengan empat tipe pemukiman yaitu: (1) tipe pemukiman di tempat asal atau insitu development (2) tipe pemukiman di tempat baru atau exsitu development (3) tipe stimulus pengembangan masyarakat, dan (4) tipe kesepakatan dan rujukan.
Dalam konteks ini maka pada tahun 1993/1994, Pemerintah Daerah Propinsi Jambi, Kanwil Departemen Sosial Propinsi Jambi dan instansi terkait telah melakukan pembinaan/bimbingan sosial kepada masyarakat Suku Anak Dalam khususnya yang berada di Desa Jebak Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batang Hari. Pembinaan ini telah berhasil menetapkan masyarakat Suku Anak Dalam pada lokasi pemukiman menetap sebanyak 85 kepala keluarga atau 358 jiwa.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, tipe permukiman di tempat asal [insitu development/ cukup berpengaruh terhadap penataan wilayah di tempat asal masyarakat Suku Anak Dalam. Adanya sarana umum/sarana sosial yang tersedia di lokasi pemukiman disertai pula dengan bantuan stimulus berupa kebutuhan hidup sehari-hari selama 24 bulan serta bantuan peralatan kerja merupakan bagian yang terpenting dalam merubah dan membentuk perilaku sosial masyarakat Suku Anak Dalam sebagaimana yang dikehendaki.
Mereka telah mengenal pola bertani secara menetap, berkebun karet, memakan hasil pertanian dan memasarkannya pada masyarakat desa, dan pasar-pasar tradisional [green market] dan telah dapat mengembangkan rumah menjadi rumah permanen. Di bidang pendidikan mereka telah dapat membaca, menulis, berhitung dan menyekolahkan anak-anak pada sekolah dasar, dibidang agama mereka telah memeluk salah satu agama [lslam] dan menjalankan perintah agama, di bidang kesehatan mcreka telah memanfaatkan sarana kesehatan [Puskesmas].
Walaupun di satu sisi program PKSMT telah menunjukkan hasil ke arah pencapaian sasaran yang dikehendaki, pada sisi lain akan dapat terjadi kecenderungan dampak negatif [social attitude negative] dalam kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam yaitu hilangnya sebagian budaya seperti ritus acara perkawinan yang sebenarnya dapat dipertahankan sebagai momentum pengembangan wisata budaya yang dikombinasikan dengan wisata alam setempat. Potensi produk wisata ini akan dapat menjadi nilai tambah tersendiri untuk menarik minat peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke lokasi setempat. Semua perubahan-perubahan sosial (fisik dan non fisik) pada masyarakat Suku Anak Dalam di lokasi penelitian, kami sajikan secara keseluruhan dalam tesis ini."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T919
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inggrid Primadevi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak tinggal di lingkungan budaya
lain terhadap identitas budaya siswa AFS Indonesia. Siswa program AFS yang
tinggal di luar negeri selama satu tahun akan mengalami akulturasi psikologis.
Akulturasi psikologis adalah perubahan budaya yang terjadi pada diri individu akibat
kontak budaya yang berlangsung secara terus menerus antara dua budaya yang
berbeda (Graves dalam Berry & Kim, 1988). Akulturasi dapat membawa berbagai
perubahan yang salah satunya adalah perubahan identitas budaya (Liebkind,
1996b). Seorang remaja yang tinggal di lingkungan budaya asalnya saja dapat
mengalami kebingungan identitas budaya (Phinney dalam Rice, 1996). Maka siswa
AFS yang tinggal di lingkungan budaya lain diasumsikan akan mengalami dinamika
identitas budaya yang lebih besar dan lebih kompleks karena semakin banyaknya
pilihan perilaku budaya dan keinginan untuk conform dengan perilaku tersebut.
Identitas budaya sendiri adalah imej individu terhadap nilai dan perilaku yang
menjadi karakteristik budayanya, perasaannya mengenai karakteristik budaya dan
pemahaman mengenai sejauh mana karakteristik budaya tersebut terefleksikan oleh
dirinya (Ferdman, 1995). Identitas budaya juga bisa dikaitkan dengan evaluasi
terhadap keanggotaannya dalam kelompok budaya tertentu. Karakterisitik budaya
disini akan dilihat pada empat kategori besar yakni keluarga, sekolah, pergaulan
sosial remaja dan kehidupan beragama.
Metode penelitian adalah metode kualitatif dengan menggunakan
wawancara dan observasi. Subyek adalah 4 orang siswa AFS yang sudah kembali
(retumee) dari Jepang dan Belgia dalam jangka waktu satu tahun, perempuan,
berada dalam tahap remaja akhir (18-22 tahun) dan tinggal di Jakarta.
Hasil analisis dan interpretasi menunjukkan bahwa berdasar bentuk budaya
Fiske (dalam Triandis, 1994), semua subyek mempersepsi budaya asalnya sebagai
budaya kolektivis. Sedangkan subyek yang ke Jepang mempersepsi budaya
Jepang di tempat tinggalnya sebagai budaya kolektivis cenderung individualis dan
subyek yang ke Belgia mempersepsi budaya Belgia ditempat tinggalnya sebagai
budaya individualis.
Perbedaan budaya tersebut membuat subyek semakin menyadari aspekaspek
budaya asal dan budaya baru selama di luar negeri. Perbedaan tersebut
membuat siswa mengevaluasi dan mengubah perilaku budayanya. Dalam hal ini,
terdapat tiga pola perubahan identitas budaya siswa selama di luar negeri, yakni
mempertahankan dan tidak mempertahankan identitas budaya asalnya serta
mempertahankan identitas budaya asalnya dengan mengadopsi perilaku budaya
barunya. Terjadinya pola perubahan ini bervariasi dari satu siswa ke siswa lain, tergantung dari latar belakang budaya siswa dan budaya baru yang ditemui siswa.
Namun terdapat kecenderungan bahwa perubahan yang dilakukan selama di luar
negeri adalah perubahan yang sejalan dengan budaya asal siswa. Selain itu
ditemukan pula bahwa semua siswa tidak mempertahankan identitas budaya
asalnya dalam hal kebiasaan hidup sehari-hari seperti kebiasaan mengucapkan
salam.
Secara keseluruhan, dinamika yang dialami subyek sangat besar mengingat
perbedaan budaya yang ada dan kecenderungan subyek untuk selalu mengubah
perasaan dan perilakunya setiap kali masuk ke dalam lingkungan budaya baru.
Walaupun perilaku mereka berubah, namun siswa justru lebih merasa sebagai
bagian dari budaya Indonesia dan bangga terhadap hal tersebut selama di luar
negeri. Ini terlihat dari usaha subyek untuk membela nama baik Indonesia jika
mereka mendengar berita-berita negatif mengenai Indonesia dan bangga
menampilkan atraksi budaya Indonesia.
Usia remaja ternyata adalah usia yang tepat untuk mengirimkan siswa ke
luar negeri dalam rangka program pertukaran pelajar karena remaja senang
mencoba hal-hal baru. Namun demikian, penyusunan program orientasi dan
reorientasi dengan materi karakteristik budaya baru yang lebih spesifik serta
pengaktifan peran konselor selama siswa di luar negeri disarankan untuk lebih
ditingkatkan."
Lengkap +
2002
S3082
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choesnah Idarti
"Kota dan masalah perkotaan merupakan obyek penelitian yang dinamis. Ini disebabkan masalah-masalah perkotaan dan pemecahan-pemecahan yang diajukan sebagai jawabannya akan terus berubah dan berkembang. Mengingat kota-kota adalah tempat-tempat dengan sekumpulan orang yang tinggal di dalamnya tidak seragam, maka masalah yang timbul di satu kota tidak akan sama pemecahannya dengan.pemecahan masalah yang serupa di kota yang lain.
Beberapa pusat kota di sekitar Jakarta saat ini mengalami perkembangan fisik dan sosial yang berlangsung dengan cepat. Perubahan ini merupakan akibat timbulnya masalah-masalah perkotaan yang semakin beragam. Penelitian ini tidak akan membahas lebih lanjut mengenai hal tersebut, namun mengenai dampak yang timbul akibat perubahan fisik kota terhadap pola ruang sosial kota. Sebagai batasan masalah, penulis mengamati fenomena koridor sirkulasi kota yang terjadi akibat perubahan infrastruktur, yaitu jalan melalui tinjauan ruang kota.
Obyek pengamatan berada di Kotamadya Depok yaitu koridor jalan Margonda Raya. Alasan pemilihan lokasi berdasarkan konteks lingkungan yang potensial. Kotamadya Depok adalah wilayah penyangga Jakarta yang masyarakatnya merupakan komunitas yang unik, yaitu penduduk asal dan penduduk pendatang. Penduduk asal memiliki karakter unik akibat kebudayaan yang terbentuk melalui proses yang panjang2, sedangkan penduduk pendatang hadir karena daya tarik Depok sebagai kota tempat tinggal cukup besar. Selain itu, hadirnya institusi pendidikan tinggi turut memberikan karakter tersendiri pada kotamadya Depok. Jalan Margonda Raya dipilih berdasarkan posisinya yaitu koridor penerima arus mobilitas dari ibu kota negara, Jakarta. Karena itu, pola ruang sosial pada koridor jalan Margonda Raya signifikan karena akibat posisinya sebagai gerbang mobilitas penduduk yang bertinggal di Kotamadya Depok."
Lengkap +
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
LP 1999 36
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Eisenstadt, Shmuel Noah
Jakarta: Rajawali, 1986
303.64 EIS r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka,
300 SYU
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
I Nengah Tri Sumadana
"Apabila kita mengamati proses pelaksanaan pembangunan di desa Karama, maka kita dapat melihat adanya beberapa karakteristik pembangunan desa yang kurang memperhatikan pengembangan aspek sosial kultural masyarakat setempat antara lain seperti kebijakan, strategi dan program pembangunan desa yang cenderung top down planning daripada bottom up planning, pembangunan desa lebih mengutamakan pembangunan ekonomi dan politik tanpa memberi posisi yang sepadan bagi pengembangan aspek sosial kultural masyarakat setempat, pembangunan desa cenderung mengadopsi pola-pola perilaku manajemen pembangunan dari negara maju dan kurang memberikan peluang bagi adanya akulturasi terhadap nilai-nilai kultural lokal ke dalam proses pembangunan bahkan ingin langsung menggeser nilai-nilai tersebut dengan memaksakan masuknya nilai-nilai baru. Hal ini menyebabkan timbulnya perbenturan nilai-nilai, antara nilai kultural lokal dan nilai modernisasi yang terkandung dalam pembangunan dan masyarakat Karama pun kemudian terperangkap dalam sejumlah pilihan yaitu antara meninggalkan nilai-nilai lama, menerima nilai-nilai baru atau melakukan akulturasi nilai-nilai sendiri dengan nilai-nilai baru yang terkandung dalam pembangunan desa.
Dampak lebih jauh adalah adanya kesenjangan antara antusiasme masyarakat saat melibatkan diri dalam berbagai arena sosial kultural dengan antusiasme saat pelaksanaan pembangunan desa. Dalam arena kehidupan sosial kultural seperti pada acara perkawinan, kematian, peringatan hari-hari besar agama, kenaikan Haji dan lain-lain, masyarakat desa Karama sangat aktif terlibat dan menunjukkan kebersamaan dan kesatuan mereka sebagai sebuah komunitas. Dan hal seperti itu tidak dapat kita saksikan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan desa. Dengan demikian, masyarakat desa Karama pada dasarya memiliki sejumlah nilai-nilai kultural lokal yang aktif menuntun mereka dalam berucap, bersikap dan bertindak sebagaimana yang seharusnya dalam kehidupan sosial kulturalnya.
Mengingat keberhasilan pembangunan bukan hanya ditentukan oleh modal, teknologi dan ilmu pengetahuan tetapi juga faktor manusianya dan manusia dalam melakukan aktivitasnya digerakkan oleh serangkaian nilai-nilai yang tumbuh di dalam benak dan pikirannya yang diperolehnya dari kultur di mana dia tumbuh dewasa. Untuk memahami nilai-nilai yang terkandung dalam kultur masyarakat Karama sebagai bagian dari komunitas Mandar, maka kita perlu memahami institusi-institusi sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat Karama. Dalam penelitian ini, Penulis membatasi diri untuk meneliti institusi kekerabatan dan perkawinan adat Mandar di desa Karama. Dari pengkajian terhadap institusi tersebut, penulis mencoba menggali dan menguraikan nilai-nilai kultural yang terkandung didalamnya dan menganalisa peranan yang dapat dimainkan oleh nilai-nilai tersebut dalam proses pembangunan desa.
Untuk memahami sistem sosial kultural tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif dengan metode etnogafi. Penelitian ini melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berbicara, berpikir, dan bertindak dengan cara-cara yang berbeda. Peneliti tidak hanya mempelajari masyarakat, lebih dari itu peneliti belajar dari masyarakat. Melalui pengamatan terlibat dan wawancara mendalam, struktur analisa disusun dari hal yang dikatakan orang, dari cara orang bertindak, dan dari berbagai artefak yang digunakan orang.
Dan penelitian selama ini, Penulis menemukan sejumlah nilai-nilai kultural yang aktif menuntun masyarakat dalam setiap hubungan sosialnya. Nilai-nilai tersebut adalah (1) nilai siri' yang berarti malu, harga diri, martabat, dan tanggung jawab, (2) nilai dippakaraya yang mengkonsepsikan pernyataan hormat, (3) nilai siarioi mengkonsepsikan keharmonisan dalam setiap hubungan sosial, dan (4) sirondorondoi yang mengkonsepsikan solidaritas sosial yang kuat. Nilai-nilai tersebut memainkan sejumlah peranan dalam arena sosial mereka sehari-hari dan apabila nilai-nilai tersebut diakulturasi dan diadaptasi ke dalam pembangunan desa, diyakini akan dapat berperan positif bagi proses pembangunan di desa Karama."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7703
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anwar Setiawan
"Di dalam tesis ini dibahas sejarah terbentuknya identitas ganda Bekasi yang dimulai dari masa prakemerdekaan sampai kemerdekaan dengan batasan tahun 1983. Analisisnya didasarkan pada metodologi strukturis dari Charles Tilly dan teori collective action, juga hermeneutika. Dari analisis dengan penerapan teori tersebut ditemukan bahwa lahirnya identitas ganda Bekasi yang bercirikan kultur budaya tradisional dan modern dan budaya Bekasi yang mendua antara budaya Melayu dan Sunda, antara pendidikan umum dan pendidikan Islam, disebabkan keputusan politik yang memasukkan wilayah administratif Kabupaten Bekasi ke wilayah Jawa Barat setelah adanya desakan dari masyarakat kewedanaan Bekasi serta usaha-usaha yang disengaja oleh pemerintah dalam upaya pelaksanaan pembangunan industrialisasi, juga upaya dari kelompok Islam di daerah Bekasi sebingga lahirlah wajah hudaya Bekasi seperti dewasa ini.

Double Identity of Bekasi: a Tranformation of Traditional Society to Modern SocietyIn this thesis is studied by history forming of double identity of Bekasi started from a period of pre independence until independence with limited to 1983. Its analysis is relied on methodology of structural of Charles Tilly and collective action theory of hermeneutics too. Applied of analysis theory found that delivering birth of double identity of Bekasi which distinguishing cultural and modem and traditional cultural of twinning Bekasi among Malay and Sunda culture, among education of public and education of Islam, caused by decision of politics including Sub-Province administrative territory of Bekasi to West Java region after existence of pressure of society of Bekasi regency and also the effort intended by government in the effort execution of development of industrialization, also strive from Islam group in area of Bekasi so that born cultural face of Bekasi like these days."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Nurbaeti Amien
"Kebijakan pembangunan perumahan di Kota dan Kabupaten Bandung ditetapkan untuk memenuhi laju pertumbuhan penduduk dan peningkatan PAD. Namun kebijakan yang dicanangkan Iebih ditekankan pada upaya pengadaan atau pasokan rumah (housing supply) dan kurang disesuaikan dengan ketersediaan lahan dan tuntutan kebutuhan perumahan sebagai kebutuhan sosial dan kultural (socio-cultural demand) yang mengandung aspek kualitas lingkungan yang manusiawi baik bagi pengguna maupun bagi masyarakat di sekitarnya.
Berbagai permasalahan sosial yang terjadi pada kegiatan pembangunan perumahan adalah : a) terjadinya proses marjinalisasi, yaitu peminggiran secara sistematis masyarakat petani karena beralih ke sektor usaha non pertanian dengan semakin terbatasnya lahan, b) terjadinya segregasi permukiman, yaitu komunitas lokal dan penghuni perumahan terpisah (segregated) oleh pagar pembatas yang dikonsepkan para pengembang dan perilaku eksklusif penghuni perumahan c) terjadinya perubahan nilai dan norma masyarakat yang disebabkan oleh berbagai kegiatan wisata yang ditawarkan para pengembang untuk menarik konsumen dalam management estate-nya.
Atas dasar kondisi di atas, maka penelitian ini bertujuan: a) mendeskripsikan sampai sejauh mana kegiatan pembangunan perumahan dan wisata berpotensi menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang bertempat tinggal disekitamya, b) mendeskripsikan dan menguji keeratan hubungan antara variabel-variabel sosial ekonomi dan sosial budaya yang dijadikan indikator dampak sosial dalam penelitian ini, dan c) menyusun rekomendasi pengelolaan Iingkungan sosial yang efektif rneminimalkan dampak negatif dari kegiatan perumahan dan wisata di desa Cihideung.
Metode studi yang digunakan dalam kajian ini menggunakan metode deskriptif dan eksplanatori atau verifikatif. Janis penelitian yang digunakan adalah korelasional untuk melihat keeratan hubungan antara variabel-variahel kegiatan pembangunan perumahan dan wisata dengan variabel-variabel sosial ekonomi dan budaya. Berdasarkan hasil pengujian normalitas data, diperoleh hasil data penelitian tidak berdistribusi normal, sehingga data dianalisa dengan metode statistik nonparametrik yaitu Korelasi Rank Spearman.
Hasil analisis dampak pembangunan perumahan dan wisata terhadap kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat desa Cihideung menunjukan : a) Kegiatan pembangunan perumahan dan wisata tidak terintegrasi dengan kondisi social kultural masyarakat, sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan fisik dan sosial balk primer maupun sekunder. Darnpak primer adalah terbatasnya lahan pertanian, pagar pembatas yang terlalu tinggi dan keragaman aktifitas wisata yang negatif. Terbatasnya lahan menimbulkan dampak lanjutan terhadap sumber air penduduk dan peluang kerja dan usaha. Keberadaan pagar pembatas telah menimbulkan dampak lanjutan berupa terspasialnya wilayah permukiman penduduk menjadi wilayah yang memiliki status ekonomi tinggi dan status ekonomi rendah. Aktifitas wisata telah menimbulkan dampak terhadap nilai, norma dan gangguan keamanan b) Analisis korelasi menunjukan perubahan pemilikan lahan tidak memiliki hubungan langsung dengan tingkat mobilitas mata pencahaarian tetapi memiliki hubungan positif dengan perubahan tingkat pendapatan, disatu sisi tingkat perubahan pendapatan memiiiki hubungan dengan tingkat mobilitas mata pencahariaan. Keragaman aktifitas perumahan memiliki hubungan dengan tingkat penilaian masyarakat terhadap aktifitas perumahan.
Kegiatan pembangunan perumahan yang tidak terintegrasi merupakan dimensi kekuasaan distributif yang dijalankan pare pengembang karena lemahnya kontrol Pemda Kabupaten Bandung terhadap kegiatan perumahan dan lemahnya partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan. Dibutuhkan strategi pembangunan perumahan dan wisata yang berbasis pada terbatasnya sumber daya alam dan budaya lokal secara berkelanjutan yang dijalankan secara kolektif oleh stakeholders. Model yang disarankan adalah pembentukan Forum Pembangunan dan Pengelolaan Lingkungan Desa Cihideung oleh stakeholders guna membahas berbagal persoalan seputar pembangunan perumahan dan wisata dan pengelolaan dampak negatifnya.
Kegiatan pembangunan yang tidak terintegrasi membutuhkan penanganan di tingkat kebijakan. Forum menyusun Strategi Kebijakan Pembangunan Sosial Bidang Perumahan dan Wisata yang lebih lanjut dibahas bersama-sama DPRD dalam penyusunan Peraturan Daerah Pembangunan Perumahan dan Wisata.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14379
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>