Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197664 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Apriyanto
"Pajanan zat kimia yang bersifat endocrine disruptor dapat memberikan dampak terhadap sistem hormon manusia sehingga terjadi gangguan kesehatan akibat dari ketidakstabilan sistem tubuh. Pestisida merupakan salah satu zat yang bersifat endocrine disruptor di dalam tubuh dan biasa digunakan dalam kegiatan pertanian, khususnya dalam pengendalian hama tanaman. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pajanan pestisida dengan gangguan kesehatan, yaitu gejala hipotiroid dan gangguan siklus menstruasi. Penelitian terhadap petani di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes dilakukan pada bulan Mei 2014 dengan menggunakan desain studi cross-sectional. Data diambil secara non rondom sampling dengan metode quota sampling di lima desa (Kersana, Kemukten, Limbangan, Sutamaja, dan Kramatsampang) dengan jumlah sampel sebanyak 121 responden. Pengumpulan data diambil dengan metode wawancara dan pemeriksaan fisik kelenjar tiroid secara palpasi. Hasil penelitian didapatkan prevalensi goiter sebanyak 27.3%, gejala hipotiroid sebanyak 17,4%, yang merasakan 10 gejala sebanyak 1,7% dan gangguan siklus menstruasi sebanyak 47.4%. Terdapat hubungan bermakna antara kejadian goiter dengan masa kerja (p= 0,011) dan pengetahuan terkait pestisida (p= 0,031), gejala hipotiroid dengan lama pajanan (p= 0,009), dan gangguan siklus menstruasi dengan indeks massa tubuh (p= 0,001).

Chemical exposures as endocrine disruptor may have an impact on the human hormone system. As a result, endocrine disruptor affect to instability of the body systems. Pesticide is one of the endocrine disruptor that commonly used in agriculture as a pest control. Therefore, the study was conducted to see the effect of pesticide exposure to the symptom of hypothyroidism and menstrual disorder. The study was conducted in Subdistrict Kersana, District Brebes, Central Java at May 2014 by cross-sectional design study on farm worker. As many as 121 respondents in five villages (Kersana, Kemukten, Limbangan, Sutamaja, and Kramatsampang) and collected by non rondom sampling and quota sampling method. The data was collected by questionnaire and physical examination (palpation) of the thyroid gland. The result showed that the prevalence of goiter is 27,3%, symptoms of hypothyroidsm is 17,4%, feel 10 symptom of hypothyroid is 1,7%, and menstrual disorder is 47,4%. There was significant relationship between goiter with number of year working in agriculture (p= 0,011) and the respondents? knowledge related of pesticide (p= 0,031), symptoms of hypothyroidsm and time.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55067
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Afni Afifah
"Latar belakang: Produktivitas pertanian yang tinggi di Kabupaten Brebes berpotensi untuk menimbulkan berbagai gangguan kesehatan akibat pestisida pada pekerja tani. Beberapa penelitian sebelumnya pada lokasi yang sama menunjukan bahwa terdapat beberapa efek kesehatan, baik akut maupun kronis yang dialami pekerja tani akibat pajanan pestisida.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran golongan pestisida yang banyak digunakan, aktivitas enzim kolinesterase darah, gejala gangguan saraf, dan gejala gangguan kulit serta hubungannya dengan faktor lama pajanan dan karakteristik individu.
Metodologi: Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes. Sampel merupakan petani dan buruh tani pada lima desa di Kecamatan Kersana yang berjumlah 121 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode quota sampling. Data dikumpulkan melalui wawancara terstruktur, pengukuran status gizi, dan pengukuran enzim kolinesterase darah.
Hasil: Penelitian ini menunjukan bahwa pestisida yang paling banyak digunakan adalah golongan piretroid dan avermektin (26%). Terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah gejala gangguan saraf dengan lama pajanan per minggu (p=0,015). Hubungan yang signifikan juga terdapat antara jumlah gejala gangguan kulit yang dialami dengan faktor lama bekerja (p=0,045), lama pajanan per minggu (p=0,005), umur (p=0,002), jenis kelamin (p=0,044), dan kebiasaaan cuci tangan setelah bekerja dengan pestisida (p=0,000).
Kesimpulan: Pestisida yang paling banyak digunakan adalah golongan piretroid dan avermektin. Terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah gejala gangguan saraf dengan lama pajanan per minggu. Hubungan yang signifikan juga terdapat antara jumlah gejala gangguan kulit yang dialami dengan faktor lama bekerja, lama pajanan per minggu, umur, jenis kelamin, dan kebiasaaan cuci tangan setelah bekerja dengan pestisida.

Backgrounds: Brebes Region is one of various region which has high productivity in agricultural products, so this region has a potency for any health effects due to pesticide exposure. Several studies have shown that many health effects has occured in agirucultural workers in Brebes.
Objectives: This research’s objectives are knowing the groups of pesticide that commonly used, red blood cell cholinesterase activity, symtomps of neurological and skin disorders and their associatons with length of exposure and individual characteristics.
Methods: This research is located on Kersana sub-District, Brebes District, Central Java. Samples are farmers and fam labourers who live in five village on Kersana District. The number of samples is 121 persons. Quota sampling methods hava chosen by researchers to collect the samples. Data collecting was done by structured-interview, cholinesterase measurement, and nutritional status measurement.
Results: The result has shown that pesticide group which commonly used are phyretroid and avermectin. There is an significant association between the number of neurological disorders and length of exposure in week (p=0,015). There are also significant association between the number of skin disorders with working periods (p=0,045), length of exposure in week (p=0,005), age (p=0,002), gender (p=0,044), and hand-washing behaviours after working with pesticides (p=0,000).
Conclusions: Pesticide group which commonly used are phyretroid and avermectin. There is an significant association between the number of neurological disorders and length of exposure in week. There are also significant association between the number of skin disorders with working periods, length of exposure in week, age, gender, and hand-washing behaviours after working with pesticides.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56246
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eti Budiarti
"Latar belakang : Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat badan <2500. Bayi BBLR berkontribusi terhadap 60 ? 80% kematian neonatal. Berat lahir harus diukur dengan baik, namun menurut WHO dan UNICEF 2004 separuh bayi yang lahir di negara berkembang tidak ditimbang, karena alat timbang tidak ada, rusak, atau bahkan tidak pernah dikalibarasi, sehingga perlu ukuran pengganti yang dapat mengidentifikasi BBLR. Tujuan dari penelitian ini adalah didapatkannya ukuran antropometri (lingkar kepala, lingkar lengan atas, lingkar dada, lingkar paha dan lingkar betis) alternatif pengganti yang paling akurat untuk mengidentifikasi BBLR pada bayi yang lahir dari perempuan Etnis Jawa di Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes tahun 2014.
Metode : Penelitian analitik dengan desain studi cross sectional. Variabel yang diukur adalah berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, lingkar dada, lingkar paha dan lingkar betis bayi baru lahir. Ukuran dilakukan dalam rentang waktu 0 hingga 24 jam setelah kelahiran bayi. Semua ukuran dilakukan pencatatan dengan ukuran 0,1 cm terdekat dan 0.1 gram untuk berat badan. Metode statistik standar diadopsi untuk kekuatan hubungan (r), penentuan nilai AUC, titik potong (cut of point) sensitivitas, spesifisitas, NDP dan NDN.
Hasil penelitian menunjukan bahwa lingkar betis memiliki tingkat sensitivitas tertinggi (88.9%) dibandingkan dengan ukuran lainnya. Dengan nilai duga positif (NDP) dan nilai duga negatif (NDP) yang juga paling tinggi. Dengan cut of point 9.75 cm, yaitu jika lingkar betis bayi <9.75 cm maka, bayi dikatakan BBLR.

Background: Low birth weight infants are those with birth weight less than 2500 grams. LBW infant cases contribute to 60-80% of neonatal deaths. In fact, every birth weight should be measured accurately. Still, according to WHO and UNICEF in 2004, half of those infants born in the developing countries were not weighed because of some reasons: the scales did not exist, damaged, or even never been calibrated. Thus, it is necessary to identify surrogate measurement of LBW. The purpose of this research is to collect anthropometric measurements (head, upper-arm, chest, thigh, and calf circumference) as an accurate alternative to identify LBW infants born of women at Sub-district of Bumiayu, Brebes Regency in 2014.
Methods: This study was conducted through cross-sectional design. The variables measured were head, upper-arm, chest, thigh circumference, and calf circumference, and also weight of newborns. Measurements were made in a span of 0 to 24 hours after birth. All measurements were recorded to the nearest size of 0.1 cm and 0.1 gr for weight loss. The method of standard statistic was adopted for the strength of the relationship (r), the determination of the value of AUC, cut point (cut of point) sensitivity, specificity, NDP and NDN.
The results : Showed that the calf circumference had the highest level of sensitivity (88.9%) compared with other measurements. Having cut of point 9.75 cm, calf circumference showed the highest positive predictive value (NDP) and negative predictive value (NDP). In other words, infants with calf circumference less than 9.75 cm are those born with LBW."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42004
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munthe, Simeon
"Terpajan pestisida secara kronis dapat mempengaruhi status kesehatan . Efek tersebut bergantung pada toksisitas pestisida dan tingkat pajanannya. Bisnis petani kebanyakan memerlukan pestisida untuk meningkatkan hasil pertanian. Petani yang menggunakan pestisida harus memakai APD untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh pestisida.
Desain kasus-kontrol telah digunakan untuk mengetahui risiko pajanan pestisida pada asma di kalangan petani, dengan 70 sampel yang menderita asma dan 210 sampel kontrol yang tidak asma, bertempat tinggal di desa dan bekerja sebagai petani, telah dilakukan di Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara.Variabel confounding dalam penelitian ini adalah penggunaan APD dan variabel tingkat pendidikan. Dalam penelitian ini tingkat eksposur dan penggunaan APD dikategorikan menjadi tiga kategori.
Hasil analisis: Risiko kejadian asma pada tingkat pajanan sedang dibandingkan dengan rendah (OR = 2,33, 95% CI: 0,72 – 7,61) sedangkan risiko kejadian asma pada tingkat pajanan tinggi dibandingkan dengan rendah (OR = 3,24, 95% CI: 1,06 – 10,37). Risiko kejadian asma pada penggunaan APD sedang dibandingkan dengan kurang (OR = 0,37, 95% CI: 0,19 – 0,72), sedangkan risiko kejadian asma pada penggunaan APD baik dibandingkan dengan penggunaan APD buruk (OR = 0,2, 95% CI: 0,07 – 0,53). Efek tingkat pajanan terhadap kejadian asma dipengaruhi oleh penggunaan APD, semakin lengkap penggunaan APD semakin kecil efek tingkat pajanan terhadap kejadian asma.

Chronic exposed of pesticide have harmful effect on health. Those harmful effect depends on the level of exposure and toxicity of pesticide. The farmer bussiness mostly need pesticide achieve the optimal of agriculture results. The farmer who use pesticide must be use personal protected equipments to reduced harmful effect of pesticide.
Design case-control have been use to study the risk of pesticide exposure on asthma among farmers, with 70 sampel who suffer from asthma and 210 control sampel who are not asthmatic, residing in the village and worked as farmer, has been done in Karo district of North Sumatera Province. The confounding in this study are use PPE variable and education level variable. In this study the level of exposure and use PPE are categorized into three categories.
Result analysis: the effect of middle level exposure of pesticide compared to low level on asthma(OR = 2.33, 95% CI: 0.72 to 7.61), while the effect of high level compared with low exposure on asthm (OR = 3.24, 95% CI: 1.06 to 10.37). the effect of middle level usage of PPE compared to less on asthma (OR = 0.37, 95% CI: 0.19 to 0.72), while the effect of good usage of PPE compared to less (OR = 0.2, 95% CI : .07 to .53). Effects of exposure level of pesticide on asthma is reduced by the use of PPE, more complete usage of PPE more diminishing the effect of exposure level on asthma.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Wijayanto
"PW10 adalah salah satu indikator pencemaran udara yang lazim digunakan saat ini. Pencemaran udara oleh PK° di luar ruangan terjadi akibat kegiatan industri, polusi kendaraan bermotor, pembukaan hutan dengan cara dibakar, letusan gunung berapi dan instalasi pembangkit tenaga listrik. Pabrik batako sebagai salah satu industri kecil, berpotensi menyumbang PM10 di lingkungan kerja, yang jika tidak diwaspadai dapat merugikan kesehatan pekerja, diantaranya gejala infeksi saluran penafasan akut (ISPA).
Desain study cross sectional digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui hubungan pajanan PM10 pabrik batako dengan gejala ISPA pada pekerja pabrik batako di Kabupaten Banyuasin. Sebanyak 165 pekerja dari 30 pabrik batako menjadi responden dalam penelitian ini. Pengukuran konsentrasi PM1o pabrik dan parameter lain, seperti kelembaban udara, kepadatan rumah, luas ventilasi, karakteristik responden, seperti umur, status gizi dan kebiasaan merokok serta gejala ISPA diukur dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bemakna antara PK10 dan gejala ISPA pekerja pabrik batako (p=000, OR=7,60). Juga ada hubungan bermakna antara kebiasaan merokok dengan gejala ISPA (p=0,002, 0R=4,42) dan kelembaban rumah dengan gejala ISPA (p=0,009, OR.=3,18). Pemerintah dan pihak terkait perlu melakukan pernantauan terhadap kualitas udara pabrik batako dan melakukan penyuluhan untuk mencegah atau meminimalkan darnpak kesehatan yang mungkin terjadi akibat pencemaran udara pada pabrik batako.

PM10 is air pollution indicator which often used for ambient particulate. Air pollution caused by PM10 in out of room is able to be caused by industry activities, vehicle pollution, forest for burning, mountains eruption and generator instalation. A brick factory has a great chance to contribute PIN/110 on its environment. It would have a bad health impact, among other thing is symptom of ARI (Accute Respiratory Infection).
Cross sectional study used in this research aims to know about relationship between PK° exposure of brick factory with ART symptom on its worker in Banyuasin Regency. 165 workers from 30 brick factory became respondent in this research. Besides, PMID concentration measuring of brick factory and others parameter was tested, such as air humidity, house density, large of ventilation, including respondent characteristic ( ages, nutrient status, smoking habit).
The result of this research indicates that Pivlio has strong relationship with ART symptom of brick factory workers (p=000, OR=7,60), then smoking habit variable (p=0,002, OR=4,42) and house humidity (p-- 1,009, OR=3,18). Brick factory workers with standard PMio concentration has a great chance to have ART symptom 7,6 times higher than a factory with low PK') concentration. Smoking habit of the workers will have chance 4,5 times higher to have ARI symptom than un-smoking workers. And for the workers who live in un-fulfill humidity area have a big chance to have ARI symptom 3 times higher than they who live in standard humidity house. In this research, hope the government and related instances are monitoring to the air quality of brick factory and giving much information to avoid and minimize bad health impact which might be caused by air pollution in brick factory.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34333
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Amalia
"Pendahuluan: Pestisida, salah satunya organofosfat masih banyak digunakan untuk
meningkatkan hasil produksi pertanian, karena efektif dalam pengendalian hama. Efek pajanan
kronis organofosfat terhadap manusia belum diketahui secara jelas. Indonesia merupakan negara
agrikultural dan termasuk negara pengguna pestisida terbanyak. Terdapat beberapa bukti, bahwa
paparan perstisida dalam jangka panjang, dapat menyebabkan gangguan neurologis, dengan
peningkatan kadar b-amyloid plasma, yang dapat meningkatkan risiko risiko terjadinya penyakit
Alzheimer.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kadar b-amyloid plasma pada laki-laki
penyemprot pestisida di perkebunan dan mengetahui apakah terdapat hubungan dengan intensitas
pajanan pestisida jangka panjang.
Metode: : Studi cross-sectional pada penyemprot pestisida di perkebunan yang sudah
menggunakan pestisida organofosfat dan/atau karbamat selama enam bulan. Pengumpulan data
dilakukan pada pagi hari sebelum mulai bekerja, dengan cara mewawancara dan mengambil
sampel darah vena dari fossa cubiti, kemudian dianalisis menggunakan metode LC-MS. Jumlah
responden yang memenuhi kriteria inklusi dan masuk dalam penelitian ini yaitu 57 responden.
Intensitas pajanan pestisida dinilai dengan metode skoring, yang sudah digunakan sebelumnya
dan sudah dimodifikasi Agricultural Health Study di Amerika Serikat dan disesuaikan dengan
situasi di Indonesia.
Hasil: Sebanyak 91,2% pekerja mengalami peningkatan kadar β-Amyloid plasma. Skor intensitas
pajanan pestisida jangka panjang antara 45 sampai 300, dengan nilai median 260. Berdasarkan
analisis bivariat secara korelasi antara kadar b-amyloid plasma dengan total skor kumulatif
intensitas pajanan didapatkan korelasi rendah (r=0.243) dan memiliki korelasi linier berbanding
lurus, di mana peningkatan skor total kumulatif intensitas memberikan peningkatan kadar β-
amyloid plasma sebesar 4,6%, tetapi tidak bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Berdasarkan penelitian ini, tidak ada hubungan antara kadar β-amyloid plasma
dengan intensitas pajanan pestisida.

Introduction: The use of pesticides, especially organophosphates are still very often to increase
agricultural production, because it is effective in pest control. Indonesia is an agricultural country,
which is among the highest user of pesticides The effect of chronic organophosphate exposure on
humans health is not fully understood yet. There are some evidence that long term exposure to
pesticides can lead to neurologic diseases, among others by increasing b-amyloid plasma
levels,which can lead to Alzheimer disease..
Objective: This study aims to identify b-amyloid plasma levels among male plantation pesticide
sprayer and determine if there is an association with the intensity of longterm pesticide exposure.
Methods: A Cross-sectional study was conducted among pesticide sprayers on plantations, that
have used organophosphate and / or carbamate pesticides for at least the last six months. Data
was collected in the morning before working, by interviewing and taking venous blood sample.
The blood sample was analyzed using the LCMS Method to measure b-amyloid plasma levels.
Fifty-seven subjects were included in this study. The intensity of long term exposure to pesticides
was assessed using a scoring method, that has been used before. which is modified from the
Agricultural Health Study.and adjusted to the situation in Indonesia.
Results: As many as 91.2% workers had plasma β-amyloid levels above normal. While the
intensity score for long term pesticide exposure was between 45 to 300 with a median 260. Using
correlation analysis, No significant correlation between b-amyloid plasma levels and total
cumulative intensity exposure score was found (r = 0.243, p>0,05),.
Conclusion: Based on this study, 91.2% had high levels of b-amyloid plasma and no relationship
between intensity of pesticide exposure with plasma β-amyloid levels was found
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyna Rachmanniar
"Pestisida golongan organo fosfat dan karbamat adalah pestisida yang paling banyak digunakan petani dalam membasmi serangga dan merupakan golongan pestisida yang dapat menurunkan aktifitas enzim kolinesterase dalam darah manusia yang terpapar pestisida. Tinggi rendahnya aktivitas enzim kolinesterase menjadi indikator tinggi rendahnya tingkat keracunan dan dapat dijadikan indikasi keberadaan pestisida dalam darah. Populasi studi penelitian ini adalah seluruh petani holtikultura yang rentan terpajan pestisida di wilayah Desa Cibodas, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Penelitian menggunakan studi analitik observasional dengan desain cross-sectional, danjumlah sampel sebanyak 57 petani penyemprot. Pengumpulan data dengan cara wawancara dan pemeriksaan enzim kolinesterase pada darah petani di Balai Besar Laboratorium Kesehatan BBLK Jakarta dengan metode spektrofotometri. Hasil penelitian menunjukan 25,5 sampel darah tidak normal atau 14 orang dengankadar enzim kolinesterase dibawah 5,4 kU/L. Usia Petani penyemprot 50,9 masih berusia produktif yaitu antara 18 sampai 49 tahun. Berdasarkan statistik, faktor umur, status gizi, frekuensi pajanan, durasi kerja, penggunaan alatpelindung diri APD dan tingkat pengetahuan petani tentang pestisida tidak berhubungan dengan kadar enzim cholinesterase dalam darah petani sayuran.

Organophosphate and carbamate pesticides are the most widely used pesticides of farmers in eradicating insects and are a class of pesticides that can decrease Cholinesterase enzyme activity in human blood exposed to pesticides. The lowlevel of cholinesterase enzyme activity is an indicator of the high level ofpoisoning and can be an indication of the presence of pesticides in the blood. Thestudy population of this study is all horticultural farmers who are vulnerable toexposure to pesticides in the area of Desa Cibodas Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. The study used an observational analytical study with cross sectional design, and a sample size of 57 farmers. Data collectionby interviewing and examination of cholinesterase enzyme on farmer 39's blood at Balai Besar Laboratorium Kesehatan BBLK Jakarta by spectrophotometric method. The results showed 25.5 abnormal blood sample or 14 people with cholinesterase enzyme levels below 5.4 kU L. Age of sprayer Farmers 50.9 are still productive age between 18 to 49 years. Based on statistics, age factor, nutritional status, exposure frequency, duration of work, use of personal protective equipment PPE and the level of knowledge of farmers about pesticides are not related to cholinesterase enzyme levels in the blood of vegetable farmers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajaria Nurcandra
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salahsatu
penyakit paru yang ditandai dengan obstruksi saluran pernapasan yang
mengganggu pernapasan normal dengan age-adjusted death rate 41,2/100.000
pada tahun 2009. Penyebab kematian tertinggi ketiga di dunia tahun 2008 dan
diperkirakan akan menjadi penyakit tertinggi di dunia pada tahun 2030. Studi ini
ditujukan untuk melihat besarnya hubungan pajanan pestisida terhadap PPOK
pada petani.
Metode: Studi kasus kontrol dilakukan pada bulan April sampai Mei 2016 di
Purworjeo. Sebanyak 66 kasus merupakan petani yang didiagnosis PPOK pada
tahun 2015 berdasarkan data register dan rekam medis, sedangkan 59 kontrol
merupakan tetangga korban yang bekerja sebagai petani dengan hasil ukur
spirometer normal. Kasus dan kontrol diukur fungsi paru menggunakan
spirometer dan COPD assessment test.
Hasil: Analisis regresi logistik kuantitas (OR=0,75; 95% CI 0,318-1,754) dan
durasi keterpajanan pestisida (OR=1,11; 95% CI 0,430-2,891) diadjust dengan
potensial confounder tidak menunjukkan hubungan yang jelas. Pestisida
ditemukan sebagai risiko PPOK berdasarkan lama kerja (OR=5,61; 95% CI
1,124-27,990) setelah di-adjust oleh confounder (umur, IMT, APD, riwayat
penyakit, merokok, pajanan debu dan asap
Kesimpulan: Lama kerja ditemukan sebagai faktor risiko PPOK, tetapi tidak
ditemukan hubungan yang jelas antara kuantitas dan durasi terhadap PPOK. Alat
pelindung diri sebaiknya digunakan terutama masker untuk mengurangi efek
toksik terhadap paru

ABSTRACT
Background: Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a term which
refers to a large group of lung diseases characterized by obstruction of air flow
that interferes with normal breathing with age-adjusted death rate of
41.2/100,000 in 2009. It causing 3rd highest of mortality worldwide in 2008 and
estimated as the highest non communicable disease worldwide in 2030. This study
aimed to determine the relationship of pesticide exposure to COPD in farmer
Methods: A case-control study performed between April to May 2016 in
Purworejo. The case group were 66 farmer who suffered from COPD during 2015
by medical record, while the control group were 59 farmer of cases neighbour
who tested by spirometer showed normal lung function. Both case and control
group was tested by spirometer and COPD assessment test
Results: Logistic regression analysis of quantity (OR=0.75; 95% CI 0.318-
1.754)and duration of spraying (OR=1.11; 95% CI 0.430-2.891) adjusted for all
potential confounders showed no clear associations. Pesticide remains a potential
health risk by duration of farming to COPD (OR=5,61; 95% CI 1,124-27,990)
adjusted by confounders (age, BMI, PPE, history of resporatory illness, smoking
habit, dust and fumes exposure).
Conclusion: Duration of farming found as risk factor of COPD, but no clear
association of quantity and duration of spraying to COPD. PPE should be used
especially mask along spraying process to reduce the risk of respiratory illness"
2016
T45692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Mei Tsuroyya
"Stunting adalah masalah gizi pada balita dimana terjadi hambatan pertumbuhan linier yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis selama 1000 Hari Pertama Kehidupan. Anemia defisiensi besi pada kehamilan merupakan faktor risiko terjadinya berat badan lahir rendah yang menunjukkan adanya pertumbuhan janin yang tidak optimal akibat terhambatnya pertumbuhan janin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stunting serta hubungan anemia ibu saat hamil dan faktor lainnya dengan kejadian stunting pada baduta di Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain potong lintang pada bulan April-Juni 2017 di Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Data yang diambil adalah status anemia ibu saat hamil, faktor ibu, faktor baduta, riwayat menyusui, asupan makanan, riwayat penyakit infeksi dan status sosial ekonomi. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 190 baduta usia 6-23 bulan.
Analisis data yang dilakukan meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian yaitu kejadian stunting pada baduta sebesar 23,7%, tidak terdapat hubungan antara anemia ibu hamil dengan kejadian stunting pada baduta, faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada baduta adalah tinggi badan ibu, usia baduta, panjang badan lahir, inisiasi menyusu dini, imunisasi dasar lengkap dan asupan energi. Imunisasi dasar lengkap merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada baduta di Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Peneliti menyarankan kepada pengambil kebijakan untuk meningkatkan kegiatan promosi kesehatan ibu dan anak.

Stunting is a nutritional problem among children under five years with linier growth barrier caused by chonic malnutrition during the First 1000 Days of Life. Iron deficiency anemia in pregnancy is a risk factor of low birth weight that indicates a fetal growth. This study aims to determine the description of stunting and correlation of maternal anemia in pregnancy and other factors with the incidence of stunting among children under two years in Bumiayu, Brebes, Central Java. This study is a quantitative research with cross-sectional design in April-June 2017 in Bumiayu, Brebes, Central Java. Data taken are maternal anemia status in pregnancy, maternal factor, children under two years factor, history of breastfeeding, food intake, history of infectious diseases and social leconomic status. Samples in this study is 190 children under two years 6-23 months.
Analysis of this study is univariate, bivariate and multivariate with 95% confident interval. The result of the study are incidence of stunting among children under two years is 23.7%, there is no correlation between maternal anemia in pregnancy with stunting among children under two years, factors related to stunting among children under two years are maternal height, age of children under two years, length of birth, early breastfeeding initiation, complete basic immunization and energy intake. Complete basic immunization is the dominant factor related to stunting among children under two years in Bumiayu, Brebes, Central Java. Researcher suggest to policy maker to be more optimal in maternal and child health promotion.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftakhul Janan
"Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang masih menjadi penyebab utamamasalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Beban penyakit tuberculosis semakinbertambah seiring meningkatnya penemuan kasus TB MDR Tuberkulisi Resistant ObatGanda . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor resiko yangberhubungan dengan peningkatan prevalensi kejadian TB MDR di Kabupaten BrebesTahun 2011-2018. Desain penelitian ini adalah kasus kontrol dengan populasi seluruhpasien tuberkulosis dewasa di Kabupaten Brebes tahun 2017. Jumlah sampel kasus 46dan jumlah sampel kontrol adalah 92. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktorfaktorresiko yang berpengaruh terhadap peningkatan prevalensi kejadian TB-MDR diKabupaten Brebes Tahun 2011-2017 adalah kepatuhan minum obat OR 6,7; 95 CI2,2-19,7 , Riwayat pengobatan TB sebelumnya OR 5,3; 95 CI 1,2-14,1 , dankesesuaian dosis/obat OR 5,2; 95 CI 1,2-22,8 .Penyuluhan atau KIE kepada pasien,keluarga dan atau PMO tentang pentingnya kepatuhan minum obat dan konsekuensiyang timbul akibat dari ketidakpatuhan minum obat sangat penting untukmengendalikanpeningkatan kejadian TB MDR.Kata kunci:Tuberkulosis, TB-MDR, Faktor resiko

Tuberculosis is a contagious disease that is still the main cause of public healthproblems in Indonesia. The burden of tuberculosis is on the rise with the rise of MDRTB Tuberculosis Resistant Drug Double cases. This study aims to determine the riskfactors associated with increasing the prevalence of MDR TB incidence in BrebesDistrict Year 2011 2018. The design of this study was a control case with a populationof all adult tuberculosis patients in Brebes District by 2017. The number of casesamples 46 and the number of control samples was 92. The results showed that riskfactors had an effect on increasing the prevalence of MDR TB incidence in BrebesRegency 2011 2017 is medication adherence OR 6.7, 95 CI 2.2 19.7 , previous TBtreatment history OR 5.3, 95 CI 1.2 14.1 , and dose conformity drug OR 5,2 95 CI 1,2 22,8 . Counseling to patients, families and or PMOs on the importance ofmedication adherence and the consequent consequences of non adherence to takingmedication is essential to control the incidence of MDR TB.Key words Tuberculosis, MDR TB, risk factors."
2018
T51349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>