Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211080 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raisa Afni Afifah
"Latar belakang: Produktivitas pertanian yang tinggi di Kabupaten Brebes berpotensi untuk menimbulkan berbagai gangguan kesehatan akibat pestisida pada pekerja tani. Beberapa penelitian sebelumnya pada lokasi yang sama menunjukan bahwa terdapat beberapa efek kesehatan, baik akut maupun kronis yang dialami pekerja tani akibat pajanan pestisida.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran golongan pestisida yang banyak digunakan, aktivitas enzim kolinesterase darah, gejala gangguan saraf, dan gejala gangguan kulit serta hubungannya dengan faktor lama pajanan dan karakteristik individu.
Metodologi: Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes. Sampel merupakan petani dan buruh tani pada lima desa di Kecamatan Kersana yang berjumlah 121 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode quota sampling. Data dikumpulkan melalui wawancara terstruktur, pengukuran status gizi, dan pengukuran enzim kolinesterase darah.
Hasil: Penelitian ini menunjukan bahwa pestisida yang paling banyak digunakan adalah golongan piretroid dan avermektin (26%). Terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah gejala gangguan saraf dengan lama pajanan per minggu (p=0,015). Hubungan yang signifikan juga terdapat antara jumlah gejala gangguan kulit yang dialami dengan faktor lama bekerja (p=0,045), lama pajanan per minggu (p=0,005), umur (p=0,002), jenis kelamin (p=0,044), dan kebiasaaan cuci tangan setelah bekerja dengan pestisida (p=0,000).
Kesimpulan: Pestisida yang paling banyak digunakan adalah golongan piretroid dan avermektin. Terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah gejala gangguan saraf dengan lama pajanan per minggu. Hubungan yang signifikan juga terdapat antara jumlah gejala gangguan kulit yang dialami dengan faktor lama bekerja, lama pajanan per minggu, umur, jenis kelamin, dan kebiasaaan cuci tangan setelah bekerja dengan pestisida.

Backgrounds: Brebes Region is one of various region which has high productivity in agricultural products, so this region has a potency for any health effects due to pesticide exposure. Several studies have shown that many health effects has occured in agirucultural workers in Brebes.
Objectives: This research’s objectives are knowing the groups of pesticide that commonly used, red blood cell cholinesterase activity, symtomps of neurological and skin disorders and their associatons with length of exposure and individual characteristics.
Methods: This research is located on Kersana sub-District, Brebes District, Central Java. Samples are farmers and fam labourers who live in five village on Kersana District. The number of samples is 121 persons. Quota sampling methods hava chosen by researchers to collect the samples. Data collecting was done by structured-interview, cholinesterase measurement, and nutritional status measurement.
Results: The result has shown that pesticide group which commonly used are phyretroid and avermectin. There is an significant association between the number of neurological disorders and length of exposure in week (p=0,015). There are also significant association between the number of skin disorders with working periods (p=0,045), length of exposure in week (p=0,005), age (p=0,002), gender (p=0,044), and hand-washing behaviours after working with pesticides (p=0,000).
Conclusions: Pesticide group which commonly used are phyretroid and avermectin. There is an significant association between the number of neurological disorders and length of exposure in week. There are also significant association between the number of skin disorders with working periods, length of exposure in week, age, gender, and hand-washing behaviours after working with pesticides.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56246
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Apriyanto
"Pajanan zat kimia yang bersifat endocrine disruptor dapat memberikan dampak terhadap sistem hormon manusia sehingga terjadi gangguan kesehatan akibat dari ketidakstabilan sistem tubuh. Pestisida merupakan salah satu zat yang bersifat endocrine disruptor di dalam tubuh dan biasa digunakan dalam kegiatan pertanian, khususnya dalam pengendalian hama tanaman. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pajanan pestisida dengan gangguan kesehatan, yaitu gejala hipotiroid dan gangguan siklus menstruasi. Penelitian terhadap petani di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes dilakukan pada bulan Mei 2014 dengan menggunakan desain studi cross-sectional. Data diambil secara non rondom sampling dengan metode quota sampling di lima desa (Kersana, Kemukten, Limbangan, Sutamaja, dan Kramatsampang) dengan jumlah sampel sebanyak 121 responden. Pengumpulan data diambil dengan metode wawancara dan pemeriksaan fisik kelenjar tiroid secara palpasi. Hasil penelitian didapatkan prevalensi goiter sebanyak 27.3%, gejala hipotiroid sebanyak 17,4%, yang merasakan 10 gejala sebanyak 1,7% dan gangguan siklus menstruasi sebanyak 47.4%. Terdapat hubungan bermakna antara kejadian goiter dengan masa kerja (p= 0,011) dan pengetahuan terkait pestisida (p= 0,031), gejala hipotiroid dengan lama pajanan (p= 0,009), dan gangguan siklus menstruasi dengan indeks massa tubuh (p= 0,001).

Chemical exposures as endocrine disruptor may have an impact on the human hormone system. As a result, endocrine disruptor affect to instability of the body systems. Pesticide is one of the endocrine disruptor that commonly used in agriculture as a pest control. Therefore, the study was conducted to see the effect of pesticide exposure to the symptom of hypothyroidism and menstrual disorder. The study was conducted in Subdistrict Kersana, District Brebes, Central Java at May 2014 by cross-sectional design study on farm worker. As many as 121 respondents in five villages (Kersana, Kemukten, Limbangan, Sutamaja, and Kramatsampang) and collected by non rondom sampling and quota sampling method. The data was collected by questionnaire and physical examination (palpation) of the thyroid gland. The result showed that the prevalence of goiter is 27,3%, symptoms of hypothyroidsm is 17,4%, feel 10 symptom of hypothyroid is 1,7%, and menstrual disorder is 47,4%. There was significant relationship between goiter with number of year working in agriculture (p= 0,011) and the respondents? knowledge related of pesticide (p= 0,031), symptoms of hypothyroidsm and time.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55067
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyna Rachmanniar
"Pestisida golongan organo fosfat dan karbamat adalah pestisida yang paling banyak digunakan petani dalam membasmi serangga dan merupakan golongan pestisida yang dapat menurunkan aktifitas enzim kolinesterase dalam darah manusia yang terpapar pestisida. Tinggi rendahnya aktivitas enzim kolinesterase menjadi indikator tinggi rendahnya tingkat keracunan dan dapat dijadikan indikasi keberadaan pestisida dalam darah. Populasi studi penelitian ini adalah seluruh petani holtikultura yang rentan terpajan pestisida di wilayah Desa Cibodas, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Penelitian menggunakan studi analitik observasional dengan desain cross-sectional, danjumlah sampel sebanyak 57 petani penyemprot. Pengumpulan data dengan cara wawancara dan pemeriksaan enzim kolinesterase pada darah petani di Balai Besar Laboratorium Kesehatan BBLK Jakarta dengan metode spektrofotometri. Hasil penelitian menunjukan 25,5 sampel darah tidak normal atau 14 orang dengankadar enzim kolinesterase dibawah 5,4 kU/L. Usia Petani penyemprot 50,9 masih berusia produktif yaitu antara 18 sampai 49 tahun. Berdasarkan statistik, faktor umur, status gizi, frekuensi pajanan, durasi kerja, penggunaan alatpelindung diri APD dan tingkat pengetahuan petani tentang pestisida tidak berhubungan dengan kadar enzim cholinesterase dalam darah petani sayuran.

Organophosphate and carbamate pesticides are the most widely used pesticides of farmers in eradicating insects and are a class of pesticides that can decrease Cholinesterase enzyme activity in human blood exposed to pesticides. The lowlevel of cholinesterase enzyme activity is an indicator of the high level ofpoisoning and can be an indication of the presence of pesticides in the blood. Thestudy population of this study is all horticultural farmers who are vulnerable toexposure to pesticides in the area of Desa Cibodas Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. The study used an observational analytical study with cross sectional design, and a sample size of 57 farmers. Data collectionby interviewing and examination of cholinesterase enzyme on farmer 39's blood at Balai Besar Laboratorium Kesehatan BBLK Jakarta by spectrophotometric method. The results showed 25.5 abnormal blood sample or 14 people with cholinesterase enzyme levels below 5.4 kU L. Age of sprayer Farmers 50.9 are still productive age between 18 to 49 years. Based on statistics, age factor, nutritional status, exposure frequency, duration of work, use of personal protective equipment PPE and the level of knowledge of farmers about pesticides are not related to cholinesterase enzyme levels in the blood of vegetable farmers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinthia Suwardi
"Pestisida meningkatkan hasil 40% tanaman coklat di Amerika Latin, 33% tebu di Pakistan juga mengatasi masalah hama pada program intensifikasi di Indonesia. Pestisida memberikan dampak buruk jika penggunaannya dilakukan secara terus menerus tanpa memperhatikan aturan pemakaian dan cara mengaplikasikan yang baik dan benar. Pestisida banyak digunakan petani dengan cara disemprotkan, terutama golongan organofosfat yang dapat mempengaruhi fungsi syaraf dengan jalan menghambat kerja enzim cholinesterase. Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor risiko pajanan pestisida terhadap aktivitas cholinesterase dalam darah petani penyemprot hama padi. Desain penelitian cross sectional.
Penelitian dilakukan bulan April-Mei 2014, menggunakan data sekunder kuesioner responden serta hasil pemeriksaan cholinesterase yang dilakukan Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang di 3 Desa pada 2 wilayah kerja UPTD Puskesmas. Hasil penelitian, 81% petani mempunyai aktivitas cholinesterase normal atau tidak mengalami keracunan pestisida.
Analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis pestisida yang digunakan, umur, berat badan, masa kerja, frekuensi kerja, durasi kerja, kontak terakhir dengan pestisida dan penggunaan APD terhadap aktivitas cholinesterase.

Pesticides increase the yield of 40% cocoa in Latin America, 33% of sugarcane in Pakistan also solving pest problems in the intensification program in Indonesia.
Pesticides had a devastating impact if used continuously regardless of usage rules and how to apply the rules. Pesticides are widely used by farmers by spraying, especially the organophosphate class which can affect nerve function by inhibiting the enzyme cholinesterase. The aim of research to analyze the risk factors of pesticide exposure to cholinesterase activity in the blood of farmers rice pest sprayer. The study used Cross-sectional design.
The study was conducted in April-May 2014, using secondary data of the questionnaire respondents as well as the result of cholinesterase which has been conducted by Environmental Health Section of Karawang District Health on 3 villages at 2 UPTD Puskesmas.
The results, 81% of farmers had normal cholinesterase activity or no pesticide poisoning. Bivariate analysis showed no correlation between the type of pesticide used, age, body weight, years of service, working frequency, duration of action, last contact with pesticides and the use of personal protective equipment against cholinesterase activity.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62427
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cinthya Yuanita
"Latar Belakang: Organofosfat (OP) merupakan pestisida yang paling banyak digunakan di dunia. Sebagai substansi kimia, zat ini memiliki efek toksik bagi manusia yang terpapar. Salah satu dampak OP adalah penurunan fungsi kognitif. Berdasarkan penelitian Bosma, et al, prevalensi gangguan kognitif ringan pada pekerja yang terpapar pestisida adalah 35%. Di Indonesia, penelitian dari Dewi RM menunjukkan bahwa 39,1% petani jeruk yang terpapar pestisida mengalami gangguan kognitif ringan. Sampai saat ini belum ada penelitian di Indonesia yang mengukur efek samping pestisida pada petani bunga. Padahal, penggunaan pestisida pada tanaman bunga diperkirakan lebih besar dibandingkan komoditas lain, sehingga risiko dan dampak paparan pada petani pun menjadi lebih besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan asetilkolinesterase (AChE) dalam sel darah merah terhadap fungsi kognitif pada petani bunga laki-laki penyemprot pestisida.
Metode: Desain potong lintang dengan besar sampel 40 orang. Penelitian dilakukan di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat. Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling dengan instrumen wawancara, MMSE, dan pemeriksaan AChE eritrosit.
Hasil: Aktivitas AChE dalam sel darah merah memiliki median 4599.06 (1760-6828). Prevalensi penurunan fungsi kognitif pada petani bunga laki-laki penyemprot pestisida mencapai 75%. Tidak terdapat hubungan antara AChE sel darah merah terhadap fungsi kognitif (p=0,87). Namun, terdapat hubungan yang bermakna antara variabel masa kerja (p=0,007), tingkat pendidikan (p=0,001), komposisi pestisida (p=0,014), dan exposure rate (p<0,001) terhadap fungsi kognitif. Tidak ada perbedaan bermakna antara perbandingan rerata AChE pada kelompok yang mengalami penurunan fungsi kognitif dan kelompok yang normal (OR=1 dengan 95% CI 0,2-4,1).
Kesimpulan Saran: Prevalensi penurunan fungsi kognitif pada petani bunga laki-laki yang terpajan pestisida OP cukup tinggi (75%). Penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara fungsi kognitif responden dengan faktor risiko okupasi, terutama dalam hal masa kerja. Untuk mencegah terjadinya dampak penggunaan pestisida yang lebih berat, perlu adanya program pengendalian bagi petani pengguna pestisida serta pengawasan pada produsen pestisida.

Background: Organophosphate (OP) is the most widely used pesticide in the world. As a chemical substance, this substance has toxic effects for humans who are exposed. One of the effects of OP is a decline in cognitive function. Based on the research of Bosma, et al, the prevalence of mild cognitive impairment in workers exposed to pesticides is 35%. In Indonesia, research from Dewi RM shows that 39.1% of citrus farmers exposed to pesticides experience mild cognitive impairment. Until now there has been no research in Indonesia that measures the side effects of pesticides on cut-flower farmers. In fact, the use of pesticides in flower plants is estimated to be greater than other commodities, so that the risk and impact of exposure on farmers becomes even greater. The purpose of this study was to determine the relationship of acetylcholinesterase (AChE) in red blood cells to cognitive function in male cut-flower farmers spraying pesticides.
Method: Cross-sectional design with a sample size of 40 people. The study was conducted in Parongpong District, West Bandung Regency. Sampling using consecutive sampling with interview instruments, MMSE, and erythrocyte AChE examination. Results. AChE activity in red blood cells has a median of 4599.06 (1760-6828). The prevalence of cognitive decline in male cut-flower farmers spraying pesticides reaches 75%. There was no relationship between red blood cell AChE and cognitive function (p = 0.87). However, there was a significant relationship between variables of years of work (p = 0.007), level of education (p = 0.001), pesticide composition (p = 0.014), and exposure rate (p <0.001) on cognitive function. There was no significant difference between the average comparison of AChE in the group that experienced a decline in cognitive function and the normal group (OR = 1 with 95% CI 0.2-4.1).
Conclusion and Suggestions: The prevalence of cognitive impairment in male cut-flower farmers exposed to OP pesticides is quite high (75%). This study shows that there is a significant relationship between the cognitive function of the respondents with occupational risk factors, especially in terms of years of work. To prevent the impact of the use of pesticides, it is necessary to have a control program for farmers using pesticides and supervision of pesticide producers.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Lusiana
"ABSTRAK
Panas merupakan faktor fisik yang sering ditemui di dunia industri. Panas kerap membuat pekerja kehilangan cairan karena berkeringat. Pajanan pestisida dapat membuat seorang pekerja mengeluarkan cairan tubuh berlebih karena keringat. Kedua hal ini yaitu pajanan panas dan pestisida dapat mempengaruhi status hidrasi pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pajanan panas dan pestisida terhadap status hidrasi pekerja di PT.X.
Desain penelitian adalah cross sectional dengan jumlah sampel 75 orang. Pengumpulan data dilakukan sebanyak dua kali lewat pengisian kuesioner, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan urin. Status hidrasi dinilai berdasarkan pengukuran berat jenis urin sebelum dan sesudah bekerja.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara faktor demografi dan faktor pekerjaan dengan status hidrasi, kecuali faktor umur menunjukkan hubungan yang bermakna dengan status hidrasi (p=0,007) setelah bekerja. Tidak terdapat hubungan antara pajanan panas dan pestisida dengan status hidrasi (p>0,05).
Responden yang dehidrasi sebelum bekerja ditemukan 69,3%. Tidak didapatkan hubungan antara faktor demografi dan faktor pekerjaan dengan status hidrasi pekerja, kecuali umur berhubungan secara bermakna dengan status hidrasi setelah bekerja. Tidak didapatkan hubungan pajanan panas dan pestisida dengan status hidrasi. Hal ini dikarenakan karakteristik dari karbamat yang non lipophilic dan cepat dimetabolisme dari tubuh sehingga tidak didapat akumulasi kronik. Sebelum bekerja responden telah mengalami dehidrasi sebesar 69,3%. Hal ini dikarenakan tidak cukupnya asupan air minum selama bekerja akibat terpajan panas (kriteria NIOSH). Pekerja disarankan untuk minum air sebanyak 200 ml setiap 20 menit untuk mencegah terjadinya dehidrasi, dan menggunakan APD selama bekerja.

ABSTRACT
Heat stress is a physical hazard that is often to find in industry. It cause a worker loss their body fluid through sweating. Pesticide exposure make a worker produce more sweat. Both heat stress and pesticide exposure influence hydration status. This study is intended to know the association between heat stress and pesticide exposure with hydration status among workers in PT.X.
Design of this study is cross sectional with a number of respondent are 75 worker. Data collection was done two times by completing questionnaire, physical examination and urine specific gravity test. Hydration status was determined by measuring urine specific gravity before and after working.
The results showed that there is no association between heat stress and pesticide exposure with hydration status before and after working (p>0,05). There is no association between demography and working factor with hydration status, except age (p=0,007). Dehydration before working was found 69,3%.
This study gets no association between demography and working factor with hydration status, except age. Heat stress and pesticide exposure did not show association with hydration status. Characteristic of carbamate which is fast metabolized and non lipophilic cause the body has no chronic accumulation. Respondent have had dehydrated before working as many 69,3%. Lack of water consumption is the main reason (NIOSH criteria). It is recommended to take 200 ml water in every 20 minutes to prevent dehydration, and to use PPE while working.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariny Rosyada Azmy
"Pembakaran batu bara di pembangkit listrik menghasilkan polutan yang salah satunya sulfur dioksida. Sulfur dioksida dapat menyebabkan batuk, sakit tenggorokan, mengi, sesak napas, sesak dada hingga menyebabkan edema, bronkopasme, dan pneumonitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi besaran risiko kesehatan pada pekerja akibat pajanan konsentrasi SO2 pada pekerja di PLTU Suralaya. Penelitian ini menggunakan metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 75 pekerja yang diambil secara purposive sampling. Hasil pengukuran sulfur dioksida rata-rata di empat titik sebesar 0.0335 mg/m3 dan masih dibawah baku mutu. Hal penelitian ini menunjukkan nilai intake dari pajanan SO2 pada pekerja didapatkan nilai rata-rata sebesar 0.00047 mg/kg/hari sedangkan nilai besaran risiko yang didapatkan sebesar 0.0187 yang artinya tingkat risiko pada pekerja masuk ke dalam kelompok aman. Hasil proyeksi terhadap tingkat risiko pada tahun ke 5 hingga tahun ke 30 mengalami peningkatan. Pekerja juga mengalami gejala gangguan pernapasan diantaranya batuk, dahak, sesak napas, mengi, nyeri dada, dan napas berat. Pentingnya upaya preventif pada pekerja di PLTU agar dapat meminimalisir pajanan SO2 dengan menggunakan APD serta pihak PLTU dapat mengembangkan teknologi modern agar meminimalisir polutan akibat pembaran batu bara.

Burning coals in power plants produces pollutants, one of which is sulfur dioxide. Sulfur dioxide can cause coughing, sore throat, wheezing, shortness of breath, chest tightness, edema, bronchospasm, and pneumonitis. This research aims to estimate the amount of health risk in workers due to exposure to SO2 concentrations in workers at the PLTU Suralaya Banten. This research uses the Environmental Health Risk Analysis (ARKL) method. The sample in this research was 7 workers who were taken by purposive sampling. The average sulfur dioxide measurement results at four points are 0.0335 mg/m3 and are still below the quality standard. The results of this research indicate that the intake value of SO2 exposure in workers obtained an average value of 0.00047 mg/kg/day while the value of the magnitude of risk obtained was 0.0187 which means that the risk level for workers is included in the safe group. The results of the projections of the level of risk in the 5th to 30th years have increased. Workers also experience symptoms of respiratory problems including chough, phlegm, shortness of breath, wheezing, chest pain, and heavy breathing. The importance of preventive efforts for workers at PLTU in order to minimize SO2 exposure by using PPE and the PLTU can develop modern technology to minimize pollutants due to coal burning
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Nika Rustia
"Pestisida golongan organofofat banyak digunakan oleh petani sayuran. Pestisida ini dapat menghambat aktivitas enzim cholinesterase dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan faktor risiko berdasarkan tiga jalur pajanan utama (inhalasi, ingesti, absorpsi) dan lama pajanan pada petani penyemprot sayuran terhadap penurunan aktivitas enzim cholinesterase. Penelitian ini juga bertujuan mengetahui besarnya residu senyawa organofosfat pada air kali, air sumur, dan sayuran (sawi dan tomat).
Penelitian dilakukan pada Gabungan Kelompok Tani Kelurahan Campang tahun 2009 menggunakan studi analitik observasional dengan desain crosssectional. Dari pengambilan sampel secara simple random sampling, didapatkan jumlah sampel sebanyak 56 petani penyemprot. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pengukuran cholinesterase pada darah menggunakan The Livibond Cholinesterase Test Kit AF267, sedangkan pengukuran residu organofosfat pada air dan sayur menggunakan kromatografi gas dengan detektor ECD.
Hasil temuan penelitian menunjukan proporsi kejadian keracunan yang tinggi, yaitu 100% dengan 71,4% keracunan ringan dan 28,6% keracunan sedang. Persentase faktor risiko yang tinggi ditemukan pada petani yang tidak memiliki kebiasaan memakai masker (78,6%) saat menyemprot, tidak memiliki kebiasaan memakai sarung tangan (80,4%) saat menggunakan pestisida, dan kebiasaan mengkonsumsi sayuran hasil pertanian setempat (100%). Hasil uji bivariat menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna pada semua faktor risiko berdasarkan lama pajanan (lama menyemprot per minggu, lama bekerja sebagai petani penyemprot, dan waktu terakhir menyemprot), jalur pajanan inhalasi (kebiasaan memakai masker), jalur pajanan absorpsi (kebiasaan memakai sarung tangan, pakaian panjang, sepatu boot, dan kebiasaan mandi setelah menyemprot), dan jalur pajanan ingesti (kebiasaan mengkonsumsi sayuran hasil pertanian dan kebiasaan mencuci tangan setelah menyemprot) terhadap penurunan aktivitas cholinesterase dalam darah petani yang diteliti.
Pada sawi dan tomat ditemukan residu profenofos sebesar masing-masing 0,0004 dan 0,0057. Pada air sumur dan air kali tidak terdeteksi adanya residu organofosfat. Kebiasaan tidak memakai alat pelindung diri terutama sarung tangan dan masker pada petani penyemprot di Kelurahan Campang dapat memperbesar risiko keracunan. Untuk menekan angka keracunan, dibutuhkan peran pemerintah untuk memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai bahaya pestisida, cara penyemprotan yang aman, dan bantuan keringanan alat pelindung diri. Selain itu, pemantauan residu pada lingkungan secara berkala juga perlu dilakukan untuk mencegah meluasnya kejadian keracunan pada masyarakat.

Organophosphate pesticides are commonly used by vegetable farmers. This pesticide group can inhibit blood cholinesterase in human body. This study wants to find association between risk factors which based on pathway to body (inhalation, dermal absorption, and ingestion) and length of exposure. This study also wants to measure OP pesticide residues in crops (tomato and mustard green, well, and river).
The study targeted mainly in the farmer community in Kelurahan Campang with analytic-observational study and cross-sectional design. There were 56 farmers which selected through simple random sampling. Data collection was carried out by interview, blood cholinesterase was measured using The Livibond Cholinesterase Test Kit AF267, and residues were analyzed by Gas chromatography with ECD detector. The result of this study showed that there were 100% sample with organophosphate poisonings, divided into 71.4% over-exposure probable and 28.6% serious-over exposure. High percentage of risk factors found in farmers which did not wear masker while spraying (78.6%), did not wear gloves while using pesticide (80.4%), and consumed crops everyday (100%).
The findings of the study indicated that there are no statistically significant association between risk factors which are based on exposure time (spraying time a week, last time spraying, and year of working as pesticide sprayer), inhalation portal entry (mask use), dermal absorption portal entry (gloves use, protective clothes use, boot shoes use, and take a bath after spraying), and ingestion portal entry (consume crops and wash hand after spraying) with poisoning level (over-exposure probable and serious-over exposure).
Profenofos (one of organophosphate active substance) residue was found in tomato and mustard green (0.0057 ppm and 0.0004 ppm). There is no organophosphate residue in well and river detected. Unprotected behavior among farmers, especially gloves and mask, could increase pesticide poisoning risk. Farmers need to be educated and trained how to use pesticide safely and get free personal protective equipment. Pesticide residue monitoring frequently need to be held to prevent poisoning spread in society.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Amalia
"Pendahuluan: Pestisida, salah satunya organofosfat masih banyak digunakan untuk
meningkatkan hasil produksi pertanian, karena efektif dalam pengendalian hama. Efek pajanan
kronis organofosfat terhadap manusia belum diketahui secara jelas. Indonesia merupakan negara
agrikultural dan termasuk negara pengguna pestisida terbanyak. Terdapat beberapa bukti, bahwa
paparan perstisida dalam jangka panjang, dapat menyebabkan gangguan neurologis, dengan
peningkatan kadar b-amyloid plasma, yang dapat meningkatkan risiko risiko terjadinya penyakit
Alzheimer.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kadar b-amyloid plasma pada laki-laki
penyemprot pestisida di perkebunan dan mengetahui apakah terdapat hubungan dengan intensitas
pajanan pestisida jangka panjang.
Metode: : Studi cross-sectional pada penyemprot pestisida di perkebunan yang sudah
menggunakan pestisida organofosfat dan/atau karbamat selama enam bulan. Pengumpulan data
dilakukan pada pagi hari sebelum mulai bekerja, dengan cara mewawancara dan mengambil
sampel darah vena dari fossa cubiti, kemudian dianalisis menggunakan metode LC-MS. Jumlah
responden yang memenuhi kriteria inklusi dan masuk dalam penelitian ini yaitu 57 responden.
Intensitas pajanan pestisida dinilai dengan metode skoring, yang sudah digunakan sebelumnya
dan sudah dimodifikasi Agricultural Health Study di Amerika Serikat dan disesuaikan dengan
situasi di Indonesia.
Hasil: Sebanyak 91,2% pekerja mengalami peningkatan kadar β-Amyloid plasma. Skor intensitas
pajanan pestisida jangka panjang antara 45 sampai 300, dengan nilai median 260. Berdasarkan
analisis bivariat secara korelasi antara kadar b-amyloid plasma dengan total skor kumulatif
intensitas pajanan didapatkan korelasi rendah (r=0.243) dan memiliki korelasi linier berbanding
lurus, di mana peningkatan skor total kumulatif intensitas memberikan peningkatan kadar β-
amyloid plasma sebesar 4,6%, tetapi tidak bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Berdasarkan penelitian ini, tidak ada hubungan antara kadar β-amyloid plasma
dengan intensitas pajanan pestisida.

Introduction: The use of pesticides, especially organophosphates are still very often to increase
agricultural production, because it is effective in pest control. Indonesia is an agricultural country,
which is among the highest user of pesticides The effect of chronic organophosphate exposure on
humans health is not fully understood yet. There are some evidence that long term exposure to
pesticides can lead to neurologic diseases, among others by increasing b-amyloid plasma
levels,which can lead to Alzheimer disease..
Objective: This study aims to identify b-amyloid plasma levels among male plantation pesticide
sprayer and determine if there is an association with the intensity of longterm pesticide exposure.
Methods: A Cross-sectional study was conducted among pesticide sprayers on plantations, that
have used organophosphate and / or carbamate pesticides for at least the last six months. Data
was collected in the morning before working, by interviewing and taking venous blood sample.
The blood sample was analyzed using the LCMS Method to measure b-amyloid plasma levels.
Fifty-seven subjects were included in this study. The intensity of long term exposure to pesticides
was assessed using a scoring method, that has been used before. which is modified from the
Agricultural Health Study.and adjusted to the situation in Indonesia.
Results: As many as 91.2% workers had plasma β-amyloid levels above normal. While the
intensity score for long term pesticide exposure was between 45 to 300 with a median 260. Using
correlation analysis, No significant correlation between b-amyloid plasma levels and total
cumulative intensity exposure score was found (r = 0.243, p>0,05),.
Conclusion: Based on this study, 91.2% had high levels of b-amyloid plasma and no relationship
between intensity of pesticide exposure with plasma β-amyloid levels was found
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Djunaedi
"Benzena merupakan bahan kimia yang masih diperlukan di berbagai industri, tetapi mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan pekerjanya walaupun proses terjadinya dalam jangka waktu lama, dapat berakibat fatal. Dampak ini dapat diperkecil dengan melakukan pemantauan lingkungan kerja terpajan benzena dan kesehatan pekerjanya secara teratur. Penelitian mengenai akibat pajanan benzena di lingkungan kerja masih sedikit dilakukan di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kelainan akibat pajanan benzena, yaitu hubungan antara kadar fenol urin dan kelainan darah di lingkungan kerja terpajan, hubungan antara lama keira di lingkungan kerja terpajan benzena dengan kadar fenol urin dan kelainan darah serta faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi. Penelitian ini dilakukan di suatu pabrik cat di Jakarta. Parameter yang dipakai pada penelitian ini adalah kadar fenol aria, parameter darah (hemoglobin, leukosit, trombosit, retikulosit, eritrosit, hernatokrit, MCV, MCH, MCHC, hitting jenis leukosit).
Penelitian ini menggunakan desain pendekatan kros seksional, menjaring data melalui waarancara terstruktur, pemeriksaan fisik, pemeriksaan sampel urin dan darah terhadap 128 subjek penelitian yang terdiri dari 64 subjek penelitian di lingkungan kerja terpajan tinggi dan 64 subjek penelitian di lingkungan kerja terpajan rendah.
Kesimpulan dan saran: Kadar uap benzena di lingkungan kerja terpajan tinggi melebihi nilai ambang batas yang diperbolehkan (NAB 25 ppm). Peningkatan kadar fenol urin pada pekerja di lingkungan terpajan tinggi lebih besar dari lingkungan terpajan rendah (p = 0,003), serta meningkat dengan pertambahan lama kerja. Pemeriksaan darah menunjukkan kecenderungan penularan jumlah retikulosit pada pekerja di lingkungan kerja terpajan tinggi 17 x dibandingkan dengan lingkungan kerja terpajan rendah (p = 0,01, OR 16,89, CI = 1,71 - 166,73) dan terdapat hubungan antara rata-rata retikulosit dengan lama kerja. Juga terdapat hubungan bermakna antara peningkatan jumlah rata-rata leukosit (p = 0,055), peningkatan jumlah rata-rata basofil (mann Whitney p = 0,02) dan peningkatan jumlah tenaga kerja dengan limfosit atipik dengan pajanan benzena (OR = 7,19, CI = 3,39 - 15,24). Faktor risiko yang berpengaruh pada penelitian ini adalah umur di atas 40 tahun dan lama kerja.
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan agar pemantauan lingkungan terpajan benzena dilakukan secara teratur tiap 6 bulan dengan memperhatikan sistim produksi, ventilasi dan tata letak ruang. Perlu dilakukan pemeriksaan pekerja yang akan bekerja di lingkungan kerja terpajan benzena (pra kerja), yang sedang bekerja di lingkungan terpajan benzena (berkala dan khusus) yang terdiri atas pemeriksaan kadar fenol urin dan pemeriksaan laboratorium darah (hemoglobin, leukosit, trombosit dan retikulosit), serta diberikan penyuluhan tentang bahaya bekerja di lingkungan terpajan benzena, dan cara pemakaian masker yang baik dan tepat. Pemakaian metode kolorimetri untuk pemeriksaan kadar fenol urin. Pemeriksaan diperketat pada pekerja di atas 40 tahun dan kadar fenol urin di atas 40 mg/liter. Penatalaksanaan pajanan terhadap benzena perlu di standarisasikan.
Perlu dikembangkan kerjasama Departemen Tenaga Kerja, Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrian & Perdagangan dan lembaga pendidikan (Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pascasarjana Universitas Indonesia atau lembaga pendidikan terkait) dalarn menetapkan parameter yang lepat untuk digunakan dalam pemantauan lingkungan kerja terpajan benzena serta memantau dampak negatifnya.

Methods and Materials: Benzene is still required in many industries, but this chemical has negative impact towards workers' health, especially over long periods of exposure, it can be fatal. This hazard can be prevented by monitoring regularly, both exposure area and the workers' health. The study on this topic in Indonesia is still rare up to now.
The aims of this study are to search for benzene exposure disorders, the correlation between urine phenol level, and haematologic disorders, hazard, risk factors in the work place environment and time factor. This study was conducted at a paint factory in Jakarta. The parameters used in this study are phenol level in urine, haematologic examinations (haemoglobin, leucocyte, trombocyt, reticulocyt, erythrocyte, haematocrit, MCV. MCH, MCHC, differential count).
The design of this study was cross sectional. Data were collected by interview, physical examination; urine and blood examinations of 128 subjects consisting of 64 subjects in a high exposure area and 64 subjects in a low exposure area.
Results and Conclusion: Benzene vapor level in high exposure area is higher than the permissible threshold limit value (NAB 25 ppm). Phenol level in urine of workers in high exposure area are higher than workers in low exposure area (p = 0,003) and this increase coincided with the duration of work The results of haematological examination showed 17 x decreasing tendency of the reticulocyt count of workers in the higher exposure than workers in low exposure (p = 0,01, OR = 16,89, CI = 1,71 - 166,73) and this low reticulocyt count has significant correlations with the duration of work It also correlates significantly with increasing mean leucocyt count (p = 0,055), mean basophyl count (mann-whitney p = 0,02) and atypic lymphocyt count (OR = 7,19, CI = 3,39 - 15,24). The risk factors in this study include, more than 40 years old workers and long duration of exposure time.
Based on the results of this study, I suggest the establishment of a standard benzene exposure management and monitoring of benzene exposure area unit The monitoring should be carried out every 6 months regularly. Attention should be directed to the production system, room ventilation and workplace design. Pre-employment, and periodical examination of workers, especially for urine phenol level examination should be carried out, as well as haematologic examinations (hemoglobin, leucocyt, thrombocyt and reticulocyt). Communication, information, education on the danger of benzene exposure and the correct manner of mask usage should be the important task in this management.
This study was carried out by using colorimetric method for the examination of urine phenol. The examinations are restricted to more than 40 years old workers and more than 40 mg/liter phenol level in urine. A cooperation among Occupational Department, Health Department, Industry and Trade Department and other Institutions (Occupational Health & Safety, University of Indonesia or other relevant institutes) should draw up correct parameters and regulations for monitoring benzene vapor and hazards in work environments.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>